1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang pertanian pupuk merupakan salah satu hal pokok untuk menunjang keberhasilan panen. Keberadaan pupuk sangat dibutuhkan para petani karena pupuk dapat meningkatkan produksi. Di Indonesia sendiri hampir seluruh petani mengandalkan pupuk anorganik untuk meningkatkan hasil panen. Namun, keberadaan pupuk anorganik dipasaran akhir-akhir ini menjadi langka. Kelangkaan tersebut dapat terjadi dikarenakan pendistribusian yang tidak tepat waktu dan berakibat pada harga pupuk anorganik yang menjadi mahal (Suhut dan Salundik, 2006). Peranan pupuk anorganik dalam mempertahankan dan meningkatkan hasil panen masih merupakan andalan utama para petani. Hal ini dapat terlihat pada kebutuhan pupuk NPK semakin meningkat dari tahun ke tahun untuk sector peranian. Pada tahun 2013 kebutuhan pupuk NPK mencapai 6,73 juta ton dan diprediksi akan mengalami kenaikan secara terus menerus hingga tahun 2020 dengan kebutuhan pupuk NPK sebesar 7,53 juta ton (Irawan dkk, tanpa tahun). Menurut Kementrian Pertanian RI (2012), kebutuhan beberapa jenis pupuk anorganik juga mengalami peningkatan selama jangka waktu tahun 2013. Dari bulan januari-desember kebutuhan pupuk urea mengalami peningkatan sebanyak 21,7% dan kebutuhan pupuk SP 36 mengalami peningkatan sebanyak 5,2%. Namun, penyediaan pupuk anorganik ini terkendala oleh kelangkaan bahan baku. 1
2 Di sisi lain penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus pada lahan pertanian akan mengakibatkan kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua tanaman yang diusahakan (Rachman Sutanto, 2006). Penggunaan pupuk anorganik juga dapat menyebabkan kejenuhan tanah karena adanya residu pupuk dan terbentuknya limbah logam berat seperti timbal (Pb) dan cadmium (Cd). Oleh karena itu, perlu diadakan upaya penyediaan pupuk alternatif yaitu pupuk organik yang ramah lingkungan dan harganya dapat dijangkau oleh para petani. Pupuk organik adalah pupuk yang berbahan dasar dari sebagian atau keseluruhan bahan-bahan organik baik tumbuhan maupun hewan yang telah melalui proses rekayasa dan berbentuk padat atau cair. Selain bahan bakunya mudah didapat pupuk organik juga memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan pupuk anorganik antara lain dapat meningkatkan produksi, menggemburkan tanah, memacu pertumbuhan mikroorganisme dalam tanah, dan membantu transportasi unsur hara tanah ke dalam akar. Pupuk organik memiliki standar mutu yang telah ditentukan oleh Kementerian Pertanian dalam Peraturan Menteri Pertanian No.28/Permentan/OT.140/2009 yaitu sebagai berikut memiliki kadar C- organik >12, kadar air 15-25, ph 4-8, dan kadar NPK 6 (Untung Suwahyono, 2011). Oleh karena itu, pupuk organik dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila memenuhi standar yang telah ditetapkan tersebut. Total produksi pupuk organik di Indonesia saat ini baru mencapai 1,1 juta ton/tahun (Djuarnani dkk dalam Reginawanti, 2006). Sedangkan kebutuhan akan pupuk organik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan yang terjadi
3 sangat bervariasi mulai dari 0,9-1,3 ton/ha untuk padi sawah, 1,0-15,4 ton/ha untuk sayuran, dan untuk palawija membutuhkan 1,4-30 ton/ha. Kebutuhan pupuk organik ini bahkan diprediksi akan semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya produksi pangan dan konsumsi (Untung Suwahyono, 2011). Oleh karena itu, perlu diadakan peningkatan produksi pupuk organik misalnya dengan cara mempercepat proses produksinya dan menggunakan bahan-bahan organik yang mudah didapatkan. Bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pupuk organik adalah jerami padi, ampas tebu, kotoran ternak, dan sampah. Kotoran ternak memiliki kandungan unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanah dan mempunyai kemampuan memperbaiki sifat fisik tanah. Kotoran ternak berpotensi sebagai bahan baku pupuk organik karena kotoran ternak memiliki unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah misalnya kotoran sapi memiliki kandungan nitrogen 0,55%, kotoran kambing 0,60% dan kotoran ayam 1,00% (Pinus L & Marsono, 2006). Populasi