V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Desa Cipelang Desa Cipelang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, desa ini memiliki luas daerah yang mencapai 645,5 hektar dengan jumlah penduduk yang mencapai 10.586 jiwa. Desa ini sendiri merupakan desa yang terletak di pusat Kecamatan Cijeruk dengan jarak dari Kantor Desa Cipelang dengan Kantor Kecamatan hanya sejauh 0.3 kilometer. Jarak dengan ibukota Kabupaten mencapai 22 kilometer, akses transportasi yang sudah cukup baik dengan wilayah lainnya terutama dengan Kota Bogor, telah memberikan kesempatan yang sangat besar bagi masyarakat di Desa ini untuk meningkatkan kesejahteraannya. Kondisi jalan dan infrastruktur yang ada juga telah mendukung kegiatan sehari-hari dan mobilitas masyarakat di desa ini, terutama dalam memproduksi dan memasarkan hasil pertanian mereka. Suhu di desa ini mencapai 18 0-25 0 C dan rata-rata hujan 1.500 mm pertahun, ketinggian desa ini mencapai 536 meter di atas permukaan laut, kondisi agroekosistem yang ada di desa ini memberikan gambaran peluang yang cukup baik dalam pengembangan usaha perkebunan maupun bentuk usahatani lainnya. Secara umum Desa Cipelang memiliki batas geografis diantaranya : 1) Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Tanjungsari dan Cipicung 2) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Cibalung 3) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Cijeruk dan Warung Menteng 4) Sebelah Barat : Berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Sebagian besar wilayah yang ada di desa ini merupakan daerah perbukitan, wilayah ini memiliki potensi yang cukup baik khususnya dalam pemanfaatan lahan untuk wilayah perkebunan teh, nenas, talas maupun rempah-rempah. Keberadaan lahan untuk wilayah perkebunan ini merupakan milik Perhutani dan pihak swasta, namun sudah beberapa tahun ini kurang dimanfaatkan dengan baik, sehingga banyak dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat dengan pemberian hak garap kepada para petani setempat yang tergabung dalam kepengurusan Kelompok Tani Mekar Sejahtera, terutama dalam kegiatan budidaya nenas dan 41
talas bogor. Wilayah yang dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat dan swasta sendiri mencapai 436,67 Hektar atau sekitar 68,60 persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa Desa Cipelang memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang perkebunan, terutama dalam mengembangkan kegiatan perekonomian masyarakat setempat. Tabel 10 memberikan gambaran secara lengkap pemanfaatan lahan yang ada di Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Tabel 10. Pemanfaatan Lahan di Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Tahun 2008 Pemanfaatan Lahan Luas Lahan Persentase (Ha) (%) Perumahan, pemukiman dan Pekarangan 41,00 6,44 Tanah sawah 124,00 19,48 Perkebunan rakyat dan swasta 436,67 68,60 Kolam 8,00 1,26 Sungai 19,00 2,98 Jalan Kabupaten 4,80 0,75 Pemakaman Umum 1,18 0,19 Perkantoran 0,02 0,003 Lapangan Olah Raga 0,50 0,08 Tanah Peribadatan 0,80 0,13 Tanah Bangunan Pendidikan 0,60 0,09 Total 636,57 100,00 Sumber: Data Kependudukan Desa Cipelang, 2009 Desa Cipelang memiliki luasan lahan yang banyak dimanfaatkan untuk lahan sawah yang mencapai 124 Hektar atau 19,48 persen dari total luas lahan di desa tersebut, selain memiliki potensi untuk pengembangan kegiatan perkebunan rakyat dan swasta. Jika dilihat dari jenis mata pencaharian penduduk setempat, sebagian besar masyarakat desa Cipelang mempunyai mata pencaharian sebagai petani yang mencapai 667 orang atau sekitar 13,74 persen dari seluruh jumlah penduduk desa Cipelang berdasarkan jenis mata pencaharian. Pekerjaan sebagai petani maupun peternak pada masyarakat setempat tentunya dipengaruhi oleh kondisi alam maupun lingkungan sekitar yang memang mendukung kegiatan pertanian dan peternakan, terutama dalam bidang perkebunan yang selama ini terus dikembangkan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian desa. Sementara sebagian yang lainnya bermata pencaharian sebagai pedagang maupun pengrajin dan wiraswasta. Jenis pekerjaan yang mendominasi yaitu buruh/jasa yang 42
