MENGGAPAI HAJI MABRUR Oleh : Tajudin Nur *) Pegawai Kementerian Agama Kabupaten Way Kanan Di Namira, sebuah desa sebelah timur 'Arafat, Nabi Muhammad dan rombongannya mendirikan sebuah perkemahan dalam perjalana hajinya yang terakhir. Bila matahari sudah tergelincir, Nabi meminta untanya al-qashwa, dan ia berangkat lagi sampai di perut wadi di bilangan 'Urana. Ditempat itulah manusia dipanggilnya, sambil ia masih di atas unta, dengan suara lantang; tapi sungguhpun begitu masih diulang oleh Rabi'a bin Umayya bin Khalaf. Setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Allah dengan berhenti pada setiap anak kalimat ia berkata, "Wahai manusia sekalian! perhatikanlah kata-kataku ini! Aku tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu dengan kamu sekalian Sepenggal cerita tentang Khutbah Arafat dalam pelaksanaan Haji Rasulullah yang terakhir yang sering disebut sebagai ibadah haji perpisahan' yang lain menyebutkan 'ibadah haji penyampaian' ada lagi yang mengatakan 'ibadah haji
Islam.Nama-nama itu memang benar semua. Disebut 'ibadah haji perpisahan' karena ini yang penghabisan kali Muhammad melihat Mekah dan Ka'bah. Dengan 'ibadah haji Islam,' karena Tuhan telah menyempurnakan agama ini kepada umat manusia dan mencukupkan pula nikmatnya. 'Ibadah haji penyampaian' berarti Nabi telah menyampaikan kepada umat manusia apa yang telah diperintahkan Tuhan kepadanya. Tiada lain Muhammad hanya memberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada orang-orang beriman. Sebagaimana ayat yang dibacakan oleh Nabi Muhammad kala itu "Hari inilah Kusempurnakan agamamu ini untuk kamu sekalian dengan Kucukupkan NikmatKu kepada kamu, dan yang Kusukai Islam inilah menjadi agama kamu."(qs. Al Maa Idah Ayat 3). Abu Bakar As Sidiq ketika mendengarkan ayat itu ia menangis, ia merasa, bahwa risalah Nabi sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya Nabi hendak menghadap Tuhan. Maka tidaklah berlebihan jika pada saat pelepasan jamaah yang hendak berangkat menjalankan rukun islam yang kelima itu akan terasa haru biru, sampaisampai banyak sekali yang menggambarkan kesedihan melepas anggota keluarga yang menjalankan ibadah haji hampir sama rasaya dengan akan melepas jenazah orang tercinta yang hendak dimakamkan. Ibadah haji bukanlah sekedar ibadah yang membutuhkan keyakinan semata, akan tetapi ibadah yang juga membutuhkan pengorbanan harta benda bahkan sampai jiwa dan raga sekalipun.
Menjadi tamu Allah sebagai jamaah haji adalah sebuah kerinduan dan keingina setiap umat Islam beriman dimanapun berada, meski harus berkorban harta, jiwa dan raga nyataya jumlah jamaah haji tidak pernah berkurang dan selalu bertambah, walaupun penambahan kuota sudah dilakukan setiap tahunnya, nyatanya antrian keberangkatan ibadah haji Indonesia sudah mencapai lima tahunan lebih, ini membuktikan kerinduan menjadi tamu Allah berziarah ketanah tempat dinama Nabi Muhammad SAW dilahirkan disebarkan dan dimakamkan serta mengharapkan predikat haji yang mabrur. Kata mabrur sendiri beasal dari kata al-birr yang berarti kebaikan. Maksudnya, seseorang yang mabrur hajinya akan memperoleh kebaikan yang berlipat ganda dari Allah swt. Menjadi haji mambrur bukanlah sesuatu yang mudah, karena kemabruran hajinya seseorang bukan sebuah oleh-oleh yang didapat dari sebuah perjalanan sepiritual saja, akan tetapi sebuah hasil yang didapat dari perjuangan untuk senantiasa berupaya untuk meraih kebaikan yang diridhoi Allah SWT. Setidaknya ada beberapa hal yang hendaknya dilaksanakan jika seseorang menghendaki haji yang mabrur, secara teoritis perjalana haji harus melewati tahapantahapan sebagai berikut : Pertama, ketika seseorang akan berniat melaksanakan Ibadah haji hendaknya membayar Ongkos Naik Haji dari harta yang harus benar-benar harta yang terhindar dari sesuatu yang haram ataupun subhat, ini guna menjaga kebarokahan dari
