ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DAN LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LEBAK, BANTEN Zuraida Yursak 1) dan Purwantoro 2) 1) Peneliti di BPTP Banten, 2) Peneliti di Balitkabi-Malang Jl. Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang-Banten 1) Email: zyursak@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan komoditas pangan unggulan nasional setelah padi dan jagung. Salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan produksi kedelai adalah ketersediaan benih bermutu dari varietas yang berdaya hasil tinggi. Peningkatan produksi kedelai dipengaruhi oleh aspek teknis, finansial/ekonomi dan sosial budaya. Aspek teknis yang juga mempengaruhi upaya peningkatan produktivitas adalah agroekosistem lahan yang berbeda. Banten mulai mengembangkan komoditas kedelai pada agroekosistem lahan sawah dan lahan kering, namun terdapat permasalahan yang perlu diatasi. Tujuan pengkajian adalah mengkaji adaptasi dan produksi beberapa varietas kedelai di Kabupaten Lebak. Pengkajian dilaksanakan pada agroekosistem lahan kering dan lahan sawah pada bulan Juni Agustus 2011. Rancangan yang digunakan acak kelompok dengan perlakuan 6 varietas unggul baru, Anjasmoro (V1), Argomulyo (V2), Grobogan (V3), Burangrang (V4), Detam-1 (V5) dan Wilis (V6), setiap perlakuan diulang 4 (empat) kali. Petak percobaan berukuran 4 m x 5 m, olah tanah sederhana, jarak antar bedengan/petak 0,5 m dan tinggi bedengan ± 30 cm untuk lahan sawah, jarak tanam 40 cm x 15 cm, 2-3 biji per lubang tanam. Jerami padi digunakan sebagai mulsa untuk menjaga kelembaban dan menekan tumbuhnya gulma. Hasil pengamatan menunjukkan daya tumbuh benih lebih dari 90%, namun varietas Grobogan terutama di agroekosistem lahan kering daya tumbuh hanya 76%. Varietas Wilis, Anjasmoro, Argomulyo dan Burangrang mampu berdapatasi baik pada agroekosistem sawah maupun lahan kering. Kata kunci: kedelai, agroekosistem, lahan sawah, lahan kering ABSTRACT The adaptation of some soybean varieties in dryland and wetland of Lebak District, Banten Province. The increase of soybean production is influenced by technical, financial/economic, and socio-cultural aspects. Technical aspect that affects the productivity is agro-ecosystem. Banten Province is beginning to develop soybean. The purpose of this study was to assess the adaptation and production of several soybean varieties grown in paddy fields and dry land. Assessment activity was conducted at two agroecosystems: dryland and rice fields at village Wantisari, Lebak district from June to August 2011. A randomized complete block design with four replicates was applied, and six soybean varieties as treatments (Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, Burangrang, Detam-1 and Willis ). The plot size was 4 m x 5 m, plant spacing 40 cm x 15 cm with 2-3 seeds per hole, the distance between plots 0.5 m and the bed was raised ± 30 cm for wetland. Rice straw was spread as mulch to retain moisture and suppress weed growth. The secondary and primary data were collected during plant growing season. The observation indicated that crop emergence was higher than 90%. But for Grobogan variety that was grown in agro-ecosystem dry land, its emergence was 76% only. The varieties of Wilis, Argomulyo, Anjasmoro and Burangrang were well adapted both in dryland and wetland. Key word: soybean, wetland, dryland, seed yield 110 Yursak dan Purwantoro: Adaptasi Varietas Kedelai pada Lahan Kering dan Sawah
