PERAN VERNALISASI DAN ZAT PENGATUR TUMBUH DALAM PENINGKATAN PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BIJI BAWANG MERAH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN VERNALISASI DAN ZAT PENGATUR TUMBUH DALAM PENINGKATAN PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BIJI BAWANG MERAH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI"

Transkripsi

1 PERAN VERNALISASI DAN ZAT PENGATUR TUMBUH DALAM PENINGKATAN PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BIJI BAWANG MERAH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI DIAN FAHRIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Peran Vernalisasi dan Zat Pengatur Tumbuh dalam Peningkatan Pembungaan dan Produksi Biji Bawang Merah di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2013 Dian Fahrianty A

4

5 ABSTRACT DIAN FAHRIANTY. Vernalization and Growth Regulator Role on Flowering and Seed Yield of Shallot at Highland and Lowland. Supervised by Roedhy Poerwanto, Winarso D Widodo and Endah R Palupi. The aim of this research was to observe the effect of vernalization and growth regulator in increasing flowers and true shallot seed yield in lowland and highland. This reaserch was conducted at lowland, Dramaga (250 masl, t= C, rainfall: mm/month, RH:71-87%), and highland, Cipanas (1250 masl, t= C, rainfall mm/month, RH:80-87%). Shallot bulb 5-7 g was used as planting material. This research was conducted in two experiments. In the first experimental completely Randomized Block Design with two factors was used. The first factor was vernalisation, i.e.without vernalisation (V0) and vernalisation at 10 0 C for thirty five days (V1) s, and the second factor was GA 3 concentration, i.e. 0 ppm (G1), 100 ppm (G2), and 200 ppm (G3). In the second experiment, NAA at concentration of 0 (A1), 50 (A2), 100 (A3) and 200 ppm(a4) was used. Before planting, the bulbs was vernalized and submerged in 200 ppm GA 3 solution for one hour. NAA is given by spraying to the plants aged 3 and 5 weeks after planting. The result showed that vernalization and GA 3 affected flowering and TSS production. In lowland, combination of vernalization and 200 ppm GA 3 increased flowering 233 times compared to the control and increased one-half times compared to the vernalization treatment without GA 3 and in highland it increased four times compared to the control and one-half times compared to the vernalization without GA 3. Combination of vernalization and 200 ppm GA 3 resulted in the TSS production 3.93 g/m 2 (39.3 kg/ha) in lowland and 4:41 g/m 2 (44.1 kg/ha) in highland. Aplication of 200 ppm GA 3 without vernalization and combination of vernalization until 200 ppm GA 3 produced > 80% germination in lowland and highland. Aplication of 50 ppm NAA increase 24% flowering, 4.80 g or equal to kg/ha TSS production with 87% germination. The result also show that vernalization can be substituted by GA 3 aplication to enhance flowering and TSS production in highland however in lowland as well as high land area a combination of vernalization and GA 3 was the best treatment. Key words: shallot, vernalization,ga 3, NAA, highland, lowland.

6

7 RINGKASAN DIAN FAHRIANTY. Peran Vernalisasi dan Zat Pengatur Tumbuh dalam Peningkatan Pembungaan dan Produksi Biji Bawang Merah di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi. Peningkatan produksi dan produktivitas bawang merah dihadapkan pada masalah ketersediaan benih bermutu. Bawang merah umumnya ditanam menggunakan umbi bibit. Biaya penyediaan umbi bibit dapat mencapai 40% dari biaya produksi total. Untuk mendapatkan benih berdaya hasil tinggi, banyak petani yang menggunakan benih umbi dari bawang konsumsi asal impor yang harganya relatif mahal. Salah satu cara untuk memecahkan masalah tersebut adalah melalui introduksi teknologi budidaya menggunakan biji botani atau true shallot seed (TSS). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh vernalisasi dan GA 3, terhadap pembungaan dan hasil biji bawang merah di dataran rendah dan dataran tinggi serta mempelajari pengaruh NAA terhadap pembungaan dan hasil biji bawang merah yang dikombinasikan dengan vernalisasi dan GA 3 baik di dataran rendah dan dataran tinggi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua percobaan. Percobaan I: pengaruh vernalisasi dan GA 3 terhadap pembungaan dan hasil biji bawang merah di dataran rendah dan dataran tinggi, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan dua faktor yaitu vernalisasi (tanpa vernalisasi dan vernalisasi pada suhu 10 0 C) sebagai faktor pertama dan GA 3 (0, 100 dan 200 ppm) sebagai faktor kedua dengan empat ulangan. Percobaan II: pengaruh NAA terhadap pembungaan dan hasil biji bawang merah kali ulangan di dataran rendah dan dataran tinggi, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan menggunakan NAA (0, 50, 100, 200 ppm) yang sebelumnya telah diberi perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 pada umbi bibitnya dengan empat kali ulangan. NAA diberikan dengan cara penyemprotan pada tanaman umur 3 dan 5 minggu setalah tanam. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang tangkai bunga, jumlah anakan per rumpun, waktu muncul kuncup bunga, waktu bunga mekar, jumlah bunga per umbel, jumlah bunga per petak, persentase bunga jadi buah (%), persentase tanaman berbunga, waktu panen, jumlah umbel per rumpun, jumlah

8 umbel per petak, bobot umbel per rumpun, bobot umbel per petak, bobot biji per umbel, bobot biji per rumpun, bobot biji per petak dan daya kecambah biji. Hasil penelitian pada percobaan pertama menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara vernalisasi dan GA 3 terhadap pembungaan dan produksi TSS di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Pembungaan dan produksi TSS tertinggi diperoleh pada kombinasi vernalisasi dan 200 ppm GA 3. Kombinasi perlakuan tersebut meningkatkan pembungaan 233 kali lipat jika dibandingkan perlakuan kontrol dan meningkat 1.5 kali lipat dibandingkan perlakuan vernalisasi tanpa GA 3, sedangkan di dataran tinggi terjadi peningkatan hingga 4 kali lipat dibandingkan perlakuan kontrol dan meningkat 1.5 kali lipat dibandingkan perlakuan vernalisasi tanpa GA 3. Produksi TSS yang dihasilkan sebesar 3.93 g/m 2 atau (39.3 kg/ha) di dataran rendah dan 4.41 g/m 2 (44.1 kg/ha) di dataran tinggi. Persentase daya kecambah untuk bawang merah di dataran rendah dan dataran tinggi tertinggi diperoleh pada perlakuan 200 ppm GA 3 tanpa vernalisasi serta kombinasi perlakuan vernalisasi dan ppm GA 3, dan vernalisasi tanpa GA 3 yaitu > 80%. Hasil penelitian pada percobaan kedua menunjukkan bahwa untuk penanaman yang dilakukan di dataran rendah hanya sampai pertumbuhan vegetatif saja. Hal ini disebabkan oleh keadaan cuaca yang tidak mendukung terjadinya inisiasi pembungaan walaupun umbi bawang merah sudah diberi perlakuan vernalisasi dan GA 3. Percobaan di dataran tinggi menunjukkan bahwa perlakuan NAA dengan konsentrasi 50 ppm pada tanaman yang sebelumnya diberi perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 pada umbi bibit meningkatkan pembungaan sebesar 32% dari perlakuan kontrol dengan produksi TSS sebesar 4.80 g atau setara dengan kg/ha. Perlakuan 50 ppm NAA menghasilkan daya kecambah sebesar 87%. Namun demikian hasil terbaik diperoleh pada perlakuan 50 ppm NAA yang tidak berbeda nyata dengan hasil perlakuan 0 ppm NAA. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3, baik tanpa maupun dengan penambahan perlakuan 50 ppm NAA, dapat digunakan sebagai metode produksi TSS di dataran rendah dan di dataran tinggi karena biji yang dihasilkan layak dijadikan benih karena memiliki daya kecambah > 80%.