perjalanan ke tanah haram dimana tidak ada orang yang merasa dirugikan secara financial oleh sicalon haji yang dipakai untuk menuanikan haji. Kedua, pentingnya memiliki kemampuan keilmuan yang sesuai, inilah pentingnya kenapa seseorang yang hendak melaksanakan ibadah haji hendaknya mengikuti pelatihan maasik haji baik yang dilakukan oleh Kelompok Bimbingn Ibadah Haji (KBIH) ataupun yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama sebagai penyelenggaran. Ini menjadi sangat penting karena haji merupakan ibadah yang dilakukan dalam waktu tertentu saja, dan tidak bisa dilakukan pada waktu-waktu yang lain serta adanya tata cara dan runtutan pekerjaan ibadah haji yang telah ditetapkan berikut larangan-larangannya. Dengan mengikuti bimbingan atau pelatihan prahaji ini diharapkan pelaksanaan perjalanan ibadah haji akan sesuai dengan syarat dan rukunnya yang menjadikan hajinya seseorang itu senjadi sah secara syariat yang telah digariskan. Selain itu, selama menjalankan ibadah haji dan berada di Tanah Suci Haramain (Mekah dan Medinah), hendaklah seseorang yang sedang melaksanakan ibdah haji mampu mengoptimalkan ibadahnya, melakukan ibadah-ibadah yang disunatkan dan meninggalkan apa-apa pekerjaan yang sifatnya sia-sia, jadikan perjalanan itu menjadi perjalanan ibadah dan menghindari niat dari perjalanan wisata dan belanja saja. Beberapa cerita pengalaman perjalanan haji banyak mengisahkan tentang pentingnya menjaga kesabaran, sampai-sampai sering disampaikan dalam tausiah
walimatis safar agar para calon jamaah haji untuk membawa sabarnya manusia satu kecamatan, tentunya hal ini hanya menjadi perumpamaan saja mengingat pentingnya kesabaran dalam melaksanakan ibaah haji. Karenanya perjalanan haji juga terkadang diumpamakan dengan ujian ketaqwaan mental, kesabaran dan hati, oleh karena factor perbedaan fisik dan kebiasaan yang sangat berbeda dari setiap jamaah haji, terlebih sebagai masyarakat yang berbudaya timur yang mengedepanka sopan santun dan tata kerama akan bertemu, berkumpul dengan jamaah yang memiliki kebiasaan dan postur tubuh yang berbeda juga, hal ini yang tentunya sering mengundang emosi. Ketiga, hal terpenting yang terakhir adalah bagaimana ketika seseorang sepulangnya dari menunaikan ibadah haji, bukan hanya saja mampu menjaga ketaqwaannya kepada Allah SWT melalui ibadah-ibadah secara vertical saja tapi juga harus mampu menjaga hubungannya sesama manusia secara horizontal. Sehingga sepulangnya dari ibadah haji memiliki hubungan yang lebih baik daripada sebelumnya. Haji adalah perjalanan keimana dan ketaqwaan bagi setiap muslim diseluruh penjuru dunia, maka hendaknya dilaksanakan dengan ketentuan yang telah disyariatkan oleh Allah. Hendaknya tidak menjadikan haji sebagai prestise social yag hanya akan membuat kesia-siaan saja terlebih biaya ibadah haji yang tidak sedikit ditengan kenyataan perekonomian dan kemiskinan yang melanda Indonesia.
Al Baqarah Ayat 197 Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh) berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa (Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji) dan bertakwalah kepada-ku hai orang-orang yang berakal. Semoga penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1433 M / 2012 H ini menjadi perjalanan haji yang diridhoi oleh Allah SWT, diberi kelancaran dan mampu menggapai haji yang mabrur. Amin. Wallahu a lam bissoab