BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya


BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk pada tahun 2000 menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tenaga kesehatan gigi dalam menjalankan profesinya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN KEWASPADAAN UNIVERSAL DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tuberkulosis, Human Immunodeficiency Virus (HIV), hepatitis B, dan hepatitis C

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

PANDUAN PENGGUNAAN APD DI RS AT TUROTS AL ISLAMY YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pekerjaan dalam rumah sakit di Indonesia, dikategorikan memiliki

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

ISNANIAR BP PEMBIMBING I:

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

BAB I PENDAHULUAN. maju bahkan telah menggeser paradigma quality kearah paradigma quality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

PERSEPSI TERHADAP APD

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyedia pelayanan kesehatan dimasyarakat salah satunya adalah rumah sakit. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

HUBUNGAN FAKTOR ORGANISASI DENGAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN UNIVERSAL OLEH PERAWAT DI RAWAT INAP RSUP. DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. bahwa dengan berakhirnya kehidupan seseorang, mikro-organisme. tidak diwaspadai dapat ditularkan kepada orang orang yang menangani

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ketenagakerjaan, antara lain masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

BAB IV HASIL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PERAWAT DALAM MENERAPKAN PROSEDUR TINDAKAN PENCEGAHAN

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Era perdagangan bebas dan globalisasi telah meluas di seluruh kawasan

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENERAPAN KEWASPADAAN UNIVERSAL DI RUANG RAWAT INAP KEBIDANAN RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, padat profesi dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN TINDAKAN PENATALAKSANAAN NEEDLE STICK INJURY DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terkait keselamatan di RS yaitu: keselamatan pasien, keselamatan pekerja atau

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Universal precautions merupakan pedoman pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh seluruh petugas pelayanan kesehatan terhadap semua pasien, pada setiap tindakan dan dilakukan di semua tempat pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2009). Pedoman ini bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dan pasien dari transmisi mikroorganisme serta mengurangi kemungkinan penularan penyakit infeksi. Universal Precautions merupakan suatu pedoman internasional yang sangat penting dan serius untuk dilaksanakan oleh semua petugas kesehatan (dokter, perawat, bidan, petugas laborat, petugas radiologi, petugas kebersihan, petugas pengelolaaan linen, dan petugas pegelolaan instrument bedah) pasien serta pengunjung yang beresiko terpapar cairan serta darah atau terinfeksi penyakit di lingkungan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Petugas kesehatan khususnya perawat kamar bedah harus menggunakan prinsip ini tanpa memandang penyakit atau diagnosanya dengan asumsi bahwa setiap pasien yang dirawat atau dilakukan tindakan pembedahan memiliki resiko menularkan penyakit. Tindakan universal precautions dilakukan di semua tempat pelayanan pasien di rumah sakit seperti di instalasi gawat darurat, instalasi rawat inap, instalasi sterilisasi, laboratorium, instalasi rawat jalan, dan unit pencucian linen. Salah satu tempat pelayanan pasien yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penularan virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV/AIDS adalah pelayanan keperawatan di Instalasi Bedah Sentral. Instalasi Bedah Sentral merupakan tempat yang beresiko tinggi terjadinya penularan penyakit infeksi karena perawat selalu 1

2 bersinggungan dengan darah, cairan tubuh pasien dan penggunaan benda tajam yang berpotensi terjadinya perlukaan. Universal precautions dirancang dan diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik pasien sudah terdiagnosa infeksi, diduga infeksi atau kolonisasi. Universal precautions juga diterapkan ketika petugas kesehatan kontak dengan cairan infeksius seperti darah, cairan sekresi, ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit, selaput lendir, cairan semen, cairan sendi, cairan amnion, cairan vagina, cairan serebrospinal, ASI dan cairan perikardium. Kegiatan utama universal precautions meliputi tindakan mencuci tangan untuk mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri (sarung tangan, apron, masker, kacamata google), pengelolaan benda tajam, pengelolaan sampah, pengelolaan alat kesehatan habis pakai dan pengelolaan sanitasi ruangan. Menghindari terjadinya resiko kerja terpapar kuman pathogen pada petugas pelayanan kesehatan perlu adanya suatu strategi tindakan pencegahan yang menyeluruh (Stein, et. all., 2003). Universal precautions sangat direkomendasikan seperti penggunaan sarung tangan, sepatu pelindung kaki, masker, scort, dan kacamata pelindung saat berhubungan dengan darah atau cairan lendir yang mengandung darah atau elemen darah sebagai antisipasi. Universal precautions merekomendasikan bahwa sangat tidak mungkin untuk mengetahui semua pasien yang positif terkena HIV, HBV, HCV. Semua pasien dianggap potensial memiliki kuman pathogen (Stein, et. all., 2003). Pelaksanaan universal precautions relatif telah menunjukkan pengurangan angka penularan dan resiko infeksi. Penerapan universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang telah didiagnosis maupun yang belum diketahui. Universal precautions juga berguna untuk menurunkan transmisi infeksi saluran kemih, infeksi luka operasi, pneumonia, sepsis, dan phlebitis pada individu dan

