GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU (IPHHK) DI PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN HASIL BUKAN KAYU

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MASYARAKAT HUKUM ADAT DI PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 11 TAHUN 2010

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.16/Menhut-II/2007 TENTANG RENCANA PEMENUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI (RPBBI) PRIMER HASIL HUTAN KAYU

2016, No dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 146 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 17/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PEMEGANG IZIN USAHA INDUSTRI

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI IRIAN JAYA NOMOR 121 TAHUN 2001 T E N T A N G

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 72 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KAYU BULAT JENIS MERBAU DI PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BUPATI TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.47, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Sanksi Administratif. Pemegang Izin. Pengenaan. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2009 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 300/Kpts-II/2003 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Izi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 120 TAHUN 2010 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Hasil Hutan Kayu. Penatausahaan. Perubahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 123 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. KEHUTANAN. Industri. Bahan Baku. Hasil Hutan Kayu. Pemenuhan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 148 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI KEPADA PT. MEGAPURA KAWASAN GOLD

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2002 T E N T A N G

KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negar

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 150 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI KEPADA PT.SINAR INDAH PERSADA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 43/Menhut-II/2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 151 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI KEPADA PT. SINAR INDAH PERSADA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO KEPUTUSAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 252 / 17 / VI /2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.35/Menhut-II/2008 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN

Transkripsi:

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 53 ayat (4) Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor : 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua, perlu mengatur mengenai Tata Cara Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu Rakyat; Mengingat b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu menetapkan Peraturan Gubernur Papua tentang Tata Cara Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu Rakyat; : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 2907); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4884); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4389); 5. Undang-Undang.../2

- 2-5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 39, Tambahan Lembaran Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 5059); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4814); 8 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Provinsi Papua (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 21). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Papua adalah Provinsi Papua; 2. Gubernur ialah Gubernur Papua; 3. Bupati/Walikota ialah Bupati/Walikota se Provinsi Papua; 4. Dinas Provinsi adalah dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab urusan kehutanan di provinsi; 5. Dinas Kabupaten/Kota adalah dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab urusan kehutanan di Kabupaten/Kota; 6. Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi, selanjutnya disebut BP2HP adalah Unit Pelaksana Teknis Balai Pemantapan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah XVII Jayapura; 7. Unit Pelaksana Teknis Daerah, yang selanjutnya disebut UPTD adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Provinsi Papua yang bertugas melakukan pengamanan dan peredaran hasil hutan; 8.Hutan.../3

- 3-8. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan; 9. Hasil Hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan; 10. Perorangan adalah orang seorang anggota masyarakat Papua asli setempat yang cakap bertindak menurut hukum dan Warga Negara Indonesia; 11. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan; 12. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum Adat, selanjutnya disebut IUPHHK-MHA adalah izin untuk memanfaatkan kayu alam pada hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil hutan kayu yang diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat pemilik hak ulayat pada areal hutan milik adatnya; 13. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu, selanjutnya disebut IPHHK adalah izin untuk melakukan pengambilan hasil hutan kayu meliputi pemanenan, pengolahan, pengangkutan dan pemasaran dalam jangka waktu tertentu dengan volume tertentu di dalam hutan produksi dan atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan/ Areal Penggunaan Lain; 14. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu, selanjutnya disebut IUIPHHK adalah izin mendirikan industri untuk mengolah Kayu Bulat (KB) dan/atau Kayu Bulat Kecil (KBK) menjadi barang setengah jadi atau barang jadi; 15. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu Rakyat, selanjutnya disebut IUIPHHK Rakyat adalah izin mendirikan industri yang diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat untuk mengolah kayu bulat (KB) dan/atau Kayu Bulat Kecil (KBK) menjadi barang setengah jadi atau barang jadi; 16. Izin Sah Lainnya, selanjutnya disebut ISL adalah perizinan pemanfaatan/pemungutan hasil hutan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 17. Tempat Penampungan Hasil Hutan Kayu Olahan adalah tempat/kios untuk menampung kayu olahan produk IPHHK yang telah mendapatkan izin dan quota dari Dinas; 18. Faktur Angkutan Kayu Olahan Rakyat, selanjutnya disebut FAKO Rakyat adalah dokumen angkutan yang diterbitkan oleh penerbit FAKO, dipergunakan dalam pengangkutan hasil hutan berupa kayu olahan/gergajian. BAB II INDUSTRI KAYU RAKYAT DI PROVINSI PAPUA Pasal 2 Industri Kayu Rakyat terdiri dari 2 (dua) kegiatan utama yaitu : a. usaha industri primer hasil hutan kayu rakyat; dan b. pengembangan jaminan penyediaan pasokan bahan baku terhadap industri kayu rakyat secara berkelanjutan. Pasal 3 IUIPHHK Rakyat diberikan dengan pertimbangan adanya jaminan ketersediaan pasokan bahan baku industri yang berkelanjutan. Pasal 4.../4

