STUDI TENTANG KONDISI TUTUPAN KARANG HIDUP DI PERAIRAN PULAU PIEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

KONDISI TUTUPAN KARANG PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

By : ABSTRACT. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

Bentuk Pertumbuhan dan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

THE CORAL REEF CONDITION IN SETAN ISLAND WATERS OF CAROCOK TARUSAN SUB-DISTRICT PESISIR SELATAN REGENCY WEST SUMATERA PROVINCE.

Kata kunci : Kondisi, Terumbu Karang, Pulau Pasumpahan. Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau 2)

STATUS PERSENTASE TUTUPAN KARANG SCLERACTINIA DI PULAU BUNAKEN (TAMAN NASIONAL BUNAKEN) DAN DI PANTAI MALALAYANG, PESISIR KOTA MANADO

PERSENTASE TUTUPAN KARANG DI PERAIRAN MAMBURIT DAN PERAIRAN SAPAPAN KABUPATEN SUMENEP PROVINSI JAWA TIMUR

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

THE CORAL REEF CONDITION IN BERALAS PASIR ISLAND WATERS OF GUNUNG KIJANG REGENCY BINTAN KEPULAUAN RIAU PROVINCE. By : ABSTRACT

PERSENTASE TUTUPAN KARANG HIDUP DI PULAU ABANG BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU

LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT)

STUDI TUTUPAN KARANG DI PULAU JANGGI KECAMATAN TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG SEBAGAI EKOWISATA BAHARI DI PULAU DODOLA KABUPATEN PULAU MOROTAI

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU MATAS TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH

KONDISI TERUMBU KARANG DAN IKAN KARANG PERAIRAN TULAMBEN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/288367/PN/11826 Manajemen Sumberdaya Perikanan

BAB III METODE PENELITIAN

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

JAKARTA (22/5/2015)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Parameter Fisik Kimia Perairan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

CORAL BLEACHING DI TWP PULAU PIEH DAN LAUT DI SEKITARNYA TAHUN 2016

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGARUH KEDALAMAN TERHADAP MORFOLOGI KARANG DI PULAU CEMARA KECIL, TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

Distribusi Karang Batu Di Rataan Terumbu Pantai Selatan Pulau Putus- Putus Desa Ratatotok Timur Kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara

3 METODOLOGI PENELITIAN

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

IDENTIFIKASI TERUMBU KARANG PERAIRAN MAMBURIT KEBUPATEN SUMENEP

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

Analisis Kualitas Air Dengan Pendekatan Statistik Pada Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Biawak Indramayu

KONDISI TERUMBU KARANG DI PESISIR KELURAHAN SUNGAI PISANG SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES

3 BAHAN DAN METODE. KAWASAN TITIK STASIUN SPOT PENYELAMAN 1 Deudap * 2 Lamteng * 3 Lapeng 4 Leun Balee 1* PULAU ACEH

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

CORAL REEF CONDITION BASED ON LEVEL OF SEDIMENTATION IN KENDARI BAY

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

KONDISI TUTUPAN PERSEN KARANG DI PERAIRAN DESA TELUK BAKAU BERDASARKAN BENTHIC LIFE FORM. Rodiallohuanhum

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN KESESUAIAN PEMANFAATAN KAWASAN TERUMBU KARANG PADA ZONA PEMANFAATAN WISATA TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU OLEH PERSADA AGUSSETIA SITEPU

PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Korelasi Tutupan Terumbu Karang dengan Kelimpahan Relatif Ikan Famili Chaetodontidae di Perairan Pantai Pasir Putih, Situbondo

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUN JAWA ANALISA VEGETASI MANGROVE DI PULAU KEMUJAN, KEPULAUAN KARIMUN JAWA, JAWA TENGAH

ANALYSIS OF BUTTERFLY FISH (CHAETODONTIDAE) ABUNDANCE IN THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY ABSTRACT

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

KONDISI TERUMBU KARANG PULAU KASIAK PARIAMAN PROPINSI SUMATRA BARAT PASCA GEMPA BUMI PADANG 30 SEPTEMBER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

