KEPEMIMPINAN, KEMITRAAN, DAN INOVASI UNTUK MASA DEPAN YANG BERKELANJUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
2014 GCF Annual Meeting Rio Branco, Acre

Deklarasi Rio Branco. Membangun Kemitraan dan Mendapatkan Dukungan untuk Hutan, Iklim dan Mata Pencaharian

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

Deklarasi New York tentang Kehutanan Suatu Kerangka Kerja Penilaian dan Laporan Awal

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Inisiatif Accountability Framework

Pendanaan Iklim dan Kehutanan Gubernur

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

9. Regulasi Cap-and-Trade

Rangkuman Pertemuan Antara Perwakilan GCF dan Entitas-Entitas Eropa Dalam Rangka Mendukung REDD+ Barcelona, Spanyol - 14 Pebruari 2012

WEBINAR GCFF. "Mendukung kepemimpinan subnasional, inovasi dan kemitraan guna mengurangi deforestasi hutan tropis dan memitigasi perubahan iklim.

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

PERLUASAN TATA KELOLA DAN KAPASITAS LAHAN

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

Menyelaraskan hutan dan kehutanan untuk pembangunan berkelanjutan. Center for International Forestry Research

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

DANA INVESTASI IKLIM

DRAFT Kebijakan Tata Kelola GCF Untuk Dipertimbangkan Anggota GCF 10 Agustus 2011

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

Membangun pasar kopi inklusif

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Update Sekretariat untuk Koordinator Mei/Juni 2015

Climate and Land Use Alliance (CLUA) Evaluasi independen atas hibah kepada. Satuan Tugas Hutan dan Iklim Gubernur (GCF) Michael P. Wells & Associates

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

OMBUDSMAN CONCLUSION REPORT WILMAR 2

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

Kajian Tengah Waktu Strategi Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Lokakarya Community of Practice Penguatan Kerangka Kerja Kelembagaan Provinsi Mengenai Perubahan Iklim dan Pembangunan Rendah Emisi

Sebuah Kota bagi Semua Menuju Sydney yang tangguh dan berkeadilan sosial

Membangun Kolaborasi Peningkatan Ekonomi dan Perlindungan Lingkungan Melalui Kawasan Ekosistem Esensial (KEE)

SIARAN PERS 1/6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Mengenai Pasar Modal Indonesia. Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

Sambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, Selasa, 08 Desember 2009

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

STANDAR INDUSTRI HIJAU

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

Deklarasi Dhaka tentang

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

Kegiatan GCF 2010 didukung oleh ClimateWorks dan Yayasan Gordon and Betty Moore

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PADA ACARA SOSIALISASI PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK)

Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

Dokumen Latar Belakang untuk Keterlibatan Stakeholder dalam Satgas Iklim dan Kehutanan Gubernur.

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab 1: Konteks Menganalisis Lingkungan Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Lembaga kehutanan publik di abad dua puluh satu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Asesmen Gender Indonesia

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KEPEMIMPINAN, KEMITRAAN, DAN INOVASI UNTUK MASA DEPAN YANG BERKELANJUTAN TUAN RUMAH KETUA GCF 2014 ACRE, BRASIL 11 14 AGUSTUS, 2014 MAISON BORGES RIO BRANCO, ACRE RANGKUMAN EKSEKUTIF Di bawah kepemimpinan Ketua GCF tahun 2014, Negara Bagian Acre, Brasil, GCF menyelenggarakan pertemuan tahunannya di kota Rio Branco, Brasil pada tanggal 11 14 Agustus 2014. Pertemuan Tahunan tersebut membuahkan hasil penting berupa peluncuran Deklarasi Rio Branco historis, yang meningkatkan dialog untuk kemitraan antara para anggota GCF dan kelompokkelompok Masyarakat Adat serta sektor swasta untuk menghubungkan program-program yurisdiksi di negaranegara bagian dan provinsi-provinsi anggota GCF dengan rantai pasokan yang berkelanjutan dan pertumbuhan GCF dari 22 menjadi 26 anggota sehingga cakupan teritorialnya menjadi 25% dari hutan tropis dunia. Melalui Deklarasi Rio Branco, 21 gubernur anggota GCF berkomitmen untuk mengurangi deforestasi sebesar 80% pada tahun 2020 di negara bagian dan provinsi mereka melalui pendanaan berbasis kinerja dari komunitas internasional. Para gubernur tersebut juga menjanjikan suatu bagian substansial dari setiap manfaat berbasis kinerja (pay-for-performance benefits) yang diterima oleh yurisdiksi GCF kepada masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan, para petani, para petani kecil, dan Masyarakat Adat. Deklarasi tersebut menyerukan kepada negara-negara donor, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk bekerja sama dalam kemitraan dengan mereka guna membantu melestarikan hutan tropis dunia yang tersisa, meningkatkan mata pencaharian di seluruh wilayah mereka, dan mengembangkan mekanisme yang jelas dan transparan untuk menjamin dan memberikan manfaat berbasis kinerja. Menurut analisis terbaru dari Earth Innovation Institute, jika semua negara bagian dan provinsi anggota GCF mengurangi deforestasi sebesar 80% pada tahun 2020, akan dihasilkan penghindaran emisi CO 2 sebesar 3,8 miliar ton selain dari 3 miliar ton emisi yang telah berhasil dihindari oleh yurisdiksi-yurisdiksi tersebut. Pertemuan Tahunan GCF menanggapi secara langsung kebutuhan yang semakin meningkat akan programprogram yurisdiksi yang terhubung secara komprehensif dengan komoditas global, khususnya upaya-upaya sektor swasta untuk menciptakan rantai pasokan yang berkelanjutan melalui prakarsa-prakarsa seperti Forum Barang Konsumsi (Consumer Goods Forum). Diskusidiskusi panel yang membahas subjek rantai pasokan yang berkelanjutan serta pembiayaan program-program yurisdiksi memberikan pemikiran inovatif kepada forum seputar pemanfaatan sumber daya yang memadai untuk mendukung transformasi pertanian sementara memajukan pertumbuhan ekonomi di semua negara bagian dan provinsi anggota GCF. GCF menyambut bergabungnya empat anggota baru, yaitu Tabasco, Quintana Roo, dan Jalisco (Meksiko), dan Amazonas (Peru). Pelibatan koalisi negara bagian dan pemerintah daerah anggota GCF di Meksiko dan Peru merupakan suatu strategi pertumbuhan yang penting bagi GCF, suatu hal yang telah berfungsi dengan baik di Brasil dan Indonesia karena negara bagian dan provinsi bersamasama meningkatkan kemampuan untuk program-program yurisdiksi, memperkuat kerja sama di tingkat regional, dan mempengaruhi proses-proses nasional di negara-negara berhutan tropis yang utama. GCF juga menyambut lima negara bagian baru sebagai Pengamat, yaitu: Rondonia (Brasil), Bélier dan Cavally (Pantai Gading), dan Piura dan Lambayeque (Peru). Masuknya Pantai Gading merupakan sinyal pertama dan penting dari yurisdiksi hutan tropis Afrika dan menunjukkan minat mereka untuk untuk bergabung dengan negara bagian tunggal Afrika, Cross River, untuk menciptakan koalisi negara-negara bagian Afrika di GCF.

LAPORAN LENGKAP Pertemuan Tahunan GCF dibuka pada hari Senin, 11 Agustus 2014 dengan sebuah upacara yang dihadiri oleh berbagai pejabat pemerintah negara bagian Acre, serta para gubernur dari negara-negara anggota GCF dan yurisdiksi-yurisdiksi pengamat. Marco Alexandra, yang mewakili Mayor Marcus Alexandre Medici Aguiar dari Kota Rio Branco, secara resmi membuka pertemuan tersebut, mengucapkan selamat datang ke kota Rio Branco kepada lebih dari 250 peserta. Senator Jorge Viana, dari Acre mantan gubernur Acre, menyambut semua tamu kehormatan yang hadir, yang merupakan sekelompok besar pejabat legislatif dan eksekutif dari Acre. Ia memuji keberhasilan Acre menjadi tuan rumah acara kelas dunia, termasuk pameran yang diselenggarakan baru-baru ini yang telah mengundang komunitas ilmiah Brasil ke Acre. Senator Viana menyampaikan selamat datang kepada para pemimpin subnasional tersebut. Melalui kepemimpinan Acre dan negara bagian lainnya, GCF mengantarkan budaya baru masyarakat yang sehat dan utuh untuk anak cucu kita. - Gubernur Cornelis Kalimantan Barat (Indonesia) dialog dan tindakan menuju pemahaman ini, dengan menyimpulkan bahwa GCF berarti tindakan dan harapan di suatu dunia yang memerlukan jauh lebih banyak dari kedua hal tersebut. Para gubernur anggota GCF & para gubernur Pengamat membahas konvensi berikutnya. Membuka sesi ini, Gubernur Agustin Teras Narang dari provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia, mengucapkan terima kasih kepada negara bagian Acre, memberikan penghargaan kepada Sudaryomo Hartosudarmo, Duta Besar Indonesia untuk Brasil, dan secara singkat memperkenalkan kegiatan kerja yang telah dilakukan Indonesia untuk melindungi hutan tropis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tantangan utama di wilayah Kalimantan, Indonesia adalah bagaimana meningkatkan mata pencaharian masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan yang telah hidup dari hutan sejak zaman dahulu kala. Gubernur Narang menyerukan kepada GCF untuk memfasilitasi interaksi lebih lanjut di antara para gubernur guna membahas strategi-strategi di tingkat kepemimpinan. Selain itu, Gubernur Cornelis, MH dari provinsi Kalimantan Barat menyampaikan pidato dalam pertemuan tersebut dengan memberikan pujian kepada masyarakat Acre atas kesadaran mereka yang telah terbangun terkait dengan pentingnya hutan kita. Dr. William Boyd, Penasihat Senior & Pimpinan Proyek Satuan Tugas Para Gubernur di Bidang Iklim & Kehutanan (Governors Climate & Forests (GCF) Task Force), memuji Gubernur Tiao Viana atas pencanangan pengurangan deforestasi dan keberhasilannya sebagai ketua GCF tahun 2014. Ia mencatat upaya-upaya Acre dalam membangun perekonomian baru yang riil untuk abad ke-21 melalui pengurangan deforestasi, peningkatan mata pencaharian, dan perwujudan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Dr. Boyd menjelaskan bahwa nilai GCF terletak pada platform yang diciptakannya untuk yurisdiksi sebagaimana Acre yang membagikan pengalamannya, berbicara dengan bahasa yang sama, dan menjalankan peran kepemimpinannya. Dengan menempatkan pekerjaan dasar sebagai tema pertemuan kemitraan strategis antara yurisdiksi GCF yang mengurangi deforestasi, momentum sektor swasta sekitar rantai pasokan yang berkelanjutan, dan pengadaan yang berkelanjutan, serta Masyarakat Adat dan masyarakat lain yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan, Dr. Boyd menunjuk rapuhnya kemajuan yang telah dibuat dan kebutuhan untuk memperkeras suara yang sama tersebut dengan menunjukkan kepada dunia apa yang dapat dilakukan oleh negara-negara bagian anggota GCF melalui dukungan keuangan yang memadai. Kepemimpinan dan inovasi yurisdiksi secara terus menerus sebagaimana ditunjukkan oleh Acre hanya dapat bertahan melalui kemitraan strategis dengan sektor swasta, kelompok adat dan unsur pemerintah lainnya. Ia menyerukan kepada semua peserta Pertemuan Tahunan GCF untuk mendorong Para anggota GCF berasal dari berbagai negara berbeda tetapi memiliki tujuan ganda yang sama, yaitu: melestarikan hutan dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Kita berbeda, tetapi kita satu dalam mengupayakan harmoni, perdamaian, dan kesejahteraan untuk tanah dan masyarakat kita. - Gubernur Teras Narang Kalimantan Tengah (Indonesia) Para pemimpin dari tiga pemerintahan daerah Peru turut pula menyampaikan pidato selama Pertemuan Tingkat Tinggi tersebut. Presiden Regional Jorge Velasquez, Ucayali, Peru, menekankan hubungan geografis, ekonomi, dan politik antara Ucayali dan Acre sebagai tetangga subnasional. Ucayali mengundang investasi, tetapi menekankan bahwa investasi tersebut harus disertai dengan praktik-praktik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, dan tidak diperbolehkan meningkatkan deforestasi. Ia juga mendorong adopsi model GCF secara luas, dengan karakterisik pengenalan dari bawah ke atas dari kebijakan yang dicoba dan diujikan mulai dari tingkat subnasional sampai tingkat nasional di mana kebijakan tersebut dapat dikembangkan untuk memberikan dampak yang bahkan lebih signifikan. Presiden Regional dari Pengamat GCF wilayah Amazonas 2