- 4 - Pasal 4 Pasokan bahan baku industri primer hasil hutan kayu rakyat berasal dari : a. IUPHHK/IUPHHK-MHA/IPK; b. limbah pembalakan; c. IPHHK; d. kayu lelang temuan/sitaan/rampasan; e. hutan tanaman rakyat (HTR); atau f. ISL. Pasal 5 (1) Setiap pemegang izin pemanfaatan dan/atau pemungutan hasil hutan kayu wajib mengalokasikan sebagian realisasi produksi kayu bulatnya untuk memasok industri primer hasil hutan kayu rakyat dengan ketentuan untuk IUPHHK paling sedikit sebesar 5%, IPK paling sedikit sebesar 50 % dan Izin lainnya paling sedikit sebesar 50 %. (2) Setiap pemenang lelang kayu temuan, sitaan dan rampasan wajib mengalokasikan sebagian dari kayu hasil lelangnya bagi pasokan industri primer hasil hutan kayu rakyat. Jenis produk IUIPHHK Rakyat adalah : a. kayu gergajian; b. moulding; dan c. flooring. Pasal 6 Pasal 7 (1) Produk IUIPHHK Rakyat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 diperuntukkan bagi pemasaran lokal, regional, nasional dan ekspor. (2) Produk IUIPHHK Rakyat yang sumber bahan bakunya berasal dari IPHHK hanya diperuntukkan bagi pemasaran lokal. Pasal 8 (1) IUIPHHK Rakyat dapat diberikan secara bersamaan dengan izin pemanfaatan/pemungutan hasil hutan kayu yang dikelola oleh masyarakat hukum adat. (2) Pengolahan kayu oleh IUIPHHK Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di dalam areal izin dengan menggunakan gergaji tangan dan/atau portable sawmill. (3) Penggunaan peralatan portabel sawmill dalam areal izin hanya didapat dipergunakan oleh masyarakat hukum adat yang telah memperoleh izin. BAB III PERMOHONAN IUIPHHK RAKYAT Pasal 9 (1) IUIPHHK Rakyat diberikan berdasarkan permohonan tertulis dari pemohon. (2) Pemohon yang dapat mengajukan permohonan IUIPHHK Rakyat adalah : a. perorangan; b. koperasi; dan c. badan usaha milik masyarakat adat (BUMMA). Pasal 10.../5

- 5 - Pasal 10 (1). Permohonan IUIPHHK Rakyat diajukan kepada : a. Bupati/Walikota, untuk kapasitas industri di bawah 2.000 M3/tahun dengan tembusan kepada Menteri, Gubernur, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala BP2HP dan Kepala UPTD. b. Gubernur, untuk kapasitas industri 2.000 sampai dengan 6.000 M3/tahun, dengan tembusan kepada Menteri, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota Kepala BP2HP dan Kepala UPTD. (2) Format blanko permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini. Pasal 11 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilengkapi dengan persyaratan : a. administrasi; b. teknis. (2). Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari : a. rekomendasi dari kepala dinas kabupaten/kota; b. foto-copy KTP untuk pemohon perorangan atau akte pendirian beserta perubahan-perubahannya untuk Koperasi; c. SIUP; dan d. SITU. (3). Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari : a. rencana pemenuhan bahan baku industri; b. daftar nama, tipe dan jenis peralatan yang akan dipergunakan dalam melakukan kegiatan pengolahan hasil hutan kayu; c. perjanjian kerja sama suplai bahan baku dengan pemegang izin pemanfaatan/ pemungutan hasil hutan kayu; dan d. rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan. BAB IV PENILAIAN PERMOHONAN DAN PEMBERIAN IZIN Pasal 12 (1) Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota melakukan penilaian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). (2) Berdasarkan hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota menerbitkan pertimbangan teknis pemberian IUIPHHK Rakyat kepada Gubernur/Bupati/Walikota. Pasal 13 (1) Gubernur/Bupati/Walikota melakukan penilaian dengan memperhatikan pertimbangan teknis dari : a. Kepala Dinas Provinsi untuk izin yang diberikan oleh Gubernur; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota untuk izin yang diberikan oleh Bupati/Walikota. (2) Penilaian permohonan izin didasarkan pada pemenuhan kelengkapan persyaratan administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (1) dan ayat (2). Pasal 14.../6