Perbedaan Presentasi Penutupan Karang di Perairan Terbuka dengan Perairan yang Terhalang Pulau-Pulau. di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

Transkripsi:

STUDI TENTANG KONDISI TUTUPAN KARANG HIDUP DI PERAIRAN PULAU PIEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT Rizqi Habibul Ridno, Suparno, Yempita Efendi Email: rizqihabibul@yahoo.co.id Jurusan Permanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK Universitas Bung Hatta Abstract Research about life coral cover percentage has been done on the sea of Pieh Island, Padang Pariaman district, West Sumatera. The aim of this research are to acknowledge the condition of life coral cover on the sea of Pieh Island. We used descriptive research method. Data collection has been doing in 4 station, station 1 (south), station 2 ( west), station 3 (north), station 4 (east), by using Line Intercept Transect (LIT) method, with 5-10 meter depth. The result of this research are the overview of Island Pieh sea quality were normal, with median clarity 18,25 meter, temperature 29,25 0 C, ph 8, salinity 33 0 / 00, pospat 0,24 mg/ L, and nitrat 0,72mg/L. The condition of life coral in 5m depth in station 1, 39,07%, station II 51,73%, station III 33,8% and station IV 64,03%. In 10 m depth in station I 39,47%, station II 52,1%, station III 29%, and station IV 22,2%. The result of mortality index in 5 m depth in station I 0,60%, station II 0,48%, station III 0,44%, and station IV 0,65%. Within 10 m depth, in station I 0,56%, station II 0,46%, station III 0,77%, and station IV 0,60%. The condition of coral in Pieh Island sea are in good condition. Key words : Coral Condition, Pieh Island, Padang, Line Intercept Transect Pendahuluan Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua subkelas yaitu Hexacorallia (Zoantharia), dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal usul Morfologi dan Fisiologi (Kimbal, 1999). Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk melakukan pemijahan, peneluran, pembesaran anak, mencari makan (feeding), terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis penting. Secara umum, keseluruhan fungsi yang disediakan oleh terumbu karang dapat digolongkan menjadi fungsi fisik, fungsi kimia, dan fungsi biologi dan ekologi. Manfaat terumbu karang dalam konteks ekonomi, terumbu karang menyediakan sejumlah manfaat yang dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu manfaat berkelanjutan dan manfaat yang tidak berkelanjutan (Dedi, 2009). Saat ini diperkirakan 10 persen dari terumbu karang dunia dalam kondisi sangat rusak dan bahkan kemungkinan tidak dapat

dipulihkan kembali, dalam kurun waktu 20 tahun mendatang, apabila tidak ada upaya pelestarian yang intensif, maka diperkirakan 30 persen dari terumbu karang yang ada akan mengalami kepunahan (Coremap, 2008). Indonesia dengan luas terumbu karang sekitar 75.000 km 2, pada saat ini kondisinya diperkiran 60% telah rusak, 33% masih bagus dan 7% sangat bagus (Abrar, 1997). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kunzman dan Efendi (1994) di sepanjang perairan pantai Sumatera Barat, didapatkan hasil sebagian besar dari terumbu karang yang ada sudah mengalami kerusakan total, ada yang mati dan yang banyak ditemui adalah bertumpuknya sedimentasi di atas permukaan karang. Secara geografis Pulau Pieh berada pada 100 06`01 BT - 00 52`17 LS. Pulau Pieh memiliki luas 10,7 hektar dengan rincian 9,0 hektar daratan yang ditutupi oleh vegetasi dan 1,7 hektar hamparan pasir, keliling pulau ini adalah 1.210 meter (Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru, 2010). Terbentuknya Taman Wisata Perairan Pulau Pieh diawali dengan keluarnya rekomendasi dari Gubernur Sumatera Barat melalui Surat No. 521/2587/GSB/1994 tangggal 21 November 1994 tentang usulan penetapan Kawasan Konservasi Laut Pieh yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan survey dan penelitian oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang berkerjasama dengan Universitas Bung Hatta pada tahun 1997. Hasil Survey ini menyimpulkan bahwa kondisi tutupan terumbu karang cukup baik, keanekaragaman tinggi, dan potensi wilayah yang cukup baik. Kemudian, dari hasil pelaksanaan survey tersebut maka diterbitkan keputusan Menteri Kehutanan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Nomor 070/Kpts-II/2000 tanggal 18 Maret 2000 tentang status Pulau Pieh sebagai Taman Wisata Alam Laut (TWAL) dengan luas 39.900 ha yang diserahkan lansung ke BKSDA. Penentuan status TWAL tersebut berdasarkan kriteria penentuan kawasan konservasi laut yang memiliki keanekaragamann biota laut dan lingkungan yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai objek wisata. TWAL pulau Pieh terdiri dari beberapa pulau diantaranya P. Pieh, P.Bando, P. Pandan, P. Air, P. Toran (Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru, 2010). Saat ini pengelolaan Pulau Pieh dan perairan sekitarnya telah diserahkan dari Mentri Kehutanan kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan berita acara serah terima No: BA. 01/Menhut-IV/2009 dan No: BA. 108/MEN.KP/III/2009 pada tanggal 4 Maret 2009. Kemudian pada tanggal 3 September 2009 ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 70/MEN/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Taman Wisata Perairan Pulau Pieh dan Laut disekitarnya di Provinsi Sumatera Barat 2

(Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru, 2010). Penelitian ( survey ) terumbu karang dilakukan pada tahun 1997 oleh Universitas Bung Hatta dan Ditjen PHKA mendapatkan hasil kondisi karang dalam keadaan rusak dengan persentase tutupan karang hidup 43,45%. Hal ini masih berlanjut yang mana survey yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Loka (Konservasi Kawasan Perairan Nasional) KKPN Pekanbaru yang mana mendapatkan hasil kondisi karang dalam keadaan rusak dengan persentase tutupan karang hidup 22,48%. Pada tahun 2011 Loka KKPN Pekan baru kembali lagi melakukan survey yang mana mendapatkan hasil kondisi tutupan karang hidup dengan persentase tutupan karang 32,20% meningkat dari hasil yang di lakukan pada survey sebelumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi tutupan karang hidup di perairan Pulau Pieh. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi bagi pihak lain yang terkait dalam mengambil kebijakan pengelolaan terumbu karang di kedepannya. Metodologi Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013 di perairan Pulau Pieh, Kabupaten Padang Pariaman, Propinsi Sumatera Barat. Ada 4 stasiun yang diamati stasiun I (selatan), stasiun II (barat), stasiun III (utara) dan stasiun IV (timur). Peralatan yang di gunakan adalah peralatan SCUBA, skin diving, kamera bawah air, kapal, alat untuk mengukur kualitas air (refrektometer, secchi disc, thermometer, ph meter, spekterofotometer), meteran, alat tulis bawah air, dan GPS. Metode yang digunakan adalah deskriptif. Data dikumpulkan dengan cara survey, yakni dengan cara melakukan observasi langsung kelapangan. Teknik pengambilan data menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) atau transek garis dengan cara menghitung jumlah persentase tutupan terumbu karang yang melewati garis transek. Transek garis dilakukan pada empat stasiun, yaitu Utara, Selatan, Barat dan Timur Pulau pada kedalaman 5 dan 10 meter. Pengambilan data Untuk lebih praktisnya roll meter ditarik sepanjang 70 meter, pengambilan data pertama dimilai dari titik 0 (nol) sampai titik 10 meter. Kemudian diberi interval/jarak 20 meter, pengambilan data kedua dimulai dari titik 30 meter sampai 40 meter, kemudian diberi interval kembali 20 meter,dan di lanjutkan pengambilan data dari titik 60 meter sampai 70 meter. Semua bentuk dan pertumbuhan karang dan biota lainnya yang berada di bawah garis transek dicatat dengan ketelitian mendekati centi meter. Data kualitas parairan yang diukur di masing- masing stasiun penelitian adalah salinitas, suhu, kecerahan, ph, pospat dan nitrat. Persentase Tutupan Karang Hidup Untuk menghitung persentase tutupan karang digunakan program Excel dengan menggunakan rumus yaitu: Persentase Tutupan (PC) (%) = 3