dan Lambayeque (Peru) juga menyampaikan pidato di hadapan para peserta Pertemuan Tahunan GCF. Presiden Regional José Arista dari Amazonas menyatakan pentingnya belajar dari negara bagian dan provinsi lain. Presiden Arista memuji GCF atas fokusnya terhadap para pemimpin subnasional, dengan menyebutnya sebagai strategi penting untuk menanggapi permintaan Masyarakat Adat di wilayah Peru agar suara mereka didengar dan dipertimbangkan dalam diskusi dan pelaksanaan kebijakan yang akan mempengaruhi hutan tradisional. Ia juga memuji integrasi yang dilakukan oleh tersebut hanyalah mimpi, hari ini pemerintah subnasional dari GCF memiliki kebijakan publik yang sedang dilaksanakan di lapangan. Ia mengaitkan hal ini dengan pergeseran paradigma menuju pemahaman umum yang baru bahwa isu-isu lingkungan hidup bukanlah isu-isu perlindungan politik, melainkan tanggung jawab penduduk planet ini. Pergeseran paradigma ini di tingkat lokal telah mengilhami perubahan kebijakan di tingkat nasional dengan cara yang sebelumnya terhambat oleh fokus terhadap strategi nasional yang dikontekstualisasikan di tingkat lokal. INDONESIAN DELEGATION GCF Governors, Ambassador to Brazil, GCF delegates and Country coordinators. GCF secara terus menerus terhadap wilayah-wilayah lain sebagai hal mendasar dalam pembangunan massal yang penting yang diperlukan untuk memberi kontribusi penting terhadap perubahan iklim dan kesehatan ekosistem agar tetap bertahan di masa yang akan datang. Yang Mulia Juan Pablo Horna Santa Cruz, Presiden Regional dari Lambayeque (Peru), diwakili oleh Oscar Zeña Santamaría, Wakil Presiden Lambayeque, juga mencatat komitmen kuat dari wilayah Lambayeque untuk mencapai keselarasan dengan GCF dalam hal pengurangan deforestasi dan menciptakan perekonomian rendah karbon yang dapat mengurangi tekanan terhadap hutan. Sebagai kesimpulan Sidang Tingkat Tinggi tersebut, Yang Mulia Gubernur Tião Viana dari Negara Bagian Acre (Brasil) menyatakan bagaimana model Acre untuk program yurisdiksi pembangunan rendah emisi sedang disebarkan di seluruh dunia melalui platform untuk pertukaran dan pembelajaran yang diciptakan oleh GCF. Gubernur Viana secara khusus menunjuk upaya yang dilakukan oleh para pemimpin di Indonesia untuk mengurangi dampak lingkungan hidup yang berbahaya dari logam dan plastik; dan untuk prakarsa-prakarsa yang diambil oleh para pemimpin di Peru, seperti Presiden Regional Jorge Velasquez di Ucayali, yang memimpin upaya pelestarian lingkungan hidup. Gubernur Viana mencatat bahwa beberapa tahun yang lalu, kebijakan Gubernur Viana mengakhiri pidatonya dengan menekankan perlunya pembiayaan untuk programprogram ini. Walaupun Acre memimpin pengembangan program-program yurisdiksi yang sepenuhnya terintegrasi ke dalam kebijakan negara melalui Sistem Insentif untuk Layanan Lingkungan Hidupnya (Sistema de Incentivos a Serviços Ambientais atau SISA ), negara bagian Acre tidak memiliki sumber daya keuangan untuk mempertahankan kebijakan ini. Ia menyerukan kepada pemerintah federal untuk memberikan dukungan lebih lanjut. Ia juga menyerukan perlunya pergeseran pasar untuk mempertahankan upaya yang dilakukan di Acre dan di seluruh yurisdiksi GCF. Secara khusus di Acre, negara bagian tersebut melakukan regenerasi hutan, membudidayakan kacang-kacangan dan kacang mete secara berkelanjutan (diprakarsai oleh Senator Jorge Viana selama masa jabatannya sebagai Gubernur) dan 99% kayu di Acre saat ini telah disertifikasi sebagai kayu yang dapat dipanen secara lestari. Perusahaan-perusahaan seharusnya dilarang menggunakan wilayah Amazon untuk menjarah bahan baku tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan hidup. GCF memperkuat dorongan ini dengan melakukan transformasi pasar melalui Deklarasi Rio Branco dan melalui upaya yang lebih luas dari negaranegara bagian dan provinsi anggota GCF. Pidato oleh peserta kehormatan diikuti dengan upacara penandatanganan Deklarasi Rio Branco. Empat 3

CLOCKWISE FROM TOP GCF Governors sign the Rio Branco Declaration (Governor Teras Narang, Regional President, Gov Cornelis MH (West Kalimantan), Gov Tiao Viana (Acre), Regional President, William Boyd (GCF Senior Advisor and Project Lead) Gov Teras Narang of Central Kalimantan: The GCF is ushering in a new culture of health and whole communities for our children and grandchildren. Gov Tiao Viana of Acre signs the Rio Branco Declaration, named after the capital city of the Brazilian state of Acre. belas 1 gubernur GCF dari Brasil, Indonesia, Nigeria Peru, dan Spanyol dalam peluncuran Deklarasi Rio Branco tersebut berkomitmen bahwa negara bagian dan provinsi mereka akan mengurangi deforestasi sebesar 80% pada tahun 2020 melalui pendanaan berbasis kinerja dari komunitas internasional. Melalui Deklarasi tersebut, para gubernur menjanjikan suatu bagian substansial dari setiap manfaat berbasis kinerja (pay-for-performance benefits) yang diterima oleh yurisdiksi GCF kepada masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan, para petani, para petani kecil, dan Masyarakat Adat. Para gubernur tersebut menyerukan kepada negara-negara donor, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk bekerja dalam kemitraan dengan mereka guna membantu melestarikan hutan tropis yang tersisa di dunia, meningkatkan amta pencaharian di seluruh wilayah mereka, dan mengembangkan mekanisme yang jelas dan transparan untuk mengamankan dan memberikan manfaat berbasis kinerja kepada masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan, para petani, para petani kecil, dan Masyarakat Adat. Menurut analisis terbaru yang dibuat oleh Earth Innovation Institute, jika negara-negara bagian dan provinsi anggota GCF mengurangi deforestasi sebesar 80% pada tahun 2020, akan dihasilkan penghindaran emisi CO 2 sebesar 3,8 miliar ton selain dari 3 miliar ton emisi yang telah berhasil dihindari oleh yurisdiksiyurisdiksi tersebut. Deklarasi Rio Branco tersedia dalam 1 Dalam rilis laporan ini, 22 dari 26 gubernur GCF telah berkomitmen untuk menandatangani Deklarasi Rio Branco. bahasa Inggris, Indonesian, Portugis, dan Spanyol. PIDATO OLEH PARA TAMU KEHORMATAN Sidang Tingkat Tinggi dan penandatanganan Deklarasi Rio Branco diikuti oleh pidato dari para tamu kehormatan yang mewakili sektor swasta, lembaga keuangan, pemerintah nasional, Masyarakat Adat, dan para pemangku kepentingan yang penting lainnya. Anahita Yousefi, Higher Executive Officer dari Prakarsa Iklim & Hutan Internasional Pemerintah Norwegia (Norway s International Climate & Forest Initiative / NICFI), membuka sidang tersebut dengan memuji GCF dalam menggelar pertemuan para pengambil keputusan yang penting tersebut. Ia mengindikasikan bahwa pemerintah Norwegia berencana melanjutkan dukungannya terhadap program-program REDD+ sampai dengan tahun 2020 melalui pendanaan dalam jumlah yang sama atau lebih tinggi. Norwegia juga tengah mengembangkan upayanya dalam meningkatkan kemitraan dengan Masyarakat Adat, masyarakat setempat, pemerintah setempat, dan pemerintah subnasional, dan berencana untuk menaikkan insentif untuk pengurangan deforestasi melalui fokus yang lebih baik pada pembayaran kinerja. Carsten Sandhop, Direktur di kantor Bank Pembangunan KfW Brasil, melanjutkan dengan menggarisbawahi investasi sebesar $50 juta dari Kementerian Pembangunan Jerman di tingkat dunia, yang dikelola oleh KfW. KfW berencana untuk mengembangkan program ini, dengan pekerjaan awal yang berfokus pada para penggerak awal sebagaimana di Acre. Jerman telah meniru kerja 4