- 6 - Pasal 14 (1) Dalam hal persyaratan administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) terpenuhi, Gubernur/Bupati/Walikota memberikan IUIPHHK Rakyat kepada pemohon. (2) Dalam hal persyaratan administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) tidak terpenuhi, Gubernur/Bupati/Walikota memberikan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan kepada pemohon. (3) Gubernur/Bupati/Walikota dapat melimpahkan kewenangan pemberian IUIPHHK Rakyat kepada Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Pasal 15 (1) Pemegang IUIPHHK Rakyat wajib melaksanakan kegiatan industri paling lambat 6 (enam) bulan setelah IUIPHHK Rakyat diterbitkan. (2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun pemegang izin tidak melaksanakan kegiatan nyata, dikenakan sanksi berupa teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 30 (tiga puluh) hari. (3) Apabila teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipatuhi, IUIPHHK Rakyat dapat dicabut. Pasal 16 Masa berlaku IUIPHHK Rakyat diberikan untuk jangka waktu : a. paling lama 10 (sepuluh) tahun bagi industri yang tidak memiliki jaminan suplai bahan baku sendiri. b. selama jangka waktu perizinan IUPHHK-MHA bagi industri yang memiliki jaminan suplai bahan baku sendiri. BAB V PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN Pasal 17 Setiap pemegang IUIPHHK Rakyat wajib membayar retribusi daerah atas produksi hasil hutan kayu sesuai izin yang besarnya ditetapkan dalam peraturan daerah. Pasal 18 (1) Setiap hasil hutan kayu yang diangkut/beredar dari lokasi IUIPHHK wajib dilengkapi dengan dokumen FAKO Rakyat. (2) Blanko FAKO Rakyat dicetak oleh Dinas Provinsi. (3) Dokumen FAKO Rakyat diterbitkan secara official assesment oleh petugas Dinas Kebupaten/Kota yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi. (4) Petugas Penerbit FAKO Rakyat wajib memiliki kualifikasi pengawas tenaga teknis kehutanan. (5) Penunjukan dan penetapan petugas penerbit FAKO Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan rekomendasi teknis dari Kepala BP2HP. (6) Dokumen FAKO Rakyat wajib dilengkapi dengan daftar kayu olahan. (7) Masa berlaku dokumen FAKO Rakyat sesuai dengan waktu tempuh normal. (8) Dokumen FAKO Rakyat diterima, diperiksa dan dinyatakan habis masa berlaku dan diterakan cap Telah Digunakan oleh petugas kehutanan pada pos pengawasan peredaran hasil hutan yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi berdasarkan usulan Kepala Dinas Kabupaten/Kota. (9) Pejabat.../7

- 7 - (9) Pejabat penerbit FAKO Rakyat wajib membuat laporan penerbitan FAKO Rakyat setiap bulan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi, Kepala BP2HP dan Kepala UPTD. (10) Pengangkutan hasil hutan kayu dari tempat penampungan/kios yang beredar di dalam wilayah kabupaten/kota, menggunakan dokumen nota pembelian/penjualan dari toko/kios/penampung yang bersangkutan. Pasal 19 (1) Permohonan blanko FAKO Rakyat diajukan oleh pemegang IUIPHHK Rakyat kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota. (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kehutanan Provinsi menyampaikan blanko FAKO Rakyat beserta nomor seri blanko. BAB VI KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 20 (1) Pemegang IUIPHHK Rakyat wajib : a. membuat dan menyampaikan laporan kegiatan IUIPHHK Rakyat secara periodik setiap bulan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Menteri, Gubernur, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala BP2HP; b. mentaati ketentuan yang diatur dalam IUIPHHK Rakyat dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Kehutanan. (2) Pemegang IUIPHHK Rakyat dilarang : a. menerima dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari sumber bahan baku yang tidak sah; b. memindahtangankan IUIPHHK Rakyat kepada pihak lain tanpa izin. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 21 (1) Kepala Dinas Provinsi melakukan pembinaan terhadap pemegang IUPHHK. (2) Kepala Dinas Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan IUPHHK. (3) Kepala Dinas Provinsi dapat membentuk tim untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian peredaran hasil hutan. BAB VIII HAPUSNYA IZIN Pasal 22 Izin hapus karena : a. masa berlakunya telah berakhir; b. diserahkan kembali kepada Gubernur/Bupati/Walikota sebelum masa berlakunya berakhir; atau c. dicabut karena pemegang izin melanggar ketentuan dalam Peraturan Gubernur ini. BAB.../8