Total Panjang Interval Individu Total Panjang Transek Indeks Mortalitas X 100 % Nilai indeks mortalitas karang didapatkan dari persentase penutupan karang mati dan potongan karang dibagi dengan persentase karang hidup (modifikasi dari Gomes and Yap, 1988): MI = Keterangan: A A+B MI = Mortalitas Indeks A = Persentase karang mati dan patahan karang B = Persentase karang hidup Hasil dan Pembahasan Kualitas Air Pulau Pieh Kualitas air di perairan Pulau Pieh secara rinci disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Kondisi Kualitas Perairan di Pulau Pieh Kecerahan Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kecerahan perairan di Pulau Pieh berkisar antara 15-20 meter dengan rata- rata kecerahan 18,24 meter. Pada tahun 2011 di lokasi yang sama kecerahan perairan Pulau Pieh berkisar antara 9 20 meter (Loka KKPN Pekanbaru, 2011). Berdasarkan baku mutu kualitas perairan, terumbu karang akan dapat berkembang dengan baik jika kecerahan > 5 meter, jadi kecerahan di perairan Pulau Pieh sangat mendukung untuk pertumbuhan karang. Menurut Soekarno (1993) pertumbuhan karang yang baik disebabkan oleh adanya penetrasi cahaya yang dapat mencapai 10 meter atau lebih. Nybakken (1993) menyatakan bahwa faktor kecerahan perairan berkaitan dengan faktor pengendapan yang terjadi pada perairan Parameter kualitas air Satuan Stasiun I II III IV Rata-rata Baku Mutu * Kecerahan M 18 15 20 20 18,25 >5 Suhu Air Permukaan 0 C 28 29 30 30 29,25 28-30 ph Permukaan Unit 8 8 8 8 8 7-8,5 Sanilitas Permukaan Posfat Permukaan Nitrat Permukaan 0 / 00 33 33 33 33 33 33-34 Mg/l 0,24 0,24 0,24 0,24 0,24 0,015 Mg/l 0,72 0,72 0,72 0,72 0,72 0.008 Keterangan * : Baku Mutu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 4

tersebut, terumbu karang tidak dapat berkembang pada perairan yang lebih dalam dari 50-70 meter dan kebanyakan terumbu karang tumbuh pada kedalaman kurang dari 25 meter. Suhu Air Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa suhu di perairan Pulau Pieh berkisar antara 28 C-30 C dengan rata-rata suhu perairan 29,25 C. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Puslitbang Perikanan tahun 2000 dengan hasil penelitian terumbu karang di perairan Kota Padang melaporkan suhu perairan Pulau Pieh berkisar sekitar 28-31 C (Puslitbang Perikanan, 2001). Tahun 2011 suhu perairan Pulau Pieh adalah 29 C (Loka KKPN, 2011). Dalam baku mutu air laut untuk biota laut, suhu air untuk terumbu karang berkisar 28-30 C (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2004). ph Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa semua stasiun pengamatan nilai ph nya adalah 8, kondisi perairan Pulau Pieh memiliki ph yang baik untuk pertumbuhan karang. Menurut Effendi (2003) bahwa Power Hydrogen (ph) menunjukkan jumlah ion hydrogen dalam air laut dinyatakan dalam aktifitas hydrogen, ph mempunyai peranan penting terhadap prosesprose biologis dan kimia dalam perairan. Lebih lanjut Effendi (2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota aquatik menyukai ph sekitar 7 8,5. Baku mutu air laut untuk biota laut, ph terumbu karang berkisar 7 8,5 (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2004). Salinitas Merujuk pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa salinitas perairan disetiap stasiun adalah 33. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Puslitbang Perikanan 2001 salinitas perairan di Pulau Pieh adalah sekitar 32-34 (Puslitbang Perikanan, 2001). Sedangkan penelitian yang dilakukan pada Tahun 2011 di perairan Pulau Pieh didapat kisaran salinitasnya 32 (Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru, 2011). Sementara berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut, salinitas terumbu karang berkisar 33 34 (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2004). Jadi dari aspek salinitas sangat mendukung untuk kehidupan terumbu karang. Pospat Kandungan Pospat di perairan Pulau Pieh seperti disajikan pada Tabel 1 adalah 0,24 mg/l, kondisi ini masih barada di kisaran normal kandungan pospat yang ada pada perairan tersebut. Penelitian Muhammad Syahdan et al. (2009) kandungan Pospat diperairan Karimun Jawa berkisar antara 0,05 0,36 mg/l yang mana masih sesuai dengan kandungan yang di jumpai di lautan normal. Berdasarkan baku mutu air laut untuk karang pada keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004, untuk pospat adalah 0,015 mg/l. 5

