BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah wajib bertanggung jawab untuk melaporkan segala kegiatan yang diselenggarakan. Bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa setiap daerah wajib membuat laporan keuangan bagi daerahnya masing-masing sesuai dengan standar akuntansi pemerintah (SAP) yang ada, dan pada pasal 23 dijelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, maka laporan keuangan tersebut harus memiliki karakteristik kualitatif. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 menjelaskan bahwa karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran normatif yang perlu diwujudkan, sehinga memenuhi tujuannya, yaitu: (1) Relevan, (2) Andal, (3) Dapat Dibandingkan, (4) Dapat Dipahami. Demi meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan ppemerintah daerah, maka laporan keuangan tersebut perlu diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Warsito:2010). Laporan keuangan memiliki beberapa opini yang dikeluarkan oleh BPK- RI. Diantaranya yaitu wajar tanpa pengecualian, wajar (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan tidak memberikan pendapat 1
2 (TMP).Permasalahan mengenai kualitas laporan keuangan kini semakin hangat untuk diperbincangkan, kasus-kasus buruknya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia masih menjadi isu hangat yang perlu dikaji lebih dalam. Kasus-kasus tersebut adalah bukti dari kurangnya pemahaman mengenai standar akuntansi pemerintah dan buruknya sistem pengendalian intern, terlebih kurangnya kompetensi yang dimiliki staf dibagian keuangan sehingga berakibat terhadap penurunan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Permasalahan ini terbukti dengan beberapa instansi pemerintah daerah yang ada di Indonesia masih mendapatkan opini tidak memberikan pendapat (TMP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Opini tidak memberikan pendapat (TMP) diberikan terhadap laporan keuangan karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengalami kesulitan dalam menerapkan prosedur audit pada beberapa pos yang disajikan. Rendahnya kualitas laporan keuangan, secara umum disebabkan penyusunan laporan keuangan yang belum memenuhi standar akuntansi pemerintah, penyelenggaraan sistem pengendalian intern yang belum memadai dan kurangnya kompetensi staf akuntansi yang ada (Ni Luh Nyoman, 2014:2) Pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 mewajibkan Presiden dan Gubernur/Bupati/Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai
3 salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik (Mardiasmo, 2009:175). Pada tahun 2010 Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Nasution (2007:1) menyatakan ada beberapa kelemahan dalam sistem keuangan Negara Indonesia di era orde baru yaitu: (1) kelemahan dalam desain dan pelaksanaan sistem pengendalian intern, (2) ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, (3) penyimpangan keuangan Negara yang semrawut, (4) tidak adanya informasi tentang aset dan hutang Negara, (5) pengungkapan laporan keuangan pemerintah yang tidak konsisten dan tidak memadai. Laporan keuangan pemerintah daerah (pemda) harus disusun berdasarkan sistem pengendalian intern (SPI) seperti yang diamanatkan dalam pasal 56 ayat (4) UU nomor 01 tahun 2004 yang menyatakan kepala Organisasi Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran/ pengguna barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD di lingkungan tempat kerjanya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan laporan keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Peran SPI adalah untuk meningkatkan kinerja, transparasi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara. Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh. Pada tahun 2010 Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Sistem Pengendalian Intern baru ditetapkan pada tahun 2008 yaitu PP nomor 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) (Nasution, 2007:2)
4 Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, Penyajian laporan keuangan telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Opini wajar dengan pengecualiaan (WDP) diberikan apabila auditor tidak berhasil memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk dijadikan dasar pemberian pedapat, tetapi ia menyimpulkan bahwa dampak salah saji yang tidak ditemukan mungkin material tetapi tidak pervasif. Opini tidak wajar (TW) diberikan jika setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa salah saji, sendiri-sendiri atau digabungkan, adalah material dan pervasif untuk laporan keuangan yang bersangkutan. Opini tidak menyatakan pendapat (TMP) wajib diberikan auditor jika ia tidak berhasil memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk dijadikan dasar pemberian pendapat, dan ia menyimpulkan bahwa dampak salah saji yang tidak ditemukan bisa material dan pervasif. (Tuanakotta, 2015: 549) Tabel 1.1 Hasil opini BPK atas LKPD Provinsi Jawa Barat No Entitas Pemerintah Opini Opini Opini Opini Opini Daerah Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 1 Prov. Jawa Barat WTP WTP WTP WTP WTP 2 Kab. Bandung WDP WDP WDP TMP WDP 3 Kab. Bandung Barat TMP WDP WDP WDP WDP 4 Kab. Bekasi WDP WDP WDP WDP WTP 5 Kab. Bogor WDP WDP WDP WDP WDP 6 Kab. Ciamis WDP WDP WDP WTP WTP 7 Kab. Cianjur WDP WDP WDP WDP WTP
