BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
AZAS DAN TUJUAN PENYIARAN Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Penyiaran

Ketentuan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran terkait Haluan Dasar, Karakteristik Penyiaran, dan Prinsip Dasar Penyiaran di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada hakikatnya sudah dikenal sejak lama sebelum kebudayaan tulis atau

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016 MEWUJUDKAN KPI PUSAT DAN KPI DAERAH SEBAGAI REGULATOR PENYIARAN YANG EFEKTIF

TV 96% Radio 38% Koran 8% Online 40% Internet

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 005/SK/KPI/5/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kotak kecil yang dapat memunculkan gambar dan suara ini kerap disebut

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, maupun komunikasi. Salah satu buah

UPAYA PEMAJUAN PENYELENGGARAAN PENYIARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Fungsi Kontrol Publik Dalam Penyelenggaraan Penyiaran Di Indonesia Oleh: Akhmad Aulawi *

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

TERDIRI DARI 64 pasal, dan 12 bab

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 22 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM & ETIKA PENYIARAN : MENGAPA PERLU DISENSOR DAN DIAWASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Media massa memberikan kesempatan kepada manusia untuk mempublikasikan ide-ide kreatif,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RAN TV SEBAGAI TELEVISI SIARAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN

NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. Zona-2 1) Izin Prinsip (Baru) Per Izin 1,315,000 2) Izin Tetap (Baru) Per tahun 927,000 3) Izin Perpanjangan Per tahun 1,190,000

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SUARA PASURUAN

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pedoman Wawancara. 1. Mengapa perlunya ada perubahan status dari Radio Republik Indonesia? 3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan RRI harus berubah?

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL MURAKATA TELEVISI

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa. 3 Televisi. mudah untuk diakses masyarakat, yang kemudian menjadikan televisi

HASIL SURVEY INDEKS KUALITAS PROGRAM SIARAN TV Periode Maret-April 2015

Diskusi Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2017

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Lampung

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kurangnya 51 tahun. Sampai detik ini, terdapat banyak stasiun televisi nasional yang

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO KABUPATEN KETAPANG

Lex et Societatis, Vol. II/No. 1/Januari/2014. SANKSI PIDANA DALAM PENYIARAN AUDIOVISUAL (TELEVISI) DI INDONESIA 1 Oleh : Gabriella Tumbelaka 2

BAB. I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDOENSIA Nomor 02 Tahun 2007 Tentang PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, & Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

Komisi Penyiaran Indonesia Pusat

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dan selalu diwarnai nilai-nilai yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Informasi yang cepat dan mampu menjangkau khalayak telah menjadi

2017, No diatur secara komprehensif sehingga perlu pengaturan perbukuan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, h

PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat. Apalagi banyak masyarakat yang membutuhkan teknologi itu

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologi kita. 1. tersebar banyak tempat, anonym dan heterogen.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Umatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP. Dari pemaparan yang telah disampaikan mulai dari Bab I sampai Bab IV

BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BUPATI PELALAWAN PROVINSI RIAU

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Ketika mendengar Berita Kriminal Sergap di RCTI, sekilas. dan penjelasan yang panjang sehingga membuat pendengar atau pemirsa

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL KABUPATEN REMBANG RADIO CITRA BAHARI

Komisi Penyiaran Indonesia PEDOMAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat kita lepaskan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap perilaku kita di kehidupan sehari-hari. Seharusnya, televisi bisa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BUPATI SANGGAU PERATURAN BUPATI SANGGAU NOMOR TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIAR PUBLIK LOKAL RADIO PUBLIK LOKAL KABUPATEN SANGGAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang yang cukup signifikan antar pelaku usaha, praktik monopoli atau

PEMERINTAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern saat ini, televisi dapat memberikan nilai-nilai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, mereka adalah komunitas, konsumen, pemerintah dan pers.

KECENDERUNGAN PELANGGARAN PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DAN STANDAR PROGRAM SIARAN

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

1 of 10 3/17/2011 4:26 PM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dengan makin berkembangnya teknologi komunikasi yang dapat

Tanggapan KPI terhadap aduan warga yang keberatan dengan sinetron Tukang Bubur Naik Haji (RCTI) dan