Nitrat Kandungan nitrat di perairan Pulau Pieh adalah 0,72 mg/l. Kondisi ini masih barada dikisaran normal kandungan nitrat yang ada pada parairan. Sesuai dengan hasil penelitian Syahdan et al. (2009) diperairan Karimun Jawa, kisaran kandungan nitratnya antara 0,11 0,59 mg/l dengan rata-rata 0,37 mg/l. Nitrat merupakan unsur zat hara yang ada di suatu perairan. Nitrat merupakan bahan makanan bagi plankton untuk berfotosintesis. Berdasarkan baku mutu air laut untuk terumbu karang pada keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk nitrat adalah 0,008 mg/l. Kondisi Tutupan Karang Hidup (PC) di Perairan Pulau Pieh Berdasarkan kriteria Soekarno (1993) termasuk kategori rusak. Bentuk pertumbuhan karang (life-form) yang ditemukan pada empat stasiun penelitian, yaitu: Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate (ACT), Acropora Encrusting (ACE), Acropora Digitate (ACD), Coral Branching (CB) Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CE), Coral Submissive (CS), Coral Foliose (CF). Tabel 2. Rata-rata Prosentase Tutupan Karang Hidup Pada Kedalaman 5 Meter Stasiun Posisi Rata-rata Prosentase Tutupan Karang Hidup (%) Kategori I (Selatan) 100 06 06,3 BT 00 52 6,45 LS 39,07 Rusak II (Barat) 100 06 8,21 BT 00 52 49,8 LS 51,73 Baik III (Utara) IV (Timur) 100 06 05,6 BT 00 52 27,5 LS 100 0 06 15,5 BT 00 0 52 46,9 LS 33,8 Rusak 64,03 Baik Rata rata 47,31 Rusak Rata - rata tutupan karang hidup Pulau Pieh dikedalaman 5 meter adalah 47,16%, rinciannya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1. 6

