1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Universal precautions merupakan pedoman pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh seluruh petugas pelayanan kesehatan terhadap semua pasien, pada setiap tindakan dan dilakukan di semua tempat pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2009). Pedoman ini bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dan pasien dari transmisi mikroorganisme serta mengurangi kemungkinan penularan penyakit infeksi. Universal Precautions merupakan suatu pedoman internasional yang sangat penting dan serius untuk dilaksanakan oleh semua petugas kesehatan (dokter, perawat, bidan, petugas laborat, petugas radiologi, petugas kebersihan, petugas pengelolaaan linen, dan petugas pegelolaan instrument bedah) pasien serta pengunjung yang beresiko terpapar cairan serta darah atau terinfeksi penyakit di lingkungan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Petugas kesehatan khususnya perawat kamar bedah harus menggunakan prinsip ini tanpa memandang penyakit atau diagnosanya dengan asumsi bahwa setiap pasien yang dirawat atau dilakukan tindakan pembedahan memiliki resiko menularkan penyakit. Tindakan universal precautions dilakukan di semua tempat pelayanan pasien di rumah sakit seperti di instalasi gawat darurat, instalasi rawat inap, instalasi sterilisasi, laboratorium, instalasi rawat jalan, dan unit pencucian linen. Salah satu tempat pelayanan pasien yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penularan virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV/AIDS adalah pelayanan keperawatan di Instalasi Bedah Sentral. Instalasi Bedah Sentral merupakan tempat yang beresiko tinggi terjadinya penularan penyakit infeksi karena perawat selalu 1
2 bersinggungan dengan darah, cairan tubuh pasien dan penggunaan benda tajam yang berpotensi terjadinya perlukaan. Universal precautions dirancang dan diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik pasien sudah terdiagnosa infeksi, diduga infeksi atau kolonisasi. Universal precautions juga diterapkan ketika petugas kesehatan kontak dengan cairan infeksius seperti darah, cairan sekresi, ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit, selaput lendir, cairan semen, cairan sendi, cairan amnion, cairan vagina, cairan serebrospinal, ASI dan cairan perikardium. Kegiatan utama universal precautions meliputi tindakan mencuci tangan untuk mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri (sarung tangan, apron, masker, kacamata google), pengelolaan benda tajam, pengelolaan sampah, pengelolaan alat kesehatan habis pakai dan pengelolaan sanitasi ruangan. Menghindari terjadinya resiko kerja terpapar kuman pathogen pada petugas pelayanan kesehatan perlu adanya suatu strategi tindakan pencegahan yang menyeluruh (Stein, et. all., 2003). Universal precautions sangat direkomendasikan seperti penggunaan sarung tangan, sepatu pelindung kaki, masker, scort, dan kacamata pelindung saat berhubungan dengan darah atau cairan lendir yang mengandung darah atau elemen darah sebagai antisipasi. Universal precautions merekomendasikan bahwa sangat tidak mungkin untuk mengetahui semua pasien yang positif terkena HIV, HBV, HCV. Semua pasien dianggap potensial memiliki kuman pathogen (Stein, et. all., 2003). Pelaksanaan universal precautions relatif telah menunjukkan pengurangan angka penularan dan resiko infeksi. Penerapan universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang telah didiagnosis maupun yang belum diketahui. Universal precautions juga berguna untuk menurunkan transmisi infeksi saluran kemih, infeksi luka operasi, pneumonia, sepsis, dan phlebitis pada individu dan