mencapai 34.62 % juga didominasi buruh pada bidang pertanian, yaitu mereka yang bekerja pada petani yang mengusahakan bidang perkebunan, baik kebun teh yang dikelola oleh pihak swasta maupun kebun nenas dan sawah yang diusahakan oleh petani di Desa Cipelang. Tabel 11 berikut menyajikan secara lengkap jumlah penduduk Desa Cipelang berdasarkan mata pencaharian masyarakat setempat. Tabel 11. Jumlah Penduduk Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian Tahun 2008 No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Petani dan peternak 667 13,74 2 Pedagang / Warung 571 11,76 3 Pegawai negeri 81 1,67 4 ABRI dan POLRI 3 0,06 5 Pensiunan dan Purnawirawan 7 0,14 6 Pengusaha 6 0,12 7 Wiraswasta 442 9,10 8 Pengrajin 547 11,26 9 Tukang Bangunan /Kayu /Batu 33 0,68 10 Penjahit 22 0,45 11 Tukang Las 2 0,04 12 Tukang Ojek 281 5,79 13 Jasa Bengkel 7 0,14 14 Pengemudi Angkot 47 0,97 15 Seniman 2 0,04 16 Tukang Pangkas Rambut 2 0,04 17 Buruh / Jasa 1.681 34,62 18 Lainnya 455 9,37 Jumlah 4.856 100 Sumber: Data Kependudukan Desa Cipelang, 2009 5.2. Karekteristik Petani Responden Identitas responden dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek yang dilihat/dikaji antara lain: umur responden, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan pengusahaan nenas dan status kepemilikan lahan. Sebagian besar atau hampir semua petani nenas di Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk melakukan usaha nenas dengan status lahan bukan milik sendiri yaitu dengan menggunakan hak sewa lahan. Pada umumnya petani menjadikan usahatani nenas sebagai mata pencaharian utama meskipun petani menggunakan lahan dengan melakukan tanaman tumpang sari karena yang menjadi tanaman utamanya adalah nenas. 43
Petani responden yang menganggap usahatani nenas sebagai mata pencaharian utama juga memiliki pekerjaan sampingan seperti berdagang, buruh tani maupun bentuk usaha sampingan lainnya. Hal ini dilakukan sebagai tambahan pendapatan bagi keperluan keluarga maupunsebagai tambahan untuk membeli sarana produksi yang dibutuhkan diluar usahatani yang selama ini dijalankan. Umur petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar 20-60 tahun. Luas penguasaan lahan berkisar antara 0,5 2 hektar dimana status lahan bukan milik sendiri. Sebagian besar petani sudah bertani nenas selama sepuluh tahun yang lalu. Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar yaitu SD (65%), SLTP (20%), dan yang lainnya adalah tidak lulus SD/ tidak bersekolah (15%). Adapun jenis kelamin dari petani responden yaitu semuanya laki- laki. Tabel 12 berikut akan menyajikan jumlah petani responden berdasarkan kriteria umur. Tabel 12. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Usia, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengalaman dan Luas Lahan Garapan di Desa Cipelang Tahun 2009 Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) < 25 2 10 25 50 13 65 > 50 7 25 Total 20 100 Tingkat pendidikan Tidak tamat SD 3 15 Tamat SD 13 65 Tamat SLTP 4 20 Tamat SLTA - Tingkat pengalaman 5 tahun 8 40 6 tahun 12 60 Luas lahan 1Ha 11 55 >1ha 9 45 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani responden di dominasi dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD). Kondisi ini diperkirakan karena kelemahan para keluarga petani dalam hal biaya pendidikan. 44