BAB I PENDAHULUAN. ruang publik, sebagai Public Service atau pelayanan publik. Hal ini tujuan untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Sejak Tahun 2014, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah memberikan sanksi kepada beberapa stasiun televisi yang menyiarkan tayangan bermasalah. Adapun sanksi-sanksi tersebut dijatuhkan karena beberapa hal seperti bermuatan mistik, horor maupun supranatural, melanggar norma kesopanan dan kesusilaan, melanggar nilai-nilai pendidikan, tidak melindungi anak dan remaja serta tidak membatasi adegan kekerasan. Hal itu terlihat dari salah satu tayangan sinetron bermasalah yang berjudul Ganteng-Ganteng Serigala, tayangan tersebut diproduksi oleh Amanah Surga Production dan ditayangkan di SCTV. KPI sudah mengeluarkan surat teguran pada tayangan tersebut karena dianggap telah melanggar norma kesopanan dan kesusilaan yang telah menayangkan adegan laki-laki dan perempuan sedang berpelukan dan mengenakan seragam sekolah. Begitu juga dengan tayangan 7 Manusia Harimau, tayangan tersebut diproduksi oleh Produksi Sinemart dan ditayangkan di RCTI. KPI juga mengeluarkan surat teguran karena dianggap tidak membatasi adegan kekerasan dan bermuatan supranatural, terlihat pada adegan remaja laki-laki yang saling memukul dan menendang. Serta menayangkan adegan saat artis bernama Syahnaz mematikan bara api dengan tangannya dan juga mengandung adegan santet. Namun, pemberian sanksi oleh KPI kepada para pelaku pelanggaran ternyata tidak memberikan efek jera. Tayangan di televisi masih terus melakukan pelanggaran meski sudah berulang kali dijatuhi sanksi. Disadur dari situs remotivi.or.id penyebabnya adalah bahwa KPI dinyatakan tidak serius menjatuhkan sanksi. Seharusnya semakin banyak melakukan pelanggaran maka sanksi yang diberikan pun harus berat, tapi kenyataannya tidak demikian, justru tetap atau malah semakin ringan. Sanksi yang diberikan hanyalah berupa teguran dan peringatan, seharusnya diperlukan pula sanksi denda sebab hal demikian diyakini dapat menimbulkan efek jera industri televisi. Seperti tercantum dalam

P3SPS Tahun 2012 Bab XXX pasal 75 bahwa pemberian sanksi meliputi beberapa hal diantaranya: a. Teguran tertulis b. Penghentian sementara mata acara bermasalah melalui tahap tertentu c. Pembatasan durasi dan waktu siaran d. Denda administratif e. Pembekuan siaran untuk waktu tertentu f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan siaran g. Pencabutan izin penyelenggaraan siaran KPI adalah kuasi (bentuk terikat semu/ kuasikontrak) suatu negara dalam hal ini menjadi wakil publik untuk hal penyiaran yang fungsinya untuk menerima aduan dari publik mengenai tayangan televisi yang mengandung nilai-nilai negatif. KPI bertugas pula melayani hak publik atas informasi yang sehat dan benar serta menata dan mengawasi isi siaran di Indonesia. Tetapi apakah sejauh ini KPI telah mengoptimalkan kinerjanya dalam memenuhi tanggung jawab?. Sejauh ini, hal-hal yang telah dilakukan oleh KPI tentunya memiliki kesan yang tersimpan di benak publiknya, baik internal maupun eksternal. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya KPI tidak akan terlepas dari penilaianpenilaian akan kesan yang kemudian ditimbulkan oleh publiknya. Karena secara sadar atau tidak, objektif maupun subjektif seringkali kesan yang muncul justru berpengaruh terhadap persepsi yang akan ditimbulkan oleh publik. Seperti halnya yang terdapat di situs remotivi.or.id bahwasanya kerja KPI periode ke empat (2014-2016) yang akan berakhir menimbulkan pertanyaan terhadap KPI itu sendiri. Bagaimana kinerja KPI selama ini, apakah dapat dikatakan bahwa KPI sudah meningkatkan kualitas penyiaran di Indonesia. Terbukti dari survey yang dilakukan secara daring dan diikutsertai 100 orang tersebut, 6% diantaranya merasa puas dan selebihnya tidak puas dimana alasan merasa puas dikarenakan KPI dianggap telah menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dan kinerja KPI telah berdampak bagi masyarakat. Sementara itu beberapa alasan ketidakpuasannya adalah disebabkan masyarakat masih menganggap tayangan televisi masih bermasalah, lemahnya aturan dan sanksi yang diberikan, kurang mendengar aspirasi masyarakat, lemahnya penegakan aturan, tidak memiliki itegritas, dan kurangnya sosialisasi literasi media ke masyarakat.