9 Perlakuan GA 3 sampai 200 ppm di dataran rendah tidak dapat menggantikan vernalisasi dalam meningkatkan pembungaan dan produksi TSS bawang merah. Walaupun perlakuan vernalisasi bisa meningkatkan pembungaan dan produksi TSS, hasil tertinggi diperoleh dengan kombinasi perlakuan vernalisasi dan GA 3. Di dataran tinggi GA 3 bisa menggantikan vernalisasi. Untuk meningkatkan pembungaan dan produksi TSS di dataran rendah maupun di dataran tinggi, sebaiknya umbi bibit diberi kombinasi perlakuan vernalisasi dan GA 3. Kata kunci: bawang merah, vernalisasi, GA 3, NAA

10 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

11 PERAN VERNALISASI DAN ZAT PENGATUR TUMBUH DALAM PENINGKATAN PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BIJI BAWANG MERAH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI DIAN FAHRIANTY Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji Luar Komisi Pada Ujian Thesis : Dr. Ir Ketty Suketi M.Si

13 Judul : Peran Vernalisasi dan Zat Pengatur Tumbuh dalam Peningkatan Pembungaan dan Produksi Biji Bawang Merah di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi Nama : Dian Fahrianty NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, MSc Ketua Ir. Winarso D. Widodo, MS., PhD Anggota Dr. Ir. Endah R. Palupi, M.Sc Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr Tanggal Ujian : 23 Januari 2013 Tanggal Lulus :

14

15 PRAKATA Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta ala atas karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam yang telah membawa umatnya ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Penelitian ini berjudul Peran Vernalisasi dan Zat Pengatur Tumbuh dalam Peningkatan Pembungaan dan Produksi Biji Bawang Merah di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi. Penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung di bawah bimbingan Prof. Dr. Roedhy Poerwanto, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dua orang Anggota Komisi Pembimbing yaitu: Dr Winarso D Widodo, MS dan Dr. Endah R Palupi, MSc. Penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan penghargaan atas arahan keilmuan, bimbingan dan dorongan yang telah diberikan. Penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua yaitu Ayahanda Fahruddin, SH dan Ibunda Sunarti, kepada adik tercinta Kurniati Statistiani, M. Fachry Ali Usmaini serta kepada Wahyu Wijaya Kusuma Abadi atas kesabaran serta penantian dan seluruh keluarga atas segala pengorbanan yang tak terhingga serta limpahan kasih sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada penanggung jawab Laboratorium Terpadu Departemen Agronomi dan Hortikultura (Ibu Ely, Nova, Mbak Ismi, Mas Agus), penanggung jawab kebun percobaan Sawah Baru (Pak Dadang, Pak Ara, Pak Nandang) serta Kepala Kebun Percobaan Balai Tanaman Hias, Cipanas yang telah memberikan tempat untuk melaksanakan penelitian ini. Ucapan terima kasih setulusnya penulis sampaikan kepada seluruh anggota dan pengurus FORSCA, kepada bapak Ismail Maskromo, Bapak Aris Aksara, Bapak Odit Fery, Bapak M. Thamrin, Bapak Roberdi, Bapak Amin Nur dan Ibu Dewi Erika atas semangat yang diberikan. Terima kasih penulis ucapkan atas dukungan dari teman-teman Sekolah PascaSarjana Program Studi Agronomi dan Hortikultura (AGH, ITB, PBT). Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan: Ibu Gina Alya Sopha, Ibu Nur Maslahah, Yulia Delsi, Ahmad Rifki Fauzi, Mutiara Dewi Puspitawati, Ida

16 Widyawati, Bapak Engelbert Manaroinsong, Nope Gromikora, Nofrianil, Bapak Thoyip, Bapak Halim, Anita Darwis, Desty Sulistiyowati, Kartika Kirana, Jorge Araujo Rerenstradika Tizar Terryana, Apriana Vinasyiam, Siti Gusti Ningrum dan Nadia Mega Aryani atas motivasinya selama ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para sahabat: Intan Pramudita, Yulfa Rizki Amita, Dita Paramitha, Gita Oktaviana, Ni luh Putu Janur Asih dan BQ. Arinita Adriantini beserta keluarga yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan dorongan agar penulis bisa menyelesaikan Sekolah PascaSarjana di Institut Pertanian Bogor ini. Penghargaan dan terima kasih setulusnya kepada para pembimbing penulis di Universitas Mataram: Bapak Dr. Ir Bambang Budi Santoso MS.c, dan Ir Nurrachman M.Si yang senantiasa memberi masukan, nasihat serta dorongan pada penulis agar segera menyelesaikan pendidikan di sekolah Pascasarjana IPB. Penelitian ini dibiayai dari hibah penelitian KKP3T yang berjudul Teknologi True Shallot Seed (TSS) Sebagai Bahan Tanam Untuk Meningkatkan Produktivitas Bawang Merah yang dihibahkan kepada Ir. Winarso D Widodo, MS.,PhD, untuk ini penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Akhirnya penulis mengucapkan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu demi kelancaran penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Januari 2013 Dian Fahrianty

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mataram, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 28 Agustus 1987 sebagai anak pertama diantara tiga bersaudara dari pasangan Fahruddin dan Sunarti. Tahun 2005, penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 2 Mataram. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan sarjana pada Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram, Mataram. Penulis memperoleh gelar sarjana tahun Tahun 2010 penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah mengikuti Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Internasional pada 10 November 2011 serta bergabung pada Forum Mahasiswa Pascasarjana (FORSCA) sebagai anggota pada bidang Olah raga dan Seni pada periode

18

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN... xiv Latar belakang... 1 Tujuan penelitian... 5 Hipotesis... 5 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi bawang merah... 6 Pembungaan... 8 Vernalisasi Giberelin Auksin Aplikasi zat pengatur tumbuh BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Bahan dan alat Metode penelitian Percobaan I Percobaan II Pelaksanaan penelitian Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum. 25 Hasil penelitian Percobaan I Percobaan II Pembahasan KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

20

21 DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengaruh vernalisasi dan GA 3 terhadap persentase tanaman berbunga, waktu muncul kuncup bunga, waktu bunga mekar dan waktu panen biji Pengaruh vernalisasi dan GA 3 terhadap jumlah umbel per rumpun dan jumlah umbel per m Pengaruh vernalisasi dan GA 3 terhadap jumlah bunga per umbel, jumlah bunga per m 2, persentase pembentukan buah (fruitset) Pengaruh vernalisasi dan GA 3 terhadap bobot umbel per rumpun, bobot umbel per m2, bobot biji per umbel, bobot biji per rumpun Pengaruh vernalisasi dan GA 3 terhadap daya kecambah biji bawang merah Pengaruh NAA terhadap persentase tanaman berbunga, waktu muncul kuncup bunga, waktu bunga mekar dan waktu panen biji Pengaruh NAA terhadap jumlah umbel per rumpun dan jumlah umbel per m Pengaruh NAA terhadap jumlah bunga per umbel, jumlah bunga per m 2, persentase pembentukan buah (fruitset) Pengaruh NAA terhadap bobot umbel per rumpun, bobot umbel per m2, bobot biji per umbel Pengaruh NAA terhadap bobot biji per umbel, bobot biji per rumpun, daya kecambah biji bawang merah... 42