Namun sudah beberapa tahun ini kesadaran terhadap pendidikan mulai diperhatikan dengan baik oleh masyarakat setempat. Sebagian besar petani yang menjadi responden mempunyai pengalaman berusahatani yang lebih dari lima tahun, hal ini karena kegiatan usahatani di Desa Cipelang telah dilakukan secara turun temurun. Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden mempunyai pengalaman berusahatani lebih dari enam tahun, hal ini tentunya menjadi nilai tambah tersendiri bagi para petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani nenas. Pada umumnya para petani di daerah penelitian sudah melakukan kegiatan budidaya nenas ini sejak masih kecil dengan mengikuti keluarga yang memang sudah melakukan usahatani nenas secara turun temurun. Luasan lahan yang digarap oleh setiap petani responden merupakan salah satu faktor pendukung kegiatan budidaya nenas. Dari hasil pengamatan dan wawancara diperoleh bahwa luasan lahan dalam kegiatan budidaya nenas terbagi menjadi luasan dibawah satu hektar ( 1 ha) dan lebih dari satu hektar (>1ha). Pembagian luas lahan ini dilakukan dengan harapan dapat menggambarkan kondisi luas lahan yang memang dimiliki oleh para petani responden maupun pengaruhnya terhadap kapasitas produksi nenas. Lahan yang digarap petani kebanyakan adalah hak sewa. Jenis kelamin yang diambil dalam penelitian ini adalah laki-laki, karena sebagai kepala rumah tangga, untuk perempuan sebagai pembantu suami dalam pengerjaan kegiatan pertanian terutama usahatani nenas yang dilaksanakan dengan angota keluarga lainnya. Pengalaman bertani juga sangat mempengaruhi keberhasilan usahatani nenas. Para petani responden yang sudah lama tekun dalam usahatani nenas akan lebih mengerti dan memahami cara budidaya yang baik, namun tetap saja para petani masih menggunakan teknik bertani yang masih tradisional secara turun temurun. Masalah yang dihadapi oleh para petani responden di Desa Cipelang adalah belum dapat meningkatkan produksinya secara optimal. Hal ini disebabkan petani masih belum berminat untuk meningkatkan jumlah produksi nenasnya. Petani merasa bahwa harga yang diterima oleh petani produsen relatif jauh lebih rendah dibanding harga akhir di konsumen. Selain itu belum adanya 45
Agroindustri di lokasi produksi mengakibatkan petani mengalami kesulitan dalam penjualan hasil panennya. Sehingga ketergantungan terhadap pedagang pengumpul dalam penjualan hasil panennya sangat besar, harga nenas rendah yang diterima petani juga dikarenakan adanya hutang-piutang terhadap pedagang pengumpul desa sehingga petani mempunyai posisi tawar yang rendah, serta kesulitan dalam hal permodalan, sehingga para petani tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli pupuk, akibatnya para petani tidak dapat mengusahakan usahatani nenasnya dengan maksimal. Para petani nenas di Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk sudah bisa memanfaatkan hasil panen menjadi nenas olahan untuk meningkatkan harga jualnya seperti dodol nenas, permen nenas, dan slay nenas. Namun usaha ini juga belum bisa dikembangkan dengan optimal karena para petani kesulitan dana. 5.3. Karakteristik Pedagang Responden Pedagang responden yang ada dalam saluran pemasaran nenas Bogor di Desa Cipelang sesuai dengan metode snaw ball sampling yang digunakan adalah 13 orang yang terdiri dari lima pedagang pengumpul desa, tiga pedagang pesar/ grosir dan tiga pedagang pengecer dan dua pedagang pengolah (processors and manufactures). Pedagang pengumpul desa ada lima orang yang semuanya berasal dari desa Cipelang dan juga merupakan petani nenas di desa tersebut, tiga pedagang besar/ grosir berasal dari kota Bogor dan berlokasi di pasar Bogor dan Pasar Anyar dan tiga pedagang pengecer lokal yang berlokasi di pasar Bogor dan pasar Anyar serta dua pedagang pengolah/processors and manufactures yang terdiri dari satu pedagang asinan berlokasi di Sukasari dan satu pedagang pengolah selai nenas yang berlokasi di desa Cipelang. Masing- masing dari setiap lembaga pemasaran ini memiliki berbagai kerakter yang sangat berpengaruh terhadap kinerja dan usaha yang dilakukan. Dalam mejalankan suatu usaha, pengalaman sangat dibutuhkan,karena dengan pengalaman seseorang yang menjalankan suatu usaha dapat dengan cepat mengidentifikasi segala kemungkinan yang ada,baik peluang maupun resiko yang akan dihadapi. Disamping pengalaman yang dimilki masing-masing pedagang responden, juga 46