yang dilakukan di Acre dengan menunjukkan minat yang besar sejak gerakan Chico Mendez untuk meningkatkan kesadaran akan lingkungan hidup terhadap hutan hujan Amazon. Pada bulan Desember 2013, negara bagian Acre mengambil langkah penting untuk merealisasikan REDD+ dengan menandatangani perjanjian dengan KfW untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi. Upaya ini memperoleh pendanaan sebesar 19 juta dalam bentuk investasi oleh KfW dan menjadi proyek pertama KfW yang mengalokasikan pendanaan konservasi untuk negara bagian di lingkungan suatu negara. Pendanaan tersebut merupakan syarat untuk pengurangan nyata dalam emisi gas rumah kaca. Registrasi, pembagian manfaat, dan penetapan MRV merupakan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pekerjaan di depan. Tantangan-tantangan tersebut harus diatasi untuk memastikan bahwa hasil dapat dipantau dengan teliti. Lucas Dourojeanni, Manajer Komunikasi & Pengaman (Program Perubahan Iklim dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup, Peru) memberikan konteks tentang prakarsa-prakarsa nasional di Peru dan secara singkat membahas kerangka kerja pengurangan deforestasi di Peru, termasuk undang-undang nasional yang baru yang sedang dikembangkan dan memutakhirkan strategistrategi penanggulangan perubahan iklim. Ia mencatat bahwa Peru telah membuat kemajuan besar dalam mendefinisikan perannya dalam penanggulangan masalah iklim: negara Peru telah menyusun suatu sistem MRV nasional dan bekerja secara erat dengan masyarakat adat dan para petani rakyat untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan pertanian di Amazon Peru. Pertemuan Tahunan GCF mencakup pernyataan yang kuat dari kelompok Masyarakat Adat (Indigenous Peoples / IP) baik dari Brasil maupun Peru. Edwin Vasquez, Koordinator Umum untuk Koordinator Organisasi Adat Daerah Aliran Sungai Amazon (Coordinator of Indigenous Organizations of the Amazon River Basin / COICA), mengawali pidatonya dengan meminta perhatian terhadap hutan hujan negara bagian Amazon dan peran Masyarakat Adat dalam kegiatan pelestarian hutan yang ada. Ia menyatakan bahwa suatu area yang besar di Daerah Aliran Sungai Amazon telah mengalami kerusakan, tetapi area Amazon yang dihuni oleh Masyarakat Adat tetap terjaga. Keberhasilan pelestarian Amazon dapat dikaitkan dengan kerja masyarakat adat. Namun demikian, praktik-praktik destruktif yang semakin merajalela oleh perusahaan multinasional dan nasional terus menerus mengancam hutan, menghambat pengembangan IP dan komunitasnya. Ia menyatakan bahwa di Peru sendiri, antara tahun 2008-2009 terdapat 105 keputusan legislatif yang merugikan komunitas IP undang-undang yang dirancang untuk menarik dan melindungi hak-hak ekonomi perusahaan menimbulkan dampak sesat yang mengancam cara hidup masyarakat adat dan stabilitas wilayah Amazon sebagai paru-paru dunia. Lebih lanjut, pelanggaran terhadap hak asasi manusia melalui pengabaian Konvensi 169 dan Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia terus menerus mengalami konflik terkait pemanfaatan hutan. Latar belakang inilah yang membuat COICA memberikan pujian kepada para gubernur GCF yang telah membuka dialog dengan itikad baik, dengan menekankan bahwa negaranegara bagian harus menghormati hak-hak Masyarakat Adat (IP) melalui hukum substantif dan penegakan hakhak teritorial. Tanpa wilayan, budaya kami akan mati. Kami tidak dapat dipisahkan dari alam. Kami dan alam adalah satu - Edwin Vasquez Koordinator Umum untuk Koordinator Organisasi Adat Daerah Aliran Sungai Amazon (Coordinator of Indigenous Organizations of the Amazon River Basin / COICA). Ketua Almir Surui, Koordinator Umum Metareilá Association, berbagi pandangan dengan para peserta tentang upaya-upaya yang sedang berlangsung di kalangan masyarakat Surui, Brasil, termasuk program lingkungan di mana mereka telah menanam pohon dan melatih penduduk untuk memantau hutan. Ia menggarisbawahi pentingnya pelibatan masyarakat lokal dalam mempertahankan kesehatan hutan hujan. Ketua Surui menekankan bahwa Masyarakat Adat berhak untuk menentukan jalan mereka sendiri. Ia menyambut baik forum dialog ini dan pembentukan kemitraan jangka panjang antara negara-negara bagian anggota GCF, Masyarakat Adat dan sektor swasta, dengan mencatat bahwa kemitraan tersebut akan berbentuk usaha patungan (joint venture) agar tujuan bersama dari ketiga mitra tersebut dapat tercapai. Sebagai kesimpulan dari pidatonya, Ketua Surui menyatakan bahwa Surui bukanlah musuh pembangunan, dan bahwa terbuka kemungkinan untuk melakukan pembangunan berkelanjutan, tetapi untuk mencapai kelanjutan, pembangunan tersebut harus didekati dengan tanggung jawab, strategi dan integritas. Hannah Hislop, Manajer Advokasi Global (Unilever) menyampaikan perspektif sektor swasta, khususnya dampak dan tanggapannya terhadap perubahan iklim dalam bidang komoditas, mengingat perubahan iklim mempengaruhi komoditas dan pasokan pertanian secara riil saat ini. Unilever telah mengalami dampak perubahan iklim dalam rantai pasokannya dan terhadap karyawan serta pasar konsumennya. Dihadapkan pada realita baru ini, Unilever bertolak dari tujuan untuk mencapai 100% pengadaan yang berkelanjutan pada tahun 2020. Perusahaan telah mencapai kemajuan luar biasa dalam mencapai tujuan ini: tahun lalu, 50% bahan baku perusahaan diperoleh secara berkelanjutan. Namun demikian, tidak ada organisasi yang dapat memecahkan masalah deforestasi dan praktik-praktik pengadaan yang destruktif. Oleh sebab itu, sebagai upaya untuk mengubah sistem itu sendiri, Unilever bermitra dengan para pembeli komoditas utama lainnya melalui Forum Barang Konsumsi (Consumer Goods Forum / CGF). Direksi CGF menandatangani sebuah resolusi tentang deforestasi 5

bersih nol pada tahun 2010, 2 disusul dengan seruan tindakan pada bulan Juni 2014 (dalam perjalanan menuju Paris COP tahun 2015) dengan mendesak pemerintah agar memprioritaskan rencana penanggulangan perubahan iklim REDD+ dan mendukungnya dengan kebijakan lokal dan nasional yang dapat melindungi hutan dan mendukung mata pencaharian. 3 CGF juga meluncurkan Aliansi Hutan Tropis (Tropical Forest Alliance / TFA), sebuah forum yang memfasilitasi dialog antara pemerintah swasta dengan fokus pada minyak sawit, kedelai, daging, dan kelapa sawit serta menyediakan platform untuk menerapkan praktik-praktik terbaik tentang isu-isu umum secara bersama-sama. Para anggota GCF bergerak maju di daerah mereka masing-masing dengan program-program yurisdiksi yang inovatif, membangun jalan menuju pembangunan rendah emisi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Program-program yurisdiksi ini merupakan bagian penting dari landasan untuk upaya-upaya nasional yang kuat - dan pada akhirnya, untuk setiap upaya internasional yang efektif dalam melindungi hutan, mengurangi emisi dan meningkatkan mata pencaharian. - William Boyd Penasihat Senior & Pimpinan Proyek GCF Hannah Hislop menggarisbawahi pentingnya GCF dalam percakapan global dewasa ini seputar komoditas dan deforestasi dengan menyebutnya sebagai waktu yang penting untuk memanfaatkan energi sektor swasta dalam komoditas yang berkelanjutan melalui kemitraan dengan pemerintah subnasional. Menutup sesi tersebut, Michael Jenkins, Presiden Forest Trends, memberikan konteks kepada para pemimpin subnasional dengan menyatakan bahwa negosiasi iklim global kehilangan keseimbangan seiring dengan upayanya untuk mencari tahu bagaimana cara membalikkan perubahan iklim. GCF merupakan forum yang memberikan kontribusi penting melalui kemungkinan eksperimen dengan desain dan pelaksanaan kebijakan dan untuk menghasilkan praktik-praktik terbaik. Dengan melontarkan pujian terhadap wacana antara pemerintah subnasional, sektor swasta dan Masyarakat Adat dalam pertemuan ini, ia menunjukkan bahwa Masyarakat Adat membawa perspektif yang paling penting dalam dialog tersebut karena mereka mewakili suara masyarakat yang paling 2 Resolusi Deforestasi (Deforestation Resolution) tersedia di http:// www.theconsumergoodsforum.com/sustainability-strategic-focus/ sustainability-resolutions/deforestation-resolution 3 Pernyataan Dewan Forum tentang Perubahan Iklim (Forum Board Statement on Climate Change) tersedia di http://www. theconsumergoodsforum.com/the-forum-board-statement-on-climatechange terpengaruh oleh deforestasi. Ia mendorong Unilever dan pihak sektor swasta lainnya untuk bekerja sama dengan pemerintah GCF guna mencapai skala bermakna yang diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim. Isu-isu perubahan iklim dan pemanfaatan lahan tidak akan pernah berubah dari atas. Kerja keras masyarakat di lapanganlah yang akan memberikan dampak nyata. Upaya ganda di berbagai tingkat pemerintahan diperlukan untuk membuat perubahan yang berarti. - William Boyd, Penasihat Senior & Pimpinan Proyek GCF DISKUSI MEJA BUNDAR ANGGOTA GCF DENGAN PARA KOORDINATOR GCF Dengan moderator William Boyd, Penasihat Senior & Pimpinan Proyek GCF, Diskusi Meja Bundar memungkinkan para Koordinator GCF dan perwakilan anggota untuk memberikan pemutakhiran singkat tentang programprogram yurisdiksi di wilayah/negara mereka. Mariano Cenamo, Koordinator GCF untuk Negara Brasil, menyoroti perkembangan yang terjadi saat ini di wilayah Amazon, termasuk kerangka hukum Mato Grosso yang barubaru ini diperkenalkan untuk REDD+. Terkait dengan tantangan, ia melaporkan bahwa negara bagian Brasilia tetap berhadapan dengan ketiadaan dana meskipun pendanaan mengalir ke tingkat nasional. Dua proses paralel sedang berlangsung proses di tingkat negara bagian dan proses di tingkat nasional. Hal ini merupakan tantangan bagi GCF, tetapi GCF negara bagian Brasilia sedang bekerja keras untuk menyingkirkan tantangan ini melalui pengintegrasian kerja mereka dengan kebijakan nasional. Contoh penting dari kerja sama dan inovasi ini dapat dilihat dalam proposal yang dibuat oleh GCF negara bagian Brasilia, yang mencerminkan visi bersama dalam distribusi unit pengurangan emisi dengan menggunakan metodologi arus persediaan (stock-flow). 4 Salah satu pelajaran utama yang dapat dipetik dari model Brasil ini adalah bahwa nilai GCF berada dalam kelanjutan proses, sebuah tujuan dari alat pengembangan kapasitas GCF seperti Program Pelatihan GCF (www.gcftaskforcetraining.org). Sita Supomo, Koordinator GCF untuk Negara Indonesia, menyampaikan fokus tentang pemilihan Presiden yang baru-baru ini dilaksanakan di Indonesia dan implikasinya terhadap pekerjaan GCF di enam provinsi di Indonesia. Indonesia menyimpan harapan besar agar presiden yang baru memberikan prioritas terhadap tata kelola hutan, sebuah isu yang secara historis kurang memperoleh dukungan dari pemerintah nasional. Pemerintah nasional sedang merestrukturisasi kerangka kelembagaan REDD+. Victor Galarreta, Koordinator GCF untuk Negara Peru, menggarisbawahi peluang yang terbuka lebar untuk pengurangan deforestasi di Peru. GCF bekerja secara kolaboratif dengan CIAM, sebuah konsorsium wilayah yang merupakan 75% dari hutan di Peru. Wilayah ini juga berada di antara penduduk termiskin di Peru, dengan 4 Proposal tersedia di http://www.gcftaskforce.org/documents/ contributions_national_redd+_strategy_proposal_allocation-state_ union_en.pdf 6

kontribusi hanya sebesar 2% dari PDB. Pemerintah subnasional di Peru harus menyesuaikan desain pendekatan yurisdiksi mereka dengan agenda nasional dan arah pendanaan. Sebagaimana halnya di Brasil, pendanaan dari Norwegia dan Inggris difokuskan pada pemerintah nasional dan secara umum tidak dialirkan ke tingkat subnasional. Wilayah-wilayah GCF di Peru berencana menarik perhatian pada pekerjaan penting yang mereka lakukan melalui pesan GCF terintegrasi pada COP20 di Lima, Peru. Romeo Dominguez, Koordinator GCF untuk Negara Meksiko, menyoroti perjanjian antara CONAFOR, negara bagian Campeche dan Chiapas anggota GCF, dan negaranegara bagian lain di Meksiko (Pengamat GCF). GCF sedang mengembangkan kemampuan di Meksiko melalui pelatihan terkait aspek-aspek teknis tentang REDD+ dan pembangunan pedesaan (lihat www.gcftaskforcetraining.org). Dalam pertemuan nasional terakhir GCF di Meksiko, delapan negara bagian menandatangani sebuah Nota Kesepahaman (MOU) yang berisi pengakuan terhadap GCF sebagai platform kerja sama dan platform dialog dengan tingkat nasional. Selain itu, MOU 5 antara California dan Chiapas terus memajukan dialog baik untuk Meksiko maupun untuk seluruh GCF. Menurut Odigha Odigha, Ketua Komisi Kehutanan Negara Bagian Cross River, walaupun Afrika merupakan salah satu benua yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, kemauan politik terkait kebijakan penanggulangan iklim di Afrika tetap rendah. Untuk mengatasi hal ini, Negara Bagian Cross River State (CRS), Nigeria, meluncurkan Peta Jalan Pan Afrika tentang Pembangunan Rendah Karbon 6 di Addis Ababa pada tahun 2014 melalui Program Pelatihan GCF. Tata kelola dan kemampuan tetap menjadi tantangan utama untuk menentukan yurisdiksi REDD+ di CRS. Negara bagian tersebut telah mengadopsi sebuah strategi keberlanjutan yang difokuskan pada pelibatan masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan, pengakuan bahwa upaya-upaya untuk mengurangi deforestasi mungkin kurang berhasil tanpa adanya dukungan masyarakat (community buy-in) serta manfaat nyata dan berwujud. Beberapa upaya tersebut telah menyertakan demistifikasi ilmu karbon melalui Program Pelatihan GCF (www.gcftaskforce.org/training_program). Upaya ini meningkatkan kemampuan di lapangan penduduk di CRS saat ini dapat mengukur karbon yang tersimpan di hutan. Mewakili para anggota negara maju GCF, David Solano (Direktur Kerja Sama Internasional, Pusat Ilmu Kehutanan Catalonia, Spanyol) dan Jason Gray Sita Supomo, GCF Country Coordinator (Indonesia) and Gov Teras Narang (Central Kalimantan) (Manajer Seksi Pemantauan Program, California Air Resources Board, California) membahas iklim politik dan peraturan di Spanyol dan California. David Solano menguraikan Catalonia sebagai calon pembeli kredit REDD+. Ia juga membahas tradisi panjang Catalonia dalam pelestarian sumber daya alam dan warisan pengelolaan pribadi atas sumber daya tersebut. Ia merekomendasikan agar GCF melakukan studi pasar terarah untuk sektor-sektor khusus, misalnya sektor energi dan sektor-sektor lain secara cuma-cuma untuk REDD dalam skala program. Ia mendesak GCF untuk tetap inovatif dan kreatif dalam memaksimalkan peluang untuk mengintegrasikan upaya-upaya yurisdiksi dan rantai pasokan, terutama di Afrika di mana terdapat peningkatan minat terhadap komoditas seperti kakao di Ghana. Jason Gray, Manajer Seksi Pemantauan Program, California Air Resources Board (CARB), memberikan laporan singkat tentang rezim peraturan cap-and-trade California. Ini adalah tahun pertama bagi entitas-entitas untuk menyatakan kepatuhannya terhadap CARB berdasarkan skema tersebut. Negara bagian ini telah menyelenggarakan tujuh lelang dan saat ini sedang 5 Nota Kesepahaman, tersedia di http://www.gcftaskforce.org/ documents/mou_acre_california_and_chiapas.pdf 6 Lihat Peta Jalan Pan Afrika untuk Pembangunan Rendah Karbon (Pan-African Roadmap for Low Carbon Development), Satuan Tugas GCF, tersedia di http://www.gcftaskforce.org/documents/ training/2014/africa1/report.pdf 7

