BAB I PENDAHULUAN. pilihan kebijakan dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia, selalu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

Panduan diskusi kelompok

1. Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB II KAJIAN TEORI. pengawasan (control) sebagai berikut : control is the process by which an executive

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAWASAN MELEKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. suatu fenomena di Indonesia. Tuntutan demokrasi ini menyebabkan aspek

BAB IV GAMBARAN UMUM INSPEKTORAT JENDERAL DEPDIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

I. PENDAHULUAN. Mewujudkan Pemerintahan yang baik ( Good Governance) diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), terutama melalui

BAB I PENDAHULUAN. dan senantiasa berlangsung secara alami sebagaimana pada era-era sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. perorangan, masyarakat dan atau pemerintah oleh karenanya Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Wujud otonomi daerah yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengendalian intern merupakan salah satu alat bagi manajemen

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. terdiri dari pejabat negara dan pegawai negeri untuk menyelenggarakan tugas

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN LANDAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG


I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 55 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup yang selalu berubah dengan cepat. Keadaan ini menuntut

KEPMEN NO. 23 TH 2002

I. PENDAHULUAN. demikian besar dan luasnya, maka dibutuhkan strategi pemerintahan yang mantap.

BAB I PENDAHULUAN. adil dan transparan haruslah disikapi dengan sistematis dan serius. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN PESAWARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karena karena terjadinya krisis ekonomi di Indonesia serta maraknya tingkat

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

BAB I PENDAHULUAN. menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

ANALISIS KURIKULUM DAN MODEL PEMBELAJARAN GEOGRAFI PERTEMUAN PERTAMA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN TATA KEARSIPAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA. Burhanudin DR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan politik di Indonesia saat ini mewujudkan administrasi negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS, TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. menetapkann. Sistem

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Secara konseptual desentralisasi pendidikan adalah suatu proses dimana suatu

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 merupakan tonggak dimulainya era demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Pada Instansi pemerintahan kinerja biasa disebut sebagai sebuah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 20 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 7 TAHUN 2008 PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN. Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

PP 8/1995, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN KEPADA 26 (DUA PULUH ENAM) DAERAH TINGKAT II PERCONTOHAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam ilmu pengetahuan, sosial budaya, ekonomi, dan politik.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 6 TAHUN 1988 TENTANG KOORDINASI KEGIATAN INSTANSI VERTIKAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

I. PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bentuk pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan yang

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. dilimpahkan ke daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi dan otonomi daerah dalam sistem pemerintahan daerah sebagai pilihan kebijakan dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia, selalu menarik untuk diamati. Kehadirannya tidak pernah terlepas dari konfigurasi politik pada masanya, yang diwarnai oleh berbagai kepentingan dari rezim yang berkuasa. Dulu ia pernah bercorak dan berkadar sangat rendah, kemudian melonjak menjadi tinggi, rendah kembali, dan kini menjadi sangat tinggi. Namun demikian, betapapun tingginya kadar desentralisasi yang diberikan, tidak dapat diartikan adanya kebebasan penuh secara absolut dari suatu daerah untuk menjalankan hak dan fungsi otonomi menurut sekehendaknya tanpa mempertimbangkan kepentingan daerah lain dan kepentingan nasional secara keseluruhan (Yudoyono, 2003). Ada beberapa alasan mengapa Pemerintah perlu melaksanakan desentralisasi kekuasaan kepada Pemerintah Daerah. Alasan-alasan ini didasarkan pada kondisi ideal yang diinginkan, sekaligus memberikan landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai sistem pemerintahan yang dianut oleh negara. Mengenai alasan-alasan ini, Kaho dalam Yudoyono (2003 ) menyatakan sebagai berikut, pertama, dilihat dari sudut politik sebagai permainan

2 kekuasaan ( game theory), desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani. Kedua, dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi. Ketiga, dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata -mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus Pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah. Keempat, dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya. Kelima, dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisai diperlukan karena Pemerintah Daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut. Menurut Conyers dalam Muluk (2005), selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan dunia ketiga. Bahkan banyak negara yang telah melakukan perubahan struktur organisasi pemerintahan kearah desentralisasi. Minat tersebut juga senada dengan kepentingan yang semakin besar dari berbagai badan pembangunan internasional. Sehingga dapat dikatakan, desentralisasi membawa dampak terhadap pengembangan berkelanjutan di suatu daerah, karena adanya kepentingan tersebut.

