BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. Sejak zaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

minyak mimba pada konsentrasi 32% untuk bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, 16% untuk bakteri Salmonella typhi dan 12,5% terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat

BAB I PENDAHULUAN. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) merupakan buah yang

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB I PENDAHULUAN. adalah bakteri. Penyakit karena bakteri sering terjadi di lingkungan sekitar, salah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa

BAB I PENDAHULUAN. terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit yang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan tumbuhtumbuhan. Banyak sekali tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat telah digunakan secara

5. Media Mekanisme kerja antimikroba Pengukuran aktivitas antibiotik Ekstraksi Kromatografi Lapis Tipis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah daun beluntas menghilangkan bau badan.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

bahan-bahan alami (Nascimento dkk., 2000).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB I PENDAHULUAN. tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Tanaman sirih dan daun sirih. Tanaman sirih. Daun sirih segar. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut

Penetapan Kadar Sari

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan program pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Metabolit sekunder Alkaloid Terpenoid Steroid Fenolik Flavonoid Saponin

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri nata dalam

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB I PENDAHULUAN. Di negara berkembang seperti Indonesia banyak sekali faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Uji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian

pertumbuhan dengan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang tampak pada Rf = 0, 67 dengan konsentrasi mulai 3% untuk Escherichia coli dan 2%

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. obat-obatan kimia. Khasiat obat tradisional pada umumnya dipercaya

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah (Dewoto, 2007). dengan demikian dapat menghentikan perdarahan (Tan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Lusia, 2006). Tanaman Obat Indonesia telah banyak dimanfaatkan baik sebagai Obat Tradisional Indonesia (jamu), Obat Herbal Terstandar ataupun Fitofarmaka. Berbagai penelitian dan pengembangan yang memanfaatkan kemajuan teknologi dilakukan sebagai upaya meningkatkan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat bahan alam tersebut (BPOM RI, 2005). Dalam proses pembuatan Obat Tradisional, bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan mutu, baik parameter spesifik dan non spesifik. Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur, dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait seperti paradigma mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk. Standarisasi dilakukan agar tanaman yang akan digunakan sebagai bahan baku obat tradisional memiliki kualitas yang baik sesuai dengan persyaratan (BPOM RI, 2005). Salah satu tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat adalah Beluntas. Tanaman beluntas (Pluchea indica Less.) biasanya hanya digunakan sebagai tanaman pagar dan secara tradisional daunnya digunakan sebagai lalapan atau obat untuk menghilangkan bau badan, obat penurun panas, obat batuk, dan obat antidiare. Beluntas dapat tumbuh di daerah 1

kering pada tanah yang keras dan berbatu, pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut, tanaman ini memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan, dan perbanyakannya dapat dilakukan dengan setek batang pada batang yang cukup tua. Batang tanaman yang dipilih harus sudah cukup tua serta kokoh (Widyawati dkk., 2015). Daun beluntas memiliki kandungan kimia seperti alkaloid, minyak atsiri, dan flavonoid. Alkaloid berfungsi sebagai antibakteri adalah dengan cara merusak komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh, terganggunya sintesis peptidoglikan sehingga pembentukan sel tidak sempurna karena tidak mengandung peptidoglikan dan dindingnya sel hanya meliputi membran sel. Minyak atsiri memiliki aktivitas sebagai antibakteri dengan mekanisme pengrusakan dinding sel bakteri (Cowan, 1999). Flavonoid berfungsi sebagai bakteriostatik dan mekanisme kerjanya mendenaturasi protein sel bakteri dan dapat merusak membran sitoplasma. Senyawa flavonoid dapat merusak membran sitoplasma yang dapat menyebabkan bocornya metabolit penting dan menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan ini memungkinkan nukleotida dan asam amino merembes keluar dan mencegah masuknya bahan-bahan aktif ke dalam sel, keadaan ini dapat menyebabkan kematian bakteri (Prajitno, 2007). Sukaryana dan Priabudiman (2014) meneliti pengaruh pemberian daun beluntas terhadap total kolesterol pada hewan coba ayam. Kadar ekstrak daun beluntas yang diberikan sebesar 10% dan hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan umur dan lama perlakuan yaitu kelompok 1 ayam umur 1 minggu yang diberi perlakuan selama 3 minggu, kelompok 2 ayam umur 2 minggu diberi perlakuan selama 2 minggu, kelompok 3 ayam umur 3 minggu diberi perlakuan selama 1 minggu, dan kelompok 4 2