5 8 Kab. Cirebon WDP WDP WDP WDP WDP 9 Kab. Garut WDP WDP WDP WDP WDP 10 Kab. Indramayu WDP WDP WDP TMP WDP 11 Kab. Karawang WDP WDP WDP WDP WDP 12 Kab. Kuningan WDP WDP WDP WDP WTP 13 Kab. Majalengka WDP WDP WDP WTP WTP 14 Kab. Purwakarta WDP WDP WDP WDP WDP 15 Kab. Subang WDP WDP WDP WDP TMP 16 Kab. Sukabumi WDP WDP WDP WDP WTP 17 Kab. Sumedang WDP WDP WDP WDP WTP 18 Kab. Tasikmalaya WDP WDP WDP WDP WTP 19 Kota Bandung WDP WDP WDP WDP WDP 20 Kota Banjar WDP WTP WTP WTP WTP 21 Kota Bekasi WDP WDP WDP WDP WDP 22 Kota Bogor WDP WDP WDP WDP WDP 23 Kota Cimahi WDP WDP WDP WTP WTP 24 Kota Cirebon WDP WDP WDP WDP WDP 25 Kota Depok WDP WTP WTP WTP WTP Sumber : IHPS II tahun 2015. BPK.RI Pemerintah Kabupaten Bandung menerima predikat tidak memberikan pendapat (TMP) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK untuk APBD tahun 2013 merupakan baru pertama kali dalam sejarah. Temuan diantaranya terkait manajemen aset karena aset Pemkab Bandung senilai Rp 67 Triliun tidak diuraikan dengan jelas, sedangkan persoalan lainnya adalah pengeluaran BBM senilai Rp 11 Milyar yang tidak dilengkapi dengan bukti pembelian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini tidak memberikan pendapat (TMP) kepada Kabupaten Indramayu dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun Anggaran 2013. Suspendi (2014) menyatakan Beberapa kelemahan yang menyebabkan BPK memberikan opini TMP antara lain: pengelolaan
6 manajemen serta keuangan RSUD Indramayu tidak berjalan dengan baik. Karena manajemen dianggap melakukan perencanaan bisnis tanpa berkoordinasi dengan Pemda, sehingga akhirnya terdapat temuan-temuan dari BPK. Pada kesempatan yang sama, Kepala Inspektorat Indramayu, Nuradi mengatakan, selama proses penilaian Laporan Keuangan, Khusus nya terhadap RSUD Indramayu terdapat kas yang tidak bisa di pertanggungjwabkan, Kas tersebut berkaitan dengan investasi Jangka Pendek. Dia menambah seharusnya pihak pengelola rumah sakit mengikuti peraturan yang berlaku, baik dalam hal tata kelola keuangan, maupun sistem pengendalian intern pemerintah. Menurutnya, selama ini pihak pengelola rumah sakit seolah-olah berjalan sendiri. Tujuan pengendalian intern secara garis besarnya dapat dibagi dalam empat kelompok yaitu tujuan strategis, dengan sasaran-sasaran utama yang mendukung misi entitas. Tujuan pelaporan keuangan, agar laporan keuangan bebas dari salah saji material tepat waktu dan tepat guna. Tujuan operasional, dimana pengendalian mengamankan operasi entitas, yang dikenal sebagai operational controls. Tujuan kepatuhan terhadap hokum dan ketentuan perundang-undangan. (Tuanakotta, 2015: 94) Hubungan sistem pengendalian intern dengan kualitas laporan keuangan yaitu secara keseluruhan instansi dikendalikan oleh pimpinan instansi. Pimpinan instansi mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan atas kualitas laporan keuangan yang dibuat. Selain tugas melakukan proses pemantauan, pimpinan instansi juga melakukan rekruitasi pegawai dibidang keuangan, agar laporan keuangan menjadi laporan yang berkualitas pimpinan harus melakukan rekruitasi
7 pegawai sesuai dengan bidang ilmunya agar tidak terjadi salah paham ketika mengerjakan laporan keuangan. Hubungan internal kontrol dengan kualitas pelaporan keuangan dipicu adanya kasus enron sehingga auditor harus memberikan opini tentang efektivitas sistem pengendalian intern (SPI), walaupun di Indonesia sudah direkomendasikan tetapi sampai dengan ini masih belum diatur penerapannya. BPK mencatat terdapat sembilan temuan terkait dengan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan tiga puluh sembilan temuan terkait dengan kepatuhan perundang-undangan. Temuan terkait dengan SPI antara lain penatausahaan aset tetap masih belum tertib dan penatausahaan persediaan yang belum memadai, SOP yang belum disusun ataupun belum ditaati, pelaksanaan kebijakan yang mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan, penyimpangan peraturan tentang belanja.(bandung.bpk.go.id) Adapun temuan tentang kepatuhan terhadap perundang-undangan antara lain indikasi permasalahan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Tunjangan Profesi, Tunjangan Fungsional dan Dana Tambahan Penghasilan Guru Tahun Anggaran 2013 dan Semester I Tahun Anggaran 2014 pada Dinas Pendidikan serta instansi terkait lainnya sebesar Rp 793,42 Juta, Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2015 Pada Pemerintah Kota Bandung sebesar Rp 11,83 Miliar, Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015 Pada Pemerintah Kota Bandung sebesar Rp 8,4 Miliar, Pendapatan, Biaya dan Investasi Pada PT Jasa Sarana Tahun 2014 dan 2015 (s.d Semester I) di Bandung sebesar Rp 46 Miliar, terdapat kelebihan pembayaran gaji kepada pegawai yang sudah pensiun, dan terdapat pertanggungjawaban belanja
