BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB I. PENDAHULUAN. lima hal, atau kombinasi dari beberapa macam penyakit, diantaranya : ISPA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara epidemiologi, Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS),

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal - awal

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana dalam UU No. 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai peristiwa atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia saat ini dan sering terjadi pada anak - anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di negara India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan laporan WHO tahun 2007 didapatkan dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun terdapat 4 juta (26,67%) kematian yang diakibatkan oleh penyakit ISPA setiap tahunnya. Sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (khusus bayi muda). ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar didapatkan bahwa insidens penyakit ISPA pada balita sebesar 1,8 dari 1.000 balita dalam sehari, hal ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu, pola asuh dan polusi udara dalam rumah yang kurang mendukung kesehatan balita. Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi 1-4 tahun ( 41% ). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan RISKESDAS pada tahun 2007 dimana prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 1

25,5% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Di Indonesia setiap anak diperkirakan mengalami tiga sampai enam episode ISPA setiap tahunnya dan mengakibatkan 20% - 30% kematian. Departemen Kesehatan membagi ISPA menjadi tiga kriteria salah satunya ialah ISPA Bukan Pneumonia. ISPA Bukan Pneumonia adalah infeksi yang menyerang bagian saluran pernafasan atas (mulai dari hidung sampai bagian faring). ISPA bukan pneumonia mencakup kelompok balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah arah dalam. Contoh dari ISPA bukan pneumonia adalah batuk pilek biasa (common cold), pharingitis, tonsilitis dan otitis (Kunoli F, 2013). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2011 menunjukkan bahwa penyakit ISPA di Indonesia sepanjang 2007 dan 2011 mengalami tren kenaikan. Pada tahun 2007 jumlah kasus ISPA berkategori batuk bukan pneumonia sebanyak 7.281.411 kasus dan 765.333 kasus pneumonia. Pada tahun 2011 jumlah kasus ISPA berkategori batuk bukan pneumonia sebanyak 18.790.481 kasus dan 756.577 kasus pneumonia. Jumlah balita dengan ISPA di Indonesia pada tahun 2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti sebanyak 150.000 balita meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita perlima menit. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita ISPA di Indonesia adalah 9,4 % (Depkes RI, 2012). Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012 dari 148.431 kasus balita yang menderita ISPA, yang ditemukan dan ditangani hanya 17.443 balita atau 11,74 %. Angka ini mengalami penurunan bila 2

dibandingkan tahun 2011 yaitu 22.442 balita atau 15,56%. Kabupaten dengan jumlah penderita kasus ditemukan dan ditangani terbanyak adalah Kabupaten Simalungun yaitu 32,44%, dususul dengan Kota Medan sebesar 25,5% dan Kabupaten Deli Serdang sebesar 21,53%. Pada tahun 2013 sebesar 153.912 perkiraan kasus, yang ditemukan dan ditangani sebesar 23.643 kasus (15,36%), Kabupaten dengan jumlah penderita kasus ditemukan dan ditangani terbanyak adalah Kabupaten Karo sebesar 84,7%, disusul dengan Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 71,5% dan Kabupaten Nias Selatan sebesar 34,7%. Menururt Hendrik Blum dalam Notoadmojo (2007) banyak faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan antara lain faktor lingkungan seperti iklim. Iklim adalah suatu komponen lingkungan fisik yang terdiri dari suhu, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin. Iklim tidak sama dengan cuaca. Iklim berkaitan dengan atmosfir dalam jangka waktu yang panjang (kurun waktu yang lama sekitar 30 tahun) sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfir pada suatu saat, ini merupakan keadaan yang kita alami sehari-hari (Lakitan, 2002). Banyak penyakit yang berkaitan dengan iklim. Terutama dengan suhu dan kelembaban. Sejumlah parasit yang dapat menginfeksi manusia terbatas pada daerah tropis dan subtropis yang panas dan lembab. Penyakit seperti radang paru dan influenza merupakan penyakit musiman. Penyakit ini sering terjadi pada musim dingin yang disebabkan oleh lemahnya daya tahan pada sistem pernapasan bagian atas (EPA, 2000). Adanya perubahan iklim global terutama suhu, kelembaban, curah hujan, dan juga pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan 3

terutama penyakit ISPA. Disisi lain kondisi lingkungan yang buruk mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan pneumonia pada balita (Depkes RI, 2002). Berdasarkan hasil penelitian Mahmud R di kota Palembang tahun 2004 didapatkan bahwa iklim (curah hujan, suhu udara dan hari hujan) sangat berpengaruh dengan kejadian penyakit ISPA bukan pneumonia pada balita. Berdasarkan catatan bulanan P2 ISPA dinas Kesehatan Kabupaten Nias didapatkan bahwa di kecamatan Gunungsitoli tahun 2006 jumlah realisasi penemuan penderita batuk bukan pneumonia setiap bulannya rata-rata 112 orang (20,22%) dari 554 orang balita yang merupakan sasaran penemuan pneumonia balita, dan tahun 2007 rata-rata 275 orang dari 554 orang balita (49,64%). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli, penyakit ISPA menempati peringkat pertama dan kedua setiap tahunnya dari daftar 10 penyakit terbanyak di Kota Gunung Sitoli. Berdasarkan catatan bulanan P2 ISPA Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli ditemukan bahwa jumlah kasus ISPA bukan pneumonia pada tahun 2012 sebanyak 12.357 kasus yang terdiri dari bayi, balita, anak-anak hingga orang dewasa. Pada tahun 2013 jumlah penyakit ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli meningkat dari tahun sebelumnya dan mencapai 16.649 kasus. Pada tahun 2014 jumlah kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli mencapai 13.183 kasus dan pada tahun 2015 jumlah kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli mencapai 12.796 kasus. 4

Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk melihat analisis hubungan suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian penyakit ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli dalam kurun waktu empat tahun yaitu dari tahun 2012 sampai tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Penyakit ISPA di Kota Gunung Sitoli mengalami peningkatan setiap tahun dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan analisis terhadap faktor pendukung pada lingkungan untuk pengendalian kasus ISPA. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan suhu, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli selama kurun waktu empat tahun yaitu dari tahun 2012 sampai tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli selama kurun waktu empat tahun yaitu tahun 2012 sampai tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui keadaan kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli perbulan selama kurun waktu empat tahun yaitu tahun 2012 sampai tahun 2015. 5

2. Untuk mengetahui keadaan suhu udara, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin di Kota Gunung Sitoli selama kurun waktu empat tahun yaitu tahun 2012 sampai 2015. 3. Untuk mengetahui hubungan suhu udara, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun, 1-4 tahun dan > 5 tahun di Kota Gunung Sitoli perbulan selama kurun waktu empat tahun yaitu tahun 2012 sampai tahun 2015. 1.4 Hipotesis Ada hubungan suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli selama kurun waktu empat tahun yaitu dari tahun 2012 sampai tahun 2015. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah khususnya Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli dalam penentuan arah kebijakan dan perencanaan program pencegahan dan pengendalian kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli. 2. Sebagai bahan tambahan ilmu untuk pengembangan kompetensi mahasiswa, khususnya mahasiswa kesehatan lingkungan dan sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya untuk studi yang lebih mendalam tentang pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit ISPA. 3. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang hubungan suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan kejadian ISPA di Kota Gunung Sitoli selama kurun waktu empat tahun yaitu dari tahun 2012 sampai tahun 2015. 6