BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2008). Provinsi Jawa Tengah (Jateng), termasuk salah satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang berpenduduk dengan struktur tua (lansia). Data Departemen Sosial (Depsos) menyebutkan bahwa jumlah penduduk dengan struktur tua (lansia) mencapai 9,36%. Jumlah lansia di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Jika tahun 1990 menjadi 12,7 juta jiwa (6.29%), tahun 2000 sebanyak 14,4 juta jiwa (7,18%) dan tahun 2010 meningkat menjadi 16,8 juta jiwa (7,78%). Pada tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai 28,8 juta orang, atau sekitar 11,34%. Berdasarkan jumlah tersebut, Indonesia termasuk negara berstuktur penduduk tua (lansia), karena jumlah penduduk usia lanjutnya lebih dari 7% diatas ketentuan badan dunia (BKKBN, 2009). Istilah lansia (lanjut usia) pertama kali digunakan oleh Ignas Leo Vascer seorang dokter Amerika yang diartikan sebagai sekelompok manusia yang dianggap telah lanjut usianya. WHO memberikan definisi bahwa tua kronologis adalah seseorang telah 1
2 berumur 65 tahun atau lebih, sedangkan tua psikologis adalah seseorang yang belum berumur 65 tahun tapi secara fisik sudah tampak seusia 65 tahun, misalnya karena suatu stress emosional. Tua fisik adalah seseorang yang tampak tua karena menderita suatu penyakit kronik (Darmodjo & Hadi, 2004). Salah satu aspek utama dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal dan untuk memastikan keterjagaan di siang hari guna menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang tinggi (Stanley, 2006). Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur (Hidayat, 2008). Insomnia adalah keadaan dimana seseorang sulit tidur, sering terbangun pada malam hari atau tidak dapat tidur dengan lelap (Pratiwi, 2009). Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis, atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila di bandingkan dengan lansia yang sehat. Beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan disiang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup (Amir, 2007). Gejala dan tanda yang muncul sering kombinasi
3 dari ketiga gangguan tersebut dan dapat muncul sementara maupun kronik (Karjono dan Rejeki, 2010). Beberapa factor penyebab lain, misalnya lansia yang telah pension dan mengalami perubahan sosial, kematian pasangan atau teman dekat, serta peningkatan penggunaan obat-obat (Darmodjo & Hadi, 2004). Insomnia merupakan persepsi atau keluhan kekurangan tidur disebabkan berbagai faktor, diantaranya kesulitan tidur, terjaga dari tidur terlalu cepat dan tidur yang tidak nyaman (Wedhaswary, 2008). Insidensi tahunan insomnia sekitar 5% pada usia lanjut. Insidensi keseluruhan insomnia adalah serupa pada laki-laki dan perempuan, tetapi lebih tinggi diantara pria usia 85 tahun dan lebih tua. Pendapatan lebih rendah, pendidikan lebih rendah,dan menjadi seorang janda dikaitkan dengan peningkatan resiko untuk insomnia. Prevalensi insomnia dilaporkan dalam daerah dari Amerika Serikat dan di Negara lain adalah serupa dan berkisar antara 30% dan 60% (Kamel, 2006). Prevalensi insomnia di Indonesia sekitar 10%. Artinya, kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk Indonesia menderita insomnia (Anonymous, 2006). Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti pada wawancara dengan bagian kesehatan ruang poliklinik Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang diperoleh informasi bahwa di Unit Rehabilitas Sosial tersebut terdapat 115 Lansia yang terdiri dari 76 lansia perempuan dan 39 lansia laki-laki, dari jumlah
