Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3, Nomor 3, September 2014

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

PENGARUH PEMBELAJARAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA PGSD TENTANG KONEKSI MATEMATIS

Pembelajaran Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL SISWA SMP.

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MTsN TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 5, Nomor 1, April 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining terhadap pemahaman matematik peserta didik

PENERAPAN MODEL TREFFINGER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

PERBANDINGAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA YANG MENDAPATKAN METODE PEMBELAJARAN PSI DENGAN KONVENSIONAL

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTs

Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematik Peserta Didik Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) dengan Berbantuan Software Geogebra

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS X SMAN 1 BATANG ANAI

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No

PEMBELAJARAN PENEMUAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MELALUI AKTIVITAS MENULIS MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

Nego Linuhung Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

USING PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO INCREASE CRITICAL THINKING SKILL AT HEAT CONCEPT

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

Dalam Kurikulum 2004, penalaran dan koneksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

KORELASI ANTARA KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Nurul Fajri 1

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP PERCUT SEI TUAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

Efektivitas Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Pada Aspek Koneksi Matematika

PENERAPAN MODEL PBL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS VIII SMP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Vol. 1 No. 4, Maret 2017

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VIII MTs N DI KABUPATEN PESISIR SELATAN. Yanti Nazmai Ekaputri 1)

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA. Bahrudin 1, Rini Asnawati 2, Pentatito Gunowibowo 2

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

PENGGUNAAN TEKA-TEKI SILANG SEBAGAI SEBAGAI STRATEGI PENGULANGAN DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA SMA KELAS XI IPS

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu

Pada Self Confidence Siswa SMP Sumpena Rohaendi

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. peningkatan hasil belajar matematika dan ketrampilan berpikir kritis siswa di MI

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI STRATEGI THINK TALK WRITE

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan cepat dan pesat sering kali terjadi dalam berbagai bidang

Didaktik : Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, ISSN : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Subang Volume II Nomor 1, Desember 2016

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS MELALUI PENDEKATAN KONSTEKSTUAL

MENINGKATKAN DAYA MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

Beny Yosefa dan Wiwin Hesvi Universitas Pasundan Bandung

Dosen Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung.

Penerapan Pendekatan Konstektual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematis Siswa SMA

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DISERTAI TUGAS PETA PIKIRAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN TTW DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB DAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematik Peserta Didik dengan Menggunakan Model Pembelajaran Means Ends Analysis (MEA)

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMK DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB II LANDASAN TEORI

Ramadhani. Universitas Muslim Nusantara Al-Wasliyah Medan Abstrak

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA

Oleh: Ratna Meinar Rahayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

Transkripsi:

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Sri Sugiarti Basuki STKIP Garut An Abstract: Learning mathematics is meaningful if the students can connect the mathematical ideas, connecting between mathematical topic, connecting mathematics to other disciplines, and connecting mathematics in daily activity. The study quasi experiment with Non-Equivalent Control Groups Design was aimed to find out that the ability of mathematical connections that students gain in problem-based learning were better than getting a conventional learning and students' attitudes toward problem-based learning. The sample of this study was the students of Senior High School 2 Garut. Then, the results showed that: (1) The Ability of mathematical connections that students gain in problem-based learning were better than getting a conventional learning, (2) Students attitudes toward problem-based learning were positive. Keywords: Problem-based Learning, Mathematic Connections Abstrak: Pembelajaran matematika akan bermakna apabila siswa dapat menghubungkan ide-ide matematika, menghubungkan antartopik matematika, menghubungkan matematika dengan disiplin ilmu lain, dan menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Penelitian kuasi eksperimen dengan Nonequivalent Control Group Design. ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran konvensional, serta sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah. Sampel populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 2 Garut. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran konvensional, (2) Sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah adalah positif. Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Koneksi Matematis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki banyak peranan penting dalam kehidupan. Dalam perkebangannya, banyak konsep matematika yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya dalam sains, ekonomi, dan iptek. Oleh karena pentingnya matematika sebagai suatu disiplin ilmu, maka salah satu tuntutan kurikulum matematika dalam KTSP menyatakan bahwa matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik agar mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika, yang nantinya akan digunakan peserta didik dalam menghadapi persaingan global yang sangat pesat, tidak pasti, dan kompetitif. Namun pada kenyatannya, hasil pembelajaran matematika di negara kita belum dapat memenuhi tuntutan kurikulum tersebut. Hal ini terlihat dari hasil studi internasional yaitu TIMSS dan PISA. TIMSS pada tahun ISSN 2086-4280 151