Persen Penutupan (%) 70,00 60,00 50,00 40,00 38,97 58,57 50,26 48,27 32,00 61,30 61,35 31,73 30,00 20,00 10,00 0,00 0,10 2,03 0,330,00 1,47 0,00 0,00 0,00 1,80 0,57 1,502,83 2,70 0,00 2,22 0,00 Selatan Barat Utara Selatan Acropora Non Acropora Dead Scleractina Algae Other Fauna Abiotik Gambar 1. Grafik rata-rata Tutupan Karang Hidup Pada Kedalaman 5 Meter Stasiun di Pulau Pieh Pada stasiun I (bagian Selatan) di kedalaman 5 di kedalaman 5 meter tutupan karang hidup (PC) meter tutupan karang hidup (PC) dari tiga kali pengulangan yaitu sebesar 39,07%, di dominasi oleh Coral Encrusting dengan jumlah 23,5% sedangkan yang paling sedikit Acropora Brancing dengan jumlah 0,10%. Pada stasiun II (bagian Barat) di kedalaman 5 meter tutupan karang hidup (PC) dari tiga kali pengulangan yaitu sebesar 51,73%, di dominasi oleh Coral Encrusting dengan jumlah 31,13% dan yang paling sedikit karang Acropora Encrusting dengan jumlah 0,73%. Pada stasiun III (bagian Utara) di kedalaman 5 meter tutupan karang hidup (PC) dari tiga kali pengulangan yaitu sebesar 33,80% di dominasi oleh Coral Brancing dengan jumlah 15,77% sedangkan yang paling sedikit karang Coral Foliose dengan jumlah dari tiga kali pengulangan yaitu sebesar 64,05%, di dominasi oleh Coral Encrusting dengan jumlah dengan jumlah 35,33% sedangkan yang paling sedikit Acropora Digitate dengan jumlah 0,33%. Rata rata tutupan karang hidup Pulau Pieh dikedalaman 10 meter 35,69%, dengan rinciannya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 2. Bentuk pertumbuhan karang (lifeform) yang ditemukan pada empat stasiun penelitian, yaitu: Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate (ACT), Acropora Digitate (ACD), Coral Branching (CB) Coral Massive (CM), Coral Encrusting (CE), Coral Submissive (CS), Coral Foliose (CF), Coral Mushrom (CMR), Coral Millepora (CME). 0,63%. Pada stasiun IV ( bagian Timur) 7

Persen Penutupan (%) Tabel 3. Rata-rata Prosentase Tutup Karang Hidup Pada Kedalaman 10 Meter Stasiun Posisi Rata-rata Prosentase Tutupan Karang Hidup (%) Kategori I (Selatan) II (Barat) III (Utara) IV (Timur) 100 06 06,3 BT 00 52 64,5 LS 100 06 821 BT 00 52 49,8 LS 100 06 05,6 BT 00 52 275 LS 100 0 06 15,5 BT 00 0 52 46,9 LS 39,47 Rusak 52,10 Baik 29,00 Rusak 22,21 Rusak Berat Rata-rata 35,69 Rusak 50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 48,56 49,87 48,27 44,50 42,70 36,17 27,30 17,60 18,41 13,92 14,00 10,40 10,70 3,30 3,83 3,80 1,56 2,80 1,70 0,00 0,00 0,60 0,00 0,00 Selatan Barat Utara Selatan Acropora Non Acropora Dead Scleractina Algae Other Fauna Abiotik Gambar 2. Grafik rata-rata Tutupan Karang Hidup Pada Kedalaman 10 Meter di Pulau Pieh 8