PENDAHULUAN Kedelai merupakan komoditas pangan unggulan nasional setelah padi dan jagung. Salah satu faktor penting dalam peningkatan produksi kedelai adalah ketersediaan benih bermutu dari varietas yang berdaya hasil tinggi. Badan Litbang Pertanian telah melepas beberapa varietas unggul kedelai, tetapi kenyataan riil di lapangan menunjukkan kedelai yang digunakan petani lebih dari 60% masih didominasi oleh varietas Wilis yang dilepas pada tahun 1983 (Budiharti dan Hadi 2005). Dilaporkan bahwa penggunaan benih bermutu baru mencapai 7% (Baihaki 2002). Fakta terkini menunjukkan bahwa benih kacang-kacangan termasuk kedelai bermutu/bersertifikat penggunaannya oleh petani baru mencapai 10% sedangkan sisanya menggunakan benih asalan yang tidak jelas asal usulnya (Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan 2006). Hal tersebut menunjukkan lambatnya laju peningkatan penggunaan benih bermutu oleh petani. Peningkatan produksi kedelai dipengaruhi oleh aspek teknis, finansial/ekonomi, dan sosial budaya. Aspek teknis yang juga mempengaruhi upaya peningkatan produktivitas adalah agroekosistem lahan yang berbeda. Salah satu dari 17 wilayah pengembangan kedelai di Indonesia adalah Provinsi Banten dengan potensi lahan sawah seluas 134.558 ha dan lahan kering 9000 ha, namun potensi lahan yang baru dimanfaatkan untuk kedelai 4.975 ha dengan produktivitas 1,38 t/ha (BPS 2009). Banten mulai mengembangkan komoditas kedelai pada agroekosistem lahan sawah dan lahan kering, namun terdapat permasalahan yang perlu diatasi. Kendala umum pengembangan kedelai pada lahan sawah bekas padi adalah kejenuhan air pada awal musim tanam yang berakibat buruk untuk perkecambahan benih kedelai, struktur tanah yang padat akan menghambat perkembangan akar tanaman. Kendala umum di lahan kering adalah erosi tinggi, solum tanah dangkal, kadar bahan organik rendah, kahat hara, kekeringan, gangguan OPT, dan pascapanen (Sudaryono 2007). Sedangkan permasalahan khusus yang dihadapi pada lokasi tertentu adalah terbatasnya varietas yang tahan penyakit dan mampu beradaptasi baik pada lokasi yang berbeda (Rusastra dkk. 2004). Hal ini disebabkan oleh terbatasnya informasi dan pengetahuan petani mengenai varietas yang unggul yang tersedia dan adaptif. Selain itu masalah rendahnya hasil dan mutu kedelai juga dipengaruhi oleh serangan hama dan penyakit (Marwoto et al. 1999). Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan varietas unggul yang adaptif pada masing-masing agroekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi adaptasi beberapa varietas kedelai pada lahan kering dan lahan sawah. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan pada agroekosistem lahan kering dan lahan sawah di Kabupaten Lebak, Banten, pada bulan Juni Agustus 2011, menggunakan rancangan acak kelompok dengan perlakuan 6 (enam) varietas unggul baru: Anjasmoro (V1), Argomulyo (V2), Grobogan (V3), Burangrang (V4), Detam-1 (V5) dan Wilis (V6), diulang 4 (empat) kali. Setiap varietas ditanam pada plot berukuran 4 m x 5 m dengan olah tanah sederhana, jarak antarplot 0,5 m dan jarak tanam 40 cm x 15 cm, 2-3 biji per lubang tanam. Jerami padi digunakan sebagai mulsa untuk menjaga kelembaban dan menekan tumbuhnya gulma, Sebelum tanam dilakukan analisis sifat tanah. Data yang dikumpulkan adalah: tinggi tanaman pada umur 14, 28, 42 HST, jumlah polong per tanaman, polong bernas (isi) dan hampa, jumlah biji per polong, bobot 100 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012 111