2011 (Mullis ets, 2012: 42) melaporkan bahwa siswa Indonesia menempati urutan ke 38 dari 42 negara peserta, sedangkan PISA tahun 2012 menempatkan siswa Indonesia pada posisi 64 dari 65 negara peserta (OECD, 2013: 11). Hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa kemampuan matematika siswa di Indonesia masih lemah, terutama dalam mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah-masalah dunia nyata. Dalam NCTM (2000) terdapat lima kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa dalam belajar matematika, yaitu kemampuan pemecahan masalah, penalaran dan bukti, komunikasi, koneksi, dan representasi. Sejalan dengan ini, salah satu tujuan mata pelajarn di tingkat sekolah menengah yakni agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Dari uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan koneksi matematis atau kemampuan mengaitkan konsep dalam matematika merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan koneksi sendiri diilahami oleh karena pada hakekatnya matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan sistematis mengandung arti bahwa konsep dalam matematika saling berkaitan satu dengan yang lainnya. selain itu Bruner (Ruseffendi, 1991:152) juga menyatakan bahwa dalam matematika setiap konsep itu saling berkaitan dengan konsep lainnya misalnya antara dalil dengan dalil, antara teori dengan teori, antara topic dengan topic, antara cabang matematika (aljabar dan geometri mislanya). Sehingga pembelajaran matematika akan bermakna apabila siswa dapat menghubungkan ide-ide matematika, melihat hubungan antartopik matematika, menghubungkan matematika dengan disiplin ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Pemahaman matematis siswa akan semakin dalam, karena siswa dapat membuat hubungan antara matematika yang mereka pelajari di sekolah dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiman (2008) mengenai kemampuan koneksi matematis siswa pada sebuah SMP di Yogyakarta melaporkan bahwa kemampuan koneksi matematis masih tergolong rendah. sedangkan Permana dan Sumarmo (2007) melaporkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran biasa tergolong dalam kualifikasi kurang. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan koneksi matematis adalah karena model pembelajaran yang digunakan di kelas pada umumnya masih bersifat konvensional, sehingga siswa tidak dapat mengembangkan kemampuannya. Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang bermakana yang dapat membantu siswa aktif dalam pembelajaran dan memahami konsep matematika serta aplikasinya dalam kehidupan. Model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dikarenakan pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang diawali dengan memberikan masalah kepada siswa. Masalah yang diajukan biasanya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Jadi melalui pembelajaran berbasis masalah ini siswa diharapkan dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui masalahmasalah yang diberikan. Dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Permana dan Sumarmo (2007) melaporkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah tergolong dalam kualifikasi cukup. Jadi model pembelajaran ini dapat mengembangkan kemampuan koneksi matematis siswa. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian kuasi eksperimen dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Siswa dalam Pembelajaran Matematika. ISSN 2086-4280 152

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah? C. Batasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah serta keterbatasan kemampuan yang dimiliki baik dari segi pengetahuan, materi, dan waktu serta agar penelitian ini lebih terarah pada tujuan maka penulis membatasi dengan batasan masalah sebagai berikut 1. Dalam penelitian ini penulis hanya membatasi pada pembelajaran matematika dengan pokok bahasan peluang. 2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah. 3. Dalam penelitian ini yang akan diukur adalah kemampuan koneksi matematis siswa. 4. Model pembelajaran berbasis masalah dikatakan berpengaruh jika kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah. E. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu: Kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran konvensional. II. KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Pembelajaran berbasis masalah merupakan terjemahan dari Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Prof Howard Barrows di sebuah fakultas kedokteran McMaster University Canada. Meskipun demikian, saat ini PBL banyak digunakan di seluruh dunia baik untuk tingkat pendidikan sekolah dasar hingga pendidikan pascasarjana profesional. Melihat kesuksesan PBL tersebut tentu model tersebut dapat pula diterapkan di Indonesia. Namun hal ini juga harus disesuaikan dengan situasi kontekstual yang ada, misalnya kebiasaan siswa yang masih pasif atau jumlah siswa di setiap kelas yang umumnya cukup banyak. Dari beberapa ahli yang mengemukakan pengertian PBM seperti Sanjaya (2010:214), Widjajanti (2011: 2), Wena (2011: 91). Permana dan Sumarmo (2007: 118), Arends (Trianto, 2007: 68) dapat diperoleh kesimpulan bahwa PBM merupakan pembelajaran yang diawali dengan memberikan masalah kepada siswa untuk membangun pengetahuan mereka mengenai konsep yang akan diajarkan. Sugiyanto (2010: 151) menyatakan bahwa terdapat tiga teori yang mendukung PBM, diantaranya yaitu John Dewey dengan kelas masyarakatnya, Piaget dan Vigotsky dengan teori kontrukstivismenya, dan Bruner dengan belajar penemuan (Discovery learning). Arends (Trianto, 2007: 68) dan Tan, Wee, & Kek (Amir, 2010: 12) mengemukakan karakteristik dari PBM. Dari keduanya diperoleh kesimpulan bahwa karakteristik dari PBM diantaranya yaitu: 1. Pembelajaran diawali dengan pemberian masalah yang menantang 2. Siswa bekerja dalam kelompok kecil yang memiliki kemampuan heterogen ISSN 2086-4280 153