Perkembangan industri media dan teknologi berlangsung dengan pesat, media cetak dan elektronik seperti surat kabar, majalah, radio dan televisi (penyiaran) merupakan media yang paling sering digunakan oleh masyarakat dari berbagai lapisan sosial terutama masyarakat kota. Tidak jarang media digunakan sebagai alat untuk menyebarkan informasi-informasi yang terkadang hampir tidak dapat terkontrol dengan baik dan serius oleh penegak hukum, belum lagi informasi yang hadir justru menimbulkan nilai-nilai negatif yang tidak diharapakan oleh masyarakat luas. Media penyiaran khususnya, sebagai media yang menjunjung nilai kebebasan berekspresi malah menumbuhkan nilai negatif bagi penonton dan khalayak luas. Sebab itulah KPI lahir untuk membatasi tayangan program-program penyiaran yang mengandung unsur kesusilaan dan melanggar hukum penyiaran. Dasar pembentukannya adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, yang kemudian mengamanatkan bahwa KPI harus terbentuk satu tahun setelah berlakunya undang-undang tersebut. Berdasarkan keputusan presiden tertanggal 26 Desember 2003, Pasal 7 Ayat 3 berbunyi: KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi. Pasal 9 Ayat 6 berbunyi, pendanaan KPI Pusat berasal dari APBN dan pendanaan KPI Daerah berasal dari APBD. KPI berkewajiban mengawal dan menjaga tujuan dibentuknya undangundang tersebut. Ditegaskan juga bahwasanya penyiaran diselenggarakan dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, kebebasan, etika, keamanan, keberagaman, kemitraan, kemandirian dan tanggung jawab. KPI sebagai lembaga penyiaran merupakan bagian dari kegiatan komunikasi massa yang fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta fungsi ekonomi dan kebudayaan. Jasa penyiaran dibagi menjadi jasa penyiaran radio dan televisi yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas dan lembaga penyiaran berlangganan. KPI mengatur seluruh siaran yang dipancarakan dan diterima secara bersamaaan oleh khalayak luas, oleh karena itu isi siaran harus bernilai positif, menjaga nilai moral, budaya, tanggung jawab dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan

Beradab demi terciptanya pembentukan sikap, pendapat dan perilaku yang tidak menyimpang. Terkait mengenai keterbukaan akses, partisipasi, serta perlindungan dan kontrol publik, pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 8 dinyatakan, Ayat 1: KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Ayat 2: dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang: menetapkan standar program siaran; menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran; mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; melakukan koordinasi dan atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. Serta pada ayat 3: KPI mempunyai tugas dan kewajiban: menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait; memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang; menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; dan menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran (http://www.kpi.go.id). Sebagai sebuah lembaga, KPI diharuskan menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan undang-undang yang berlaku agar dapat mempertahankan keberadaan dan menjalankan fungsinya. KPI sebagai sebuah lembaga bekerja untuk penyelenggara penyiaran dan masyarakat luas sebagai proses mencapai tujuan, yaitu memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Kesan atau pemikiran yang muncul berdasarkan pengalaman mengenai suatu hal biasa disebut dengan citra. Citra umumnya diartikan sebagai cara

seseorang memandang sesuatu sesuai dengan kerangka berpikir dan pengalaman yang diterima sebelumnya. Persepsi terhadap lembaga didasari pada apa yang diketahui atau yang dikira mengenai lembaga yang bersangkutan. Pemikiran ataupun citra yang terbentuk dibenak publik sangat penting dalam penilaian keberhasilan sebuah lembaga (dalam Sutojo, 2004: 3). Menurut Lawrence L. Steinmetz, Ph.D (dalam Sutojo, 2004: 1) citra adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan, benda atau organisasi. Bagi sebuah lembaga/ perusahaan/ institusi, citra dapat diartikan sebagai sebuah persepsi terhadap jati diri lembaga dimana hal tersebut dapat didasari oleh pengalaman dan apa yang masyarakat ketahui mengenai lembaga tersebut karenanya citra dapat diartikan berbeda oleh orang yang berlainan berdasarkan pandangan masing-masing pihak. Seperti contoh tiga orang buta dapat mempersepsikan bentuk tubuh gajah dengan berbeda-beda, orang buta pertama mengira belalai gajah adalah seekor ular, orang buta kedua mengira kuping gajah adalah sebuah kipas, dan orang buta ketiga mengira kaki gajah adalah sebuah pilar. Dengan memegang sebagian tubuh gajah, ketiga orang buta tersebut memiliki persepsi yang berbeda-beda akan bentuk tubuh gajah. Citra dapat menjadi pengaruh dalam mengambil suatu keputusan, seseorang bisa percaya atau tidak percaya terhadap apa yang dilihatnya. Citra yang muncul bisa saja positif dan negatif, hal itu tergantung bagaimana publik memberikan kesan terhadap pengalaman yang telah didapatkan. Citra positif yang dihasilkan sebuah lembaga dapat menjadi penyelamat di saat masa-masa krisis. Selain itu citra positif dapat meningkatkan kerjasama dengan mendapatkan dukungan dari pihak luar, meningkatkan investasi, mendukung keberhasilan kerja. Karena itu, citra positif perlu dibangun untuk peningkatan keberhasilan dan keberlanjutan sebuah lembaga. Citra yang positif juga merupakan cikal bakal yang dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi lembaga itu sendiri, salah satunya untuk mengambil keputusan penting dalam mepertahankan eksistensi lembaga (daya saing). Berbanding terbalik dengan citra negatif karena citra yang negatif dalam menimbulkan kesan yang kurang baik begitu pun dapat menjadi pengaruh berkurangnya kepercayaan masyarakat.