3 tenaga kesehatan sehingga dapat diterapkan di semua unit pelayanan kesehatan maupun perorangan (Nasronudin, 2007). Universal precautions juga diharapkan dapat melindungi petugas dari resiko terpajan oleh infeksi, begitu sebaliknya dapat melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas. Hasil penelitian Sunardi (2013) tentang gambaran pelaksanaan kewaspadaan umum oleh perawat telah meneliti pelaksanaan 5 kegiatan pokok kewaspadaan umum menunjukkan bahwa pengelolaan alat medis sebesar 81,58%, pengelolaan jarum dan benda tajam sebesar 74,12%, mencuci tangan pembedahan sebesar 73,3%, pengelolaan sampah dan sanitasi ruangan sebesar 60,86%, serta pemakaian alat pelindung diri sebesar 52,26%. Laporan dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (2002) antara 35.000.000 petugas pelayanan kesehatan di dunia, tiap tahun sekitar 3.000.000 dari mereka terpapar oleh virus dalam darah dan cairan tubuh melalui kulit. Laporan yang sama memperkirakan bahwa hasil kejadian kontak dengan darah dan cairan tubuh penderita yang terinfeksi didapatkan 16.000 terinfeksi hepatitis C, 66.000 terinfeksi hepatitis B, dan 200-5000 terinfeksi HIV. Beberapa penelitian melaporkan bahwa resiko terpapar bloodborne pathogen adalah masalah serius bagi petugas kesehatan di Turki (Azap, et. all., 2005). Di Amerika, lebih dari 8 juta petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit terpapar darah atau cairan tubuh melalui kontak luka dengan instrumen tajam yang terkontaminasi seperti jarum, dan pisau bedah (82%), kontak dengan selapu t lendir mata, hidung atau mulut (14%), terpajan dengan kulit yang terkelupas atau rusak (3%) dan gigitan manusia (1%) (The Centers of Disease Control and prevention, 2007). Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Irwandy dan Sukriani di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2003 menyebutkan bahwa pelaksanaan program universal precautions oleh perawat adalah tinggi (94,4%) tetapi beberapa aktivitas dalam program masih tetap rendah seperti perawat tidak
4 menyeteril menggunakan ethylene gas dan larutan kimia (98,4%) dan tidak melakukan pembuangan jarum ke tempat benda tajam (83,9%). Petugas pelayanan kesehatan sangat beresiko terpapar kuman pathogen yang berasal dari darah dan cairan tubuh pasien yang terinfeksi. Paparan darah dan cairan tubuh dapat masuk melalui luka pada kulit seperti akibat tertusuk jarum atau tersayat pisau, cairan mukosa yang terpercik ke mata, hidung atau mulut, kontak darah pada kulit yang terdapat luka (Hosoglu, et. all., 2011). Virus Hepatitis B (HBV), Human Immunodeficiency Virus ( HIV) dan virus hepatitis C merupakan kelompok penyakit infeksi yang terus mengalami peningkatan sehingga sangat beresiko terjadi penularan pada komunitas di bidang pelayanan kesehatan. Sukriani, et. all. (2013) mengemukakan bahwa ternyata pelaksanaan universal precautions dipengaruhi oleh organisasi yang di dalamnya adalah supervisi. Supervisi juga menjadi elemen penting organisasi dalam pelaksanaan universal precautions. Kepala ruang mempunyai tugas untuk melakukan supervisi dan bertanggung jawab atas pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Berdasarkan penelitian Sukriani, et. all. (2013) kepala ruang yang melakukan supervisi baik, ada 98,6% perawat akan melaksanakan kewaspadaan universal dengan baik. Studi menunjukkan bahwa manajemen organisasi dalam mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan pelaksanaan kewaspadaan universal yang baik memiliki hubungan yang positif dengan kedisiplinan perawat dalam pelaksanaan universal precautions. Pengaruh supervisi atas kualitas pelayanan merupakan faktor kunci dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Perawat dituntut untuk memiliki pola pikir serta sikap yang lebih toleran untuk mempersiapkan diri pada kondisi dan situasi yang rumit dan kompleks. Dalam perkembangannya supervisi diharapkan dapat menjadi motivasi yang baik dalam praktek perawat profesional.