3 tenaga kesehatan sehingga dapat diterapkan di semua unit pelayanan kesehatan maupun perorangan (Nasronudin, 2007). Universal precautions juga diharapkan dapat melindungi petugas dari resiko terpajan oleh infeksi, begitu sebaliknya dapat melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas. Hasil penelitian Sunardi (2013) tentang gambaran pelaksanaan kewaspadaan umum oleh perawat telah meneliti pelaksanaan 5 kegiatan pokok kewaspadaan umum menunjukkan bahwa pengelolaan alat medis sebesar 81,58%, pengelolaan jarum dan benda tajam sebesar 74,12%, mencuci tangan pembedahan sebesar 73,3%, pengelolaan sampah dan sanitasi ruangan sebesar 60,86%, serta pemakaian alat pelindung diri sebesar 52,26%. Laporan dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (2002) antara 35.000.000 petugas pelayanan kesehatan di dunia, tiap tahun sekitar 3.000.000 dari mereka terpapar oleh virus dalam darah dan cairan tubuh melalui kulit. Laporan yang sama memperkirakan bahwa hasil kejadian kontak dengan darah dan cairan tubuh penderita yang terinfeksi didapatkan 16.000 terinfeksi hepatitis C, 66.000 terinfeksi hepatitis B, dan 200-5000 terinfeksi HIV. Beberapa penelitian melaporkan bahwa resiko terpapar bloodborne pathogen adalah masalah serius bagi petugas kesehatan di Turki (Azap, et. all., 2005). Di Amerika, lebih dari 8 juta petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit terpapar darah atau cairan tubuh melalui kontak luka dengan instrumen tajam yang terkontaminasi seperti jarum, dan pisau bedah (82%), kontak dengan selapu t lendir mata, hidung atau mulut (14%), terpajan dengan kulit yang terkelupas atau rusak (3%) dan gigitan manusia (1%) (The Centers of Disease Control and prevention, 2007). Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Irwandy dan Sukriani di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2003 menyebutkan bahwa pelaksanaan program universal precautions oleh perawat adalah tinggi (94,4%) tetapi beberapa aktivitas dalam program masih tetap rendah seperti perawat tidak

4 menyeteril menggunakan ethylene gas dan larutan kimia (98,4%) dan tidak melakukan pembuangan jarum ke tempat benda tajam (83,9%). Petugas pelayanan kesehatan sangat beresiko terpapar kuman pathogen yang berasal dari darah dan cairan tubuh pasien yang terinfeksi. Paparan darah dan cairan tubuh dapat masuk melalui luka pada kulit seperti akibat tertusuk jarum atau tersayat pisau, cairan mukosa yang terpercik ke mata, hidung atau mulut, kontak darah pada kulit yang terdapat luka (Hosoglu, et. all., 2011). Virus Hepatitis B (HBV), Human Immunodeficiency Virus ( HIV) dan virus hepatitis C merupakan kelompok penyakit infeksi yang terus mengalami peningkatan sehingga sangat beresiko terjadi penularan pada komunitas di bidang pelayanan kesehatan. Sukriani, et. all. (2013) mengemukakan bahwa ternyata pelaksanaan universal precautions dipengaruhi oleh organisasi yang di dalamnya adalah supervisi. Supervisi juga menjadi elemen penting organisasi dalam pelaksanaan universal precautions. Kepala ruang mempunyai tugas untuk melakukan supervisi dan bertanggung jawab atas pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Berdasarkan penelitian Sukriani, et. all. (2013) kepala ruang yang melakukan supervisi baik, ada 98,6% perawat akan melaksanakan kewaspadaan universal dengan baik. Studi menunjukkan bahwa manajemen organisasi dalam mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan pelaksanaan kewaspadaan universal yang baik memiliki hubungan yang positif dengan kedisiplinan perawat dalam pelaksanaan universal precautions. Pengaruh supervisi atas kualitas pelayanan merupakan faktor kunci dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Perawat dituntut untuk memiliki pola pikir serta sikap yang lebih toleran untuk mempersiapkan diri pada kondisi dan situasi yang rumit dan kompleks. Dalam perkembangannya supervisi diharapkan dapat menjadi motivasi yang baik dalam praktek perawat profesional.