22

23 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data iklim bulanan pada percobaan I di Sawah Baru, Dramaga Data iklim bulanan pada percobaan II di Kebun percobaan Cipanas Denah percobaan I Denah percobaan II Rekapitulasi sidik ragam pengaruh vernalisasi dan GA 3 di Dramaga Rekapitulasi sidik ragam pengaruh vernalisasi dan GA 3 di Cipanas Rekapitulasi sidik ragam pengaruh NAA di Dramaga dan Cipanas Pengaruh vernalisasi dan GA 3 terhadap tinggi tanaman bawang merah di Dramaga dan Cipanas Pengaruh vernalisasi dan GA 3 terhadap jumlah daun bawang merah di Dramaga dan Cipanas Pengaruh NAA terhadap tinggi tanaman bawang merah di Dramaga dan Cipanas Pengaruh NAA terhadap jumlah daun bawang merah di Dramaga dan Cipanas Pengaruh vernalisasi dan GA 3 terhadap panjang tangkai bnga, jumlah anakan per rumpun dan bobot biji per m Pengaruh NAA terhadap panjang tangkai bunga, jumlah anakan per rumpun di Cipanas Sidik ragam percobaan 1, Dramaga Sidik ragam percobaan 1, Cipanas Sidik ragam percobaan 2, Dramaga Sidik ragam percobaan 2, Cipanas... 87

24

25 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar bunga dan biji bawang merah Gambar tanaman tanpa GA 3 dan tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA Kurva hubungan perlakuan vernalisasi dan pemberian GA 3 terhadap bobot biji per m 2 di dataran rendah Dramaga dan dataran tinggi Cipanas... 34

26

27 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran unggulan yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomi tinggi, serta mempunyai prospek pasar yang baik. Dalam dekade terakhir ini, permintaan bawang merah untuk konsumsi dan bibit dalam negeri mengalami peningkatan. Namun produktivitas tanaman bawang merah di Indonesia tergolong masih rendah. BPS (2011) mencatat, selama setahun terakhir ini, produksi bawah merah Nasional menurun tajam hingga ribu ton atau sekitar persen. Produksi bawang merah di tahun 2011 mencapai ribu ton dengan luas panen sebesar ribu hektar. Adapun untuk rata-rata produksinya adalah 9.54 ton per hektar. Untuk memenuhi permintaan akan bawang merah yang terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri yang memerlukan bahan baku bawang merah, maka produksi dan kualitas hasil bawang merah harus senantiasa ditingkatkan, dan penanaman bawang merah harus dapat dilakukan sepanjang tahun agar pasokan dan harganya tidak berfluktuasi. Peningkatan produksi bawang merah dihadapkan pada masalah kelangkaan benih yang bermutu dan harga benih yang mahal. Selama ini, para petani masih menggunakan umbi sebagai bahan tanam. Penggunaan umbi bibit sebagai bahan tanam menghabiskan biaya produksi mencapai 40% sehingga ongkos produksi menjadi permasalahan tersendiri dalam budidaya bawang merah (Suherman & Basuki 1990). Biaya yang tinggi ini mencakup besarnya gudang untuk penyimpanan benih, kehilangan selama penyimpanan karena rusak atau berkecambah, serangan penyakit tular benih dan hama penyakit. Disamping itu, mutu umbi bibit kurang terjamin karena hampir selalu membawa patogen penyakit seperti Fusarium sp., Colletotrichum sp., Alternaria sp. dan virus dari tanaman asalnya yang terserang, sehingga menurunkan produktivitasnya (Permadi 1993). Sebagian petani menggunakan umbi bibit asal impor yang harganya relatif mahal untuk menghasilkan benih yang berdaya hasil tinggi. Salah satu cara untuk

28 2 mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan biji botani atau true shallot seed (TSS). Penggunaan biji botani bawang merah untuk budidaya bawang merah belum banyak dilakukan. Sebagai bahan tanam, TSS memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan menggunakan umbi antara lain penyimpanan yang mudah, biaya pengangkutan lebih murah, kebutuhan benih lebih sedikit (6 kg/ha setara Rp 7.2 juta) dibandingkan umbi bibit biasa (+1,5 t/ha setara Rp 37.5 juta) (Permadi 1993; Ridwan et al.1989), menghasilkan tanaman yang lebih sehat dan biji bebas virus dan penyakit tular benih, serta menghasilkan umbi dengan kualitas yang lebih baik yaitu lebih besar dan bulat (Permadi 1993). Penelitian Sumarni et al (2005) menunjukkan bahwa produksi bawang merah kultivar Bima asal TSS dapat mencapai 33,30 ton/ ha. Masalah utama dalam produksi TSS adalah rendahnya kemampuan berbunga dan menghasilkan biji bawang merah yang secara alami rata-rata hanya 30% di dataran tinggi sedangkan di dataran rendah tidak berbunga (Putrasamedja & Permadi 1994). Rendahnya persentase pembungaan bawang merah disebabkan oleh keadaan cuaca, terutama fotoperiodisitas yang pendek (<12 jam) dan ratarata suhu udara harian yang cukup tinggi (>18 0 C), sehingga tidak mendukung terjadinya pembungaan secara optimal. Tanaman bawang merah membutuhkan suhu yang rendah ( C) dan fotoperiodisitas yang panjang (>12jam) untuk keperluan inisiasi pembungaan (Brewster 1990). Selama ini, untuk memproduksi bunga dan biji bawang merah masih difokuskan di dataran tinggi, karena merupakan lokasi yang cocok untuk menghasilkan pembungaan bawang. Pada umumnya bawang merah dapat berbunga dan menghasilkan biji, dan selanjutnya biji akan digunakan sebagai alat perbanyakan. Masalah yang dihadapi adalah tidak semua bawang merah dapat berbunga di dataran rendah. Di Baranang Siang, Bogor pernah ditemukan bawang merah berbunga, akan tetapi tingkat pembungaannya sangat rendah (Prakoso 1983). Menurut Sumarni et al (2009) kondisi cuaca di dataran rendah tidak cocok untuk terjadinya inisasi pembungaan bawang. Namun terdapat indikasi bahwa pembentukan buah dan biji, kondisi cuaca di dataran rendah lebih cocok daripada

29 3 di dataran tinggi karena untuk pembentukan buah dan biji dibutuhkan suhu yang lebih tinggi. Pembungaan tanaman bawang merah dapat dirangsang oleh suhu rendah selama pertumbuhannya. Pemberian perlakuan suhu rendah secara buatan (vernalisasi) pada umbi bibit dapat merangsang pembungaan bawang merah. Satjadiputra (1990) melaporkan bahwa perlakuan vernalisasi dengan suhu 10 0 C selama hari pada umbi bibit bawang merah, dapat meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah. Penelitian yang dilakukan di dataran tinggi menunjukkan bahwa perlakuan vernalisasi pada umbi bibitnya menghasilkan persentase tanaman yang berbunga sebanyak 51.33% dengan hasil biji 6.89 kg/ha di dataran tinggi (Sumarni & Soetiarso 1998). Peningkatan pembungaan dapat dilakukan dengan penambahan zat pengatur tumbuh secara eksogen seperti giberelin yang dapat menginduksi dan merangsang pembungaan, dan dapat menggantikan sebagian atau seluruh fungsi suhu rendah dalam merangsang pembungaan (Galston & Davies 1970). Auksin juga dapat merangsang pembungaan, mengatur perkembangan bunga dan pembentukan buah, serta mencegah gugur bunga dan bakal buah (Leopold & Kriedemann 1979). Sumarni dan Sumiati (2001) melaporkan bahwa perlakuan vernalisasi yang dikombinasikan dengan 200 ppm GA 3 dan 50 ppm NAA dengan aplikasi penyemprotan pada umur 3 dan 5 minggu setelah tanam menghasilkan pembungaan sebesar 51.67% dengan produksi biji sebesar 3.36 atau setara dengan kg/ha. Terdapat berbagai macam teknik aplikasi yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Weaver (1972), ada tiga metode aplikasi yang sering digunakan, salah satunya adalah perendaman. Perendaman yang dilakukan ada umbi bibit bawang merah pada lautan GA 3 diharapkan dapat meningkatkan induksi bunga pada titik tumbuh karena apabila diberikan dengan penyemprotan, GA 3 akan merangsang pemanjangan sel sehingga tidak memiliki efek pada primordia bunga karena tunas generatif telah terbentuk sejak induksi dalam umbi. Harbaugh dan Wilfret (1979) melaporkan bahwa perendaman umbi 3 kultivar Caladium hortulanum dalam larutan 250 ppm GA 3 selama 8-16 jam meningkatkan jumlah bunga per tanaman. Pemberian NAA

