BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini, isu tentang investasi mulai marak di Indonesia.Ahli-ahli investasi sering tampil dalam seminar maupun acara TV.Banyak produk yang menjadi objek dari investasi, antara lain properti, tanah, emas, obligasi, deposito, dan saham. Saham adalah salah satu instrumen investasi yang murah sekaligus perkembangan minatnya sangat tinggi di Indonesia, terbukti dengan bertambahnya emiten di BEI yang sekarang menjadi 460 dan volume perdagangan saham yang semakin meningkat. Alasan minat investasi akan saham yang sangat tinggi, didukung oleh sifat saham itu sendiri yaitu sifatnya yang mudah diperdagangkan (marketable securities) dan biaya transaksi yang murah. Pada investasi saham, investor dapat memiliki capital gain (selisih antara harga jual dengan harga beli saham) dan dividen. Pada dividen,tidak semua perusahaan membagikannya, tergantung dari kas dan kebijakan perusahaan dan pembagian dividen juga hanya terjadi pada periode tertentu. Oleh karena itu, mayoritas investor saham berinvestasi dengan mengambil keuntungan melalui capital gain. Hal ini juga didukung dengan sifat saham yang mudah diperdagangkan, yang dapat dilakukan setiap waktu selama waktu kerja bursa pasar modal. Saham-saham tersebut diperdagangkan di pasar modal. Menurut definisinya, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, otoritas publik maupun swasta (Husnan, 2003). Melalui pasar modal investor dapat membuat diversivikasi investasi dengan membuat portofolio. Portofolio merupakan kombinasi asset sedemikian rupa hingga risiko.
Salah satu teori keuangan yang berkaitan dengan pasar modal adalah Efficient Market Hypothesis (Fama, 1970). Teori ini menjelaskan harga sekuritas sudah mencerminkan seluruh informasi yang sudah ada. Secara lebih spesifik, pergerakan harga saham akan mengalami pola random yang pergerakan harga bersifat acak dan tidak dapat diprediksi. Dengan demikian, karena informasi bersifat tidak berbiaya maka return yang didapat investor tidak akan mengalahkan pasar. Akan tetapi, pada kenyataannya, pasar modal yang terjadi bukan pasar efisien.informasi yang beredar tidak gratis dan bebas sehingga menyebabkan anomali-anomali. Beberapa contoh anomali tersebut diantaranya monday effect, intraday effect, january effect, market overreaction dan size effect. Berbagai anomali pasar telah didokumentasikan dalam literature-literatur riset keuangan dan salah satunya adalah market overreaction. Salah satu penelitian market overreaction yang terkenal adalah penelitian De Bondt dan Thaler (1985). Dalam penelitiannya, mereka menyatakan pergerakan ekstrem harga saham ke arah sebaliknya. Perilaku ini disebabkan karena reaksi berlebihan dari investor terhadap informasi-informasi yang tidak terduga sehingga harga saham melewati nilai fundamentalnya. De Bondt dan Thaler (1985), dengan menggunakan sampel data bulanan pasar saham Amerika tahun 1933 hingga 1980, meneliti market overreactiondengan membentuk dua portofolio yakni portofolio winner dan loser. Portofolio winner adalah kumpulan saham yang memiliki kecenderungan return yang bersifat positif, sedangkan portofolio loser adalah kumpulan saham yang memberikan kecenderungan return negatif. Hasil dari penelitian mereka adalah terjadi fenomena market overreaction pada pasar saham Amerika Serikat, terutama pada saham loser dimana pada periode pengujiannya saham-saham ini mengungguli portofolio winner sebesar 25%, walaupun portofolio loser adalah portofolio yang lebih berisiko. De Bondt dan Thaler (1985), menyatakan bahwa secara lebih luas, market overreaction terjadi karena investor mempunyai kecenderungan untuk menilai terlalu tinggi informasi terbaru yang merubah persepsi dan ekspektasi terhadap perusahaan, sehingga kurang memperhatikan
informasi terdahulu. Kecenderungan ini mengakibatkan terjadinya overvaluation terhadap prospek perusahaan apabila terdapat berita baik, dan undervaluation apabila terdapat berita buruk. Akan tetapi setelah terjadi overvaluation atau undervaluation tersebut, investor menyadari kesalahannya dan harga akan kembali ke bentuk fundamentalnya. Sebagai tambahan, Kahneman dan Tversky (1974) menyatakan sebuah teori bias kognitif yaitu illusion of validity, manusia sering memprediksikan penurunan harga saham di masa depan yang dikarenakan penurunan harga saat ini, sehingga ia akan menjual saham tersebut dan harga pun akan terus turun.selain itu Kahneman dan Tvesky (1974) juga mengajukan sebuah teori yang bernama Prospect Theory. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang tidak puas ketika memperoleh kerugian, akan terus mempertaruhkan sesuatu yang tidak dipertaruhkan orang lain sampai mereka puas. Dengan kata lain, investor akanmenanggung risiko tambahan ketika sedang mengalami kerugian dengan terus membeli saham sehingga nantinya akan menimbulkan harga saham itu sendiri naik. Tekanan pada harga saham inilah yang akan secara temporer menaikkan harga saham dan tercermin pada pembalikan harga. Seiring berjalannya waktu, konsep market overreaction menimbulkan pro dan kontra dari para peneliti. Zarowin (1990) menyimpulkan bahwa market overreactionadalah bentuk lain dari size effect dan hanya berlaku pada perusahaan-perusahaan berskala kecil dan efisiensi pasar hanya terjadi pada perusahaan-perusahaan berskala besar. Dalam penelitiannya Zarowin (1990) menggunakan data yang dipakai De Bondt dan Thaler (1985) pada penelitian market overreaction-nya. Zarowin (1990) melakukan pengotrolan ukuran perusahaan pada portofolio-portofolio saham yang dibuatnya. Setelah itu ia membandingkan tingkat signifikansi perbedaan return portofolio saham yang memiliki ukuran perusahaan besar dengan portofolio saham perusahaan kecil. Hasil dari penelitiannya adalah terjadi perbedaan antara return portofolio saham perusahaan besar dengan return portofolio saham perusahaan kecil.