menyelesaikan persiapan untuk lelang yang ke-delapan. 7 Negara bagian ini juga memiliki tautan dengan Quebec pada tahun 2014 dan mengadakan uji lelang gabungan dengan Quebec. California masih tertarik pada perhitungan (offset) berbasis sektor dan memastikan bahwa masyarakat adat dilibatkan, tetapi banyak pihak di California yang tetap skeptik dengan perhitungan (offset) internasional. Tantangan yang saat ini sedang dihadapi adalah bagaimana menjelaskan manfaat yang diperoleh California setelah mengikuti program yurisdiksi berbasis sektor dan bahwa jenis program tersebut mempunyai manfaat ganda selain sekedar memperhitungkan kredit. Langkah berikutnya yang mungkin akan terjadi sebelum ARB dapat membuat peraturan adalah diskusi pemangku kepentingan lebih lanjut tentang unsur teknis seperti pemetaan, pengaman, pembagian manfaat, dll. Langkah lain akan memerlukan temuan independen oleh Gubernur bahwa suatu program perhitungan (offset) berbasis sektor mempunyai standar yang setara dengan program perhitungan (offset) domestik ARB. DISKUSI PANEL REFLEKSI TERHADAP DISKUSI PANEL Dua arus kerja penting yang muncul dari diskusi selama pertemuan GCF adalah: agenda politik dan agenda teknis (hukum, kelembagaan, dll.). Negara-negara bagian anggota GCF harus dipandu dengan visi dan peta di tingkat politik dan juga harus menghubungkan berbagai tanda untuk melaksanakan visi tersebut di lapangan. Para pelaku dalam kedua arus kerja tersebut berbeda: para Gubernur mendorong lapisan politik, sementara para pegawai negeri sipil membentuk lapisan yang melaksanakan kebijakan di tingkat subnasional. Berdasarkan pengalaman yang luas dan beragam dalam pengembangan program-program yurisdiksi di seluruh konteks geografis dan kelembagaan yang berbeda, para ahli mengeksplorasi unsur-unsur penting yang diperlukan untuk melaksanakan program-program REDD+ dan pembangunan rendah emisi di tingkat yurisdiksi, serta tantangan-tantangan dan pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman sebelumnya. Panel dirancang untuk membantu para anggota GCF mengidentifikasi unsur-unsur penting dalam keberhasilan program dan jalur yang dapat ditempuh untuk mengatasi tantangan. William Sunderlin, Prinsipal Ilmuwan Perubahan Iklim (Principal Climate Change Scientist) Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (Center for International Forestry Research), menjadi moderator dalam panel tersebut. Para ahli membagikan pengalaman mereka terkait dengan temuan dari studi CIFOR 8 baru-baru ini yang menyimpulkan bahwa tantangan terbesar dalam REDD+ adalah hak pemanfaatan lahan (tenure) dan kerugian ekonomi REDD+ saat ini. Laporan tersebut memberikan rekomendasi penting, termasuk memisahkan pertumbuhan pertanian dari ekspansi daerah pertanian (yaitu, mengejar pendekatan land-sparing ) dan mengembangkan rantai pasokan pertanian yang berkelanjutan yang sesuai dengan tujuan REDD+. PELAJARAN PENTING DAN REKOMENDASI Yurisdiksi REDD harus ditetapkan dalam arsitektur kelembagaan yang kuat. Tantangan utama program yurisdiksi adalah: hak pemanfaatan lahan (tenure), pembiayaan, kerentanan terhadap fluks politik, dan kekhawatiran terkait kepentingan ekonomi. Pendekatan rantai pasokan yang berkelanjutan merupakan masa depan. Sementara perjanjian perubahan iklim global yang mengikat akan menjadi langkah besar ke depan untuk REDD+, sebagai pengganti perjanjian tersebut, terdapat peluang penting untuk melakukan tindakan yang kuat dalam bidang kebijakan nasional dan subnasional untuk memastikan bahwa kemajuan dalam penanggulangan berbasis kehutanan di lapangan tidak sia-sia. CIFOR, Tantangan dalam Menetapkan REDD+ di Lapangan (2014) PANEL 1 Menentukan Unsur-Unsur yang Diperlukan untuk Program-Program Yurisdiksi REDD+ yang Kokoh 7 Pelelangan ke delapan dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2014. Rodrigo Fernandes das Neves, Jaksa Agung (Acre, Brasil) menggarisbawahi pengalaman negara bagian Acre, Brasil dalam menyusun SISA, yang membentuk kerangka hukum program-program yurisdiksi untuk mengurangi emisi dari deforestasi di Acre. Kriteria utama yang menjadi pedoman dalam proses dan standar penyusunan SISA adalah kredibilitas dan keabadian sistem dari waktu ke waktu. SISA berakar dalam sebuah proses demokrasi, sebuah persetujuan desain yang penting dari jajaran pemangku kepentingan kaya dan luas serta landasan untuk keberlanjutan jangka panjang dari upaya-upaya tersebut di Amazon. Daddy Ruhiyat, Direktur Pelaksana Dewan Daerah Perubahan Iklim (Kalimantan Timur, Indonesia) memperkenalkan kondisi ekonomi di Kalimantan Timur yang menyebabkan perlunya intervensi dalam 8 CIFOR, Tantangan dalam Menentukan REDD+ di Lapangan (The Challenge of Establishing REDD+ on the Ground) (2014), tersedia di http://www.cifor.org/library/4491/the-challenge-of-establishingredd-on-the-ground-insights-from-23-subnational-initiatives-in-sixcountries/ 8

CROSS-JURISDICTIONAL EXCHANGE Delegates from Peru and Mexico during GCF Business Meeting. yurisdiksi REDD+. Kondisi ini mencakup kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang rendah selama beberapa tahun terakhir, ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya non-alam, dan deforestasi yang tinggi (Kalimantan Timur adalah pelepas GHG tertinggi keempat di Indonesia). Strategi provinsi tersebut untuk mengatasi faktor-faktor tersebut melibatkan perpaduan antara pertumbuhan ekonomi dan penurunan emisi GHG; penurunan emisi karbon dari produksi pertanian, minyak, dan gas; dan pergeseran menuju kegiatan rendah emisi karbon. Gubernur Awang Faroek Ishak dari Kalimantan Timur telah menyusun program inovatif, Kaltim Hijau (Green Kaltim) yang bertujuan untuk menanamkan ke dalam semua aspek perekonomian keamanan jangka panjang, kemakmuran, dan keberlanjutan. Provinsi tersebut juga mengarusutamakan isu-isu perubahan iklim ke dalam bidang-bidang tata kelola lainnya, memperkuat sistem kelembagaan dan peraturan, dan membangun program-program kerja sama untuk mencapai target penurunan emisi. Namun demikian, program yurisdiksi menghadapi tantangan, termasuk tidak adanya insentif keuangan dan rendahnya kapasitas tranformasi ekonomi. Ricardo Hernandez, Sekretaris Muda Pembangunan Kehutanan, membagikan pengalaman Chiapas, Meksiko, dalam menyusun program-program yurisdiksi untuk REDD+ dan pembangunan rendah emisi. Negaranegara bagian Meksiko bergerak maju dalam programprogram REDD+ dengan melakukan konsultasi yang intensif secara horisontal melalui perjanjian-perjanjian dan kerja sama dan secara vertikal dengan pemerintah nasional untuk menyelaraskan kebijakan dan strategi. Tantangan yang dihadapi di Meksiko dalam membangun program-program yurisdiksi serupa dengan tantangan yang dihadapi oleh negara-negara anggota GCF lainnya. Pertama, walaupun terdapat kebijakan di tingkat nasional, banyak pekerjaan yang masih harus dilakukan untuk mengembangkan undang-undang di negara-negara bagian tersebut. Negara-negara bagian Meksiko saat ini bekerja untuk menilai tutupan hutan, menetapkan baseline, dan mengembangkan sistem penghitungan di tingkat nasional. Penyusunan sistem MRV yang memenuhi standar internasional tetap merupakan sebuah tantangan. Negara-negara bagian telah mencapai kemajuan luar biasa dalam membangun pengaman dengan menempatkan dialog partisipatif untuk mengiringi proses desain dan pelaksanaan REDD+. Walaupun mekanisme pembagian manfaat yang memadai tetap belum terpecahkan, proses partisipatif memastikan bahwa kepentingan masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan dipertimbangkan dalam menentukan bagaimana sumber daya tersebut mencapai masyarakat. Melalui pengalaman dalam Standar Karbon Terverifikasi, Summer Montacute, Koordinator VCS REDD+ menyampaikan pemutakhiran singkat tentang pengembangan yurisdiksi yang sesuai dengan standar REDD+ (JNR) melalui kerja sama dengan 20 yurisdiksi di Afrika, Amerika Latin, dan Asia. Acre berada di ambang penyusunan JNR sebagai sistem penghitungan karbonnya. VCS bekerja dalam Kerangka Metodologi Dana Karbon (Carbon Fund s Methodological Framework / MF) 9 untuk menyederhanakan persyaratan tersebut. Kerangka Metodologi terdiri atas 37 kriteria dan indikator terkait (C&I), berkaitan dengan lima aspek utama Program Penurunan Emisi: tingkat ambisi, penghitungan karbon, pengaman, desain dan pelaksanaan program berkelanjutan, dan transaksi Program ER. Winrock International telah menyelesaikan suatu penilaian kesenjangan pada bulan Februari 2014 dengan membandingkan antara Kerangka Metodologi FCPF (Methodological Framework / MF) dan 9 Lihat Kerangka Metodologi Dana Karbon (Carbon Fund Methodological Framework), tersedia di https://www. forestcarbonpartnership.org/carbon-fund-methodological-framework. Program-Program Pengurangan Emisi yang diusulkan oleh Negara- Negara REDD+ kepada Dana Karbon diharapkan dapat menunjukkan kesesuaian dengan kriteria Kerangka Kerja. 9