5 Pada tahun 2012 di RSUP Dr. Kariadi Semarang tercatat 11 kejadian petugas tertusuk jarum (Nidle Stick Injury) dengan perincian perawat sebanyak 8 orang, tenaga non medis (PUK) 1 orang, mahasiswa perawat 1 orang dan cleaning servis 1 orang, sedangkan untuk kejadian pada tahun-tahun sebelumnya tidak tercatat dengan baik (PPI, 2012). Laporan tim PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) RSUP Dr. Kariadi Semarang periode Januari sampai dengan Mei 2013 angka kejadian perawat tertusuk jarum tercatat 7 kejadian dengan perincian 3 kasus infeksi dan 4 kasus non infeksi. Hasil rekapitulasi tim K3 (Kejadian Kecelakaan Kerja) RSUP Dr. Kariadi Semarang, kejadian NSI (Nidle Stick Injury) selama periode Januari 2014 sampai Desember 2014 tercatat 14 kejadian dengan perincian dokter sebanyak 2 orang, perawat 11 orang, petugas laboratorium 1 orang. Periode Maret 2015 sampai September 2015 didapatkan laporan kejadian NSI di RSUP Dr. Kariadi Semarang sebanyak 8 kejadian dengan perincian perawat 3 orang, bidan 1 orang, house keeping 4 orang. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah menjadi RS berstandar internasional melalui JCI tahun 2015. Hal ini tentu tidak lepas dari mutu pelayanan rumah sakit yang baik dimana sebuah sistem pelayanan dipengaruhi oleh komponen struktur dan proses yang terjadi dalam organisasi rumah sakit. Komponen struktur meliputi organisasi, manajemen, sumber daya manusia, teknologi, dan peralatan serta financial (Gibson, 1987). Penelitian yang lain disebutkan bahwa faktor organisasi meliputi resources availability, leadership, supervise, job design dan kompensasi) dalam hubungannya dengan pelaksanaan program universal precautions di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (Irwandy&Sukriani, 2015). Kemudian dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama ini terhadap 10 perawat di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Dr. Kariadi Semarang, sebanyak 7 orang (70%) belum melaksanakan prosedur universal precautions yang menyangkut penggunaan alat pelindung diri terutama kacamata pelindung (google) untuk mengantisipasi paparan darah dan cairan pasien pada
6 saat terlibat dalam prosedur pembedahan. Selain itu, perawat tidak menerapkan cuci tangan kamar bedah sesuai SPO. Hal ini menunjukkan perilaku perawat IBS dalam menerapkan prosedur tindakan universal precautions khususnya dalam pemakaian alat pelindung diri dan mencuci tangan kamar bedah selama operasi masih belum sesuai dengan pedoman pengendalian infeksi nosokomial. Ketidakpatuhan atau keengganan perawat untuk melakukan prosedur universal precautions karena dianggap terlalu merepotkan, tidak nyaman, meremehkan akan resiko terjadinya paparan, malas, sungkan terhadap dokter operator yang tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD), dan harapan kepada Allah Subhanahuwata ala bahwa tindakan yang dilakukan dengan niat baik niscaya akan ditolong serta dibalas oleh Allah Subhanahuwata ala dengan kebaikan pula. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan kepala ruang IBS bahwa supervisi secara langsung dilakukan hanya pada waktu tertentu. Menjelang akreditasi rumah sakit kegiatan supervisi dilakukan secara rutin, berkala dan terstruktur mulai dari direktur rumah sakit (top manajer), kepala ruang (perawat manajer) hingga tim terkait (Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi dan Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Setelah akreditasi rumah sakit kepala ruang melakukan supervisi secara tidak langsung yaitu dengan melakukan pendelegasian kepada Perawat Penanggung Jawab Pasien (PPJP) dan tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) IB S, kemudian dilakukan evaluasi setiap minggunya. Selama rentan waktu Januari 2013 sampai November 2015, Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang telah melakukan 238 tindakan operasi dengan pasien infeksius yakni 168 dengan pasien HbsAg (+), 11 pasien dengan Hepatitis C, 17 pasien dengan HIV, 2 pasien dengan AIDS, 13 dengan pasien Tuberkulosis. Hal ini menunjukan bahwa petugas yang bekerja di IBS sangat beresiko tertular penyakit infeksius seperti HIV dan Hepatitis apabila tidak melaksanakan universal precautions secara menyeluruh. Tim PPI IBS RSUP Dr.