Penelitian Zarowin (1990) didukung oleh hasil penelitian Yuba (2006) (dalam Indra Prakoso, 2009) yang menyatakan bahwa skala perusahaan akan mengakibatkan perbedaan efisiensi antara perusahaan berskala besar dan kecil. saham perusahaan yang berskala besar akan lebih efisien karena mendapatkan publikasi yang lebih besar sehingga fokus dan perhatian analis akan lebih banyak. Hal ini menyebabkan jika ada sedikit penyimpangan harga dari nilai fundamentalnya, maka akan cepat terjadi penyesuaian. Oleh karena itu, market overreaction memiliki kecenderungan untuk terjadi pada saham-saham perusahaan berskala kecil. Pemaparan di atas telah menjelaskan anomali yang terjadi pada pasar modal serta beberapa variabel yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis akan menguji anomali market overreaction dan pengaruh ukuran perusahaannya. Penulis juga menambahkan variabel likuiditas saham karena variabel ini menjelaskan keelastisitasan saham untuk diperjualbelikan. Secara logika, jika saham mudah dibeli atau dijual maka investor akan memilih saham tersebut dan saham tersebutlah yang sering terkena anomali market overreaction. Penelitian ini menggunakan sampel saham-saham yang tercatat di indeks KOMPAS 100. Hal ini dikarenakan saham-saham yang tercatat pada KOMPAS 100 memiliki pengaruh yang besar pada pembentukan IHSG dan aktif diperdagangkan. Periode formasi yang dipilih adalah Januari 2010 sampai Juni 2010 dan periode pengujiannya adalah setiap 6 bulan sampai Desember 2012. Tujuan dari pola pengambilan periode formasi dan pengujian tersebut adalah mengetahui pola return reversal yang terjadi setiap semesternya. Analisis tes ini juga menggunakan dua sistem perhitungan yaitu uji perbedaan independen tes t dan regresi linear. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa konsisten hasil dari tes yang dilakukan, apakah sesuai jika dilakukan dengan model tes yang berbeda. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada latar belakang, dapat dirumuskan rumusan masalah antara lain:
Dengan demikian perumusannya adalah 1. Apakah terjadi market overreaction yang diindikasikan oleh terjadinya return reversal? 2. Apakah firm size mempengaruhi fenomena market overreaction? 3. Apakah likuiditas saham mempengaruhi fenomena market overreaction? 4. Apakah portofolio loser mampu mengalahkan portofolio winner secara signifikan pada market overreaction? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah 1. Mengetahui apakah ada fenomena market overreaction yang diindikasikan oleh terjadinya return reversal. 2. Mengetahui pengaruh firm size terhadap fenomena market overreaction. 3. Mengetahui pengaruh likuiditas saham terhadap fenomena market overreaction. 4. Mengetahui portofolio loser mampu mengalahkan portofolio winner secara signifikan pada market overreaction 1.4 Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini secara empiris dapat menjadi bukti apakah market overreaction terjadi di bursa saham Indonesia dan bagaimana pengaruh ukuran perusahaan dan likuiditas transaksi saham terhadap fenomena tersebut, sedangkan untuk investor, penelitian ini dapat menjadi referensi mereka dalam berinvestasi. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I: Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II: Landasan Teori Bab ini menguraikan teori yang menjadi dasar penelitian, penelitian terdahulu, kerangka berpikir dan hipotesisnya. BAB III: Metodologi Penelitian Bab ini menjelaskan metode dan data apa yang digunakan, cara pengambilan data dan pengembangan hipotesis penelitian. BAB IV: Analisis Hasil Penelitian Bab ini menguraikan hasil penelitian sesuai dengan metode yang dijelaskan pada bab III secara lebih teknis. BAB V: Penutup Bab ini menjelaskan kesimpulan yang didapat serta saran yang diambil dari hasil penelitian.