8 perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan. Sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang- Undang 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, adapun selain temuan BPK Dinas Pendidikan dan Kementrian HAM yang menjadi sorotan. Pada Dinas Pendidikan terungkap bahwa sebanyak 562 program study masih aktif, meskipun rasio dosen tetap terhadap mahasiswanya telah melebihi standar yang di tetapkan dan seharusnya di non-aktifkan. Pada Kementrian HAM terungkap bahwa terdapat kelebihan pembayaran atas pekerjaan pengadaan jasa konsultasi perencanaan dan manajemen kontruksi pembangunan LP dan rutan, serta kelebihan pembayaran atas keuntungan yang tidak berhak diperoleh rekanan di KanWil Kemenkumham Jawa Barat Kanim Kelas 1 Bandung sebesar Rp 1,46 Miliar. Kepala Daerah berkewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi LHP BPK dan menyampaikan perkembangan tindak lanjut paling lambat 60 hari sejak LHP diterima. BPK juga meminta Walikota Bandung untuk membuat rencana aksi perbaikan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah. Rencana aksi dibuat agar proses perbaikan yang dilakukan menjadi jelas, terarah, dan terpadu. LKPD TA merupakan LKPD terakhir yang menggunakan Basis Kas Menuju Akrual karena mulai Tahun Anggaran 2015 Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sudah harus menggunakan Basis Akrual sesuai dengan PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Pemeriksaan atas LKPD TA 2014 dilakukan untuk memberikan keyakinan kepada BPK bahwa Pemerintah Daerah telah menyajikan secara wajar semua akun di dalam LKPD TA 2014 sesuai prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam SAP, kecukupan pengungkapan,
9 kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan efektifitas sistem pengendalian intern pemerintah. Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh: Nurul (2014) dengan judul penelitian pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) dan akuntabilitas terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Variabel independen yang digunakan adalah sistem pengendalian intern pemerintah dan akuntabilitas. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil tersebut menunjukan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan daerah. Tuti (2014) dengan judul penelitian pengaruh sistem pengendalian intern terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Variabel independen yang digunakan adalah sistem pengendalian intern. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pengendalian intern yang terdiri dari pengendalian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, pemantauan berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Gerry (2013) dengan judul penelitian pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah dan pengawasan keuangan daerah terhadap nilai informasi laporan keuangan pemerintah. Variabel independen yang digunakan adalah sistem pengendalian intern pemerintah dan pengawasan keuangan daerah. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah dan
10 pengawasan keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap nilai informasi laporan keuangan pemerintah. Anggraini (2013) dengan judul penelitian pengaruh sistem pengendalian intern terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah. Variabel independen yang digunakan adalah sistem pengendalian intern. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa system pengendalian internal berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah. Berdasarkan penelitian sebelumnya dan uraian di atas, maka peneliti memandang perlu diadakan penelitian mengenai bagaimana kualitas laporan keuangan pemerintah daerah setelah diterapkannya sistem pengendalian intern pemerintah dengan membatasi penelitian ini hanya pada bagian keuangan dan bagian umum di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kota Bandung. Untuk itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul berikut: Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandung). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat di identifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah Kota Bandung.
11 2. Bagaimana kualitas laporan keuangan pemerintah daerah Kota Bandung. 3. Seberapa besar pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah Kota Bandung. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, adalah untuk menganalisis peranan sistem pengendalian intern pemerintah pada Pemerintah Kota Bandung dalam kaitan nya dengan kualitas laporan keuangan. Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui kualitas laporan keuangan pemerintah daerah Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu: 1. Bagi instasi yang Terkait, dapat dijadikan objek penelitian, pengevaluasian serta bahan sumbangan pikiran dalam rangka peningkatan mutu pengelolaan keuangan dan pelayanan kepada masyarakat agar semakin baik.
12 2. Peneliti sendiri, diharapkan dapat memahami bagaimana peranan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) dalam kaitannya dengan mewujudkan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah serta dapat menambah pengetahuan dan pengalaman 3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai peranan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) dalam mewujudkan kualitas laporan keuangan dan dapat memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKDP) Kota Bandung dimana data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2016 sampai dengan November 2016.