tidak lepas dari pendidikan yang dimiliki. Tabel 13 berikut akan menyajikan karakteristik pedagang responden komoditas nenas Bogor. Tabel 13. Karakteristik Pedagang Responden Komoditas Nenas Bogor Pedagang Responden Karakteristik PPD Pedagang Besar/Grosir Pengecer Orang % Orang % Orang % Umur 25-50 tahun 4 80 3 100 2 66,67 50 tahun 1 20 - - 1 33,33 Pendidikan Tidak tamat SD - - - - - - Tamat SD 3 60 - - - - Tamat SLTP 2 40 2 66,67 2 66,67 Tamat SLTA - - 1 33,33 1 33,33 Pengalaman 5 tahun 2 40 2 66,67 - - 6 tahun 3 60 1 33,33 3 100 Dari Tabel 13 menunjukkan bahwa pada umumnya para pedagang mulai dari PPD sampai pedagang pengecer mempunyai usia antara 25-50 tahun. Persentase usia pedagang yang paling tinggi adalah pedagang besar/ grosir sebesar 100 persen. Pengalaman sangat dibutuhkan dalam menjalankan usaha ini, karena dengan pengalaman seseorang yang menjalankan suatu usaha dapat dengan cepat mengidentifikasi segala kemungkinan yang ada,baik peluang maupun resiko yang akan dihadapi. Persentase pengalaman yang dimiliki masing- masing responden pedagang yang paling besar adalah pedagang pengecer sebesar 100 persen. Disamping pengalaman yang dimiliki masing- masing pedagang responden, juga tidak lepas dari tingkat pendidikan yang dimiliki. Pada tingkat pedagang pengumpul desa (PPD) 60 persen merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD). 47
5.4 Pengalaman Berusahatani Sebagian besar petani yang menjadi responden mempunyai pengalaman berusahatani yang lebih dari lima tahun, hal ini karena kegiatan usahatani di Desa Cipelang telah dilakukan secara turun temurun. Hal ini tentunya menjadi nilai tambah tersendiri bagi para petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani nenas. umumnya para petani di daerah penelitian sudah melakukan kegiatan budidaya nenas ini sejak masih kecil dengan mengikuti keluarga yang memang sudah melakukan usahatani nenas secara turun temurun. 5.5. Gambaran Umum Usaha Tani Nenas Budidaya tanaman nenas terdiri dari bebarapa tahapan yaitu pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan dan penyiangan serta pemanenan. 5.5.1. Pembibitan Pembibitan nenas biasanya dilakukan oleh petani sendiri atau dari petani lainnmya. Para petani di lokasi penelitian tidak membeli bibit untuk usahatani nenas yang mereka lakukan. Para petani responden biasanya mendapatkan bibit yang berasal dari anakan dari tanaman yang sebelumnya serta bibit yang berasal dari petani lainnya tanpa harus membeli. Jenis varietas nenas yang banyak dibudidayakan di Desa Cipelang adalah jenis nenas Bogor yang termasuk dalam varietas Queen. Proses pembibitan nenas dilakukan sekaligus pada saat pemanenan ataupun tidak bersamaan dengan proses pemanenan. Pemilihan dan pengumpulan bibit dilakukan secara bertahap karena pertumbuhan tunas nenas tidak seragam. Pemilihan bibit harus memperhatikan syarat-syarat bibit yang baik yaitu tunas yang sudah cukup besar namun tidak tua. Kemudian bibit tersebut dikumpulkan di suatu lahan yang memperoleh panas matahari yang cukup. Bibit tersebut dijemur dengan posisi terbalik selama kurang lebih dua minggu. Penjemuran bibit nenas ini bertujuan untuk mengurangi jumlah tanaman yang mati setelah ditanam yaitu mengalami kebusukan setelah ditanam. 48
5.5.2. Pengolahan lahan Para petani melakukan pengolahan lahan sendiri dengan cara manual yaitu dengan menggunakan cangkul agar tanah subur dan gembur kembali pada saat ditanami kembali. