BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH BATU HIJAU, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II TATANAN GEOLOGI

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

GEOLOGI DAERAH KLABANG

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

IDENTIFIKASI AIRTANAH DAERAH CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN CITRA SATELIT, GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH DESA SUKARAMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

Geologi Daerah Pela dan Sekitarnya...Wahyu Haryadi 14

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IIII. perbedaan. yaitu

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH SITUMEKAR DAN SEKITARNYA, SUKABUMI, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan).

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Transkripsi:

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan daerah yang tidak luas dan morfologi yang bukan bentukan aslinya, namun sisa morfologi bentukan asli yang masih terlihat ditandai dengan kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada peta topografi. Dengan menggunakan klasifikasi Lobeck (1939) daerah penelitian terdiri dari satu satuan geomofologi yaitu satuan perbukitan vulkanik. Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal, di ketinggian di daerah penelitian berkisar antara -185 mdpl sampai 985 mdpl. Daerah penelitian terdiri dari perbukitan, dataran buatan yang berupa timbunan hasil galian tambang (stockpile), lembah atau depresi buatan yang diakibatkan karena hasil penambangan (Foto 3.1) (Lampiran D). Morfologi daerah tersebut menunjukkan komposisi litologi batuan yang resisten. Litologi daerah ini disusun oleh batuan volkanik yaitu tuf kristal dan intrusi yaitu diorit, tonalit dan tonalit porfiritik. Daerah penelitian telah mengalami proses ubahan yang intensif, hal ini dicirikan dengan singkapan yang umumnya telah terubahkan. N S Stockpile Pit Perbukitan Vulkanik Foto 3.1 Morfologi umum daerah penelitian. Foto diambil dari bagian barat area penambangan.

3.1.1 Pola Aliran Sungai Pola aliran sungai daerah penelitian berdasarkan pengamatan dari kecenderungan keseragaman atau kesamaan dari beberapa obyek sungai yang teramati melalui pengamatan tidak langsung pada peta topografi dan citra satelit dibagi menjadi dua pola aliran sungai (Gambar 3.2). Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian dan interpretasi hubungannya terhadap geologi yang ada adalah sebagai berikut : Pola aliran radial Pola ini menempati sekitar 70% dari seluruh pola aliran yang ada. Pola aliran ini berada di timur laut, timur, selatan dan barat dari peta. Pola aliran radial yang berbentuk ditafsirkan berkaitan erat dengan topografi tinggian atau pegunungan. Bentuk topografi seperti ini diinterpretasikan hasil dari struktur sesar yang memotong topografi ini dengan jurus yang berbeda dan perbedaan jenis litologi dengan tingkatan resistansi terhadap erosi permukaan yang berbeda sehingga menghasilkan pola aliran radial dengan arah aliran yang menjauhi elevasi tertinggi dari bentuk topografi tersebut. Pola aliran rektangular Pola ini menempati sekitar 30% dari seluruh pola aliran yang ada. Pola aliran ini ditafsirkan berkaitan erat dengan adanya struktur kekar atau sesar. Arah aliran yang berubah tegak lurus ini menandakan bahwa adanya pergeseran bidang atau sesar. 15

Gambar 3.1 Peta Daerah Aliran Sungai Sungai dengan tahapan erosi muda dijumpai di antara punggungan gunung contohnya adalah Sungai Brang Belo yang terdapat pada bagian barat daerah penelitian. Hal ini dicirikan oleh lembah sungai berbentuk V yang disebabkan oleh erosi vertikal yang lebih intensif dibandingkan dengan erosi lateral, serta adanya air terjun pada beberapa bagian anak sungai (Foto 3.2). 16

(a) (b) Foto 3.2 (a) sungai berlembah V yang menandakan tahapan erosi sungai muda pada sungai Brang Belo, (b) air terjun pada anak sungai ini yang menandakan kontrol struktur Sungai dengan tahapan erosi dewasa dijumpai di bagian baratlaut daerah penelitian yaitu di sekitar daerah Air Merah. Hal ini dicirikan oleh lembah sungai yang berbentuk V. ciri-ciri pada sungai tersebut menunjukkan erosi vertikal yang lebih intensif dibandingkan dengan erosi lateral. Di sekitaran sungai tahapan ini memiliki endapan alluvial yang baru mulai terbentuk (Foto 3.3).