3 Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan-kewenangan yang selama ini tersentralisasi di tangan pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi itu, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan dari tingkat pusat ke pemerintahan daerah sebagaimana mestinya, sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Oleh karena adanya pengalihan kekuasaan itu, maka suatu daerah memiliki wewenang untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Sehingga dalam menyelenggarakan pemerintahan dapat membentuk organ-organ untuk mendukung pelaksanaan otonomi tersebut. Perjalanan otonomi daerah yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja organ pemerintah, namun dalam prakteknya, seringkali kita melihat banyak keluhan mengenai daya kerja organ pemerintah tersebut. Keberagaman tentang keburukan dan kelemahan prestasi kerja pemerintahan, setiap hari diungkapkan dengan istilah-istilah, seperti prosedur yang kaku, proses penyelesaian yang bertele-tele, semua instansi bergerak sendiri-sendiri, performa pelayanan yang membosankan, tujuan organisasi tidak tercapai karena kurang efektif dan seterusnya. Efektifitas sebuah organisasi tidak akan terlepas dari pengaruh manajemen. Ada tiga alasan teoritis, empiris dan praktis. Pertama, konsep efektifitas organisasional secara teoritik terletak pada pusat semua model organisasional. Konsep ini tertanam dalam bahasa akademik maupun manajerial. Kedua, efektifitas secara empirik berfungsi sebagai variabel penting dalam kegiatan riset dan konsep penting dalam penafsiran organisasional. Akhirnya kita sebagai individu selalu

4 dihadapkan dengan kebutuhan untuk membuat judgments tentang kinerja (performance) berbagai organisasi (Susanto, 2004). Sebuah organisasi dapat dikatakan efektif apabila memiliki struktur yang tepat. Keefektifan didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Secara tidak langsung, organisasi pemerintah yang efektif akan memberikan dampak positif dalam perkembangan otonomi daerah. Otonomi daerah yang digulirkan oleh pemerintah setelah runtuhnya rezim orde baru merupakan sebuah jawaban atas berbagai gejolak yang terjadi di dalam masyarakat akibat sistem pemerintahan pada masa orde baru yang sentralistik dan kurang memberikan keleluasaan pada daerah dalam mengelola daerahnya sendiri. Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan adalah kegiatan pengawasan. Pengawasan mempunyai arti yang sangat penting karena pengawasan merupakan salah satu fungsi organik manajemen yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin agar tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam sistem administrasi negara/manajemen pemerintahan, pengawasan bertujuan mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Adapun sasarannya adalah, pertama, agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai dayaguna, hasilguna, dan tepatguna yang sebaik-baiknya. Kedua,

5 agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan program pemerintah serta peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan. Sebagai salah satu dasar fungsi manajemen, pengawasan tidak dapat dihilangkan dalam setiap sistem organisasi disebabkan merupakan lingkaran manajemen yang saling berkaitan. Setiap pimpinan organisasi, baik formal maupun informal, mau tidak mau harus menjalankan fungsi pengawasan demi keberhasilan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam suatu organisasi biasanya fungsi pengawasan dijalankan sendiri oleh pimpinan organisasi tersebut dengan tidak dibantu oleh suatu lembaga atau unit kerja khusus. Hal demikian merupakan pemborosan bertentangan dengan prinsip organisasi pada umumnya. (Sabarno, 2007). Fungsi pengawasan dapat dilakukan setiap saat, baik selama proses manajemen/administrasi berlangsung maupun setelah berakhir, untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi/unit kerja. Dengan kata lain, fungsi pengawasan harus dilakukan terhadap perencanaan dan pelaksanaannya. Kegiatan pengawasan sebagai fungsi manajemen bermaksud untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan yang terjadi, setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan. Keberhasilan perlu dipertahankan dan jika mungkin ditingkatkan dalam perwujudan manajemen/administrasi berikutnya di lingkungan suatu organisasi/unit kerja tertentu. Sebaliknya, setiap kegagalan harus diperbaiki dengan menghindari penyebabnya, baik dalam menyusun perencanaan maupun pelaksanaannya (Nawawi, 1995)