Delegates from Indonesian provinces and Brazilian states participate in GCF decisions. Persyaratan VCS JNR. 10 Laporan tersebut menyimpulkan bahwa yurisdiksi yang berlaku dan memenuhi Persyaratan JNR dengan sendirinya akan sesuai dengan sebagian besar indikator MF dengan sedikit upaya atau tanpa upaya tambahan. Yurisdiksi-yurisdiksi didorong untuk membuat program mereka fleksibel sehingga lebih lentur di seluruh pasar. Roberto Espinoza dari COICA menambahkan dalam diskusi tersebut pengalaman di antara Masyarakat Adat Amazon, khususnya posisi COICA dalam pengembangan program-program yurisdiksi untuk pembangunan rendah emisi. Roberto Espinoza menekankan bahwa wilayah adat itu sendiri merupakan yurisdiksi dan bahwa REDD Adat harus dikemukakan dalam diskusi tentang perubahan iklim. Ia menunjuk pembangunan jalan utama melintasi hutan sebagai tantangan serius bagi upaya adat untuk melindungi kawasan hutan di Peru, khususnya di San Martin, Loreto, dan Ucayali. Mekanisme pembagian manfaat yang adil tidak diintegrasikan secara memadai dalam program-program yurisdiksi dan hak-hak adat seringkali tidak dihargai, walaupun adanya tanah khusus yang dianggap sebagai tanah masyarakat berdasarkan undang-undang nasional yang telah ditetapkan. Roberto Espinoza menyerukan kepada para peserta yang hadir di COP20 di Lima untuk secara terencana dan memadai 10 Adam Gibbon dan Timothy Pearson, Sebuah Analisis Kesenjangan atas Kerangka Metodologi Dana Karbon FCPF relatif terhadap Yurisdiksi VCS dan Persyaratan REDD+ Bersarang (A Gap Analysis of the FCPF s Carbon Fund Methodological Framework relative to the VCS Jurisdictional and Nested REDD+ Requirements), tersedia di http:// www.v-c-s.org/sites/v-c-s.org/files/cf%20mf%20and%20vcs%20 JNR%20Gap%20Analysis%20FINAL1.pdf membahas konsep dan definisi REDD karena hutan tidak dapat direduksi menjadi nilai hanya dalam hal karbon. Wilayah adat merupakan yurisdiksi dengan hak mereka sendiri. - Roberto Espinoza, COICA Hari kedua Pertemuan Tahunan GCF difokuskan pada dialog lebih mendalam di antara yurisdiksi GCF, sektor swasta, pemerintah nasional, Masyarakat Adat, dan para pemangku kepentingan utama lainnya dalam penyusunan program-program yurisdiksi untuk pembangunan rendah emisi, termasuk REDD+. PANEL 2 Mengaitkan Program-Program Yurisdiksi dengan Rantai Pasokan yang Berkelanjutan Prakarsa rantai pasokan berkelanjutan dan REDD saat ini bekerja secara paralel, walalupun memiliki tujuan yang sama berupa penurunan deforestasi. Koneksi baru terbentuk di antara proses tersebut sehingga dapat membantu mereka untuk saling menguatkan. Forum Barang Konsumsi, yang mewakili lebih dari 300 perusahaan yang bergantung pada komoditas, telah mengumumkan dukungannya untuk REDD+ karena upayanya untuk mencapai deforestasi bersih nol dalam 10

rantai pasokan minyak kelapa sawit, kedelai, daging sapi, bubur kayu, dan kayu pada tahun 2020. Konsensus regional baru di jalur menuju pembangunan rendah deforestasi juga menghubungkan perusahaanperusahaan dan para produsen dengan pemerintah di seluruh tonggak sejarah pengurangan deforestasi. Terdiri atas para ahli di sektor swasta, organisasi standar dan sertifikasi, kelompok masyarakat adat, dan masyarakat sipil, panel ini membahas bagaimana cara mempercepat dan mendukung penyatuan kedua proses yang saling melengkapi tersebut. Daniel Nepstad, Ilmuwan Senior & Direktur Eksekutif - Earth Innovation Institute, menjadi moderator dalam diskusi panel tersebut. Bersamaan dengan penandatanganan Deklarasi Rio Branco, Earth Innovation Institute merilis penilaian awal dan menyimpulkan bahwa yurisdiksi GCF dapat mencapai penurungan deforestasi sebesar lebih dari 3,8 miliar ton karbon melalui Deklarasi tersebut. 11 Para panelis diundang untuk membagikan keahlian mereka dalam berbagai aspek rantai pasokan untuk mengeksplorasi bagaimana GCF dan para mitranya dapat memanfaatkan ambisi ini untuk menciptakan model pembangunan pedesaan yang baru. Keterangan dari para ahli berusaha untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana kita tetap bertanggung jawab secara sosial terhadap persaingan kredit karbon di pasar? PELAJARAN PENTING DAN REKOMENDASI Melalui Deklarasi Rio Branco, negaranegara bagian anggota GCF akan mencapai penanggulangan iklim lebih mendalam dibandingkan protokol Kyoto. GCF kurang efektif dalam menyampaikan pesannya di tingkat politik dan kepada sektor swasta. Sebagian besar hal ini tidak terlihat. Saat ini GCF memiliki momentum yang diperlukan sehingga dipandang sebagai laboratorium untuk transisi skala besar menuju keberlanjutan. Seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang mengambil target lebih untuk tahun 2020, terdapat konsensus yang berkembang bahwa skala tidak diukur dari pabrik ke pabrik (mill-tomill), melainkan di tingkat pemerintahan. Seiring dengan migrasi pangan ke daerah tropis, waktunya kini bagi agenda GCF untuk menempatkan dirinya dalam agenda politik yang kuat. GCF harus menciptakan peran sentral untuk Masyarakat Adat. Melalui pembahasan tentang bagaimana negara-negara bagian anggota GCF dapat menghindari potensi dampak negatif terhadap masyarakat miskin dalam upaya mereka menangani deforestasi, Roberto Espinoza (COICA) mendorong embargo perdagangan produk-produk yang berasal dari praktik-praktik yang tidak berkelanjutan, terutama yang merusak hutan hujan tropis di negaranegara bagian dan provinsi-provinsi anggota GCF. Hutan yang rusak harus dipulihkan, sebuah prinsip yang diabaikan oleh perusahaan-perusahaan tanpa adanya konsekuensi. COICA berpendapat bahwa tujuan Deklarasi Rio Branco dapat dicapai, tetapi memerlukan jaminan atas hak dan pelaksanaan dengan praktik-praktik yang baik dalam sektor komoditas. Salah satu cara penting yang dapat dilakukan oleh negara-negara bagian anggota GCF untuk bergerak dari dialog menuju aksi dalam kaitannya dengan hak-hak adat adalah dengan menetapkan konsekuensi bagi negara-negara bagian GCF yang melanggar itikad baik forum kolaboratif ini. Contoh peluang tersebut adalah persetujuan yang baru-baru ini diberikan untuk kegiatan yang merusak hutan di Ucayali. Hannah Hislop, Manajer Advokasi Global (Unilever), membahas peran sektor swasta dalam pengurangan deforestasi. Separuh dari produk mentah Unilever berasal dari hutan hujan tropis dan perusahaan berusaha untuk mencapai 100% pengadaan yang berkelanjutan pada tahun 2020 sehingga keputusan terkait pengadaan perusahaan memiliki dampak yang besar. Misalnya, Unilever bekerja dengan IPAM di Brasil dalam pendekatan yurisdiksi untuk pengadaan kedelai, sebuah model yang dapat direplikasi di tempat-tempat lain. Dengan melakukan pengadaan secara bertanggung jawab, perusahaan dapat memberikan dampak yang berarti dan menjaga pasokan bahan baku untuk Unilever dengan baik di masa yang akan datang. Namun demikian, terdapat kelompok pelaku yang jauh lebih luas di sektor swasta dan peran kepemimpinan Unilever menjadi sia-sia jika tidak mengajak para pemain lain tersebut. Dengan bertindak sendiri, Unilever hanya akan memberikan dampak terbatas, tetapi kegiatan di lingkungan sektor swasta selama setahun terakhir cukup menjanjikan. Komitmen Forum Barang Konsumsi (Consumer Goods Forum / CGF) tahun 2010 merupakan suatu langkah besar, tetapi hal ini merupakan komitmen individu para anggota CGF yang menunjukkan suatu pergeseran pola pikir di sektor swasta. Perusahaan-perusahaan mulai melihat manfaat strategis dari pengadaan yang berkelanjutan dan mengembangkan target dan peta jalan. Kerja sama dari sektor perbankan dan keuangan merupakan keharusan sebagai bagian dari kebutuhan akan upaya terpadu dari sektor swasta. Prakarsa Lingkungan Perbankan (Banking 11 Apa yang Dapat Disumbangkan oleh GCF untuk Penanggulangan Perubahan Iklim Tahun 20201? Penilaian Awal, Konservatif: Pengurangan deforestasi sebesar 80% di Negara-Negara Bagian & Provinsi-Provinsi Anggota GCF akan menghindarkan emisi CO 2 sekitar 3,8 miliar ton dan 9,2 juta hektar deforestasi (What Could The GCF Contribute To Climate Change Mitigation By 20201? Preliminary, Conservative Assessment: An 80% reduction in deforestation in GCF States & Provinces would avoid the emission of about 3.8 billion tons of CO2 and 9.2 million hectares of deforestation), tersedia di http://www. gcftaskforce.org/documents/2014_annual_meeting/gcf_emissions_ reduction.pdf 11

Environment Initiative / BEI) 12 merupakan contoh upaya yang menjanjikan untuk mengerahkan sektor tersebut ke dalam aksi riil terkait isu keberlanjutan. Langkah Unilever berikutnya untuk mencapai tujuan ambisiusnya berupa pengadaan berkelanjutan 100% pada tahun 2020 sebagian besar terbentuk dan diarahkan melalui acara internasional seperti pernyataan CGF di Paris, yang menghubungkan rantai pasokan dengan REDD+ secara eksplisit. Unilever juga bekerja untuk mengajak sekurang-kurangnya 30 perusahaan, pemerintah, CSO, Masyarakat Adat, dan pemain lain untuk bersama-sama membuat pernyataan tentang perlunya kerja sama pemerintah-swasta, yang akan disahkan melalui Deklarasi New York tentang Kehutanan. Augusto Freire, CEO & Presiden Cert ID dan ProTerra Foundation, 13 menyatakan bahwa perjanjian sektoral merupakan unsur terpenting dalam rantai pasokan yang berkelanjutan, karena perjanjian sektoral memberikan keuntungan individu untuk skala. Skala dibutuhkan untuk memberikan dampak yang berarti terhadap perubahan iklim. Perjanjian multi-sektoral (MSA) merupakan level penting berikutnya karena menciptakan rantai nilai; namun demikian, untuk menentukan aktor yang bertanggung jawab dalam rantai nilai seringkali merupakan tantangan. 12 Misi BEI adalah memimpin industri perbankan untuk mengarahkan modal secara kolektif menuju pembangunan perekonomian yang berkelanjutan dari sudut lingkungan hidup dan sosial. Chief Executives beberapa bank terbesar di dunia membentuk BEI pada tahun 2010. Kelompok tersebut terdiri atas 10 bank di Asia, Eropa, dan Amerika: Barclays, BNY Mellon, China Construction Bank, Deutsche Bank, Lloyds Banking Group, Nomura, Northern Trust, Santander, Sumitomo Mitsui, dan Westpac. Lihat Prakarsa Lingkungan Perbankan (Banking Environment Initiative / BEI), tersedia di http://www.cisl.cam.ac.uk/ Business-Platforms/Banking-Environment-Initiative.aspx#sthash. FHwuWjVi.dpufhttp://www.cisl.cam.ac.uk/Business-Platforms/Banking- Environment-Initiative.aspx 13 ProTerra adalah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan keberlanjutan di semua tingkat dari sistem pakan dan produksi pangan dan membantu para operator ekonomi untuk melaksanakan dan menunjukkan keberlanjutan secara efisien. Untuk informasi lebih lanjut, lihat ProTerra Foundation, tersedia di http://www. proterrafoundation.org/index.php/who-we-are Misalnya, di Brasil intensifikasi Chief Almir Surui and padang rumput memungkinkan representatives of the Surui at the Stakeholder Event. untuk dilakukan dan negara tersebut memiliki potensi yang signifikan untuk meningkatkan hasil pertanian, tetapi pertanyaan tentang siapa yang harus bertanggung jawab merupakan hal penting. Unilever menyajikan kasus yang kuat terkait pentingnya pengecer dalam memimpin upaya tersebut, tetapi pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil juga harus bertanggung jawab. Entitas sertifikasi seperti Proterra juga memainkan fungsi penting sebagai katalis. Namun demikian, skala yang diperlukan untuk berkontribusi dalam penanggulangan iklim tidak dapat dicapai jika para petani dan masyarakat tidak diperlengkapi secara memadai untuk mengubah praktik-praktik yang mereka jalankan. ProTerra bekerja untuk menciptakan skala bagi rantai yang berkelanjutan dengan fokus khusus pada peningkatan nilai rantai tersebut. Berdasarkan pengalaman organisasi, posisi pasar dan nama merek menjadi penting baik bagi nilai dan skala. Permintaan akan kedelai non-gmo dan kedelai yang berkelanjutan di Eropa cukup tinggi. Hal ini menunjukkan adanya peluang bagi GCF untuk menjadi merek pengadaannya sendiri. Di sisi pembeli, sudah ada pengalaman pembeli secara regional atau yurisdiksi, yang akan memfasilitasi perkenalan merek pendekatan yurisdiksi GCF. Victor Galarreta, Sekretaris Teknis Consejo Interregional Amazónico (CIAM), membagikan pengalaman Peru terkait dengan pengembangan rantai pasokan yang berkelanjutan dan dengan bagaimana mengaitkan rantai tersebut dengan yurisdiksi REDD+. Di Peru, strategi kohesi antara REDD dan rantai pasokan bergantung pada jenis pasar dan komoditas. Budi daya kopi dan kakao, yang sebagian besar didorong oleh para produsen kecil merupakan pendorong deforestasi yang utama di Peru. Sifat produksi kopi yang merusak lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh sejarah Peru, tetapi pengadaan preferensial kopi Peru akan menimbulkan dampak yang merugikan terhadap hidup jutaan keluarga Peru. Pembicaraan bergerak ke arah pertimbangan serius tentang pergeseran praktik-praktik; namun demikian, para produsen kecil tidak mempunyai sumber daya keuangan yang diperlukan untuk mengubah praktik pertanian mereka. Peru sangat memerlukan inovasi dalam sektor perbankan dan keuangan dengan sasaran memberikan insentif terhadap perubahan di antara para petani kecil di Peru. Rabobank membiayai sektor pangan dan pertanian dan memberikan solusi strategis untuk agribisnis 14 14 Untuk informasi lebih lanjut, lihat situs internet Rabobank, www. rabobank.com.br 12