3. Guru memiliki peran sebagi fasilitator dalam pembelajaran Berdasarkan karakteristik PBM tersebut, maka terdapat beberapa langkah pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur (Trianto, 2007: 71) sebagai berikut: 1. Mengorientasikan siswa pada masalah: Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan masalah, serta memotivasi siswa untuk ikut terlibat aktif dalam kegiatan pemecahan masalah. 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar: Guru membantu siswa mengidentifikasi dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok: Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksankan eksperimen. 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: Guru membantu siswa untuk menyusun laporan dan berbagi tugas bersama temannya. 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: guru membantu siswa untuk merefleksi atau mengevaluasi hasil yang telah dikerjakannya. Sebagai suatu model pembelajaran, tentunya PBM memiliki keunggulan dan kelemahan. Sanjaya (2010: 220) menyatakan bahwa keunggulan PBM yaitu model yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran, memberi tantangan kepada siswa untuk menemukan pengetahuan baru, meningkatkan aktivitas pembelajaran, membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya, lebih menyenangkan dan disukai siswa, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. Sementara itu kelemahan dari PBM diantaranya yaitu manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari cukup sulit untuk dipecahkan maka merekan akan merasa enggan untuk mencoba, membutuhkan waktu untuk persiapan, serta tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari. Meskipun memiliki kelemahan, namun PBM lebih banyak memiliki keunggulan sehingga dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas, misalnya pada pembelajaran matematika. Sejalan dengan hal ini Widjajanti (2011: 7) menyatkan bahwa kemampuan seperti penalaran, pembuktian, koneksi, dan representasi juga dapat ditingkatkan melalui PBL. Dengan demikian sangat tepat memilih PBM menjadi salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan koneksi matematis siswa. B. Kemampuan Koneksi Matematis Matematika adalah ratunya ilmu (Mathematics is the Queen of the Sciences) artinya matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan tidak bergantung pada bidang studi lain, tetapi matematika dapat diaplikasikan ke dalam bidang studi lain, seperti pada ilmu fisika, biologi, ekonomi, dan lain sebagainya. Selain itu Ruseffendi (1991: 261) menyatakan bahwa Matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan. Keteraturan dalam hal ini maksudnya bahwa dalam mempelajari konsepkonsep dalam matematika tidak dapat sembarangan, ada tingkatan yang harus dilalui. Contohnya adalah ketika mempelajari konsep baru maka diperlukan pengetahuan prasyarat, yaitu pengetahuan mengenai konsep sebelumnya yang telah dipelajari. Sedangkan dalam dalil pengaitannya, Bruner (Ruseffendi, 1991: 152) menyatakan bahwa dalam matematika setiap konsep itu saling berkaitan dengan konsep lain. Begitu pula antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik, antara cabang matematika (aljabar dan geometri misalnya). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agar siswa berhasil dalam pembelajaran matematika maka siswa harus diberi banyak kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan tersebut. Kemampuan siswa dalam melihat kaitan-kaitan itu dinamakan kemampuan koneksi matematis. ISSN 2086-4280 154