Dari empat stasiun pengambilan data yang dilakukan dengan dua kedalaman, maka pada stasiun I (selatan) kedalaman 10 meter tutupan karang hidup (PC) dari tiga kali pengulangan sebesar 39,47% di dominasi oleh Coral Encrusting dengan jumlah 17,93% dan yang paling sedikit Coral Brancing dengan jumlah 0,60%. Stasiun II (barat) kedalaman 10 meter tutupan karang hidup (PC) dari tiga kali pengulangan yaitu sebesar 52,10%, di dominasi oleh Coral Encrusting dengan jumlah 23,63% dan yang paling sedikit Coral Brancing dengan jumlah 0,33%. Stasiun III (utara) pada kedalaman 10 meter tutupan karang hidup (PC) dari tiga kali pengulangan yaitu sebesar 29,00%,yang di dominasi oleh Coral Encrusting dengan jumlah 8,87% dan yang paling sedikit Acropora Brancing dengan jumlah 1,7%. Stasiun IV (timur) pada kedalaman 10 meter tutupan karang hidup (PC) dari tiga kali pengulangan sebesar 22,21% di dominasi oleh Coral Encrusting dengan jumlah 11,17% dan yang paling sedikit Coral Brancing dengan jumlah 0,83%. Apabila dibandingkan kondisi terumbu karang antara stasiun di dua kedalaman ternyata persentase tutupan karang hidup sangat berbeda yakni pada kedalaman 5 meter didapatkan: stasiun I rata-rata tutupan karang hidup (PC) 39,07%, Stasiun II rata-rata tutupan karang hidup (PC) 51,73%, Stasiun III rata-rata tutupan karang hidup (PC) 33,80%, dan stasiun IV ratarata tutupan karang hidup (PC) 64,05%. Dari gambaran rata-rata tutupan karang hidup (PC) di atas maka tutupan karang hidup (PC) yang tinggi terdapat pada stasiun IV (bagian Timur) yakni sebesar 64,05%, hal ini dikarenakan pada stasiun IV kualitas airnya masih sangat mendukung bagi pertumbuhan karang seperti Coral Encrusting dan Coral Submassive, di samping itu faktor penghambat pertumbuhan karangnya pada stasiun II sudah mulai berkurang. Sedangkan yang paling rendah rata-rata tutupan karang hidup (PC) adalah Stasiun III (bagian Barat) yakni sebesar 33,80%. Berdasarkan pengamatan di lapangan rendahnya persentase tutupan karang hidup (PC) pada tiap stasiun penelitian terutama Stasiun III diduga disebabkan oleh faktor alam dan ulah tangan manusia, seperti adanya bekas patahan karang yang di sebabkan oleh bom ikan. Sedangkan pada kedalaman 10 meter didapatkan: stasiun I rata-rata tutupan karang hidup (PC) 39,47%, stasiun II rata-rata tutupan karang hidup (PC) 52,10%, stasiun III rata-rata tutupan karang hidup (PC) 29,00%, dan stasiun IV rata-rata tutupan karang hidup (PC) 22,21%. Dari gambaran rata-rata tutupan karang hidup (PC) diatas maka tutupan karang hidup yang tinggi terdapat pada stasiun II (bagian Barat) yakni sebesar 52,10%, hal ini di karenakan selain kualitas air yg mendukung, karang di bagian ini sedang mengalami pemulihan,yang didominassi oleh Coral Encrusting. Dari hasil penelitian sebelumnya pada Tahun 2010 (Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru (2010), 9

mendapatkan hasil rata-rata tutupan karang hidup (PC) dari keempat stasiun sebesar 22,48% dan pada tahun 2011 Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional (2011), mendapatkan hasil rata-rata tutupan karang hidup (PC) dari keempat stasiun sebesar 32,20%, sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 didapat rata-rata tutupan karang (PC) dari keempat stasiun sebesar 41,42%, berarti terjadinya kenaikan setiap tahunnya. Indeks Mortalitas Dari hasil ini, didapat hasil indeks mortalitas terumbu karang di perairan Pulau Pieh sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Data Mortalitas Terumbu Karang di Pulau Pieh 0,363% dan 0,37%, besaran resiko kematian terumbu karang yang diperlihatkan dari persentase karang mati dan patahan karang. Pengamatan yang dilakukan Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI), ( Tahun 2004 dan 2005) dibeberapa pulau di Kepulauan Seribu diantaranya Pulau Pari, Pulau Payung Besar, Pulau Payung Kecil dan lainnya mendapatkan hasil dengan rata rata 0,40% dan 0,33%, besaran persentase kematian di sebabkan karna masih adanya penambangan terumbu karang, gempuran gelombang dan banyaknya pemangsa alami. Kedalaman Selatan Barat Utara Timur 5 meter 0,60% 0,48% 0,44% 0,65% 10 meter 0,56% 0,46% 0,77% 0,60% Berdasarkan Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa nilai Indeks Mortalitas Karang (IMK) yang paling tinggi ditemukan pada stasiun IV, hal ini disebabkan pada bagian timur sering dijadikan tempat aktivitas manusia seperti: kapal mendarat ke pulau dan berlabuh jangkarnya kapal, faktor alam seperti: topografi dasar berupa karang berpasir dan yang paling rendah pada stsiun II. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Madduppa (2006) di perairan Pulau Petondan Timur, indek mortalitas terumbu karang dikedalaman 3 dan 10 meter dengan rata rata Kesimpulan 1. Kualitas perairan Pulau Pieh sangat mendukung kehidupan terumbu karang : nilai salinitas rata-rata sebesar 33%o, temperatur rata-rata 29,25 C, kecerahan perairan rata-rata sebesar 18,25 meter, ph rata-rata 8, pospat rata-rata 0,24 dan nitrat rata-rata 0,72. 2. Rata rata persentase tutupan karang hidup (PC) di perairan Pulau Pieh pada kedalaman 5 meter didapatkan hasil stasiun I (Selatan) 10