ternak di Jawa Timur cukup tinggi sehingga sangat berpotensi untuk memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik. Populasi sapi di Jawa Timur pada tahun 2011 mencapai 4 juta ekor (Disnak Jatim, 2011), jika dalam sehari satu ekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 25kg maka akan dihasilkan 100juta kg kotoran sapi dalam sehari. Populasi kambing yaitu mencapai 2 juta ekor dan dalam sehari kotoran yang dikeluarkan oleh kambing sebanyak 4kg (Disnak Jatim, 2011) sehingga dalam sehari akan dihasilkan 8juta kg kotoran kambing. Sedangkan untuk ayam petelur populasinya mencapai 37juta ekor pada tahun 2011 (Disnak Jatim, 2011) kotoran yang dihasilkan sekitar 2juta
4 ekor dalam sehari mencapai 3ton. Dengan jumlah kotoran ternak yang sangat tinggi tersebut perlu dimanfaatkan lebih lanjut agar tidak terbuang sia-sia misalnya sebagai bahan baku pupuk organik. Berbagai jenis kotoran ternak memiliki kandungan unsur hara yang berbedabeda yang akan berpengaruh pada kualitas pupuk organik. Penelitian yang dilakukan oleh Maria Erviana (2012) menunjukkan bahwa jenis pupuk kandang berpengaruh terhadap kualitas bokhasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk kandang babi memiliki kandungan N tertinggi bila dibandingkan dengan pupuk kandang sapi, ayam dan kambing. Pupuk kandang kambing memiliki kandungan P tertinggi bila dengan pupuk kandang yang lain. Berdasarkan hasil penelitian ini maka bahan baku pupuk organik akan berpengaruh terhadap kualitas pupuk organik. Dari uraian masalah diatas maka peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Berbagai Jenis Kotoran Ternak Terhadap Kualitas Pupuk Organik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan masalah diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah ada pengaruh berbagai jenis kotoran ternak terhadap kualitas pupuk organik? 2. Jenis kotoran ternak apakah yang menghasilkan kualitas pupuk organik terbaik?
5 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis kotoran ternak terhadap kualitas pupuk organik. 2. Untuk mengetahui jenis kotoran ternak yang menghasilkan kualitas pupuk organik terbaik. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan ilmu agronomi dan pengetahuan baru tentang upaya pengelolaan lahan pertanian dengan menggunakan pupuk organik dari kotoran hewan dan bioaktivator moebilin. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petani untuk menambahkan pengetahuan tentang pupuk organik sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman. Bagi pendidikan penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber belajar biologi pada materi tentang lingkungan. Bagi peternak penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman pemanfaatan kotoran ternak. Bagi masyarakat umum penelitian ini dapat digunakan sebagai peluang membuka usaha baru yaitu produsen pupuk organik.
6 1.5 Batasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat beberapa batasan penelitian antara lain sebagai berikut: 1. Kotoran ternak yang digunakan dalam penelitian diambil dari kotoran sapi potong, kotoran kambing kacang/pedaging, dan kotoran ayam petelur. 2. Kotoran ternak yang digunakan dalam penelitian adalah kotoran yang dikumpulkan pada pagi hari dan berumur 2-4 hari setelah pengumpulan. 3. Pembuatan pupuk organik menggunakan bioaktivator moebilin. 1.6 Penegasan Istilah Pada penelitian ini terdapat beberapa istilah antara lain sebagai berikut: 1. Kotoran ternak adalah sisa hasil pencernaan binatang ternak yang dikelurkan dalam bentuk feces dan urin ( Wilyana Djaja dkk, 2003). Jenis kotoran ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah kotoran sapi, kambing dan ayam. 2. Kualitas adalah suatu hal yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan (Goetch & Davis dalam Angga F, 2012). Kualitas yang akan diteliti meliputi C/N rasio, kadar air, ph, dan kadar nitrogen, fosfor, dan kalium. 3. Pupuk organik adalah pupuk yang berbahan dasar dari sebagian atau keseluruhan bahan-bahan organik yang berasal dari hewan yang telah melalui proses rekayasa dan berbentuk padat atau cair (Untung S, 2011).