I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

dokumen-dokumen yang mirip
Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi proses produksi,

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2012 mencapai 9,074,621 Ha.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan minyak kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. PT. Suryaraya Lestari 1 merupakan salah satu industri berskala besar yang

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, Oktober 2012

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

ABSTRACT ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF PALM SHELL WASTE WHEN USED AS ACTIVED CHARCOAL IN RIAU PROVINCE BY : EDWARD SITINDAON

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

METODE PELAKSANAAN. Pelaksanaan kegiatan PKPM berlokasi di PT. BAKRIE PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

! " # $ % % & # ' # " # ( % $ i

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

III. METODE PELAKSANAAN. Pelaksanaan PKPM di PT. Minang Agro yang berlokasi di kenegarian Tiku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pemerintah sedang menggalakkan produksi non-migas,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PELUANG PENGEMBANGAN PABRIK KELAPA SAWIT SKALA KECIL DI DAERAH RIAU 1 (The opportunity in Developing a Small Scale Oil Palm Industry in Riau Region)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY

BAB I PENDAHULUAN. dicapai oleh perusahaan adalah pencapaian laba optimum. Pencapaian laba dirasa

BIOMASSA: BAHAN BAKAR BERSIH UNTUK INDUSTRI KARET DI SUMATERA SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PROPOSAL INVESTASI TRADING TANDAN BUAH SEGAR SAWIT ( TBS ) : KOPERASI AL-ASNHOR SATU NEGERI PEKANBARU : PEKANBARU, RIAU INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit adalah rata rata sebesar 750 kg/ha/tahun. Berarti

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (1999), secara umum komoditi kelompok pertanian memiliki pertumbuhan sangat baik pada dua triwulan terakhir yaitu dari 3,28 persen menjadi 5,45 persen. Selama tahun 1998 sampai semester pertama 1999 volume ekspor komoditas pertanian justru lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yaitu 4,8 persen. Salah satu komoditi pertanian yang cukup menonjol peranannya dalam mendorong pertumbuhan sektor pertanian adalah komoditi kelapa sawit. Indonesia merupakan produsen minyak sawit kedua setelah Malaysia, yang menempati peranan 28,8 persen dari total produksi minyak sawit dunia pada tahun 1996. Perkembangan luas areal kelapa sawit di seluruh Indonesia 1987 1998 disajikan pada Tabel 1. Sesuai dengan perkembangan luas areal yang terus meningkat setiap tahunnya, maka produksi kelapa sawit Indonesia juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1991 luas areal tanaman sawit tercatat seluas 1.310.996 ha, pada tahun 1997 telah mencapai 2.461.827 ha, dan pada tahun 1998 Direktorat Jenderal Perkebunan memperkirakan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 2.633.899 ha. Produksi minyak sawit kasar pada tahun 1991 berkisar 2.657.600 ton, sedangkan pada tahun 1998 diperkirakan sebesar 5.902.178 ton. Produksi minyak inti sawit juga

mengalami peningkatan, dimana pada tahun 1991 jumlahnya adalah 551.345 ton, pada tahun 1998 diperkirakan sebesar 1.302.907 ton. Untuk jelasnya perkembangan produksi minyak sawit dan minyak inti sawit perkebunan kelapa sawit di Indonesia diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, Tahun 1987 1998 Tahun Luas Areal (Ha) Pertumbuhan(%) 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997* 1998** 728.662 862.859 973.528 1.126.677 1.310.996 1.467.470 1.613.187 1.804.149 2.024.986 2.249.514 2.461.827 2.633.899 20,09 18,42 12,82 15,73 16,36 11,94 9,93 11,84 12,24 11,09 9,44 6,99 *) Angka sementara **) Angka perkiraan Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (1998) Tabel 2. Produksi Minyak Sawit di Seluruh Indonesia 1989 1998 Tahun CPO (ton) Pertumbuhan (%) PKO (ton) Pertumbuhan (%) 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997* 1998** 1.964.954 2.412.612 2.657.600 3.266.250 3.421.449 4.008.062 4.479.670 4.898.658 5.385.459 5.902.178-22,78 10,15 22,90 4,75 17,15 11,77 9,35 9,94 9,59 392.889 503.803 551.345 559.274 602.229 796.537 942.063 1.084.676 1.189.603 1.302.907-28,23 9,44 1,44 7,68 32,26 18,27 15,14 9,67 9,52 *) Angka sementara **) Angka perkiraan Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (1998) Sejalan dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit, maka pembangunan pabrik kelapa sawit adalah bagian yang tidak terpisahkan 2