Luiz Amaral, Kepala Unit Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Rabobank memberikan kontribusi pada diskusi panel tersebut dengan membagikan pandangan Rabobank terhadap program-program yurisdiksi dan rantai pasokan. Bank berpendapat bahwa peran pembiayaan sektor swasta menjadi penting untuk meningkatkan rantai pasokan yang berkelanjutan. Rabobank berfokus pada pangan, pertanian, dan keberlanjutan. Lembaga tersebut mempunyai kebijakan deforestasi nol untuk pembiayaan dan pertanian, dan juga memiliki insentif yang kuat untuk memastikan bahwa para klien mereka mematuhi praktikpraktik sosial dan lingkungan hidup yang berkualitas tinggi. Prinsip-prinsip tersebut melekat ke dalam penilaian risiko dan merupakan bagian dari model bisnis. Namun demikian, secara tradisional, model pembiayaan agribisnis yang ramah lingkungan berfokus pada agenda negatif penanggulangan risiko pembiayaan melalui pemolisian dan pengecualian bagi para petani yang melanggar peraturan. Agenda negatif tersebut memerlukan sertifikasi, kunjungan klien, dan pengawasan satelit, yang kesemuanya berbiaya tinggi. Tantangan yang dihadapi Rabobank adalah bagaimana bergerak dari agenda negatif menuju sistem insentif positif untuk menciptakan agenda positif dalam pembangunan pedesaan. Bank tengah mencari pendekatan inovasi yang baru seperti pergeseran dari pengawasan berbiaya tinggi dari satu pertanian ke pertanian lain menjadi pendekatan yurisdiksi yang akan meningkatkan efisiensi bank. Selain menciptakan agenda positif, strategi Rabobank harus memanfaatkan dana swasta. Tantangan utama yang dihadapi oleh petani kecil adalah persepsi risiko: petani kecil tidak mempunyai jaminan (biasanya dalam bentuk kepemilikan tanah) yang diperlukan oleh bank untuk meminjamkan uang. Jika sebagian pembiayaan melalui Rabobank dapat digunakan sebagai pendanaan jaminan, sektor swasta akan melakukan investasi lebih besar dalam pertanian rakyat. Tantangan yang dihadapi Rabobank dan para pemain lain dalam sektor keuangan agribisnis swasta adalah bagaimana bergerak dari agenda negatif menuju sistem insentif positif sebuah agenda positif untuk pembangunan pedesaan. - Luiz Amaral, Rabobank PANEL 3 Memobilisasi Pembiayaan Pemerintah dan Swasta untuk Program-Program Yurisdiksi Berbagai mekanisme telah diciptakan selama beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan arus modal keuangan baik dari sumber pemerintah maupun swasta menuju upaya pembangunan rendah emisi di negara-negara berkembang. Sementara lebih dari USD 7 miliar telah dijanjikan oleh komunitas donor untuk mendukung prakarsa terkait kehutanan, insentif positif mengalami keterlambatan dalam menjangkau para pengguna lahan setempat. Dengan dimoderasi oleh Rosa Maria Vidal, Direktur Eksekutif (GCF Fund), diskusi panel ini mengeksplorasi instrumen-instrumen baru dan inovatif yang dikembangkan oleh lembagalembaga publik dan swasta untuk mempromosikan konservasi hutan dan penanggulangan perubahan iklim. Para Panelis memberikan fokus khusus pada bagaimana yurisdiksi subnasional dapat memperoleh manfaat dari mekanisme ini dan memfasilitasi arus insentif positif kepada pengguna lahan setempat. PELAJARAN PENTING DAN REKOMENDASI Program-program yurisdiksi harus dipandu oleh peta atau kerangka kerja sederhana dengan jalur ganda. Terdapat peluang pembiayaan yang belum dieksplorasi secara memadai dan GCF dapat membantu negara-negara bagian untuk mengakses sumber daya tersebut. Konfigurasi asli REDD tidak berlaku lagi. GCF adalah sebuah platform untuk meluncurkan inovasi guna mencapai sasaran penanggulangan iklim, konservasi hutan, dan peningkatan mata pencaharian. Masyarakat Adat harus menjadi bagian integral dari proses GCF dan masyarakat yang melindungi hutan harus didukung. Anahita Yousefi, Higher Executive Officer Prakarsa Iklim & Hutan Internasional Pemerintah Norwegia (The Government of Norway s International Climate & Forest Initiative / NICFI) membuka diskusi dengan menyampaikan pandangan umum tentang opsi-opsi keuangan untuk pengurangan deforestasi. Upaya pendanaan Norwegia mencakup pembiayaan bilateral (misalnya di Brasil dan Indonesia) dan pembiayaan multilateral. Dana bilateral dapat diakses oleh yurisdiksiyurisdiksi (misalnya di Kalimantan Timur, Indonesia) dan pedoman baru secara eksplisit menggarisbawahi peran pemerintah subnasional sebagai sekutu strategis yang memerlukan dukungan. FCPF Carbon Fund akan melakukan pembayaran berbasis kinerja kepada sekitar lima negara yang telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam melakukan kerja keras terkait kesiapan REDD+ mereka. 15 Proses Carbon Fund berlangsung di tingkat nasional tetapi terbuka untuk program-program pengurangan emisi dari pemerintah subnasional. Dana Bio Karbon Bank Dunia untuk Landskap yang Berkelanjutan 15 Untuk informasi lebih lanjut tentang Dana Karbon (Carbon Fund), kunjungi https://www.forestcarbonpartnership.org/carbon-fund 13

(BioCarbon Fund) 16 berencana untuk fokus pada tingkat yurisdiksi dan Program Investasi Kehutangan Bank (Bank s Forest Investment Program) mencakup pendanaan yurisdiksi. 17 Pemerintah Norwegia mengakui bahwa pemerintah subnasional perlu menerima dukungan lebih lanjut melalui pemerintah nasional. Oleh sebab itu, walaupun Norwegia bekerja melalui pemerintah nasional, pihaknya mendorong negara-negara penerima untuk mendukung pemerintah subnasionalnya yang berada di tempat terdepan dalam mengembangkan programprogram yurisdiksi. Baru-baru ini, perbendaharaan Norwegia mengeluarkan serangkaian keputusan yang menciptakan fleksibilitas lebih lanjut dalam penggunaan dana NICFI. Dengan serangkaian kriteria baru tersebut, opsi pendanaan jaminan yang ditawarkan oleh Luiz Amaral (Rabobank) bisa jadi merupakan opsi yang akan dibahas secara terbuka oleh NICFI. Inovasi akan memainkan peran sangat penting dalam masa depan pendanaan REDD+ dan program-program yurisdiksi. Misalnya, negara-negara bagian anggota GCF harus memikirkan lebih lanjut pembiayaan REDD+ spesifik dengan pembiayaan lain yang mengalir ke dalam ruang tersebut. Seiring dengan hal ini, Norwegia mempertimbangkan suatu pendekatan landskap kreatif di mana berbagai instrumen berbeda dapat dipadukan. Pendekatan lanskap kreatif terletak pada fakta bahwa walaupun REDD terutama berbicara tentang hutan, REDD juga mempunyai sasaran sekunder berupa pembangunan ekonomi rendah karbon di wilayah-wilayah tersebut. Professor Ronaldo Seroa (State University of Rio de Janeiro) mendorong negara-negara bagian anggota GCF untuk bekerja secara kreatif dengan berbagai opsi pembiayaan, dengan menekankan bahwa dana dari sektor swasta harus berfungsi secara saling melengkapi dengan pembiayaan pemerintah untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Tantangan yang dihadapi oleh negara-negara anggota GCF adalah bagaimana mengorganisir dan meningkatkan kemampuan mereka untuk mengajukan permohonan dana tersebut. Alberto Dande Tavares, Presiden Direktur Perusahaan untuk Pengembangan Layanan Lingkungan Hidup di Acre (Company for the Development of Environmental Services in Acre / CDSA) menguraikan SISA sebagai program yurisdiksi terbalik yang bernavigasi dengan sumber daya terbatas yang telah dipaksa untuk berinovasi. Negara bagian tersebut memiliki pasokan sebesar 97 juta tco 2 e, tetapi permintaan sangat kecil. Pengurangan telah dicapai melalui investasi yang kuat. Acre terletak di suatu titik di mana negara bagian tersebut harus berfikir 16 Prakarsa untuk Lanskap Hutan yang Berkelanjutan (Initiative for Sustainable Forest Landscapes / ISFL) dari Dana BioKarbon (BioCarbon Fund) berupaya mengembangkan penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor lahan, dari REDD+ dan dari pertanian yang berkelanjutan, serta perencanaan, kebijakan, dan praktik-praktik yang lebih cerdas. Untuk informasi lebih lanjut tentang Dana tersebut, lihat http://www.biocarbonfund-isfl.org 17 Untuk informasi lebih lanjut tentang Program Investasi Kehutanan (Forest Investment Program) berdasarkan prakarsa Dana Investasi Iklim (Climate Investment Funds) Bank Dunia, kunjungi https://www. climateinvestmentfunds.org/cif/node/5 secara kreatif di luar kredit REDD+. Dengan permintaan kredit REDD+ yang rendah inilah negara bagian Acre menjalin mitra dengan WWF, Forest Trends, EDF, dan beberapa pihak lainnya untuk melihat manfaat bersama dari program-program yurisdiksi. Negara bagian ini juga meningkatkan fokusnya terhadap emisi GHG di luar hutan untuk sektor-sektor yang juga berkontribusi secara signifikan terhadap emisi GHG di Brasil, seperti sektor manufaktur. Berbagai langkah berani harus diambil untuk menciptakan mekanisme yang dapat mengalihkan Brasil dari sikap konvensional. Diperlukan sebuah konfigurasi baru di mana negara mengadopsi mekanisme inovatif yang memadukan berbagai isu lingkungan hidup. Ada ketakutan di antara negara tetangga Brasil bahwa kredit Brasil akan membanjiri pasar pada saat tersedia. Brasil perlu melakukan pembahasan multisektoral dan multilateral yang lebih luas yang seharusnya melibatkan para pemain penting lainnya seperti Bank Pembangunan Brasil, BNDES. Michael Jenkins, Presiden Forest Trends mengajukan pertanyaan: Bagaimana status pembiayaan REDD+ dan peluang apa yang Anda temukan? Michael Jenkins mengawali pidatonya dengan menjelaskan alasan pentingnya pembiayaan. Skala masalah memerlukan sumber daya yang signifikan. Diperkirakan perlu sekitar $20 miliar per tahun untuk mengurangi deforestasi dengan skala yang berarti tetapi investasi aktual disusun menurut urutan besarnya. Forest Trends telah menetapkan Ecosystem Marketplace delapan tahun lalu untuk menilai pasar dan instrumeninstrumen serupa pasar yang dirancang untuk memberikan pembiayaan lebih kepada hutan. 18 Laporan tahunan 19 Ecosystem Marketplace tentang Negara Pasar Karbon menunjukkan bahwa pertumbuhan pasar tersebut cenderung datar dan tidak mungkin melihat pertumbuhan yang besar sampai ada sinyal yang jauh lebih besar untuk mempercepat perubahan tersebut. Pasar karbon sukarela sangat terbatas dan tidak mengalami kenaikan hingga mencapai skala yang diperlukan untuk mempengaruhi isu perubahan iklim. Forest Trends juga meluncurkan REDDX, sebuah alat untuk melacak pembiayaan untuk hutan pasca Kopenhagen. Sebagaimana dinyatakan oleh yurisdiksi GCF dan para ahli pada berbagai panel, dalam kenyataannya sangat sedikit dari apa yang dijanjikan atau diikrarkan sampai ke lapangan untuk mendukung investasi yang dilakukan dalam pembangunan rendah emisi. Namun demikian, investasi di tingkat nasional merupakan sumber daya yang belum dimanfaatkan. Negara-negara bagian anggota GCF didorong untuk mengaitkan investasi secara lebih efisien, dimulai dengan menilai di mana terdapat kebutuhan akan pembiayaan dan mengarah 18 Untuk informasi lebih lanjut tentang Ecosystem Marketplace, kunjungi www.ecosystemmarketplace.com 19 Forest Trends Ecosystem Marketplace, Manuver Mosaik: Laporan Pasar Karbon 2013 (Maneuvering the Mosaic: State of the Carbon Markets 2013) (June 2013), tersedia di http://www.forest-trends.org/ documents/files/doc_3898.pdf 14