butir, hasil biji per petak, produktivitas, jenis hama dan penyakit yang menyerang. Datadata tersebut ditabulasi dalam bentuk tabel, sedangkan data hasil biji setiap perlakuan dianalisis secara statistik. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Pengkajian Dilaporkan bahwa pengembangan kedelai di lahan kering dihadapkan pada kondisi tanah yang kurang subur, ph rendah, kandungan bahan organik rendah serta ketersediaan hara N, P, K rendah (Hilman 2005). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa lahan kering lokasi penelitian memiliki ph 4,3 yang tergolong masam dan lahan sawah memiliki ph 6,0 yang tergolong netral. Kandungan C (bahan organik) tergolong rendah pada agroekosistem lahan sawah dan lahan kering, sehingga memerlukan tambahan bahan organik yang cukup tinggi, kandungan N dalam tanah tergolong rendah, baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Kandungan P dan K tanah di kedua lokasi tergolong tinggi dan sangat tinggi (Tabel 1). Tabel 1. Hasil analisis tanah di lokasi pengkajian enam varietas kedelai di lahan kering dan lahan sawah. Lebak, Banten, MK II, 2011. Agroekosistem Kab, ph C N C/N P K Lahan Sawah Lebak 6,0 1,27 0,12 11 135 102 Lahan Kering Lebak 4,3 1,35 0,13 10 27 34 Sampel diambil sebelum tanam. Sampel dianalisis di Laboratorium Tanah, BBSDLP Bogor. Tabel 2. Sidik ragam hasil dan komponen hasil enam varietas kedelai di lahan kering dan lahan sawah. Lebak, Banten, MK II, 2011. Parameter Lingkungan Varietas L x V KK (%) Tanaman tumbuh 428,408* 129,768** 99,06** 3,00 Tinggi tanaman saat panen 687,167** 980,536** 51,2 tn 10,79 Jumlah cabang 8,789** 1,116** 0,37 tn 24,51 Jumlah buku subur 279,464** 72,899** 2,608 tn 17,03 Jumlah polong isi 4990,453** 1147,918** 193,204 tn 25,87 Bobot 100 biji 28,091** 99,886** 7,744** 5,44 Bobot biji (t/ha) 12,15** 1,868** 0,134 tn 18,98 ** dan * berbeda nyata pada p=0,01 dan p=0,05, tn= tidak beda nyata. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor lingkungan/agroekosistem maupun varietas berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap pertumbuhan dan hasil biji. Interaksi antara varietas dan lingkungan/agroekosistem menunjukkan hanya parameter daya tumbuh tanaman dan bobot 100 biji yang berbeda nyata. Nilai koefisien keragaman cukup beragam antar parameter (Tabel 2). Dalam usahatani kedelai, benih yang akan ditanam dipilih yang mempunyai tingkat kemurnian tinggi, sehat dan daya kecambah >90% (Adisarwanto dan Floid 2000). Daya tumbuh kedelai pada lahan sawah (L1) lebih dari 90% dengan kisaran 91,3 96,5% (Tabel 3). Pada lahan kering (L2), daya tumbuh cukup beragam. Daya tumbuh terendah terdapat pada varietas Grobogan dan tertinggi pada varietas Detam-1 (96%). Daya tumbuh >90% 112 Yursak dan Purwantoro: Adaptasi Varietas Kedelai pada Lahan Kering dan Sawah
terdapat pada varietas Argomulyo, Detam-1, dan Wilis. Benih bermutu tinggi dapat diperoleh dengan cara panen dan prosesing secara cepat dengan kadar air simpan 8 10%. Tabel 3. Daya tumbuh enam varietas unggul kedelai berbagai agroekosistem, lahan kering dan lahan sawah. Lebak, Banten, MK II, 2011. Daya tumbuh (%) Varietas Lahan sawah (L.1) Lahan kering (L.2) Rata-rata Anjasmoro 91,3 83,4 87,3 Argomulyo 94,8 93,0 93,9 Grobogan 93,8 76,0 84,9 Burangrang 93,5 86,5 90,0 Detam,1 92,8 96,0 94,4 Wilis 96,5 91,8 94,1 KK (%) 3,00 Tabel 