Lebih lanjut dalam standar proses yang dikemukakan oleh NCTM (2000) mengenai kemampuan koneksi menyatakan bahwa matematika bukanlah sekumpulan cabang atau standar yang terpisah-pisah, meskipun matematika sering dibagi-bagi dan disajikan dengan cara yang demikian. Apabila siswa dapat menghubungkan ide-ide matematis, maka pemahaman mereka akan semakin dalam dan lebih bertahan lama dan mereka dapat memandang matematika sebagai kesatuan yang utuh. Selain itu siswa dapat melihat hubunganhubungan matematis yang saling mempengaruhi baik antar topik dalam matematika, dalam konteks yang menghubungkan matematika dengan bidang studi lain, serta di dalam minat-minat dan pengalaman sendiri. Melalui pembelajaran yang menekankan pada keterhubungan dari ide-ide matematis, siswa tidak hanya belajar matematika, tetapi juga belajar mengenai kegunaan matematika. Berdasarkan keterangan NCTM di atas, maka kemampuan koneksi matematis dapat dibagi ke dalam tiga aspek koneksi diantaranya yaitu: 1. Aspek koneksi antar topik matematika. Pada aspek ini siswa dapat menguhubungkan konsep-konsep dalam matematika untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam matematika. 2. Aspek koneksi antara matematika dengan disiplin ilmu lain. Pada aspek ini siswa dapat menghubungkan matematika selain sebagai suatu disiplin ilmu, tetapi juga dapat berguna untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bidan studi lain. 3. Aspek koneksi antara matematika dengan dunia nyata siswa atau kehidupan seharihari. Pada aspek ini siswa dapat menujukkan bahwa matematika dapat berguna untuk menyelesaikan permasalahan di kehidupan sehari-hari. Sedangkan Sumarmo (2006: 4) mengemukakan indikator koneksi matematis meliputi kemampuan-kemampuan: 1. Mencari dan memahami hubungan berbagai representasi konsep atau prosedur 2. Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari 3. Memahami representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama 4. Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen 5. Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antara topik matematika dengan topik lain C. Hasil Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh: Sugiman (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Koneksi Matematik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta, diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kemampuan koneksi matematis siswa baru mencapai rata-rata 53,8%. Permana dan Sumarmo (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada koneksi matematis siswa melalui pembelajaran biasa. Secara rinci, kemampuan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah tergolong kualifikasi cukup dengan rata-rata skor kelas eksperimen sebesar 69,27% dari skor ideal. Puspitasari (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Strategi Kooperatif Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama di Garut, menyimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan strategi kooperatif Jigsaw lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Berdasarkan temuan-temuan tersebut dan keberhasilan pembelajaran berbasis masalah ISSN 2086-4280 155

terhadap kemampuan koneksi matematis siswa, mendorong penulis untuk melakukan penelitian kuasi eksperimen mengenai kemampuan koneksi matematis siswa dengan memberikan perlakuan pembelajaran berbasis masalah pada sebuah Sekolah Menengah Atas di Garut. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dikarenakan subjek yang akan diteliti merupakan siswa-siswa yang telah terdaftar di kelasnya masing-masing dan tidak memungkinkan untuk membuat kelompok baru secara acak, maka desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design atau desain kelompok kontrol non-ekivalen. Namun dalam penelitian ini, kelompok kelas yang akan dijadikan sampel dilakukan secara acak. Adapun diagram disain penelitiannya yaitu sebagai berikut: O X O... O O Keterangan: O: Pretes dan postes kemampuan koneksi matematis X: Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah B. Subjek Penelitian Penelitian dilakukan pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri di Garut. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS. Sampelnya adalah siswa kelas XI IPS 1 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas XI IPS 2 sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan bahwa kelas tersebut belum menerima materi peluang. C. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu tes dan non tes. Tes terdiri dari pretes dan postes. Tes ini disusun dalam bentuk soal uraian yang memuat aspek koneksi antartopik matematika, koneksi matematika dengan disiplin ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan non tes dalam penelitian ini adalah angket yang disusun berdasarkan skala sikap Likert. D. Teknis Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil tes kemampuan koneksi matematis. Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis Kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran konvensional dengan menggunakan uji t satu pihak yaitu uji pihak kanan. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kemampuan Awal Koneksi Matematis Statistik deskriptif skor pretes kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen (yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah) dan kelas kontrol (yang mendapatkan pembelajaran konvensional), penulis sajikan dalam tabel berikut: Tabel 1 Statistik Deskriptif Skor Pretes Kelas Eksperimen Kontrol Jumlah siswa 36 36 Skor Ideal 24 24 Xmaks 12 7 Xmin 1 1 x 4,25 3,22 Simp. baku 2,56 1,55 Dari data pada tabel 1 terlihat bahwa pencapaian rata-rata skor pada kelas eksperimen (sebesar 4,25) lebih besar dibandingkan dengan pencapaian skor kelompok kontrol (sebesar 3,22), terdapat perbedaan sebesar 1,03. Berdasarkan hasil analisis data pretes dengan menggunakan uji Mann Withney dengan taraf signifikansi 0,05 ternyata ISSN 2086-4280 156

diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal koneksi matematis antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2. Kemampuan Akhir Koneksi Matematis Untuk melihat kemampuan mana yang lebih baik antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka data yang akan dianalisis adalah data hasil postes. Adapun statistik deskriptif data hasil postes kemampuan koneksi matematis seperti yang disajikan pada tabel 2. Tabel 2 Statistik Deskriptif Skor Postes Kelas Eksperimen Kontrol Jumlah siswa 36 36 Skor Ideal 24 24 Xmaks 21 19 Xmin 5 8 x 14,08 12,72 Simp. Baku 2,96 2,72 Dari data pada tabel 2 terlihat bahwa pencapaian rata-rata skor pada kelas eksperimen (sebesar 14,08) lebih besar dibandingkan dengan pencapaian skor kelompok kontrol (sebesar 12,72), terdapat perbedaan sebesar 1,36. Berdasarkan hasil analisis data postes, dengan menggunakan uji t satu pihak yaitu uji pihak kanan dengan taraf signifikansi 0,05 ternyata diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa yang medapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 3. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Berbasis Masalah Sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini dilihat dari segi minat, motivasi dan aktivitas siswa dengan menggunakan angket. Angket tersebut diberikan kepada siswa kelas eksperimen (yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah) setelah postes dilakukan. Dalam menganilisis sikap siswa pada penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata skor sikap siswa dan rata-rata skor sikap netral. Jika rata-rata skor sikap netral lebih besar dari rata-rata skor sikap siswa maka siswa bersikap negatif terhadap aspek tersebut, sedangkan jika rata-rata skor sikap netral lebih kecil dari rata-rata skor sikap siswa maka siswa besikap positif terhadap aspek tersebut. Dari hasil perhitungan dapat diperoleh bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah adalah positif. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor netral yaitu 1,33 lebih kecil dari rata-rata skor sikap siswa yaitu 1,55. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap pembelajaran berbasis masalah. V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. 2. Sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah menunjukkan sikap yang positif. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran dari penelitian yang telah ISSN 2086-4280 157

dilakukan. Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan alternatif oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika di kelas untuk mengembangkan kemampuan koneksi matematis siswa, khususnya pada pokok bahasan peluang. 2. Dalam pembelajaran berbasis masalah, hendaknya siswa dapat lebih aktif dalam belajar seperti mengumpulkan informasi, membaca buku, berdiskusi dan bertanya sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang bermakna. 3. Model pembelajaran berbasis masalah dapat dikembangkan oleh pihak sekolah sebagai alternatif dalam model pembelajaran di sekolah, sehingga tidak hanya dapat digunakan untuk pembelajaran matematika, tetapi dapat juga digunakan untuk mata pelajaran lainnya seperti biologi, ekonomi, dan lain sebagainya. 4. Hasil penelitian ini hanya berlaku untuk siswa kelas XI IPS SMAN 2 Garut dengan pokok bahasan peluang, sehingga untuk hasil penelitian yang lebih umum mengenai pembelajaran berbasis masalah dan kemampuan koneksi matematis dalam pembelajaran matematika diperlukan penelitian lebih lanjut dengan populasi yang lebih luas dan pokok bahasan yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Amir, M.T. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana. Mullis, etc. (2012). TIMSS 2011 International Results in Mathematics. [Online]. Tersedia:http://timssandpirls.bc.edu/timss2 011/downloads/T11_IR_Mathematics_Full Book.pdf. [23 Maret 2013] NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA. OECD. (2013). PISA 2012 Result in Focus. [Online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa- 2012-results-overview.pdf. [12 September 2013] Permana dan Sumarmo. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Educationist, Vol. 1.2 hal 116-123. Puspitasari, N. (2011). Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Strategi Kooperatif Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Vol. 1 hal 107-114. Tersedia: http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id. [23 Maret 2014]. Ruseffendi. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sugiman. (2008). Koneksi Matematika dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama. [Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/1319 30135/2008_Koneksi_Mat.pdf. [5 Oktober 2013] Sugiyanto. (2010). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka. Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika Pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah, Universitas Pendidikan Indonesia. Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontrukstivistik. Jakarta: Pustaka Setia. Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. Widjajanti,D.B. (2011). Problem-Based Learning dan Contoh Implementasinya. Makalah, Universitas Negeri Yogyakarta. ISSN 2086-4280 158