7 Kariadi Semarang tahun 2015, nilai pencapaian standar prosedur tindakan pencegahan universal di IBS baru mencapai angka 70% dari standar yang ditetapkan Depkes yaitu sebesar 80%. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan supervisi dengan perilaku universal precautions oleh perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2. Rumusan Masalah Universal Precautions merupakan upaya yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengendalikan dan mengurangi resiko penyebaran infeksi pada saat melakukan setiap tindakan dan dilakukan disemua tempat pelayanan kesehatan tanpa memandang status infeksi pasien (Nursalam, 2009). Permasalahan yang terjadi pada tenaga kesehatan adalah tidak melaksanakan universal precautions dengan baik. Faktor yang mempengaruhi perilaku universal precautions adalah supervisi. Pentingnya universal precautions yang bertujuan untuk mengendalikan serta mengurangi resiko infeksi bagi petugas kesehatan dan pasien namun masih banyak perawat yang belum melaksanakan universal precautions secara menyeluruh, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara supervisi dengan perilaku universal precautions pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang?. 3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mendapatkan gambaran mengenai perilaku universal precautions dan supervisi pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang.
8 2. Tujuan Khusus. a. Mendeskripsikan supervisi perawat terhadap perilaku universal precautions pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. b. Mendeskripsikan perilaku universal precautions pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. c. Menganalisis hubungan antara supervisi dengan perilaku universal precautions pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. 4. Manfaat Penelitian 1. Responden Bahan masukan tentang pentingnya pelaksanaan perilaku universal precautions oleh perawat di institusi pelayanan kesehatan pada umumnya, khususnya di Instalasi Bedah Sentral. 2. Rumah Sakit (Pelayanan Kesehatan) Memberi masukan kepada manajemen rumah sakit untuk mengetahui pengaruh supervisi terhadap perilaku universal precautions yang merupakan strategi dalam pengendalian dan penularan infeksi sehingga bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam menyusun SPO mengenai supervisi dan program universal precautions. 3. Instansi Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan referensi untuk pedoman dalam menerapkan universal precautions serta diharapkan dapat memberi masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya disiplin ilmu keperawatan mengenai pentingnya menerapkan universal precautions untuk mencegah terjadinya infeksi dan penularan penyakit pada pasien dan perawat.
9 2. Bidang Ilmu Penelitian ini merupakan penelitian bidang ilmu keperawatan yaitu manajemen keperawatan. 3. Keaslian Penelitian Berikut ini akan disajikan beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya: N o 1 Peneliti / tahun Irwandy dan Sukriani (2015) Judul Penelitian The Evaluation of universal precaution programs performance at Wahidin Sudirohusodo hospital in Indonesia Metodologi Penelitian Metode survei Hasil Penelitian Pelaksanaan program universal precautions oleh perawat adalah tinggi (94,4%) tetapi beberapa program (proses sterilisasi(98,4%) dan pengelolaan jarum/benda tajam(83,9%)) masih rendah Perbedaan Variabel independen : -kepemimpinan dan supervisi Variabel dependen : -pelaksanaan universal precautions Tempat penelitian : Ruang rawat inap RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. 3 2 Paul. B, et. all. (2014) Sukriani, et, all. (2013) A study on knowledge, attitude and practice of universal precautions among medical and nursing students Hubungan faktor organisasi dengan pelaksanaan kewaspadaan universal oleh perawat di rawat inap RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Komparatif dengan rancangan cross- sectional Observasional analitik dengan rancangan cross-sectional Kepatuhan dalam pelaksanaan universal precautions dikategorikan baik untuk mahasiswa perawat dan kurang baik untuk mahasiswa kedokteran Ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan dan supervisi dengan pelaksanaan kewaspadaan universal oleh perawat di rawat inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Variabel independen : -pengetahuan, sikap Variabel dependen : -pelaksanaan universal precautions Tempat penelitian : Ruang rawat inap di rumah sakit pelayanan tersier, Kerala, India Variabel independen : -faktor organisasi (sumber daya, kepemimpinan, supervisi, desain pekerjaan dan imbalan) Variabel dependen: -pelaksanaan kewaspadaan universal Tempat penelitian: Ruang rawat inap di RSUP
10 dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. 4 Hosoglu, et. all. (2011) Healthcare workers compliance with universal precautions in Turkey Observasional analitik dengan rancangan cross-sectional Pencapaian sikap sebesar 33,6% dan tingkat pengetahuan sebesar 67,2% terhadap pelaksanaan universal precautions Variabel independen: -kepatuhan perawat Variabel dependen: -penerapan kewaspadaan universal Tempat penelitian: 30 rumah sakit pemerintah di 19 kota di Turki