4. Pengaruh lingkungan terhadap tinggi tanaman enam varietas kedelai di lahan kering dan lahan sawah. Lebak, Banten MK,II, 2011 Tinggi tanaman (cm) Agroekosistem 14 HST 28 HST 42 HST Lahan kering (L1) 12,3 a 22,5 44,8 b Lahan sawah (L2) 9,9 b 21,8 50,3 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa tinggi tanaman pada umur 14 HST dipengaruhi oleh lingkungan. Tinggi tanaman di masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 4, dan pengaruh varietas disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman kedelai di lahan kering dan lahan sawah. Lebak, Banten MK II, 2011. Tinggi tanaman (cm) Varietas 14 HST 28 HST 42 HST Anjasmoro 11,5 b 23,6 51,5 Argomulyo 10,3 a 20,3 43,7 Grobogan 10,5 a 20,0 36,4 Burangrang 10,1 a 20,4 48,9 Detam-1 11,0 ab 21,6 44,9 Wilis 9,1 a 17,8 43,0 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Pada umur 42 HST, tanaman paling tinggi terdapat di lahan sawah (50,3 cm). Dengan demikian diketahui bahwa pertumbuhan tanaman pada agroekosistem lahan sawah lebih baik dari lahan kering. Pertumbuhan tanaman yang lebih baik dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan respon tanaman terhadap unsur hara dan pemupukan (Taufiq dkk. 2004). Pertumbuhan yang paling baik diperoleh varietas Anjasmoro dan yang paling rendah pada varietas Wilis. Pada umur 42 HST, varietas yang paling baik pertumbuhannya adalah Anjasmoro (51,5 cm), diikuti oleh varietas Burangrang (48,9) dan Detam-1 (44,9 cm). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012 113
Tabel 6. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah buku subur enam varietas kedelai di lahan kering dan lahan sawah. Lebak, Banten MK II, 2011 Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang Jumlah buku subur L.1 L.2 Rata2 L.1 L.2 Rata2 L.1 L.2 Rata2 Anjasmoro 56,7 48,4 52,5 1,7 1,3 1,5 14,7 11,4 13,1 Argomulyo 51,4 44,2 47,8 2,8 1,5 2,1 14,5 9,1 11,8 Grobogan 33,4 33,0 33,2 2,6 1,3 1,9 12,2 7,1 9,6 Burangrang 60,0 56,3 58,2 1,5 1,1 1,3 14,2 10,1 12,2 Detam,1 68,6 56,9 62,7 2,2 1,1 1,7 19,7 13,1 16,4 Wilis 68,7 54,6 61,6 2,5 1,9 2,2 19,9 15,4 17,7 KK (%) 10,79 24,51 17,03 Berdasarkan hasil analisis (Tabel 6) diketahui bahwa tanaman terendah terdapat pada varietas Grobogan (33,2 cm) dan tertinggi pada varietas Detam-1 (62,7 cm). Jumlah cabang terendah terdapat pada varietas Burangrang dan tertinggi pada varietas Wilis. Jumlah buku subur terendah terdapat pada varietas Grobogan dan tertinggi pada varietas Wilis. Tabel 7. Rata-rata jumlah polong isi, bobot 100 biji, dan hasil biji enam varietas kedelai di lahan kering dan lahan sawah. Lebak, Banten MK II, 2011. Varietas Jumlah polong isi Bobot 100 biji (g) Hasil biji (t/ha) L.1 L.2 Rata2 L.1 L.2 Rata2 L.1 L.2 Rata2 Anjasmoro 48,0 33,5 40,8 18,0 16,1 17,0 2,8 1,6 2,2 Argomulyo 30,3 17,3 23,8 19,1 19,5 19,3 2,8 1,4 2,1 Grobogan 24,3 11,7 18,0 25,6 20,4 23,0 1,6 0,8 1,2 Burangrang 46,3 25,5 35,9 18,5 17,2 17,9 2,8 1,7 2,2 Detam,1 62,6 24,1 43,4 16,1 15,3 15,7 2,1 1,3 1,7 Wilis 60,6 37,6 49,1 12,7 12,3 12,5 2,9 2,1 2,5 KK ( %) 25,87 5,4 19,98 Jumlah polong isi tertinggi terdapat pada varietas Wilis dan terendah pada varietas Grobogan dengan KK 25,87%. Data bobot 100 biji menunjukkan perbedaan antara biji kecil (Wilis), biji sedang (Detam-1), dan biji besar (Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, dan Burangrang) dengan KK 5,44%. Produktivitas terendah 1,2 t/ha pada varietas Grobogan dan tertinggi 2,5 t/ha