Foto 3.3 Sungai berlembah v yang menandakan tahapan erosi sungai dewasa pada sungai di daerah Air Merah. 3.2 STRATIGRAFI Penulis menggunakan penamaan satuan stratigrafi dengan sistem penamaan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan berdasarkan ciri-ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan dengan melihat jenis litologi dan keseragaman, serta posisi stratigrafi terhadap satuan-satuan yang ada di bawah maupun di atasnya. Berdasarkan hasil analisis kedudukan batuan yang satu dengan yang lainnya, maka stratigrafi daerah penelitian diurutkan dari tua ke muda adalah sebagai berikut (Gambar 3.2) (Lampiran D): 1. Satuan tuf kristal (merah muda) 2. Satuan intrusi diorit (merah) 3. Satuan intrusi tonalit (merah tua) 4. Satuan intrusi tonalit porfir (oranye)

Gambar 3.2 Legenda satuan litologi daerah penelitian 3.2.1 Satuan Tuf Kristal 3.2.1.1 Ciri Litologi dan Penyebaran Satuan Tuf Kristal meliputi 57% dan tersebar diseluruh di daerah penelitian. Satuan ini tersebar di seluruh area pertambangan. Pengamatan secara megaskopis satuan ini umumnya berwarna abu-abu gelap, masif, besar butir debu halus (< 1/16 mm), porositas baik sampai sedang, terpilah baik dengan kemas tertutup, terdapat mineral plagioklas, masadasar gelas vulkanik. Kondisi singkapan satuan ini telah umumnya telah mengalami ubahan (Foto 3.4). (a) 19

(b) Foto 3.4 (a) Singkapan Tuf Kristal yang telah mengalami ubahan, (b) contoh hand specimen yang diambil dari singkapan tersebut. 3.2.1.2 Umur dan Mekanisme Pengendapan Penulis tidak melakukan penentuan umur pada satuan ini. Satuan Tuf Kristal ini merupakan satuan tertua di daerah penelitian karena merupakan satuan yang diterobos oleh semua satuan intrusi yang ada di daerah penelitian. Dengan mengacu pada Garwin (2000), Satuan Tuf Kristal ini berumur Miosen Tengah. Berdasarkan ukuran butir batuan ini yang berupa debu volkanik halus, maka diinterpretasikan bahwa Satuan Tuf Kristal ini diendapkan dengan mekanisme jatuhan piroklastik. 3.2.1.3 Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan yang lebih muda ditafsirkan sebagai nonconformity yang dibuktikan dengan ditemukannya kontak satuan ini dengan Satuan Intrusi Diorit dan satuan lainnya. 20

3.2.2 Satuan Intrusi Diorit 3.2.2.1 Ciri Litologi dan Penyebaran Satuan Intrusi Diorit meliputi 33% daerah penelitian. Satuan ini hadir sebagai intrusi terbesar yang terletak di bagian timur area pertambangan. Secara megaskopis, diorit berwarna abu-abu, holokristalin, bertekstur sub-porfiritik dengan fenokrisnya tersusun atas plagioklas, horblenda, biotit dan kuarsa tertanam dalam masadasar yang lebih halus dengan kandungan mineral yang sama. Satuan ini telah mengalami ubahan (Foto 3.5). TUF KRISTAL DIORIT (a) (b) Foto 3.5 (a) Singkapan yang menunjukkan kontak antara diorit dengan tuf kristal. (b) contoh hand specimen diorit.