30 4 dilakukan dengan cara penyemprotan karena fungsi NAA lebih pada perkembangan bunga danpembentukan buah, serta mencegah gugur bunga dan bakal buah (Leopold & Kriedemann 1979). Berdasarkan permasalahan tersebut perlu diketahui pengaruh vernalisasi dan zat pengatur tumbuh terhadap pembungaan dan produksi TSS di dataran rendah, karena selama ini penelitian tentang pembungaan untuk memproduksi TSS baru dilakukan di dataran tinggi. Sumarni et al (2005) melaporkan bahwa pembungaan bawang merah di dataran rendah Subang (150 mdpl) tidak optimal dibandingkan di dataran tinggi Lembang (1250 mdpl) sehingga perlu dilakukan penanaman baik di dataran tinggi dan dataran rendah untuk melihat respon pembungaan di kedua tempat tersebut yang mendapatkan perlakuan vernalisasi dan zat pengatur tumbuh. Perlakuan vernalisasi dan pemberian zat pengatur tumbuh diharapkan dapat meningkatkan pembungaan bawang merah terutama di dataran rendah.

31 5 Tujuan Penelitian Tujuan dari Penelitian ini adalah: 1. Mempelajari peran vernalisasi dan GA 3 terhadap pembungaan serta hasil biji bawang merah di dataran rendah dan di dataran tinggi. 2. Mendapatkan konsentrasi GA 3 terbaik terhadap pembungaan dan hasil biji bawang merah di dataran rendah dan di dataran tinggi. 3. Mempelajari peran NAA terhadap pembungaan dan hasil biji bawang merah yang sebelumnya diberi perlakuan vernalisasi + GA Mendapatkan konsentrasi NAA terbaik terhadap pembungaan dan hasil biji bawang merah di dataran rendah dan di dataran tinggi. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Kombinasi vernalisasi dengan konsentrasi 100 ppm GA 3 dapat meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah di dataran tinggi dan dataran rendah. 2. GA 3 dapat menggantikan vernalisasi dalam meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah di dataran tinggi dan dataran rendah 3. NAA yang diberikan pada tanaman yang sudah divernalisasi ppm GA 3 dapat meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah di dataran tinggi dan dataran rendah.

32

33 6 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Bawang Merah Bawang merah merupakan tanaman semusim, membentuk rumpun dan tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai cm. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam di tanah. Seperti halnya bawang putih, tanaman ini termasuk tidak tahan kekeringan. Daun bawang merah berbentuk silindris seperti pipa dengan bagian ujungnya meruncing yang bewarna hijau muda sampai hijau tua, memiliki batang sejati atau diskus yang bentuknya seperti cakram tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas (titik tumbuh) yang memanjang antara cm. Pangkal daun bersatu membentuk batang semu. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis atau bulbus (Sumarni & Rosliani 1996). Umbinya mempunyai kulit yang membranous, serta memiliki variasi dalam bentuk, ukuran dan warna (Rabinowitch & Brewster 1990). a b Gambar 1. bunga bawang merah (a), biji bawang merah (b) Bunga bawang merah termasuk bunga majemuk yang berbentuk tandan, yang bertangkai, bunga berwarna putihyang terdiri dari kuntum bunga. Bunga bawang merah adalah bunga sempurna (hermaphrodite) yaitu memiliki dua organ kelamin yaitu stamen dan stigma dalam satu bunga. Bawang merah pada umumnya terdiri atas 5-6 helai benang sari, satu putik, dengan daun bunga yang berwarna putih, termasuk hypogenous yaitu posisi ovarium berada diatas calix dengan posisi superior. Bakal buah terbentuk dari 3 daun buah yang disebut carpel

34 7 yang membentuk tiga ruang dan dalam tiap ruang terdapat dua bakal biji (Rabinowitch & Brewster 1990). Pertumbuhan vegetatif bawang merah dibagi menjadi dua tahap yaitu : fase vegetatif yaitu terjadinya perkembangan akar dan daun serta fase generatif yaitu pembungaan dan pertumbuhan umbi. Pada perkembangan akar dan daun terjadi akumulasi karbohidrat yang lebih besar daripada penggunaannya (Brewster 1990). Aktivitas pembentukan umbi meningkat pada pertumbuhan vegetatif dan pembentukan umbi dipengaruhi oleh ketersediaan nitrogen, panjang hari dan suhu. Pembentukan daun terhenti ketika pembentukan umbi dimulai. Pertumbuhan umbi selanjutnya akan ditentukan oleh jumlah daun yang sudah ada sebelumnya. Daun bawang merah berbentuk sederhana dengan permukaan yang sempit sehingga kemampuan untuk berfotosintesis rendah (Splittosser 1978 & Edmond et al dalam Abdullatif 1999). Tanaman bawang merah memiliki daya adaptasi luas karena dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi (1000 m diatas permukaan laut) dan baik diusahakan pada lahan bekas sawah maupun di tanah darat atau lahan kering seperti tegalan, kebun dan pekarangan (Suwandi & Hilman 1997). Tanaman bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl. Namun demikian tanaman akan berumur lebih panjang dan hasil umbinya lebih rendah daripada di dataran rendah. Tanaman bawang merah termasuk tanaman hari panjang, menyukai tempat yang terbuka dan cukup mendapat sinar matahari (70%) terutama bila lamanya penyinaran lebih dari 12 jam (Sumarni & Rosliani 1996). Untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman bawang merah memerlukan kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Rabinowitch dan Brewster (1990), Inisiasi pembungaan terjadi pada suhu rendah C, sedangkan untuk pembuahan dan pembijiannya diperlukan suhu yang lebih tinggi yaitu 35 0 C serta curah hujan sekitar mm/bulan. Bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik atau humus, aersinya baik, dan tidak becek dengan derajad kemasaman tanah (ph) yang paling baik adalah

35 8 Tanahyang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi secara optimal (Brewster 1990). Pembungaan Perubahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif cukup dramatis. Pada masa vegetatif, tanaman secara teratur menumbuhkan daun baru, cabang, dan akar. Perubahan ketahap pembungaan melibatkan perubahan utama di pola diferensiasi pada meristem apical pucuk. Perubahan ini sepertinya dipicu oleh senyawa biokimia (dikenal sebagai florigen) yang dikirim dari bagian akar kebagian apeks tanaman, terutama dari daun. Jadi pembungaan menggambarkan struktur kompleks yang sangat terspesialisasi, dimana struktur ini sangat berbeda dengan bentuk dari bagian vegetatif dan juga berbeda antara spesies yang satu dengan yang lain (Taiz & Zeiger 1991). Disamping kompleksitas ini, pembungaan disemua spesies tumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang menghubungkan perkembangan reproduktif tanaman dengan lingkungannya. Faktor internal meliputi umur (Taiz & Zeiger 1991), hormon pertumbuhan, dan nutrisi (Wareing & Phillips 1970; Berreiet al. 1987). Tanaman mencapai fase pembungaan pada umur (atau ukuran) yang berbeda. Hormonhormon yang mempengaruhi pembungaan terutama adalah asam giberelin dan auksin (Bleasdale 1981). Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi bervariasi dari suhu, fotoperiodisme (Bleasdale 1981; Berrie et al. 1987), curah hujan hingga stres air (Wareing & Phillips 1970; Kinet et al. 1985). Induksi bunga merupakan suatu peristiwa penting dalam proses pembungaan, yang menandai terjadinya perubahan pola pertumbuhan dan perkembangan dari fase vegetatif menuju fase generatif (produktif). Pada fase ini terjadi perubahan fisiologis dan biokimia pada mata tunas sedangkan secara secara morfologi belum terjadi perubahan secara visual. Pembungaan juga merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor yaitu faktor eksternal/lingkungan (cahaya, suhu, kelembaban, curah hujan, dan unsur hara) dan faktor internal (genetik dan fitohormon) (Gardner et al. 1991). Proses pembungaan tanaman melalui empat tahapan yaitu induksi, inisiasi bunga, deferensiasi bunga, pendewasaan bagian-bagian bunga dan anthesis (Lang 1952). Induksi pembungaan merupakan awal dari fase reproduktif