dalam usaha penerapan manajemen teknologi, khususnya pada kegiatan operasi yang menghasilkan produk utama bagi perkebunan. Pada akhir tahun 1992 terdapat 127 pabrik kelapa sawit pengolah tandan buah segar (TBS) dengan kapasitas sebesar 4.587 ton/jam, dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 173 unit dengan kapasitas 6.391 ton/jam (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1998). Pembangunan pabrik kelapa sawit bertujuan untuk menampung hasil produksi dan memproses hasil Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO). Proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi CPO juga menghasilkan limbah yang cukup besar, dimana limbah yang dihasilkan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hasil utama yang diperoleh dari pengolahan tandan buah sawit adalah minyak sawit (CPO) dan inti sawit. Hasil sampingan yang diperoleh ialah tandan kosong, serat, tempurung dan limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit bersumber dari tandan buah sawit, sedangkan limbah cair disebabkan perlakuan pada proses pengolahan yaitu penambahan air yang digunakan pada proses pengenceran, pemisahan inti dengan tempurung, pada hidrosiklon, air pencucian pada pabrik dan hasil pemurnian air pada waktu pengolahan air. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan selain limbah padat dan limbah cair adalah gas yang berasal dari insenerator (Nainggolan,1997) Limbah yang dihasilkan oleh setiap pabrik pengolah kelapa sawit mempunyai karakteristik dan volume yang berbeda-beda, tergantung dari 3

kualitas tandan yang diolah, sistem pengolahan dan pemanfaatan limbah di pabrik. Gumbira-Said (1996) menyatakan bahwa pada umumnya limbah padat yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit adalah 24-35 persen dari tandan buah segar. Jumlah limbah cair yang dihasilkan dari beberapa unit pengolahan adalah 120 m 3 /hari berupa kondesat rebusan, 450 m 3 /hari dari stasium klarifikasi, dan 30 m 3 /hari dari buangan hidrosiklon. Total volume limbah dari setiap pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton Tandan Buah Segar/hari adalah 600 m 3 /hari. Dampak negatif pada lingkungan akibat pembangunan pabrik kelapa sawit disebabkan oleh bobot limbah pabrik kelapa sawit yang harus dibuang ke badan penerima semakin bertambah. Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktivitas manusia, maupun proses-proses alam atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Dikatakan mempunyai nilai ekonomi negatif, karena penanganan limbah memerlukan biaya yang cukup besar, disamping juga dapat mencemari lingkungan. Beban pencemaran lingkungan dari limbah pabrik kelapa sawit serta kandungan bahan organik yang cukup tinggi pada limbah, menuntut pabrik untuk mengolah limbahnya, antara lain melalui daur ulang. Langkah tersebut merupakan upaya untuk mengurangi dampak negatif demi mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan (Gumbira-Sa id, 1996). Kusumaatmadja (1999) menambahkan bahwa pada konsep integrasi lingkungan dengan dunia industri terdapat pemikiran dasar tentang efisiensi-ekologi (eco-efficiency), yang menghasilkan produk yang 4

ramah lingkungan, yang berarti efisien dalam penggunaan bahan baku, efisien dalam proses, efisien dalam penggunaan energi dan akseptabel secara sosial. Dengan sendirinya integrasi lingkungan hidup dengan industri akan menghasilkan efisiensi biaya yang menguntungkan. Pratomo (1997) menyatakan bahwa konsep ekoefisiensi merupakan suatu penilaian terhadap pelaku ekonomi, sejauhmana mereka melakukan usaha untuk minimasi beban ekologis lingkungan. Sementara itu mereka juga melakukan maksimalisasi nilai ekonomi dengan memproduksi dan memasarkan hasil produksi dengan harga yang terjangkau oleh pelanggan (konsumen). Ekoefisiensi merupakan fungsi dari inovasi, tata nilai konsumen dan instrumen kebijakan ekonomi. Tabel 3. Luas Areal, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Tahun 1994-1995 di Propinsi Jambi Uraian 1994 1995 101.468 34.093 382.497 11,22 Luas Areal (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Jambi, 1996. 118.607 40.797 448.863 11,00 Propinsi Jambi merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi pengembangan komoditi kelapa sawit. Pada tahun 1987 produksi minyak kelapa sawit baru mencapai 587 ton kemudian meningkat menjadi 448.853 ton pada tahun 1995 (Anonim, 1995). Perkembangan luas areal, luas panen, produksi dan produktivitas kelapa sawit tahun 1994-1995 di Propinsi Jambi diperlihatkan pada Tabel 3. Dalam usaha pengembangan perkebunan kelapa sawit di Propinsi Jambi maka sejak tahun 1990 telah dibangun pabrik kelapa sawit, 5