pada intervensi yang cerdas. Kita perlu menjauhkan diri dari penanggulangan risiko menuju peluang. GCF harus menjadi sebuah platform untuk menyederhanakan. CDM terlalu rumit dan standar seperti VCS cukup kompleks, sehingga menciptakan suatu lingkungan di mana upayaupaya yurisdiksi tidak mampu melihat peluang untuk menciptakan pasar domestik (misalnya, pasar di Brasil) dan untuk memanfaatkan skema-skema pengaturan potensial seperti yang direncanakan di provinsi-provinsi utama di Cina. Sylvain Goupille, Founder & Managing Partner Althelia Climate Fund berbagi dari sudut pandang investor dengan menyatakan bahwa hambatan bagi para investor untuk melakukan pengerahan dalam skala tertentu adalah kurang memadainya sinyal harga. Penggalangan pendekatan sektoral dan yurisdiksi tidak akan terlihat. Jorge Furagaro dari COICA menutup panel tersebut dengan pidato tentang perspektif adat terhadap program-program yurisdiksi pembiayaan untuk REDD+ dan pembangunan rendah emisi. Ia menyatakan bahwa Amazon Fund tidak mencapai Masyarakat Adat Amazon karena mekanisme pencairan Dana tidak dikembangkan melalui kerja sama dengan mereka. Diskusi tentang pembiayaan oleh pemerintah dan masyarakat adat berlangsung secara paralel. Ia mendorong negara-negara bagian anggota GCF untuk mengintegrasikan Masyarakat Adat ke dalam proses GCF di tingkat subnasional karena pengaruh yang dimiliki para gubernur terhadap kebijakan tersebut selama 4 10 tahun pemerintahan mereka. GCF delegates and Country Coordinators chart the GCF s course for 2015 and beyond dana memerlukan produk-produk sepadan yang terhubung yang dapat digunakan secara efisien untuk mendistribusikan dana di lapangan. Althelia menginginkan distribusi dana dilakukan dengan cara yang mendukung pendapatan berkelanjutan untuk memberi umpan pada sistem. Karena ketidakpastian di pasar, Althelia saat ini mengambil risiko besar. Namun demikian, perusahaan melihat kesempatan nyata untuk menciptakan sinyal harga yang diperlukan dan menggembleng modal swasta dengan cara memisahkan sumber daya publik dan swasta melalui keterkaitan untuk membangun lingkungan peraturan: misalnya, sumber daya publik dapat dimanfaatkan oleh sumber-sumber swasta sebagaimana yang telah berhasil dilakukan di sektor tenaga / listrik. Dana masyarakat saja tidak akan mencukupi karena skala masalah terlalu besar dan insentif yang tersedia untuk mengubah cara kerja sektor pertanian sangat rendah. Pertimbangan penting untuk negara-negara bagian adalah bahwa REDD+ dirancang untuk memberikan insentif dalam penurunan deforestasi, tetapi masyarakat adat telah berhasil melestarikan wilayah mereka sendiri dan telah mencapai tingkat deforestasi yang sangat rendah. Negara-negara bagian anggota GCF dan sektor swasta harus inovatif dalam menentukan bentuk partisipasi mereka, misalnya program REDD+ untuk masyarakat Adat Amazon. Sylvian Goupille juga mendorong agar program-program yurisdiksi meniru contoh Acre dalam menyusun struktur hukum, dengan menyatakan bahwa risiko adalah faktor terpenting bagi para investor swasta dan tanpa adanya struktur hukum, peluang besar yang tertanam dalam 15

ACARA PEMANGKU KEPENTINGAN Acara Pemangku Kepentingan melibatkan satu setengah hari diskusi di antara berbagai jajaran pemangku kepentingan GCF mulai dari pemerintah subnasional dan nasional, masyarakat sipil, kelompok adat, dan sektor swasta. Mariano Cenamo, Wakil Sekretaris Eksekutif - Institute for the Conservation & Sustainable Development of Amazonas (Idesam), membentuk empat panel diskusi: Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Proyek-Proyek & Program-Program Yurisdiksi REDD+; Pelibatan LSM dalam Pengembangan REDD+ Nasional; Kesinambungan, Layanan Lingkungan Hidup, dan Pembangunan Rendah Emisi; dan Tantangan-Tantangan yang Dihadapi Negara Bagian dalam Mengembangkan Pembangunan Rendah Emisi. ACARA PEMANGKU KEPENTINGAN PANEL 1 Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Proyek-Proyek & Program-Program Yurisdiksi REDD+ Marina Piatto, Koordinator Iklim & Pertanian - Institute for Agricultural and Forestry Management and Certification (Imaflora), mempresentasikan Penyatuan Pengamanan Sosial & Lingkungan Hidup (Social & Environmental Safeguards / SES) dalam Kebijakan Iklim & REDD+ Daerah. Marina menyatakan bahwa terdapat standard an pedoman yang telah dikembangkan dengan baik dalam desain dan pelaksanaan pengamanan SES di Brasil, tetapi kesulitan yang sesungguhnya terletak pada pelaksanaannya. Joci Aguiar, Presiden Komite Validasi dan Pemantauan Negara Bagian Acre, mempresentasikan Pemantauan Pengaman dan Pembagian Manfaat di Acre: Komisi Validasi dan Pemantauan Negara Bagian (State Commission for Validation and Monitoring / CEVA). Ia menyoroti pentingnya partisipasi mekanisme partisipatif seharusnya tidak dilihat sebagai hambatan atau suatu langkah pelaksanaan program, melainkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan sistem mulai dari konsepsi. Hal ini terutama penting dalam hal tidak terdapat kebijakan publik yang komprehensif untuk partisipasi sosial. Ketua Almir Suruí, Koordinator Umum - Metareilá Association of the Suruí People, memberikan presentasi tentang REDD+ dalam Praktik di Brasil: Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Proyek REDD+ Pertama yang Divalidasi VCS/CCB di Amazon: Proyek Karbon Hutan Surui, yang menyoroti tantangan-tantangan sebagai perintis dan pengembang konsep. Ia juga menekankan pentingnya dukungan yang diberikan oleh pemerintah di berbagai tingkat untuk mengembangkan suatu proyek, dengan menyebutkan misalnya, kerja sama antara Negara Bagian Rondonia dan pemerintah federal Brasil. Akhirnya, Paul Ramirez, Manajer Proyek - AIDER, dan Sylvain Goupille, Founding & Managing Partner - Althelia Climate Fund, menyampaikan pidato di depan para pemangku kepentingan tentang topik REDD+ dalam Praktik di Peru: Mengintegrasikan Masyarakat, LSM, dan Sektor Swasta: Proyek REDD+ Tambopata - Bahuaja, Madre de Dios. Mereka menyimpulkan bahwa sektor swasta telah mengirimkan pesan yang jelas melalui peningkatan dialog dan tindakan yang menyambut penyatuan Masyarakat Adat dalam proyek-proyek di seluruh Amazon. ACARA PEMANGKU KEPENTINGAN PANEL 2 Pelibatan LSM dalam Pengembangan REDD+ Nasional Panel ini dimoderasi oleh Carlos Rittl, Sekretaris Dr. Claudia Elena Zenteno Eksekutif - Observatório Ruíz, Secretariat of Energy, do Clima. Alónso Cordova, Natural Resources and Environmental Protection, Koordinator Meja Bundar State of Tabasco (Mexico). REDD+ Madre de Dios, mempresentasikan Sudut Pandang Masyarakat Sipil di Peru. Terdapat kebutuhan untuk mengintegrasikan program-program sektoral (Tingkat Emisi Referensi / Reference Emissions Levels (REL)); fleksibilitas programprogram di tingkat daerah; dan proses untuk menerima umpan balik dari semua tingkat (proyek, program, regional, nasional). Mariama Vendramini, Direktur Biofilica, berbicara tentang Penyatuan Kepentingan Sektor Swasta & Strategi Nasional Brasil. Sektor swasta tidak berpartisipasi dan berkontribusi secara efektif dalam pengembangan strategi REDD+ Nasional, meskipun memiliki kepentingan untuk terlibat dalam program-program yurisdiksi untuk berinvestasi dalam REDD+. Ia merekomendasikan agar pemerintah mengakui kemajuan proyek-proyek tersebut dengan menggabungkan upaya-upaya sektor swasta untuk memasukkan proyek-proyek sebagai instrumen utama dari program-program yurisdiksi. Andre 16