4 tersebut sekitar 75% lansia mengalami insomnia yang menyebabkan depresi sampai demensia, alasan penyebab insomnia yang dialami lansia tersebut biasanya mengarah pada kejadian masa lalunya, lingkungan bising yang tidak nyaman. Gangguan terhadap tidur pada malam hari (insomnia) akan menyebabkan mengantuk pada hari berikutnya. Mengantuk merupakan faktor risiko untuk terjadinya kecelakaan, jatuh, penurunan stamina, dan secara ekonomi mengurangi produktivitas seseorang. Hal lain yang dapat terjadi adalah ketidakbahagiaan, dicekam kesepian, dan yang terpenting mengakibatkan penyakitpenyakit degeneratif yang sudah diderita mengalami eksaserbasi akut, pemburukan, dan menjadi tidak terkontrol lagi (Darmodjo, 2010). Insomnia perlu mendapatkan penanganan yang serius. Penatalaksanaan insomnia dapat dilakukan secara farmakologis maupun nonfarmakologis. Secara farmakologis dapat digunakan obat-obatan hipnotik sedatif seperti Zolpidem, Tradozon, Klonazepam, dan Amitriptilin. Secara nonfarmakologis perawat dapat melakukan tindakan-tindakan mandiri keperawatan seperti: mengurangi distraksi lingkungan, memberikan aktivitas di siang hari sesuai indikasi, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam atau relaksasi otot progresif, dan melakukan masase punggung. Menurut Carpenito (2009), tidur yang baik akan dicapai bila seseorang dalam
5 keadaan rileks. Salah satu cara non farmakologis yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang mengalami insomnia adalah massage punggung. Massage adalah proses menekan dari menggosok, atau memanipulasi otot-otot dan jaringan lunak lain dari tubuh.massage dapat dapat diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik. Massage punggung atau sering diistilahkan effleurage merupakan teknik yang sejak dahulu digunakan dalam keperawatan untuk meningkatkan relaksasi dan istirahat(kusharyadi dan Setyohadi, 2011). Hasil riset (Labyak & Metzger, 2009) menyatakan bahwa gosokan punggung sederhana selama 3 menit dapat meningkatkan kenyamanan dan relaksasi klien serta memiliki efek positif pada parameter kardiovaskuler seperti tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernafasan. Massage memiliki banyak manfaat pada sistem tubuh manusia seperti mengurangi nyeri otot, pada sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan sirkulasi dan merangsang aliran darah keseluruh tubuh, dapat juga menstimulasi regenerasi sel kulit dan membantu dalam barrier tubuh, serta efeknya pada sistem saraf dapat menurunkan insomnia (Kusharyadi dan Setyohadi, 2011).
6 Darmodjo dan Hadi (2004) mengatakan bahwa pada golongan lansia, berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistem tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Lansia yang menderita insomnia dapat ditangani dengan terapi non farmakologik, diantaranya yaitu sleep restriction therapy, terapi pengontrolan stimulus, higiene tidur, relaksasi dan biofeedback. Tidur yang baik akan dicapai bila seseorang dalam keadan rileks. Salah satu cara non farmakologis yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang mengalami insomnia adalah massage punggung(carpenito, 2009). B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan gerontologi dengan intervensi memberikan terapi massage punggung terhadap kualitas tidur pada lansia di Unit Rehabilitas Sosial Pucang Gading Semarang dengan insomnia 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan hasil pengkajian pada lansia dengan insomnia. b. Mendiskripsikan diagnosa keperawatan lansia dengan insomnia yang diberikan terapi massage punggung
7 c. Mendiskripsikan rencana keperawatan lansia dengan insomnia yang diberikan terapi massagepunggung d. Mendiskripsikan implementasi keperawatan lansia dengan insomnia yang diberikan terapi massage punggung e. Mendiskripsikan evaluasi keperawatan lansia dengan insomnia yang diberikan terapi massage punggung C. MANFAAT PENULISAN Hasil laporan ini dapat memberikan manfaat praktis dalam keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan memberikan massage punggung pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang dengan insomnia supaya dapat meningkatan kualitas tidur. Juga diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan lanjut usia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang hendaknya dapat mengaplikasikan massage pungung sebagai salah satu terapi nonfarmakologis untuk penatalaksanaan insomnia khususnya untuk meningkatkan kualitas tidur.