adalah 39,07%, stasiun II (Barat) 51,73%, stasiun III (Utara) 33,80%, dan stasiun VI (Timur) 64,05% dengan rata rata 47,16% dan pada kedalaman 10 meter di dapatkan hasil stasiun I (Selatan) 39,47%, stasiun II (Barat) 52,10%, stasiun III (Utara) 29,00%, dan stasiun VI (Timur) 22,21% degan rata rata 35,69%. terumbu karang Pulau Pieh dengan rata rata 41,42%, dikategorikan dalam kondisi rusak. 3. Indeks Mortalitas di perairan Pulau Pieh pada kedalaman 5 meter sebesar 0,44% - 0,65% dan kedalaman 10 meter sebesar 0,46% - 0,77%. Daftar Pustaka Abrar, M. 1997. Kolonisasi Karang Pada Sistem Pembuatan Tranplantasi Karang di Perairan Pulau Sikuai Bungus Teluk Kabung. Skripsi (tidak dipulikasikan). Sarjana Biologi Universitas Andalas. 54 Hal. Coremap, 2008. Program Rehabilitasi Dan Pengelolaan Terumbu Karang. Dari Puslit Oseanografi -LIPI- Online (10 Desember 2012)..www.coremap.or.id/kondisi%2DTK/ Dedi, S. 2009. Ekologi Laut Tropis. Fungsi Dan Manfaat Terumbu Karang dan Perannya Terhadap Sistem Perikanan (17 December 2012). http://web.ipb.ac.id/ Efendi, 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta, 258 Hal. Gomez, E.D dan H.T Yap. 1988. Monitoring Reef Condition. In: Kenchington RA, Hudson BET, editor. Coral reef management handbook. Jakarta: UNESCO Regional office science and technology for southeast asia. Pp 187 195. Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2004. Kumpulan Peraturan Pengendalian Kerusakan Pesisir Dan Laut. KLH, Jakarta Kimbal, J.W. 1999. Biologi jilid 3 Edition V. Jakarta Erlangga. Hlm: 898-899 Kunzman, A. Dan Efendi, Y. 1994. Keadaan Terumbu Karang di Perairan Sepanjang Pantai Sumatera Barat, Kumpulan Hasilhasil Penelitian, Pelatihan (lanjutan) Metodologi Penelitian, LIPI Jakarta, hal.5. Loka KKP Pekanbaru, 2010. Riview Potensi Kawasan konservasi Perairan Nasional Taman Wisata Perairan Pulau Pieh Dan Laut sekitarnya. Loka KKP Pekanbaru, 2011. Riview Potensi Kawasan konservasi Perairan Nasional Taman Wisata Perairan Pulau Pieh Dan Laut sekitarnya. Madduppa, H. 2006. Kajian Ekologi Ikan Kepe-Kepe Dalam Mendeteksi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Petondan Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta. Nybakken, J.W. 1993. Biologi Laut. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Puslitbang Perikanan UBH dan Bappeda Kota Padang. 2001. Potensi Sumberdaya Hayati Kelautan dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Kota Padang. (Tidak Dipublikasikan) 388 hal. Syahdan, M. Ulqudri,T. Z. Yulisman. Santoso. 2009. Karateristik dan Sebaran Pospat,Nitrat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah, 11

Jurnal Penelitian Sains, Volume 13 Nomer 1. Sukarno, R. 1993. Ekosistem Terumbu Karang dan Masalah Pengelolaannya, dalam Materi Kursus Metodologi Penelitian Penemuan Kondisi Terumbu Karang. Puslitbang Oceanologi LIPI. Jakarta. 63 Hal. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI), 2004 2005. Terumbu Karang Jakarta Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu, TERANGI, Jakarta. 12

13