5 Pada tahun 2012 di RSUP Dr. Kariadi Semarang tercatat 11 kejadian petugas tertusuk jarum (Nidle Stick Injury) dengan perincian perawat sebanyak 8 orang, tenaga non medis (PUK) 1 orang, mahasiswa perawat 1 orang dan cleaning servis 1 orang, sedangkan untuk kejadian pada tahun-tahun sebelumnya tidak tercatat dengan baik (PPI, 2012). Laporan tim PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) RSUP Dr. Kariadi Semarang periode Januari sampai dengan Mei 2013 angka kejadian perawat tertusuk jarum tercatat 7 kejadian dengan perincian 3 kasus infeksi dan 4 kasus non infeksi. Hasil rekapitulasi tim K3 (Kejadian Kecelakaan Kerja) RSUP Dr. Kariadi Semarang, kejadian NSI (Nidle Stick Injury) selama periode Januari 2014 sampai Desember 2014 tercatat 14 kejadian dengan perincian dokter sebanyak 2 orang, perawat 11 orang, petugas laboratorium 1 orang. Periode Maret 2015 sampai September 2015 didapatkan laporan kejadian NSI di RSUP Dr. Kariadi Semarang sebanyak 8 kejadian dengan perincian perawat 3 orang, bidan 1 orang, house keeping 4 orang. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah menjadi RS berstandar internasional melalui JCI tahun 2015. Hal ini tentu tidak lepas dari mutu pelayanan rumah sakit yang baik dimana sebuah sistem pelayanan dipengaruhi oleh komponen struktur dan proses yang terjadi dalam organisasi rumah sakit. Komponen struktur meliputi organisasi, manajemen, sumber daya manusia, teknologi, dan peralatan serta financial (Gibson, 1987). Penelitian yang lain disebutkan bahwa faktor organisasi meliputi resources availability, leadership, supervise, job design dan kompensasi) dalam hubungannya dengan pelaksanaan program universal precautions di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (Irwandy&Sukriani, 2015). Kemudian dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama ini terhadap 10 perawat di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Dr. Kariadi Semarang, sebanyak 7 orang (70%) belum melaksanakan prosedur universal precautions yang menyangkut penggunaan alat pelindung diri terutama kacamata pelindung (google) untuk mengantisipasi paparan darah dan cairan pasien pada

6 saat terlibat dalam prosedur pembedahan. Selain itu, perawat tidak menerapkan cuci tangan kamar bedah sesuai SPO. Hal ini menunjukkan perilaku perawat IBS dalam menerapkan prosedur tindakan universal precautions khususnya dalam pemakaian alat pelindung diri dan mencuci tangan kamar bedah selama operasi masih belum sesuai dengan pedoman pengendalian infeksi nosokomial. Ketidakpatuhan atau keengganan perawat untuk melakukan prosedur universal precautions karena dianggap terlalu merepotkan, tidak nyaman, meremehkan akan resiko terjadinya paparan, malas, sungkan terhadap dokter operator yang tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD), dan harapan kepada Allah Subhanahuwata ala bahwa tindakan yang dilakukan dengan niat baik niscaya akan ditolong serta dibalas oleh Allah Subhanahuwata ala dengan kebaikan pula. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan kepala ruang IBS bahwa supervisi secara langsung dilakukan hanya pada waktu tertentu. Menjelang akreditasi rumah sakit kegiatan supervisi dilakukan secara rutin, berkala dan terstruktur mulai dari direktur rumah sakit (top manajer), kepala ruang (perawat manajer) hingga tim terkait (Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi dan Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Setelah akreditasi rumah sakit kepala ruang melakukan supervisi secara tidak langsung yaitu dengan melakukan pendelegasian kepada Perawat Penanggung Jawab Pasien (PPJP) dan tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) IB S, kemudian dilakukan evaluasi setiap minggunya. Selama rentan waktu Januari 2013 sampai November 2015, Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang telah melakukan 238 tindakan operasi dengan pasien infeksius yakni 168 dengan pasien HbsAg (+), 11 pasien dengan Hepatitis C, 17 pasien dengan HIV, 2 pasien dengan AIDS, 13 dengan pasien Tuberkulosis. Hal ini menunjukan bahwa petugas yang bekerja di IBS sangat beresiko tertular penyakit infeksius seperti HIV dan Hepatitis apabila tidak melaksanakan universal precautions secara menyeluruh. Tim PPI IBS RSUP Dr.