diantaranya pabrik kelapa sawit Pinang Tinggi di Kabupaten Batanghari, Propinsi Jambi dengan kapasitas 60 ton TBS per jam. Limbah padat berupa tandan kosong yang dihasilkan pabrik diatas adalah 23 persen dari tandan buah segar sedangkan serabut dan tempurung hanya sebesar 10 18 persen, sedangkan limbah cair yang dihasilkan adalah + 700 liter/ton TBS. Pemanfaatan limbah sampai saat ini belum dilakukan secara optimal, baik untuk limbah padat, cair maupun gas. Di sekitar pabrik masih terjadi penumpukan limbah padat sekalipun usaha untuk menguranginya telah dilakukan yaitu dengan pembuatan abu sebagai pupuk dan mulsa dari janjang kosong kelapa sawit. Penumpukan limbah tersebut berasal dari limbah serabut dan cangkang (tempurung) yang belum dimanfaatkan. Diperkirakan 70 persen dari limbah serabut dan cangkang telah dimanfaatkan untuk menghasilkan energi pada dapur ketel, sedangkan sisanya belum dimanfaatkan sehingga menimbulkan permasalahan pembuangan limbahnya. Masalah yang sama juga terjadi pada limbah cair, sekalipun proses pengolahan limbah cair sudah dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran dengan menurunkan kadar Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxyygen Demand (COD), Suspended Solid (SS), Total Solid (TS) dan kemasaman (ph) secara biologis. Melalui sistem kolam (pounding sistem) yang diterapkan dapat dihasilkan padatan yang mengandung bahan organik yang cukup tinggi. Sampai saat ini belum dilakukan upaya yang intensif untuk memanfaatkan padatan dan air 6

limbah kelapa sawit. Diperkirakan dalam jangka panjang dapat terjadi pencemaran terhadap badan pembuangan ke aliran sungai akibat penambahan bobot limbah yang dihasilkan. Pencemaran udara juga dapat terjadi akibat dilepaskannya gas yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit maupun dari proses pengolahan limbah cair di pabrik kelapa sawit. Adanya pencemaran, baik yang berasal dari limbah cair, padat maupun gas, merupakan tanda inefisiensi operasi suatu perusahaan. Pada hakekatnya limbah yang dikeluarkan bukan merupakan sisa (waste) tetapi merupakan bahan mentah tidak dijadikan produk jadi (finished good) oleh proses produksi. Maka besarnya limbah dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat efisiensi suatu pabrik (Mustakim, 1996). Mengingat dampak negatif yang dapat terjadi dari limbah pabrik kelapa sawit tersebut dan dalam usaha menerapkan ekoefisiensi pada industri kelapa sawit, dimana ekoefisiensi digunakan untuk mengetahui efisiensi ekonomi pada kondisi ketahanan ekologi yang mantap, maka perlu dikaji manajemen teknologi dan penerapan ekoefisiensi pada pabrik kelapa sawit baik untuk mengurangi dampak negatif pencemaran tersebut maupun untuk mendapatkan nilai tambah dari pengolahan limbah kelapa sawit. B. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi permasalahan, rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut. 7

1. Bagaimana penerapan manajemen teknologi dan ekoefisiensi pada Pabrik Kelapa Sawit Pinang Tinggi 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses penerapan manajemen teknologi dan ekoefisiensi pada PKS Pinang Tinggi D. Tujuan Penelitian pada Geladikarya ini bertujuan sebagai berikut. 1. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen teknologi dan ekoefisiensi pada pabrik kelapa sawit Pinang Tinggi 2. Memberikan alternatif yang dapat dikembangkan pada penerapan manajemen teknologi dan ekoefisiensi di PKS. 8

Untuk Selengkapnya Tersedia Di Perpustakaan MB-IPB