3.2.2.2 Umur dan Mekanisme Pembentukan Penulis tidak melakukan penentuan umur pada satuan ini. Satuan ini menerobos Satuan Tuf Kristal sehingga satuan ini dapat dikategorikan sebagai dyke dan menunjukkan bahwa umur satuan ini lebih muda dari Satuan Tuf Kristal. Dengan mengacu pada Garwin (2000), Satuan Intrusi Diorit ini berumur Awal Pliosen Awal. 3.2.2.3 Hubungan Stratigrafi Satuan Intrusi Diorit di daerah penelitian ini menerobos Satuan Tuf Kristal (Foto 3.5 a) sehingga hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan lainnya yang berumur lebih tua dan lebih muda adalah ketidakselarasan berupa nonconformity. 3.2.3 Satuan Intrusi Tonalit 3.2.3.1 Ciri Litologi dan Penyebaran Satuan ini terdiri dari 7% daerah penelitian. Satuan ini hadir sebagai intrusi yang terletak di bagian tengah area pertambangan. Secara megaskopis batuan tonalit berwarna abu-abu terang, holokristalin, tekstur sub-porfiritik dengan fenokris berupa plagioklas (60%) berbentuk euhedral, equigranular, hornblenda (19%) dan sedikit kuarsa (21%), terdapat urat kuarsa (Foto 3.6 a & b). Satuan ini telah mengalami ubahan. 22

TUF KRISTAL TONALIT (a) (b) Foto 3.6 (a) singkapan yang menunjukkan kontak antara Satuan Intrusi Tonalit dengan Satuan Tuf Kristal, (b) contoh hand specimen tonalit. 3.2.3.2 Umur dan Mekanisme Pembentukan Penulis tidak melakukan penentuan umur pada satuan ini. Satuan ini menerobos Satuan Tuf Kristal dan Satuan Intrusi Diorit berupa dyke. Umur satuan ini lebih muda dari Satuan Intrusi Diorit dan Satuan Tuf Kristal. Dengan mengacu pada Garwin (2000) yang melakukan penentuan umur dengan metoda U-Pb diketahui bahwa satuan ini berumur 3,76 ± 0,10 juta tahun yang lalu, maka Satuan Intrusi Tonalit ini berumur Pertengahan Pliosen Awal.

3.2.3.3 Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan lainnya yang berumur lebih tua dan lebih muda adalah ketidakselarasan berupa nonconformity. 3.2.4 Satuan Intrusi Tonalit Porfir 3.2.4.1 Ciri Litologi dan Penyebaran Satuan ini terdiri dari 3% daerah penelitian. Satuan ini hadir sebagai intrusi yang terletak di bagian tengah area pertambangan. Secara megaskopis batuan tonalit porfiritik berwarna abu-abu terang, holokristalin, tekstur porfiritik dengan fenokris kuarsa (23%) yang melimpah, plagioklas (60%) berbentuk euhedral, hornblenda (17%) yang sedikit terubah menjadi biotit sekunder dan mengumpul dalam masadasar yg lebih halus (Foto 3.7 a & b). Dalam membedakan tonalit dengan tonalit porfiritik dilihat dari masadasarnya yang relatif lebih kasar dan kehadiran mineral mafik lebih sedikit. Satuan ini telah mengalami ubahan. (a) 24

(b) Foto 3.7 (a) Singkapan yang menunjukkan kontak antara Satuan Tonalit Porfir dengan Satuan Tuf Kristal, (b) contoh hand specimen tonalit porfiritik. 3.2.4.2 Umur dan Mekanisme Pembentukan Penulis tidak melakukan penentuan umur pada satuan ini. Satuan ini menerobos semua satuan berupa dyke. Umur satuan ini lebih muda dari Satuan Intrusi Tonalit, Satuan Intrusi Diorit dan Satuan Tuf Kristal. Dengan mengacu pada Garwin (2000) yang melakukan penentuan umur dengan metoda U-Pb diketahui bahwa satuan ini berumur 3,74 ± 0,14 juta tahun yang lalu, maka, Satuan Intrusi Tonalit Porfir ini berumur Akhir Pliosen Awal. 3.2.4.3 Hubungan Stratigrafi Satuan Intrusi ini menerobos semua satuan di daerah penelitian. Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan lainnya yang berumur lebih tua adalah ketidakselarasan berupa nonconformity. 25