36 9 tanaman. Pada tahap induksi terjadi perubahan respon biokimia pada lapisan sruktur apeks, yang menjadi sinyal utama perubahan dari fase vegetatif ke fase generatif. Inisiasi bunga merupakan tahap yang penting pada pembungaan tanaman, karena tahap ini terjadi perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup generatif dan transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup generatif yang dapat dideteksi dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ generatif. Perubahan tunas apikal dan aksilar dari fase vegetatif menjadi tunas bunga merupakan hasil dari aktivitas hormonal yang berlangsung pada tanaman tersebut yang umumnya diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu, seperti suhu dan perubahan panjang hari (lama penyinaran) (Lang 1952). Pada tahap diferensiasi, struktur primordia bunga terlihat jelas dibawah mikroskop; terdiri atas sepal, petal, stamen, pistil maupun karpelnya. Pada tahap ketiga terjadi pematangan bagian-bagian bunga, seperti jaringan sporogenous, stigma dan pollen. Peristiwa mekarnya bunga dikenal dengan anthesis. Pada tahap ini, bagian-bagian bunga akan mencapai ukuran maksimum, stigma menjadi reseptifserta serbuk sari berkembang sempurna (Lang 1952). Pembentukan buah dimulai dengan proses penyerbukan yang meliputi jatuhnya butir-butir serbuk sari di atas permukaan stigma. Selanjutnya serbuk sari membentuk tabung sari dan masuk ketangkai putik melalui jaringan transmisi tabung sari (Pollen Tube Transmiting Tissue - PTT) untuk mencapai bakal biji. Pembuahan (fertilisasi) terjadi saat serbuk sari (sel jantan) membuahi sel telur di dalam bakal buah. Perkembangan buah dipengaruhi oleh keberhasilan penyerbukan pada stigma sampai pada pembentukan biji pada buah dan banyak proses terjadi yang melibatkan interaksi antara bagian-bagian bunga jantan dan bunga betina (Herrero et al. 1988). Perkembangan buah berlangsung dalam tiga fase yaitu: 1. Perkembangan ovari, fertilisasi dan pembentukan buah, 2. Pembelahan sel, pembentukan biji dan perkembangan awal embrio, 3. Pembesaran sel dan pematangan embrio. Secara garis besar perkembangan buah dari mulai fruitset sampai senescence meliputi beberapa tahapan antara lain pertumbuhan pematangan (maturation), matang

37 10 fisiologis (physiological maturity), pemasakan (ripening), dan penuaan (senescence) (Gillaspy et al. 1993). Buah dan biji terbentuk dari hasil penyerbukan dan pembuahan yang terjadi pada ovul/bakal biji. Jumlah buah dan biji masak yang terbentuk pada tanaman dipengaruhi beberapa faktor. Banyaknya buah masak yang dapat dipanen ditentukan oleh: (1) Jumlah bunga yang dihasilkan oleh tanaman, (2) Persentase bunga yang mengalami pembuahan, (3) Persentase buah muda yang dapat terus tumbuh hingga menjadi buah masak dan (4) umur buah. Sedangkan kualitas dan kuantitas biji pada buah ditentukan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kuantitas polen viabel yang berhasil membuahi ovul. Perkembangan buah dan biji sangat dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan penyinaran matahari (Goldsworthy 1992). Pada prinsipnya, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi pembungaan, yaitu : (1) adanya hormon pembungaan atau florigen atau produksi stimulus pembungaan pada daun yang mengalihkan fase vegetatif menjadi reproduktif, (2) adanya kondisi nutrisi yang optimum pada saat yang sama dengan perubahan dalam apeks, (3) terjadinya perubahan biokomia pada apeks yang mengubah dan mengkonversi nutrient sehingga terjadi induksi pembungaan (Ryugo 1990). Pembungaan dan peristiwa-peristiwa reproduktif hingga selesainya pembentukan biji dicapai melalui sejumlah proses penyesuaian termasuk penyesuaian suhu rendah seperti vernalisasi, kepekaan terhadap panjang hari, atau terhadap intensitas sinar matahari yang dapat diterima oleh tanaman. Menurut Barnier et al (1985) terdapat dua teori pembungaan, teori pertama yaitu inisiasi pembungaan tidak akan terjadi kecuali ada yang menstimulasi, sedangkan teori kedua menyatakan bahwa tanaman memiliki potensi untuk berbunga akan tetapi kadang-kadang tertekan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Dengan mengetahui teori pembungaan, maka pengaturan pembungaan tanaman dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan tanaman Vernalisasi Pembungaan tanaman, sebagaimana perkembangan pertumbuhan tanaman secara keseluruhan atau fenologi, sangat dipengaruhi oleh iklim terutama suhu

38 11 udara. Pengaruh dari suhu ini berbeda antara masa vegetatif dan masa reproduktif (Penning de Vries et al. 1989). Selain itu, suhu dapat mengubah atau memodifikasi respon terhadap fotoperiode pada spesies dan varietas, banyak spesies yang membutuhkan periode dingin selama 2-6 minggu agar dapat berbunga. Perlakuan dingin ini disebut vernalisasi (Gardner et al. 1991). Istilah vernalisasi pertama kali digunakan pada perlakuan suhu dingin pada benih yang berimbibisi atau semai kecambah, kemudian meluas kepada semua perlakuan yang mempunyai efek yang sama terhadap tanaman seperti halnya perlakuan terhadap umbi sebelum ditanam. Tujuan vernalisasi biasanya adalah untuk mempercepat keluarnya bunga karena suhu dapat merangsang inisiasi bunga. Tunas atau meristem yang lazimnya memberikan respon terhadap suhu rendah dengan cara mengalami vernalisasi. Hanya jika tunas diberi suhu rendahlah, tumbuhan akan berbunga (Salisbury & Ross 1995). Akan tetapi selain dipengaruhi oleh vernalisasi, periode menuju waktu berbunga juga di pengaruhi oleh suhu dan panjang hari selama masa pertumbuhan dan pengaruhnya saling berinteraksi. Banyak tanaman-tanaman dwi musim yang berasal dari daerah subtropik yang memerlukan vernalisasi. Suhu-suhu rendah yang diperlukan oleh tanaman-tanaman subtropik dapat diperoleh secara alami dari daerah asalnya, tetapi untuk daerah tropis suhu yang rendah sukar sekali diperoleh kecuali ditempat-tempat tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan suhu rendah secara buatan, yaitu dengan teknik vernalisasi (Peat 1983). Menurut Wareing dan Philips (1981), periode vernalisasi minimal yang dibutuhkan untuk pembungaan berbeda dari spesies ke spesies, tetapi biasanya berlangsung selama beberapa minggu. Sebagian besar spesies suhu antara -1 sampai 10 0 C efektif untuk vernalisasi. Berdasarkan tanggap tanaman terhadap vernalisasi maka dapat dibentuk dua kelompok tanaman yaitu (1) tanaman yang memberikan tanggap kuantitatif, artinya perlakuan suhu rendah hanya mempercepat pembungaan dimana tanaman akan berbunga meskipun tanpa perlakuan vernalisasi. Hal ini terjadi pada petkus rye (Secale cereale) yang divernalisasi hanya membutuhkan waktu 7 minggu untuk berbunga dan jika tanpa vernalisasi membutuhkan waktu minggu. (2) tanaman yang memberikan tanggap secara kualitatif, artinya kebutuhan akan suhu rendah mutlak diperlukan