sebagai kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok 1 menghasilkan kandungan total kolesterol darah terendah, dan ini, Menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun beluntas mampu menurunkan kolesterol dalam darah. Penelitian yang dilakukan oleh Radjani (2013), membuktikan adanya aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun beluntas dengan menggunakan metode difusi agar. Ekstrak dibagi menjadi 5 kelompok konsentrasi yaitu 12%, 24%, 36%, 48%, 60%, dan 1 kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun beluntas mempunyai daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeruginosa pada semua konsentrasi, dengan diameter daya hambat antara 1,203-1,593 cm terhadap Staphylococcus aureus, 1,051-1,430 cm terhadap Bacillus subtilis, dan 1,143-1,525 cm terhadap Pseudomonas aeruginosa. Penelitian lain dilakukan oleh Sibarani, Wowor dan Henoch (2013), yaitu uji efek analgesik ekstrak etanol daun beluntas. Kelompok kontrol negatif diberikan akuades, kelompok kontrol positif diberikan parasetamol, dan 3 kelompok eksperimental diberikan ekstrak etanol daun beluntas, masing-masing dengan dosis 150 mg/kgbb, 300 mg/kgbb, dan 600 mg/kgbb. Pengujian efek analgesik dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri pada hewan uji, berupa rangsangan panas dengan suhu 55 C. Respon mencit yang diamati yaitu gerakan menjilat kaki dan atau melompat. Pengamatan dilakukan selama 1 menit. Pengamatan dilakukan sebelum pemberian zat uji, kemudian berturut-turut pada menit ke-30, 60, 90, dan 120 setelah pemberian zat uji. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun beluntas menunjukkan adanya efek analgesik, namun efek analgesiknya lebih rendah dari parasetamol. 3

Berdasarkan uraian diatas membuktikan bahwa daun beluntas sangat bermanfaat sebagai tanaman obat dan banyak digunakan oleh masyarakat seperti kapsul ekstrak beluntas Tazakka. Seiring dengan meningkatnya teknologi bahan alam dan kecenderungan masyarakat dalam penggunaan produk yang berasal dari bahan alam terutama tumbuhan obat untuk pemeliharaan kesehatan. Maka, diperlukan adanya suatu acuan yang memuat persyaratan mutu bahan alam yang sesuai digunakan sebagai bahan obat. Pada penelitian ini akan dilakukan standarisasi dari daun beluntas yang meliputi parameter spesifik dan parameter non spesifik, karakterisasi terhadap ciri-ciri mikroskopik daun beluntas (Pluchea indica L.), karakterisasi kandungan senyawa metabolit sekunder menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), Penetapan profil spektrum dengan menggunakan spektrofotometer Infrared (IR), dan penetapan kadar senyawa metabolit sekunder dengan spektrofotometri. Data yang diperoleh merupakan data deskriptif yang mencerminkan perolehan data dari 3 lokasi yang berbeda. Daun beluntas yang akan distandarisasi didapatkan dari tiga lokasi yang berbeda dan memiliki letak geografi yang tidak sama. Kelompok yang pertama dikoleksi dari Balai Materia Medika Indonesia (Batu, Malang) terletak pada ketinggian ± 875 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu rata-rata 20-25ºC, kelembaban udara sekitar 80 % dan curah hujan 3.073 mm per-tahun. Kelompok yang kedua dari Balittro (Bogor) yang terletak pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu rata-rata 21ºC sampai 26ºC, kelembaban udara sekitar 70% dan curah hujan 3.500 4000 mm per-tahun. Kelompok ketiga dikoleksi dari Kecamatan Mulyorejo (Surabaya) yang berada pada ketinggian 3-8 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan suhu rata-rata 23,6 C 33,8 C, Curah hujan rata-rata 165,3 mm. 4

Standarisasi simplisia kering daun beluntas diambil dari tiga daerah berbeda dikarenakan kandungan kimia pada daun beluntas tidak dapat dijamin selalu konstan, karena dipengaruhi oleh variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara panen). Standarisasi simplisia merupakan tahap awal untuk memberi acuan persyaratan mutu bahan awal dalam menunjang penelitian berikutnya dalam pengembangan obat herbal. 1.2. Rumusan Masalah a. Bagaimanakah profil standarisasi spesifik dari simplisia kering daun beluntas (Pluchea indica L.)? b. Bagaimanakah profil standarisasi non spesifik dari simplisia kering daun beluntas (Pluchea indica L.)? 1.3. Tujuan Penelitian a. Menetapkan profil standarisasi spesifik dari simplisia kering daun beluntas (Pluchea indica L.) b. Menetapkan profil standarisasi non spesifik dari simplisia kering daun beluntas (Pluchea indica L.) 1.4. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini dapat diperoleh manfaat penelitian berupa informasi nilai standarisasi spesifik dan non spesifik dari simplisia daun Beluntas yang dapat digunakan sebagai acuan pada penelitian-penelitian berikutnya maupun digunakan dalam pembuatan obat herbal terstandar dan fitofarmaka. 5