3.3 STRUKTUR GEOLOGI 3.3.1 Analisis Citra Satelit Berdasarkan hasil analisis dari Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) daerah penelitian sebelum ditambang (Gambar 3.3), pola kelurusan punggungan pada daerah penelitian memiliki arah dominan baratlaut - tenggara dan timurlaut - baratdaya. Gambar 3.3 (kiri) pola kelurusan dari SRTM daerah penelitian sebelum ditambang, (kanan) diagram roset pola kelurusan daerah penelitian. 3.3.2 Struktur Geologi Daerah Batu Hijau Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur kekar dan sesar. Hal ini terjadi karena umumnya litologi di daerah penelitian mempunyai elastisitas yang rendah dan bersifat brittle, sehingga cenderung terpatahkan dan tidak terjadi struktur perlipatan. Secara umum, daerah penelitian merupakan zona kekar gerus yang berkembang menjadi zona hancuran dan zona sesar. Unsur struktur yang dijumpai di daerah penelitian adalah rekahan, yaitu kekar gerus, cermin sesar dan breksiasi. Analisis struktur geologi di daerah penelitian merupakan analisis dari unsur-unsur struktur sekunder yang dikumpulkan yaitu berupa kekar gerus, bidang sesar minor, breksiasi. Data ini dikompilasi dengan analisis citra dan peta topografi yang telah dilakukan sebelumnya. 26

Penentuan arah tegasan yang bekerja pada daerah penelitian ditentukan dengan melakukan analisis kekar berpasangan menggunakan perangkat lunak Dips dan Rockwork sehingga didapat arah tegasan (σ 1, σ 2, σ 3 ). Penamaan dan kinematik sesar dapat dilakukan dengan memasukkan arah breksiasi yang diinterpretasikan sebagai jurus sesar, sementara kemiringan bidang sesar didapat dari bidang yang dibentuk dari arah breksiasi terhadap σ 2. Kemudian setelah itu dapat ditentukan netslip dan pitch, sehingga dapat ditentukan pergerakan sesar. Gambar 3.4 Determinasi penentuan jenis sesar translasi berdasarkan pitch dan netslip terhadap bidang sesar (Ragan, 1973). Ragan (1973) telah mengklasifikasikan jenis pergeseran relatif (slip) dari pensesaran (Gambar 3.4). jenis sesar di daerah penelitian digolongkan berdasarkan jalur pergeseran relatifnya. Dengan menggunakan diagram klasifikasi untuk sesar-sesar translasi. Penentuan jenis sesar didasarkan pada sudut pitch dan netslip terhadap bidang sesar (Gambar 3.5), dengan sudut 45º dijadikan batas antara strike-slip fault dan dip-slip fault. Untuk sesar dengan pitch 0 º - 45º digolongkan sebagai 27

strike-slip fault, sedangkan sesar dengan pitch 45 º - 90 º digolongkan sebagai dipslip fault (Ragan, 1973). Jenis sesar di daerah penelitian digolongkan berdasarkan jalur pergeseran relatifnya, dengan menggunakan diagram klasifikasi untuk sesarsesar translasi. Gambar 3.5 Klasifikasi jenis pergeseran relatif dari pensesaran (Ragan, 1973). 3.3.2.1 Struktur Kekar Struktur kekar yang dijumpai di daerah penelitian terjadi akibat proses tektonik dan volkanisme. Kekar akibat tektonik berupa kekar gerus yang saling berpasangan. Rekahan yang terbetuk di daerah penelitian sebagian besar telah terisi oleh mineral. Rekahan-rekahan tersebut terisi oleh mineral silika, atau biasanya disebut dengan urat kuarsa. 28

3.3.2.2 Struktur Sesar Berdasarkan pendekatan dan metoda di atas, penulis menemukan adanya 8 buah struktur mendatar (Gambar 3.6) (Lampiran C dan D). Sesar-sesar tersebut adalah: Gambar 3.6 Lokasi dan nama sesar di daerah penelitian 29