39 12 untuk pembungaan sehingga tanpa perlakuan vernalisasi, tanaman tidak akan berbunga dan ini ditemukan pada tanaman bienial Hyoscyamus niger (Salisbury & Ross 1978). Vernalisasi biasanya terjadi antara suhu -5 hingga 16 0 C dengan pengaruh maksimun antara 0 hingga 8 0 C (Whyte 1960). Lamanya perlakuan vernalisasi mulai beberapa hari hingga 60 hari hingga lebih lama lagi, tergantung pada spesies dan genotipe tanaman dan suhu yang digunakan. Bawang merah pada fase post-juvenile merespon suhu dingin baik pada saat penyimpanan ataupun pada saat tumbuh dilapangan, dan sensitifitasnya terhadap suhu dingin meningkat, yaitu semakin tua umur bibit maka membutuhkan induksi dingin lebih sedikit. Saragih (1994) dalam penelitiannya terhadap lobak menunjukkan bahwa tanaman lobak yang divernalisasi, lebih cepat berbunga dibandingkan tanaman yang tidakdivernalisasi. Suhu dingin dapat menginduksi pembungaan namun sebaliknya suhu yang tinggi ( C) dapat memperlambat pembungaan (Kamenetsky & Rabinowitch 2002). Suhu yang tinggi selama penyimpanan tidak hanya menghambat pembungaan namun juga menunda umur berbunga, mengurangi jumlah bunga serta menekan munculnya rangkaian bunga yang telah terinisiasi (Krontal et al. 2000). Giberelin Hormon tanaman merupakan senyawa-senyawa kimia yang terjadi secara alamiah di dalam tanaman yang berperan dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara aktif pada konsentrasi yang rendah. Hormon tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil ( Mm), yang diseintesis pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut kebagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis (Wattimena 1988). Bahan kimia sintetik yang mempunyai peranaan sama dengan hormon tanaman disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik. Fitohormon yang secara umum dikenal adalah auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan etilen (Slisbury & Ross 1995). Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam bidang hortikultura sudah banyak dilakukan. Zat pengatur tumbuh diberikan pada tanaman dengan tujuan untuk mengontrol dan memodifikasikan pertumbuhan tanaman agar diperoleh hasil yang

40 13 secara ekonomis menguntungkan. Keuntungan tersebut meliputi: peningkatan hasil dan memperbaiki kualitas produksi (Wattimena 1988). Selain faktor genotipe dan lingkungan, zat pengatur tumbuh yang berperan mempengaruhi pembungaan diantaranya adalah asam giberelat (GA 3 ). Giberelin (GA 3 ) adalah senyawa tetrasiklik diterpenoid dengan sistem cincin ent-giberelan yang ditemukan pada tahun 1926 olek E. Kurosawa, ilmuan Jepang yang menemukan cendawan penyebab elongasi pada batang padi. Kemudian cendawan tersebut diberi nama Gibberella fujikuroi. Giberelin (GA 3 ) merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang diketahui dapat mendorong terjadinya pembungaan. Giberelin dapat menggantikan kondisi lingkungan spesifik guna mengendalikanpembentukan bunga. Induksi pembungaan yang disebabkan oleh giberelin merupakan peran pengganti hari panjang dan menginduksi pembungaan pada tanaman hari pendek (Sponsel 1995). Giberelin terdapat pada berbagai organ dan jaringan tanaman seperti akar, tunas, mata tunas, daun, bunga, bintil akar, buah dan jaringan halus. Giberelin berpengaruh terhadap pertambahan panjang batang, memperbesar luas daun dari berbagai jenis tanaman serta bunga dan buah. Giberelin memacu pemanjangan sel, pertumbuhan serta pembesaran sel. Hormon ini meningkatkan hidrolisi pati dan fruktan menjadi fruktosa dan glukosa. Heksosa-heksosa hasil dari hidraksi pati tersebut merupakan sumber energi terutama untuk pembentukan sel dan menyebabkan potensial air menjadi rendah yang menyebabkan penurunan potensial air kemudian air dari luar sel mudah berdifusi masuk ke dalam sel, sehingga sel dapat membesar. Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA 3 dapat mencapai 15 kali lebih besar dari sel yang tidak diberi perlakuan GA 3 (Davies 1995). Pada beberapa jenis tanaman tertentu menghasilkan GA 3 yang berbeda. Pada kondisi tertentu tanaman menghasilkan GA 3 endogen yang berlebih. Sementara pada kondisi lainnya tanaman menghasilkan GA 3 dalam jumlah yang rendah. Tidak semua GA 3 yang terdapat pada tanaman aktif. Oleh karena itu, pemberian GA 3 pada tanaman harus disesuaikan dengan waktu yang diinginkan oleh tanaman. Pemberian GA 3 pada saat kandungan GA 3 eksogen rendah akan memberikan pengaruh yang signifikan pada tanaman, namun kadang tidak cukup

41 14 untuk merangsang (Wattimena 1988). Menurut Annis et al (1992), pada tanaman Craspedia globosa pemberian GA 3 dengan penyemprotan pada konsentrasi 0 dan 500 mg/l merangsang pembungaan. Namun pemberian GA 3 pada tanaman ini tidak meningkatkan produksi bunga, meningkatkan tinggi tanaman dan pemanjangan batang. Menurut Chaari-Rkhis et al (2006) pemberian GA 3 10 mg/l dapat menginduksi pembungaan tanaman zaitun (Olive). Pertumbuhan dan pembungaan philodendron dapat meningkat dengan pemberian konsentrasi GA mg/l hingga mg/l (Chen et al. 2003). Yursak (2003) dalam penelitiannya menyatakan hal yang sama bahwa pemberian GA 3 selain meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah ruas batang juga merangsang pembungaan lily. Selain itu, Wuryaningsih dan Sutater (1993) melaporkan bahwa pemberian 230 ppm GA 3 sebanyak tiga kali pada tanaman krisan meningkatkan tinggi tanaman sampai dengan minggu ke 12 dan produksi bunga dan panjang tangkai lebih dari 60 cm serta kesegaran bunga 5 hari. Auksin Auksin merupakan hormon pertama yang ditemukan dalam tanaman dan merupakan penanda utama yang mengontrol perkembangan tanaman. Bentuk alami auksin umumnya adalah IAA (indole -3-acetic acid). Auksin mengatur pertumbuhan dan gerak tropisme, selain itu berperan dalam dominasi apikal, inisiasi akar lateral, absisi daun, diverensiasi vascular, pembentukan tunas bunga dan perkembangan buah (Taiz dan Zeiger 2002). Istilah auksin digunakan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa lainnya merupakan auksin sintetik, misalnya NAA (napthalene acetic acid), 2,4 D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chlorophenoxyacetic acid) (Ratna 2008).