Berdasarkan hasil survey di remotivi.or.id tersebut dapat kita lihat bahwa citra yang ditampilkan oleh KPI dapat bernilai positif dan negatif oleh publik. Publik sasaran komunikasi terbagi menjadi internal dan eksternal. Publik internal merupakan publik yang berada di dalam lembaga, seperti karyawan, manajemen, pemegang saham, direksi perusahaan dan lain sebagainya. Sementara publik eksternal adalah publik yang berada di luar lembaga seperti masyarakat, pers, pelanggan mahasiswa, dan lain sebagainya. Citra yang terbentuk dari kedua publik ini mempunyai peran yang signifikan dalam keberlanjutan lembaga. Sehingga untuk membangun citra yang baik dibutuhkan hubungan yang baik diantara lembaga dan publiknya. Secara logika, apabila suatu lembaga mengalami krisis kepercayaan dari publik atau masyarakat umum, maka akan membawa dampak negatif terhadap citranya. Bahkan akan terjadi penurunan citra sampai pada titik yang paling rendah (lost of image). Pada sebuah lembaga yang bertugas dalam pembentukan citra di mata publik adalah seorang public relations, seperti di dalam KPI itu sendiri seorang public relations dituntut untuk mengikuti teknologi yang update serta memanfaatkan teknologi yang berkembang agar bisa menjalin hubungan baik dengan publik secara daring maupun langsung. Tidak sampai disitu saja, public relations KPI melalui tugasnya untuk mendekatkan diri kepada publik dan membentuk citra yang positif selalu menindaklanjuti segala aduan dari publik agar publik itu dapat mempercayai dan dapat mengapresiasi kinerja KPI. Penelitian ini berfokus pada citra yang ditampilkan oleh KPI kepada publiknya apakah bernilai positif maupun negatif sesuai dengan bagaimana KPI telah menjalankan tugas, kewajiban, fungsi dan wewenang selama ini. Adapun publik yang dimaksud adalah publik eksternal, yaitu praktisi penyiaran, akademisi dan mahasiswa Ilmu Komunikasi di Kota Medan. Alasan peneliti memilih praktisi penyiaran, akademisi dan mahasiswa Ilmu Komunikasi adalah karena mereka dianggap dapat lebih kritis dalam menilai citra yang ditampilkan oleh KPI sebagaimana informan tersebut adalah orang yang paling mengerti dan dapat memberikan penilaian terhadap kinerja dan apa-apa yang sudah diberikan KPI kepada publik selama ini.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti CITRA KOMISI PENYIARAN INDONESIA (Studi Deskriptif Kualitatif Citra Komisi Penyiaran Indonesia di Mata Praktisi Penyiaran, Akademisi Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Kota Medan) untuk melihat bagaimana publik eksternal menilai citra KPI tanpa mengetahui apa yang KPI lakukan di luar pengetahuan publik luas sehingga menimbulkan citra di benak publik serta mampu mempertahankan keberlanjutan lembaga tersebut. 1.2 Fokus Masalah Tujuan dari fokus masalah adalah untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas. Berdasarkan konteks masalah yang terlah diuraikan di atas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana citra Komisi Penyiaran Indonesia di mata publik eksternal yaitu Praktisi penyiaran, akademisi dan mahasiswa Ilmu Komunikasi di Kota Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui citra Komisi Penyiaran Indonesia di mata publik eksternal yaitu praktisi penyiaran, akademisi dan mahasiswa Ilmu Komunikasi di Kota Medan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas atau menambah khasanah penelitian di Departemen Ilmu Komunikasi serta dapat memberikan kontribusi agar penelitian ini dapat menjadi referensi dan sumbangan pemikiran bagi pembacanya. 2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan bagian dari ilmu yang peneliti terapkan selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU, serta diharapkan mampu memperluas pengetahuan, memperkaya wawasan peneliti. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada siapa saja yang berkenan membaca penelitian ini terutama lembaga independen KPI dan praktisi penyiaran di Indonesia.