6 Mekanisme pengawasan yang baik yakni pengawasan secara berkelanjutan, konsisten dan komprehensif yang dilakukan secara eksternal maupun internal. Pengawasan eksternal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh pihak lain di luar organisasi/institusi pemerintah misalnya yang dilakukan oleh masyarakat melalui media, LSM atau institusi lainnya yang berwenang (aparat hukum) sedangkan pengawasan internal dilakukan oleh lembaga yang berasal dari lingkungan sendiri. Substansi dari kedua jenis pengawasan ini juga berbeda. Pengawasan eksternal lebih ke penanganan setelah ada kasus atau dugaan penyimpangan atau bersifat investigatif, sedangkan pengawasan internal lebih ke pencegahan, pengendalian dan pembinaan organisasi pemerintahan. Organisasi Pemerintahan yang berwenang melakukan pengawasan internal adalah Inspektorat. Sebagai institusi resmi yang diberi otoritas di bidang pengawasan dan pemeriksaan (audit) keuangan daerah, Inspektorat memiliki peranan yang sangat penting untuk mengawal proses pemerintahan dan pembangunan agar tetap berada dalam bingkai aturan yang benar (on the right track), semakin baik proses audit dan tindak lanjutnya maka kinerja inspektorat semakin baik pula. Selanjutnya kinerja inspektorat yang baik akan memberi kontribusi penting pada terwujudnya pemerintahan daerah yang baik dan bersih sebagai amanat rakyat Setiap pemerintah daerah tentunya memiliki perangkat organisasi tersebut, tidak terkecuali Kabupaten Lampung Tengah. Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Kemudian dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di daerah tersebut, di

7 susun tentang uraian tugas yang lebih teknis dalam Peraturan Bupati Lampung Tengah Nomor 07 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Pengawasan internal Pemerintahan Daerah yang dilakukan Inspektorat Lampung Tengah merupakan suatu tanggungjawab yang besar. Sebab kabupaten ini merupakan daerah yang cukup luas yaitu sekitar 4789,82 Km 2. Karena luas daerah tersebut, secara tidak langsung mempengaruhi kinerja Inspektorat dalam melakukan pengawasan yang salah satunya dalam bidang pendidikan. Namun, kinerja Inspektorat belum berjalan dengan baik, hal ini dapat di lihat dengan adanya pungutan liar sejumlah oknum Inspektorat dengan dalih melakukan inspeksi terhadap pengecekan keabsahan dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan lulus sertifikasi. Persyaratan lulus sertifikasi tersebut antara lain ijazah, surat kerja, dan jam mengajar dari kepala sekolah, daftar hadir, dan portofolio. Kemudian terdapat oknum Inspektorat yang meminta sejumlah uang Rp. 250 ribu Rp. 300 ribu kepada setiap guru SMP se-kecamatan Terusan Nunyai yang telah lulus sertifikasi dan dikumpulkan di Kampung Bandaragung hingga mencapai Rp. 500 juta. (Tipikor News, Edisi Desember 2010). Pihak Inspektorat membantahnya dan meminta kepada sejumlah guru untuk membuat surat pernyataan tidak dimintai uang oleh Tim Inspektorat. Namun, jika pungutan yang dilakukan kepada guru ini dapat dibuktikan, merupakan awal pengusutan dan akan diikuti pihak-pihak lain yang pernah merasa dirugikan. Dengan demikian, manajemen pengawasan yang dilakukan Inspektorat masih kurang optimal dengan adanya oknum yang melakukan pungutan liar. Meskipun

8 hal ini perlu dilakukan investigasi mendalam oleh aparat yang berwenang. Karena pentingnya sebuah pengawasan adalah sebagai keseluruhan proses penilaian terhadap obyek pemeriksaan, dengan tujuan agar perencanaan dan pelaksanaan berjalan sesuai dengan fungsinya di lingkungan pemerintahan daerah, maka aparat pengawas fungsional Inspektorat Kabupaten Lampung Tengah yang melakukan penyimpangan dapat menghambat pelaksanaan tugas umum dan pembangunan, sehingga tidak berjalan sesuai dengan rencana dan kebijakan pemerintah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana efektifitas pengawasan Inspektorat daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah Lampung Tengah. B. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana efektifitas pengawasan Inspektorat Daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten Lampung Tengah? 2. Apa saja kendala dalam melakukan pengawasan internal oleh Inspektorat Daerah Kabupaten Lampung Tengah?

9 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis efektifitas pengawasan Inspektorat Daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah Lampung Tengah. 2. Untuk mengetahui kendala dalam melakukan pengawasan internal oleh Inspektorat Daerah Kabupaten Lampung Tengah. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna secara teoritis dan secara praktis. 1. Secara teoritis atau akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya keilmuwan Administrasi Negara terutama tentang kajian dalam bidang Manajemen Pemerintahan Daerah 2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi Pemerintah Daerah Lampung Tengah tentang efektifitas pengawasan Inspektorat Daerah Lampung Tengah.