Delegates convene for GCF business meeting Nahur, Koordinator Program Perubahan Iklim - World Wildlife Fund (Brasil), menyampaikan pidato tentang Pengintegrasian Pembangunan Rendah Emisi & REDD+ di Tingkat Yurisdiksi. Ia menggarisbawahi bagaimana negara-negara bagian anggota GCF dan pengembangpengembang proyek berperan sebagai fundamen dalam mempengaruhi pembangunan strategi REDD di Brasil dan dalam mempengaruhi posisi Brasil di COP 2009 di Kopenhagen. Ia merekomendasikan agar negara-negara bagian anggota GCF terus menerus mengejar peluang untuk berpartisipasi di tingkat nasional. Meskipun dialog di tingkat nasional berjalan dengan lambat, dialog tersebut membuka kesempatan terhadap pendekatan multisektoral yang lebih luas, yang diperlukan untuk mengembangkan program-program yurisdiksi. PELAJARAN PENTING DARI DISKUSI ACARA PEMANGKU KEPENTINGAN Dalam hal Amazon di Brasil dan Peru, hutan tropis mencakup 60% dan 50% dari wilayah yang masingmasing hanya menghasilkan 8% dan 2% PDB. Kedua negara tersebut berada di bawah tekanan berat untuk mengurangi deforestasi, salah satu sumber emisi GHG yang utama. Namun demikian, wilayah tersebut juga sangat miskin, sehingga berada dalam tekanan tinggi terkait agenda pembangunan ekonomi. Meskipun dihadapkan pada tantangan-tantangan tersebut, negara-negara bagian anggota GCF telah mencapai penurunan emisi melalui REDD+. Untuk menjaga motivasi, program-program negara bagian tersebut perlu dimulai untuk melihat laba riil atas investasi mereka. ACARA PEMANGKU KEPENTINGAN PANEL 3 Kesinambungan, Layanan Lingkungan Hidup, dan Pembangunan Rendah Emisi Senator Jorge Viana (Acre) membuka panel tersebut dengan pidato yang bersifat mengingatkan tentang ketidaksinambungan pola konsumsi dewasa ini. Ia menekankan pentingnya GCF sebagai sebuah prakarsa subnasional di dunia, di mana negara-negara sejauh ini gagal mencapai konsensus terkait tindakan menghadapi perubahan iklim secara memadai. Secara singkat ia menelusuri riwayat kepemimpinan lingkungan hidup Acre mulai dari konsep Florestania, gerakan yang dipimpin oleh Chico Mendes, 20 hingga perjalanan undangundang pertama tentang pembayaran terhadap layanan lingkungan hidup, yang diberi nama sama seperti Chico Mendes. Ia menekankan perlunya memahami hutan sebagai aset ekonomi, yang memungkinkan keterkaitan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup. Ia membahas terjadinya peristiwa cuaca ekstrim baru-baru ini di Acre, yang kemungkinan berkaitan dengan perubahan iklim, yang menunjukkan pentingnya kepemimpinan Acre dalam mengumpulkan para pelaku subnasional, nasional, dan internasional untuk melakukan transformasi yang berarti terhadap perekonomian rendah emisi. Senator Viana menyambut baik pelibatan Masyarakat Adat yang semakin intensif oleh GCF, dengan menekankan pentingnya pelestarian tanah adat dan perlunya memperkuat REDD+ di bidang tersebut. 20 Chico Mendes (1944 1988) adalah seorang penyadap karet dari Brasil, unionis, dan aktivis lingkungan hidup dari negara bagian Acre. Ia berjuang untuk menghentikan pembakaran dan pembalakan Hutan Hujan Amazon untuk digunakan sebagai lahan peternakan sapi dan mendirikan serikat nasional para penyadap karet sebagai upaya untuk melestarikan profesi mereka dan hutan hujan sebagai andalan mereka. Lihat Chico Mendes: Sebuah Warisan yang Hidup Kehidupan dan Karya Seorang Perintis Lingkungan Hidup (A Living Legacy - The life and Work of An Environmental Pioneer), Dana Pertahanan Lingkungan Hidup (Environmental Defense Fund / EDF), tersedia di http://www.edf. org/climate/chico-mendes-legacy 17

Edwin Vasquez (COICA) addresses participants as part of panel on sustainable supply chains Amy Duchelle, Research Fellow (CIFOR), mengawali presentasinya dengan membahas ZAP/BR 364 Acre (Zona Prioritas) berdasarkan temuan Studi Komparatif Global tentang REDD oleh CIFOR, yang memberikan informasi, analisis, dan alat, serta mengupayakan pemahaman yang lebih luas tentang programprogram REDD. 21 Ia menganalisis faktor-faktor seperti: pemberdayaan (menyoroti pentingnya sertifikasi tanah), disinsentif (menyoroti penegakan lingkungan hidup), dan insentif (menyoroti pentingnya insentif untuk rantai pasokan yang berkelanjutan, yang berjuang untuk mencapai pembiayaan yang memadai). Ia menunjukkan terjadinya peningkatan penghasilan keluarga di Acre sebagai akibat dari kebijakan publik. Ia menyimpulkan bahwa program-program yurisdiksi dan kebijakan yang inovatif memainkan peran penting dalam REDD+ di lapangan. Jaksa Agung (Acre), Dr. Patrícia Amorim Rêgo, memoderasi diskusi meja bundar dengan Senator Jorge Viana dan Amy Duchelle. ACARA PEMANGKU KEPENTINGAN PANEL 4 Tantangan-Tantangan yang Dihadapi Negara Bagian dalam Mengembangkan Pembangunan Rendah Emisi Dengan fokus pada Tantangan-Tantangan yang Dihadapi Negara Bagian dalam Mengembangkan Pembangunan Rendah Emisi, Mato Grosso Jaksa Agung, Carlos Teodoro Irigaray, menekankan pentingnya instrumen-instrumen ekonomi untuk pembangunan rendah emisi. Negaranegara bagian dihadapkan pada kebutuhan untuk 21 Amy Duchelle, Laporan Khusus: Bagaimana sebuah Negara Bagian Terpencil di Amazon Memimpin Kebijakan Perubahan Iklim (How a Remote Amazonian State is Leading the Way in Climate Change Policy), November 2013, tersedia di http://blog.cifor.org/17275/special-reporthow-a-remote-amazonian-state-is-leading-the-way-in-climate-changepolicy#.vbm0b0sxw89 (Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari Studi Komparatif Global tentang REDD+ dan Program Penelitian CGIAR terkait Hutan, Pepohonan, dan Agrokehutanan). mengatur konsumsi mengingat ketidaksinambungan model produksi dan konsumsi saat ini, deregulasi ekonomi, dan instrumen hukum yang tidak sesuai. Peran Daerah Aliran Sungai Amazon dalam penanggulangan perubahan iklim telah ditentukan dengan baik, sehingga penurunan deforestasi di wilayah tersebut menjadi sebuah prioritas global. Sebagaimana pengalaman di Acre dan Mato Grosso, sangat mungkin untuk menyandingkan agenda pembangunan ekonomi dengan penurunan deforestasi. Unsur-unsur yang penting mencakup: akses terhadap pasar, akses terhadap pendanaan publik dan swasta, dan meningkatnya kondisi lingkungan hidup. Tantangantantangan terhadap pembangunan yang ramah lingkungan mencakup kemauan politik, kepentingan dan kebijakan yang bertentangan, menjaga motivasi pemerintah, dan membangun pengaman sosial-lingkungan hidup yang memadai. Selain itu, REDD memerlukan kerangka kerja teknis dan kelembagaan yang kokoh, peningkatan kemampuan, pembiayaan, rantai pasokan yang berkelanjutan, dan pengintegrasian upaya-upaya subnasional dan nasional. Tantangan-tantangan baru, seperti keadilan iklim, meningkatnya pengungsi akibat faktor lingkungan hidup, dan bencana alam, menjadi jauh lebih sentral dalam upaya pembangunan rendah emisi. Ludovino Lopes (Pengacara, Ludovino Lopes Lawyers), menyampaikan pidato di hadapan para pemangku kepentingan tentang Opsi-Opsi Hukum untuk Menciptakan & Melaksanakan Program-Program Subnasional REDD di Brasil, dengan mengutip Norberto Bobbio, yang mencetuskan teori bahwa hak tidak lahir begitu saja, tetapi sebaliknya permintaan tertentu lahir hanya ketika kebutuhan tertentu timbul. 22 Dunia menghadapi berbagai tantangan yang berdampak pada suatu transformasi kelas hak, seperti hak milik. Dalam konteks Acre, layanan lingkungan hidup sekarang telah diatur. Konsep REDD di 22 Norberto Bobbio, Usia Hak (The Age of Rights) (Pemerintahan, 1995). 18

Acre disusun melalui Undang- Undang Kehutanan Acre pasal 41.I, dan undang-undang SISA (2.380/2010) untuk menciptakan kerangka hukum yang kokoh dalam pendekatan yurisdiksi terhadap penurunan emisi di negara bagian tersebut. Undang-undang negara bagian tersebut harus diberlakukan di lingkup Konstitusi Federal Brasil. Konstitusi tersebut menegaskan perlunya mengatur perlindungan lingkungan hidup dan memberikan kewenangan legislatif kepada negara bagian untuk memberikan perlindungan tersebut apabila tidak terdapat norma federal. Di tingkat nasional, Brasil diatur oleh undang-undang 195/2011, 2012/2011 dan 1.274/2011, titik-titik penting dalam pengintegrasian antara kebijakan nasional dan kebijakan di negara bagian. Juan Pablo Horna Santa Cruz, vice President of Lambayeque signs the Rio Branco Declaration. Diskusi meja bundar dimoderasi oleh Jaksa Negara Bagian Acre, Dr. Erico Maurício Pires Barboza, disusul dengan presentasi oleh para panelis. SIDANG PARIPURNA AKHIR & PENUTUP Pertemuan GCF diakhiri dengan sidang paripurna, yang menyoroti hasil-hasil Rapat Bisnis tertutup GCF (disampaikan oleh Direktur Eksekutif IMC, Monica Julissade Los Rios) dan rangkuman Acara Pemangku Kepentingan dan rekomendasi-rekomendasi untuk GCF yang disampaikan oleh Mariano Cenamo dan Erico Barbosa, Jaksa Negara Bagian Acre. 19

HASIL PENTING PERTEMUAN BISNIS GCF Para perwakilan dari 22 negara bagian anggota GCF, para perwakilan dari negara-negara bagian Pengamat GCF, para perwakilan dari negara-negara bagian non-anggota yang mengajukan keanggotaan sebagai Pengamat GCF, Para Koordinator Negara GCF, dan staf Sekretariat GCF menyelenggarakan suatu Pertemuan Bisnis pada tanggal 12 13 Agustus 2014 sebagai bagian dari proses Pertemuan GCF Tahunan. Berikut ini adalah keputusan penting yang dicapai dan hasil dari Pertemuan tersebut. Lambayeque (Peru). Masuknya Pantai Gading merupakan langkah pertama dan penting dalam pengintegrasian hutan-hutan tropis di Afrika ke dalam GCF. Ketua GCF - 2015. Catalonia, Spanyol akan menjadi ketua tahun 2015. Di bawah Kebijakan Tata Kelola GCF, Ketua GCF memberikan input, kepemimpinan, dan panduan untuk agenda, pertumbuhan, pembiayaan, pendampingan, dan masalah-masalah penting lain terkait GCF. Anggota Baru & Pengamat. GCF mengucapkan selamat datang kepada empat anggota baru: Tabasco, Quintana Roo, dan Jalisco (Meksiko), dan Amazonas, Peru. Pelibatan koalisi negara bagian dan pemerintah daerah anggota GCF di Meksiko dan Peru merupakan suatu strategi pertumbuhan yang penting bagi GCF, suatu hal yang telah berfungsi dengan baik di Brasil dan Indonesia untuk meningkatkan kemampuan dalam program-program yurisdiksi, memperkuat kerja sama di tingkat regional, dan mempengaruhi proses-proses nasional di negara-negara berhutan tropis yang utama. GCF juga menyambut lima negara bagian baru sebagai Pengamat, yaitu: Rondonia (Brasil), Bélier dan Cavally (Pantai Gading), dan Piura dan Pengintegrasian Kelompok-Kelompok Masyarakat Adat ke dalam GCF. COICA dan kelompok-kelompok masyarakat adat lainnya menunjukkan minat untuk terlibat dan bekerja sama secara lebih erat lagi dalam proses GCF. GCF akan mengembangkan kemitraan tersebut secara aktif di masa yang akan datang. Perencanaan Strategis. Para anggota GCF juga berfokus pada perencanaan strategis membangun Visi 2020, yang memurnikan fokus kelompok dan menyusun peta jalan konkrit sebagai pedoman kegiatan lima tahun berikutnya. GCF berharap dapat menyelesaikan proses perencanaan strategis tersebut pada akhir tahun 2014. Peruvian Governors and Secretaries of Environment 20