42 15 Auksin berperan penting dalam meningkatkan pembelahan dan pembesaran sel. Pembelahan dan pembesaran sel mengakibatkan buah aktif tumbuh dan membesar, akibatnya buah yang terbentuk akan memiliki sink strength yang tingi. Semakin tinggi sink strength maka semakin tinggi kemampuan buah untuk memmobilisasi asimilat kebuah tersebut. Dengan demikian buah akan tumbuh dan berkembang mencapai ukuran yang optimum. Buah yang rontok memiliki kandungan auksin yang rendah sehingga sink strength-nya rendah. Tingkat ketersediaan asimilat yang lebih tinggi selama perkembangan buah sangat diperlukan untuk memperoleh retensi buah yang tinggi (Taiz & Zeiger 2002). Menurut Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa NAA bekerja lebih efektif daripada IAA, tampaknya NAA tidak dirusak oleh IAA oksidase atau enzim lain sehingga bisa bertahan lebih lama. Auksin berperan penting dalam perkembangan bunga dan auksin adalah kunci regulasi dalam penyusun sel pada primordia bunga. Auksin dalam konsentrasi tinggi dapat mengganggu atau menghambat pembungaan tanaman (Weaver 1997). Penghambatan pembentukan bunga akibat penggunaan auksin disebabkan oleh produksi etilen yang dirangsang oleh auksin tersebut. Penghambatan pembungaan tanaman merupakan salah satu pengaruh mekanisme alami etilen (Metzger 1987). Peranan auksin selain berpengaruh terhadap perkembangan bunga, auksin juga dapat menghambat gugur bunga dan buah, karena auksin merangsang aktivitas fotosintesis melalui peningkatan pembukaan stomata, fosforilasi dan fiksasi CO 2. Dengan meningkatnya aktivitas fotosintesis akan meningkatkan suplai asimilat, sehingga buah akan tumbuh dan berkembang dengan baik (Bangerth 2000). Secara fisiologis gugur buah berkorelasi dengan suplai terbatasnya fotosintat (Marshner 1986). Rendahnya asimilat yang diterima buah dapat menginduksi terjadinya kerontokan buah (Stopar et al. 2001). Konsentrasi auksin yang cukup akan menjaga zona absisi tidak peka terhadap etilen. Kepekan zona absisi terhadap etilen disebabkan karena kandungan auksin yang rendah, ditandai dengan meningkatnya aktivitas enzim hidrolitik. Peningkatan aktivitas enzim hidrolitik menyebabkan kerusakan dinding sel pada zona absisi dan menyebabkan terpisahnya organ tanaman dari induknya (Bangerth 2000).

43 16 Menurut Aneja dan Gianfagna (1999) asam absisat dan etilen mempercepat proses absisi bunga cacao, proses tersebut dapat dicegah dengan pemberian NAA pada saat bunga mekar penuh. pemberian hormon tumbuh seperti GA 3 dan auksin sintetis dapat memperkuat sink strength, sehingga buah lebih kuat menarik fotosintat, dengan demikian buah dapat tumbuh dan berkembang mencapai ukuran yang optimum (Taiz & Zeiger 2002). Aplikasi auksin sintetis pada tanaman leci dapat mengurangi gugur buah (Stern & Gazit 1997). Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Tanaman secara alamiah mengandung hormon pertumbuhan yang disebut hormon endogen. Namun, hormon ini kurang optimum mempengaruhi proses pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman. Penambahan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) secara eksogen sering kali dilakukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman misalnya giberelin yang mampu mempercepat pertumbuhan dan pembungaan, serta menggantikan suhu rendah dalam menginisiasi pembungaaan (Gardner et al. 1991). Giberelin atau GA 3 adalah salah satu ZPT tanaman golongan terpenoid, yang berperan tidak hanya memacu pemanjangan batang, tetapi juga dalam proses pengaturan perkembangan tanaman. Haryantini (2000) dan Budiarto (2007) menyatakan bahwa salah satu jenis GA 3 yang bersifat stabil dan mampu memacu pertumbuhan dan pembungaan tanaman (meningkatkan pembungaan dan memperkecil kerontokan bunga), selain itu GA 3 mampu meningkatkan aktivitas pertumbuhan tanaman dalam hal pemanjangan batang, dan jumlah biji. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Zuhriyah (2004), GA 3 pada konsentrasi 200 ppm mampu meningkatkan pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas daun) dan perkembangan (masa primordia bunga, masa panen, diameter bunga, dan panjang tangkai bunga) tanaman krisan. Frekuensi penyemprotan berdasarkan umur tanaman juga mempengaruhi jumlah cadangan makanan yang nantinya akan menentukan kesiapan tanaman untuk berbunga. Terdapat berbagai macam teknik aplikasi yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Weaver (1972), ada tiga metode aplikasi yang sering digunakan antara lain :

44 17 1. Comercial Powder Preparations (Pasta) 2. Dilute Solution Soaking Method (Perendaman) 3. Concentrated Solution Dip Method (Pencelupan cepat) Perendaman umbi kentang selama 30 menit dalam larutan GA 3 meningkatkan tinggi tunas (Mandang 2003). Hal ini disebabkan giberelin meningkatkan pembelahan dan pemanjangan sel yang selanjutnya meningkatkan jumlah sel dan panjang sel (Taiz & Zeiger 1991). Giberelin berperan pada enzimenzim yang melemahkan dinding-dinding sel dan mendorong enzim-enzim proteolitik yang diduga melepaskan triptotan yang merupakan prekursor auksin. Peningkatan kandungan auksin selanjutnya akan menghambat proses absisi bunga karena bila kadar auksin rendah maka bunga akan cepat menua dan akan terbentuk zona absisi bunga sehingga menyebabkan bunga akan gugur sebelum waktunya (Taiz & Zeiger 1991). Pemanjangan sel dapat terjadi karena hidrolisis pati yang dikatalisis enzim α-amilase yang didorong giberelin. Akibatnya terjadi peningkatan gula yang akan meningkatkan tekanan osmotik cairan sel dan mengakibatkan air masuk serta cenderung menyebabkan pembesaran sel (Weaver 1972). Perendaman umbi bibit bawang merah dalam larutan GA 3 dapat merangsang pembungaaan. GA 3 mampu mempercepat pembungaan tanaman melalui pengaktifan gen meristem bunga dengan menghasilkan protein yang akan menginduksi ekspresi gen-gen pembentukan organ bunga (seperti corolla, calix, stamen, dan pistillum). Giberelin juga mampu meningkatkan perbandingan C/N. Semakin tinggi perbandingan C/N, tanaman akan mengalami peralihan dari masa vegetatif ke reproduktif. Hal tersebut menyebabkan waktu inisiasi bunganya lebih cepat. Harbaugh dan Wilfret (1979) juga melaporkan bahwa perendaman umbi 3 kultivar Caladium hortulanum dalam larutan 250 ppm GA 3 selama 8-16 jam meningkatkan jumlah bunga yang diproduksi per tanaman. Perlakuan GA 3 ( ppm) menyebabkan peningkatan pembungaan Aglaonema commutatum tetapi tidak dapat mempercepat munculnya bunga (Henny 1983). Perlakuan GA ppm meningkatkan jumlah bunga yang diproduksi paling banyak dibandingkan perlakuan lainnya. Aplikasi GA 3 konsentrasi 100, 200, dan 400 ppm meningkatkan pembungaan Homalonema lindenii lebih dari 10 infloresen

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas sayuran unggulan yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomi tinggi, serta mempunyai prospek pasar yang baik.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Bawang Merah 6 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Bawang Merah Bawang merah merupakan tanaman semusim, membentuk rumpun dan tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang

Lebih terperinci

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) 45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bawang merah adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisi: Spermatophyta;

TINJAUAN PUSTAKA. bawang merah adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisi: Spermatophyta; TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Brewster (1994) dalam Handayani (2004) klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kerontokan Bunga dan Buah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kerontokan Bunga dan Buah 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kerontokan Bunga dan Buah Kerontokan bunga dan buah sejak terbentuknya bunga sampai perkembangan buah sangat mengurangi produksi buah belimbing. Absisi atau kerontokan bunga dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Bawang Merah Bawang merah adalah salah satu komoditas sayuran unggulan yang telah lama diusahakan oleh petani

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Bawang Merah Bawang merah adalah salah satu komoditas sayuran unggulan yang telah lama diusahakan oleh petani 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Bawang Merah Bawang merah adalah salah satu komoditas sayuran unggulan yang telah lama diusahakan oleh petani secara intensif. Bawang merah dapat dibudidayakan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; subdivisio : angiospermae; kelas