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 25-30 cm atau dibajak sebanyak dua kali kemudian digaru sebanyak dua kali sehingga tanah kelihatan rata, setelah digaru dibuatkan bedengan. Pada saat ini para petani memberikan pupuk kandang. Bedengan yang biasa dibuat oleh para petani adalah bedengan dengan jarak antar barisan 100-120 cm dan jarak tanam dalam berisan 30-50 cm. 5.5.3. Penanaman Penanaman dilakukan setelah pengolahan lahan selesai dilakukan, bibit ditanam sedalam 5-10 cm dalam bedengan yang telah disediakan. Pada saat penanaman, bibit nenas dikelompokkan berdasarkan ukuran bibit supaya memudahkan dalam pemeliharaan dan saat pemanenan. Cara penanaman bibit nenas tidak boleh terlalu dalam atau terlalu dangkal, bibit nenas ditanam sampai helai daun yang pertama bagian bawah. Jika bibit ditanam terlalu dalam, maka pertumbuhan nenas menjadi lambat. Sebaliknya jika bibit ditanam terlalu dangkal, maka akar tanaman nenas menjadi kurang kuat. Waktu penanaman bibit nenas yang baik adalah pada musim penghujan, sehingga diharapkan tanah dalam keadaan yang cukup lembab. Penyulaman sangat perlu dilakukan oleh petani, penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati, tumbuh abnormal dan terserang hama. Kebutuhan bibit untuk penyulaman berkisar antara 5-20 persen dari total bibit yang ditanam. Kegiatan tersebut mulai dilakukan sejak tanaman berumur 1-2 bulan setelah penanaman. 5.5.4. Pemeliharaan Salah satu kegiatan pemeliharaan adalah penyiangan. Penyiangan biasa dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Penyiangan dilakukan secara manual, yakni dengan menggunakan kored. Kegiatan ini bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma. Gulma atau rumput yang telah tercabut biasanya tidak disingkirkan dari lahan, namun dikumpulkan dan ditumpuk di sekitar tanaman 49
yang nantinya berguna sebagai kompos. Pengendalian gulma secara kimiawi tidak dilakukan oleh petani karena dianggap tidak ramah lingkungan dan memerlukan biaya lagi untuk menggunakannya. Penyiangan dilakukan, secara tidak langsung petani juga melakukan penggemburan tanah di sekitar tanaman serta pemupukan melalui kompos yang dihasilkan dari gulma yang telah disiangi. Tanah yang ada disekitar tanaman dibalikkan dan bongkahan- bongkahan tanahnya dihancurkan. Dengan menggunakan kored, petani tidak perlu khawatir akan melukai tajuk tanaman pada saat menggemburkan tanah. Disamping itu petani cukup terbantu dengan kondisi tanah yang belum terlalu padat, karena kegiatan tersebut dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Petani responden dilokasi penelitian sepenuhnya mengandalkan pertumbuhan nenas pada kesuburan tanah. Petani hanya memberikan pupuk kompos yang berasal dari dedaunan atau rerumputan serta kotoran ternak yang ada disekitar lahan. Pilihan untuk menggunakan pupuk kimia tidak dilakukan oleh petani, karena selain mengeluarkan biaya kembali, petani menganggap bahwa penggunaan pupuk kimia semakin lama dapat menurunkan kualitas tanaman nenas dan hal ini akan mengakibatkan petani akan tergantung pada pemakaian pupuk kimia yang terus meningkat. Untuk kegiatan pengairan petani di lokasi penelitian mengandalkan pada air hujan, disamping letak lahan yang terletak di daerah pegunungan. Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh petani berkaitan dengan penyakit, serangan hama, dan serangan binatang seperti tikus dan kering pucuk. Untuk menghadapi serangan kering pucuk, atau yang sering disebut sebagai serangan hama merah, petani biasanya mencabut tanaman yang sudah terserang. Daun tanaman yang terserang pada awalnya berwarna kemerahan dan lama kelamaan mengering pucuknya, lalu seluruh tanaman akan mengering dan mati. Petani juga belum mengetahi penyebabnya dan bagaimana menanggulanginya. Sedangkan serangan tikus hanya mengerat buah nenas. 5.5.5. Pemanenan Pemanenan buah nenas biasanya dilakukan sendiri oleh petani yang bersangkutan. Panen nenas Bogor dilokasi penelitian pada umunya mulai dapat 50
dilakukan setelah tanaman berumur 18-24 bulan. Hal ini disebabkan karena bibit yang ditanam sebelumnya berasal dari tunas batang dan tunas akar. Disamping itu, ukuran tunas juga mempengaruhi cepat lambatnya umur panen. Setiap kali pemanenan hasil yang diproduksi 60-90 persen. Tanaman yang sudah berumur lebih dari empat tahun perlu diremajakan kembali, karena selain pertumbuhannya cenderung lambat akibat kesuburan tanah menurun juga buahnya kecil- kecil. Peremajaan dilakukan dengan membongkar seluruh tanaman nenas untuk diganti bibit baru. 51