3.3.2.2.1 Sesar Tongoloka Sesar Tongoloka memanjang baratlaut-tenggara. Sesar ini berada di bagian tengah daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan data berupa kekar gerus dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N163ºE/50ºSW, nilai pitch sebesar 28º, serta net slip 70º, N269ºE. Arah tegasan utama sesar ini berarah 46º, N217ºE. berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Tongoloka adalah sesar menganan naik. 3.3.2.2.2 Sesar Uka Sesar Uka memanjang baratlaut-tenggara. Sesar ini berada di bagian tengah daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan data berupa kekar gerus dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N155ºE/60ºSW, nilai pitch sebesar 38º, serta net slip 57º, N266ºE. Arah tegasan utama sesar ini berarah 42º, N212ºE. berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Uka adalah sesar menganan naik. 3.3.2.2.3 Sesar Katala Sesar Katala memanjang baratlaut-tenggara. Sesar ini berada di bagian tengah daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan data berupa kekar gerus, cermin sesar dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N142ºE/75ºSW, nilai pitch sebesar 30º, serta net slip 64º, N238ºE. Arah tegasan utama sesar ini berarah 61º, N184ºE. berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Katala adalah sesar menganan naik. 3.3.2.2.4 Sesar Air Merah Sesar Air Merah memanjang baratlaut-tenggara. Sesar ini berada di bagian tengah daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan data berupa kekar gerus dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N155ºE/66ºSW, nilai pitch sebesar 20º, serta net slip 74º, N252ºE. Arah tegasan utama sesar ini berarah 62º, N205ºE. berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Air Merah adalah sesar menganan naik. 3.3.2.2.5 Sesar Sekongkang Sesar Sekongkang memanjang baratlaut-tenggara. Sesar ini berada di bagian tengah daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan data berupa kekar gerus dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N152ºE/74SW, nilai pitch sebesar 30

13º, serta net slip 77º, N245ºE. Arah tegasan utama sesar ini berarah 71º, N215ºE. berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Sekongkang adalah sesar menganan naik. 3.3.2.2.6 Sesar Jereweh Sesar Jereweh memanjang baratlaut-tenggara. Sesar ini berada di bagian tengah daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan data berupa kekar gerus dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N132ºE/66SW, nilai pitch sebesar 23º, serta net slip 68º, N231ºE. Arah tegasan utama sesar ini berarah 59º, N198ºE. berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Jereweh adalah sesar menganan naik. 3.3.2.2.7 Sesar Bambu Sesar Bambu memanjang timurlaut-baratdaya. Sesar ini berada di bagian tengah daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan data berupa kekar gerus dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N24ºE/55SE, nilai pitch sebesar 33º, serta net slip 62º, N272ºE. Arah tegasan utama sesar ini berarah 40º, N344ºE. berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Bambu adalah sesar mengiri naik. 3.3.2.2.8 Sesar Santong Sesar Santong memanjang timurlaut-baratdaya. Sesar ini berada di bagian tengah daerah penelitian. Penentuan sesar ini berdasarkan data berupa kekar gerus, cermin sesar dan breksiasi. Dari data tersebut, dapat diketahui kedudukan bidang sesar ini N30ºE/68SE, nilai pitch sebesar 22º, serta net slip 69º, N291ºE. Arah tegasan utama sesar ini berarah 61º, N2ºE. berdasarkan data pitch dan kemiringan sesar, Sesar Santong adalah sesar mengiri naik. 3.3.2.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Daerah Penelitian Secara regional Pulau Sumbawa merupakan busur magmatik yang terbentuk akibat subduksi Lempeng Samudera Australia terhadap Lempeng Benua Eurasia. Kecepatan penunjaman Samudera Hindia ke Utara adalah 6 cm/tahun (Hamilton, 1979). Arah tegasan mempengaruhi Pulau Sumbawa yaitu relatif utara-selatan, sehingga konsep yang diterapkan di daerah penelitian berupa Konsep Pure Shear (Gambar 3.7). Sesar yang dijumpai di daerah penelitian merupakan sesar mendatar berarah baratlauttenggara yang terbentuk pada pertengahan Pliosen Awal dan sesar mendatar berarah timurlaut-baratdaya yang terbentuk pada akhir Pliosen Awal.. 31

Akibat dari kompresi berarah akibat subduksi dari selatan Sumbawa terbentuk sesar berarah timurlaut-baratdaya (Bambu dan Santong) lalu kompresi tersebut terus berlanjut sehingga pada daerah penelitian terbentuk sesar berarah baratlaut-tenggara yang memotong sesar berarah timurlaut-baratdaya (Tongoloka, Katala, Uka, Air Merah, Sekongkang, Jereweh). Gambar 3.7 Konsep Pure Shear (Corbett, 1996). 32