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas pertanian perkebunan rakyat. Tanaman ini menjadi andalan bagi petani dan berperan penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bawang merah (Allium ascalonicum Linn) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bawang merah (Allium ascalonicum Linn) merupakan tanaman 26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum Linn) merupakan tanaman sayuranyang diklasifikasikan dalam kelas Monocotyledonae, ordo Aspergales, familyalliaceae dan genus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

Produksi Biji Bawang Merah Samosir Aksesi Simanindo Terhadap Konsentrasi GA3 dan Lama Perendaman di Dataran Tinggi Samosir

Produksi Biji Bawang Merah Samosir Aksesi Simanindo Terhadap Konsentrasi GA3 dan Lama Perendaman di Dataran Tinggi Samosir Produksi Biji Bawang Merah Samosir Aksesi Simanindo Terhadap Konsentrasi GA3 dan Lama di Dataran Tinggi Samosir Seed Production of Samosir Shallot Accession Simanindo on GA3 Concentration and Soaking period

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

tidak panjang. Karena sifat perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Sunarjono

tidak panjang. Karena sifat perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Sunarjono tidak panjang. Karena sifat perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Sunarjono dan Soedomo, 1983). Tanaman bawang merah memilki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya seperti cakram,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki peran dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Budidaya lada di Indonesia dilakukan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, 20 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bawang merah memiliki batang semu atau disebut discus yang. mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang

TINJAUAN PUSTAKA. Bawang merah memiliki batang semu atau disebut discus yang. mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut sistematika tananaman, bawang merah termasuk dalam Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Liliaceae, Family

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek 5. PEMBAHASAN Pembahasan mengenai pengaruh waktu pemberian Giberelin (GA 3 ) terhadap induksi pembungaan dan pertumbuhan tanaman leek (Allium ampeloprasum L.) meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pisang Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Sudah lama buah pisang menjadi komoditas buah tropis yang sangat populer

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo) Tanaman jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) termasuk ke dalam famili Rutaceae. Famili Rutaceae memiliki sekitar 1 300 spesies yang dikelompokkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Belimbing ( Averrhoa carambola L.)

TINJAUAN PUSTAKA Belimbing ( Averrhoa carambola L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Belimbing ( Averrhoa carambola L.) Belimbing banyak terdapat di daerah tropis dan sangat popular di masyarakat. Tanaman belimbing mudah tumbuh dan mampu berbuah lebat jika dirawat dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji Berdasarkan hasil penelitian terhadap buah tanaman Salak Pondoh didapatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik dan cukup popular. Bunga gladiol memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan menduduki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup diperhitungkan. Selain memiliki fungsi estetika, bunga juga mendatangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat penting dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat. Kandungan gizi dalam

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah

TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk famili Graminae dan subfamili Oryzae.Berdasarkan morfologinya, padi dapat digolongkan menjadi tiga subspecies yaitu Indica, Japonica,

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNOLOGI PRODUKSI TSS (TRUE SHALLOT SEED) UNTUK MENINGKATKAN PEMBUNGAAN DAN PEMBIJIAN BAWANG MERAH

PERBAIKAN TEKNOLOGI PRODUKSI TSS (TRUE SHALLOT SEED) UNTUK MENINGKATKAN PEMBUNGAAN DAN PEMBIJIAN BAWANG MERAH PERBAIKAN TEKNOLOGI PRODUKSI TSS (TRUE SHALLOT SEED) UNTUK MENINGKATKAN PEMBUNGAAN DAN PEMBIJIAN BAWANG MERAH NANI SUMARNI SUWANDI NENI GUNAENI SARTONO PUTRASAMEJA PENDAHULUAN. Selain dengan umbi bibit,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) Kopi tergolong pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Tumbuhan ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Gladiol Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis (Herlina, 1991). Tanaman gladiol berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

III. INDUKSI PEMBUNGAAN PADA TANAMAN KAKAO. Abstrak

III. INDUKSI PEMBUNGAAN PADA TANAMAN KAKAO. Abstrak III. INDUKSI PEMBUNGAAN PADA TANAMAN KAKAO Abstrak Kakao merupakan komoditas penting bagi Indonesia, baik secara ekonomi maupun sosial. Namun demikian, produktivitas perkebunan kakao di Indonesia masih

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks V. PEMBAHASAN UMUM Pepaya berpotensi menjadi buah utama Indonesia karena sifatnya yang multi fungsi. Indonesia mempunyai banyak plasma nutfah pepaya yang menjadi kekuatan dan modal dasar untuk pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong yang berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Prospek agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ton. Data produksi gula 2013 hanya mencapai ton dengan luas wilayah. penyiapan bibit dan kualitas bibit tebu (BPS, 2013).

PENDAHULUAN. ton. Data produksi gula 2013 hanya mencapai ton dengan luas wilayah. penyiapan bibit dan kualitas bibit tebu (BPS, 2013). PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu adalah tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu sumber karbohidrat. Tanaman ini sangat dibutuhkan sehingga terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Ubikayu Dalam taksonomi tumbuhan, klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae (tumbuhan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, karena ubi kayu memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi tanaman (cm) Hasil pengamatan yang diperoleh terhadap tinggi tanaman jagung manis setelah dilakukan sidik ragam (Lampiran 9.a) menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan ketiga sebagai sumber karbohidrat bagi masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi:

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Dalam sistematika tumbuhan, kedudukan tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae; Ordo:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Benih Kedelai Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi.

Lebih terperinci

hingga dapat mencapai cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut berbentuk silinder berongga yang

hingga dapat mencapai cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut berbentuk silinder berongga yang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales, famili liliaceae, genus Allium,

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Hormon Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman

Pengaruh Pemberian Hormon Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman Pengaruh Pemberian Hormon Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Hormon tumbuh

Lebih terperinci

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L. B. Pembahasan Pencandraan adalah teknik penggambaran sifat-sifat tanaman dalam tulisan verbal yang dapat dilengkapi dengan gambar, data penyebaran, habitat, asal-usul, dan manfaat dari golongan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan tanaman pangan potensial masa depan karena mengandung karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain mengandung

Lebih terperinci

ALAT POLINASI DAN AKTIVITAS TERHADAP PRODUKSI BENIH BAWANG DAUN (Alium fistolosum) U. SUMPENA

ALAT POLINASI DAN AKTIVITAS TERHADAP PRODUKSI BENIH BAWANG DAUN (Alium fistolosum) U. SUMPENA ALAT POLINASI DAN AKTIVITAS TERHADAP PRODUKSI BENIH BAWANG DAUN (Alium fistolosum) U. SUMPENA Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Parahu 517 Lembang-Bandung ABSTRACT Experiment was conducted

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun sebagai berikut : Kingdom : Plantae ;

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun sebagai berikut : Kingdom : Plantae ; TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman mentimun sebagai berikut : Kingdom : Plantae ; Divisio : Spermatophyta ; Sub Divisio : Angiospermae ; Class : Dicotyledoneae ; Ordo : Cucurbitales ;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau sweet corn ialah salah satu tanaman pangan yang mempunyai prospek penting di Indonesia. Hal ini disebabkan jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura yang

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura yang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura yang cukup penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN 1 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN Tujuan Pembelajaran: 1. Mengidentifikasi faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan 2. Merancang percobaan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan tumbuhan 3. Menentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio Angiospermae, Klas Monocotyledoneae, Ordo Liliaceae Family:

TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio Angiospermae, Klas Monocotyledoneae, Ordo Liliaceae Family: 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut Subdivisio Angiospermae, Klas Monocotyledoneae, Ordo Liliaceae Family: Liliales, Genus Allium,SpeciesAllium

Lebih terperinci