7 Kariadi Semarang tahun 2015, nilai pencapaian standar prosedur tindakan pencegahan universal di IBS baru mencapai angka 70% dari standar yang ditetapkan Depkes yaitu sebesar 80%. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan supervisi dengan perilaku universal precautions oleh perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2. Rumusan Masalah Universal Precautions merupakan upaya yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengendalikan dan mengurangi resiko penyebaran infeksi pada saat melakukan setiap tindakan dan dilakukan disemua tempat pelayanan kesehatan tanpa memandang status infeksi pasien (Nursalam, 2009). Permasalahan yang terjadi pada tenaga kesehatan adalah tidak melaksanakan universal precautions dengan baik. Faktor yang mempengaruhi perilaku universal precautions adalah supervisi. Pentingnya universal precautions yang bertujuan untuk mengendalikan serta mengurangi resiko infeksi bagi petugas kesehatan dan pasien namun masih banyak perawat yang belum melaksanakan universal precautions secara menyeluruh, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara supervisi dengan perilaku universal precautions pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang?. 3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mendapatkan gambaran mengenai perilaku universal precautions dan supervisi pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang.

8 2. Tujuan Khusus. a. Mendeskripsikan supervisi perawat terhadap perilaku universal precautions pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. b. Mendeskripsikan perilaku universal precautions pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. c. Menganalisis hubungan antara supervisi dengan perilaku universal precautions pada perawat di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. 4. Manfaat Penelitian 1. Responden Bahan masukan tentang pentingnya pelaksanaan perilaku universal precautions oleh perawat di institusi pelayanan kesehatan pada umumnya, khususnya di Instalasi Bedah Sentral. 2. Rumah Sakit (Pelayanan Kesehatan) Memberi masukan kepada manajemen rumah sakit untuk mengetahui pengaruh supervisi terhadap perilaku universal precautions yang merupakan strategi dalam pengendalian dan penularan infeksi sehingga bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam menyusun SPO mengenai supervisi dan program universal precautions. 3. Instansi Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan referensi untuk pedoman dalam menerapkan universal precautions serta diharapkan dapat memberi masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya disiplin ilmu keperawatan mengenai pentingnya menerapkan universal precautions untuk mencegah terjadinya infeksi dan penularan penyakit pada pasien dan perawat.

9 2. Bidang Ilmu Penelitian ini merupakan penelitian bidang ilmu keperawatan yaitu manajemen keperawatan. 3. Keaslian Penelitian Berikut ini akan disajikan beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya: N o 1 Peneliti / tahun Irwandy dan Sukriani (2015) Judul Penelitian The Evaluation of universal precaution programs performance at Wahidin Sudirohusodo hospital in Indonesia Metodologi Penelitian Metode survei Hasil Penelitian Pelaksanaan program universal precautions oleh perawat adalah tinggi (94,4%) tetapi beberapa program (proses sterilisasi(98,4%) dan pengelolaan jarum/benda tajam(83,9%)) masih rendah Perbedaan Variabel independen : -kepemimpinan dan supervisi Variabel dependen : -pelaksanaan universal precautions Tempat penelitian : Ruang rawat inap RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. 3 2 Paul. B, et. all. (2014) Sukriani, et, all. (2013) A study on knowledge, attitude and practice of universal precautions among medical and nursing students Hubungan faktor organisasi dengan pelaksanaan kewaspadaan universal oleh perawat di rawat inap RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Komparatif dengan rancangan cross- sectional Observasional analitik dengan rancangan cross-sectional Kepatuhan dalam pelaksanaan universal precautions dikategorikan baik untuk mahasiswa perawat dan kurang baik untuk mahasiswa kedokteran Ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan dan supervisi dengan pelaksanaan kewaspadaan universal oleh perawat di rawat inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Variabel independen : -pengetahuan, sikap Variabel dependen : -pelaksanaan universal precautions Tempat penelitian : Ruang rawat inap di rumah sakit pelayanan tersier, Kerala, India Variabel independen : -faktor organisasi (sumber daya, kepemimpinan, supervisi, desain pekerjaan dan imbalan) Variabel dependen: -pelaksanaan kewaspadaan universal Tempat penelitian: Ruang rawat inap di RSUP

10 dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. 4 Hosoglu, et. all. (2011) Healthcare workers compliance with universal precautions in Turkey Observasional analitik dengan rancangan cross-sectional Pencapaian sikap sebesar 33,6% dan tingkat pengetahuan sebesar 67,2% terhadap pelaksanaan universal precautions Variabel independen: -kepatuhan perawat Variabel dependen: -penerapan kewaspadaan universal Tempat penelitian: 30 rumah sakit pemerintah di 19 kota di Turki