pada varietas Wilis. Dari segi agroekosistem, hasil biji tertinggi dicapai (2,8 t/ha) pada varietas yang ditanam pada lahan sawah, oleh varietas Wilis dan terendah varietas Grobogan (1,6 t/ha). Hasil tertinggi di lahan kering dicapai oleh varietas Wilis (2,1 t/ha) dan terendah varietas Grobogan (0,8 t/ha). Dengan demikian varietas Wilis selain adaptif pada lahan sawah juga adaptif di lahan kering. KESIMPULAN 1. Tanah lokasi pengkajian bereaksi netral pada agroekosistem lahan sawah tetapi sangat masam pada agroekosistem lahan kering, demikian juga kandungan C organiknya cukup rendah. 114 Yursak dan Purwantoro: Adaptasi Varietas Kedelai pada Lahan Kering dan Sawah
2. Daya tumbuh tanaman sangat baik dan secara umum lebih dari 90%. Namun varietas Grobogan, terutama pada agroekosistem lahan kering, memiliki daya tumbuh 76%. 3. Tinggi tanaman pada umur 14 HST berbeda nyata antara agroekosistem lahan sawah dan lahan kering, namun pada umur 42 HST tidak terdapat perbedaan nyata. Dari segi tinggi tanaman, diperoleh varietas yang memiliki pertumbuhan cukup baik adalah Anjasmoro dan Detam-1. 4. Varietas yang dapat berdapatasi dengan baik pada agroekosistem lahan sawah adalah Wilis (2,9 t/ha), Argomulyo (2,8 t/ha), dan Anjasmoro (2,8 t/ha), sedangkan pada agroekosistem lahan kering adalah Wilis (2,1 t/ha). Secara umum, varietas yang mampu beradaptasi baik pada agroekosistem lahan sawah maupun lahan kering adalah Wilis. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. Dan F. Floid.1990. Hasil Sigi permasalahan Budidaya Kedelai di Jawa Timur. Balittan. Malang. Baihaki, A. 2002. Review pemuliaan tanaman dalam industri perbenihan di Indonesia. Hal. 1 6. Dalam E. Murniati dkk (ed). Industri Benih di Indonesia : Aspek Penunjang Pengembangan. Lab. Ilmu Tanah dan teknologi Benih BDP, Faperta IPB, Bogor. Budiharti, T dan S. Hadi. 2005. Komersialisasi varietas unggul dan perbenihan kedelai di Indonesia. Makalah disampaikan pada Lokakarya dan Seminar Nasional Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-Optimal. Balitkabi Malang, 26 27 Juli 2005. 17 hal. BPS. 2009. Survei Pertanian. Biro Pusat Statistik Provinsi Banten. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan. 2006. Program Pengembangan dan Kebijaksanaan Perbenihan Tanaman Pangan Tahun 2006. Makalah pada Forum Perbenihan Jawa Timur. Batu, 14 16 Maret 2006. 18 hal. Hilman, Y. 2005. Teknologi produksi kedelai di lahan kering masam. Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-optimal. Malang, 26 27 Juli 2005. Puslitbang Tanaman Pangan. Hal. 78 86. Marwoto, Suharsono dan Supriyatin. 1999. Hama Kedelai dan Komponen Pengendalian Hama Terpadu. Monograf Balitkabi No. 4. 1999:50 hal. Rusastra, I.W., B. Rachman, dan S.Friyatno. 2004. Analisis daya saing dan struktur proteksi komoditas palawija. Hal. 28 49. Dalam. Prosiding Efisiensi dan Daya Saing Sistem Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah. Puslitbang Sosek Pertanian-Badan Litbang Pertanian. Sudaryono. 2007. Dukungan teknologi untuk peningkatan produksi dan produktivitas kedelai. Buletin Palawija No.14 :47 59 Taufiq, A., H. Kuntyastuti, dan A.G. Manshuri. 2004. Pemupukan dan ameliorasi lahan kering masam untuk peningkatan produktivitas kedelai. Hal. 21 40. Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai Melalui Pendekatan PTT di Lahan Masam. Lampung, 30 September 2004. Balitkabi Malang. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012 115