- 8 - BAB IX SANKSI Pasal 23 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 20 ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. teguran; b. penghentian pelayanan; c. penghentian kegiatan; dan d. pencabutan izin. (3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh : a. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk pencabutan izin; b. Kepala Dinas Provinsi/Kepala Dinas Kabupaten/Kota, untuk pemberian teguran, penghentian pelayanan dan penghentian kegiatan. KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Papua. Dindangkan di Jayapura Pada Tanggal 18 November Tahun 2010 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA CAP/TTD Drh.CONSTANT KARMA BERITA DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2010 NOMOR 15 Ditetapkan di Jayapura Pada tanggal 18 November 2010 GUBERNUR PAPUA, CAP/TTD BARNABAS SUEBU, SH Untuk salinan yang sah sesuai Dengan yang asli SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA Drh.CONSTANT KARMA

- 9 - SALINAN Peraturan Gubernur ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta; 2. Menteri Kehutanan RI di Jakarta; 3. Direktur Jenderal PUMDA Kementerian Dalam Negeri di Jakarta; 4. Ketua DPRP Provinsi Papua di Jayapura; 5. Ketua BAPPEDA Provinsi Papua di Jayapura; 6. Kepala Inspektorat Provinsi Papua di Jayapura; 7. Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua di Jayapura; 8. Para Pimpinan Instansi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua; 9. Bupati/Walikota se Provinsi Papua.

Contoh Formulir Permohonan IUIPHHK Rakyat KOP SURAT Jayapura,... 2010 Nomor :... Lampiran : 1 (satu) berkas Kepada Yth. : Perihal : Permohonan IUIPHHK Rakyat Bapak Gubernur/ Bupati/ Walikota di-... Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Pekerjaan : Alamat : Lampiran : Peraturan Gubernur Papua Nomor : 15 Tahun 2010 Tanggal : 18 November 2010 Mengajukan permohonan kepada bapak untuk mendapatkan IUIPHHK Rakyat dengan rincian sebagai berikut : 1. Lokasi : 2. Jenis Produk : (Kayu Gergajian/ Flooring/...) 3. Jenis alat : (Portable Sawmill/ Band Saw/ Gergaji Tangan/...) 4. Kapasitas Prod. : (2.000/ 6.000) M3/ Tahun 5. Sumber Bahan Baku :... 6. Jumlah Tenaga Kerja : Sebagai bahan pertimbangan Bapak, bersama ini kami lampirkan : 1. Copy KTP/ Akta Pendirian Koperasi 2. Copy SIUP 3. Copy SITU 4. Rekomendasi Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota 5. Copy Surat Perjanjian Kerja Sama Suplai Bahan Baku Industri 6. Copy SK. Gubernur Provinsi Papua tentang IUPHHK-MHA... 7. rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan 8. rencana pemenuhan bahan baku industri 9.... Demikian disampaikan dan atas perkenan serta persetujuan Bapak Gubernur/Bupati/ Walikota, diucapkan terima kasih. Hormat Kami, METERAI... Tembusan Kepada Yth. : 1. Menteri Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta; 2. Gubenur/ Bupati/ Walikota... di...; 3. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua di Jayapura; 4. Kepala Dinas... Kabupaten/ Kota... di...; 5. Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah XVII di Jayapura. Untuk salinan yang sah sesuai Dengan yang asli SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA CAP/TTD BARNABAS SUEBU, SH Drh.CONSTANT KARMA