BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada orang-orang lain di samping anggota keluarga. Pada usia ini anak juga mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya melalui sebuah lembaga pendidikan seperti taman bermain atau taman kanak-kanak. Anak-anak mulai terlibat dalam kelompok teman sebaya atau teman-teman sepermainannya. Keterlibatan yang semakin besar pada teman sebaya menunjukkan kemampuan sosialisasi anak semakin meningkat. Kesadaran akan adanya dunia yang menarik di sekitarnya membuat anak belajar menyesuaikan perilakunya agar dapat ikut masuk atau diterima dalam lingkup pergaulan temanteman sebayanya. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orang tua. Anakanak bergaul dengan temannya dan mempunyai guru-guru yang memberikan pengaruh cukup besar dalam proses perkembangannya. Anak usia dini, dalam penelitian lebih khususnya anak-anak di taman kanak-kanak, mempunyai kontak yang intensif dengan teman-temannya. Di sisi lain, anak-anak saling mempengaruhi satu sama lain. Yownis dan Smiller (dalam Monks, Knoers, & Haditono, 2006) menunjukkan betapa pentingnya hubungan dengan teman sebaya bagi perkembangan anak. Anak biasanya berusaha untuk menjadi anggota suatu kelompok. Pada mulanya anak tidak mengerti tingkah laku apa yang dipuji atau dihargai dan tingkah laku apa yang tidak dipuji atau 1
2 tidak dihargai. Seringkali anak menirukan tingkah laku anggota kelompok yang paling aktif dan paling berkuasa. Hartup menemukan bahwa pengaruh timbal balik pada anak ini banyak dijumpai pada anak usia TK. Penelitian di TK mengenai tingkah laku agresif dan altruistik menemukan bahwa belajar model menempati tempat yang penting. Ketika anak melihat suatu model yang altruistik menimbulkan reaksi pada anak untuk menjadi seperti model yang dilihat tadi. Demikian juga sebaliknya, ketika anak melihat model yang agresif, maka ia juga dapat berperilaku agresif. Hal ini disebabkan sejumlah besar tingkah laku anak timbul dengan cara menirukan, belajar model, dan oleh penguatan dari lingkungan dan teman sebaya (Monks, Knoers, & Haditono, 2006). Buss & Perry (1992) mengemukakan bahwa perilaku agresif adalah perilaku atau kecenderungan perilaku yang diniati untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikologis. Menurut Olweus (2009) dasar dari perilaku agresif anak adalah sikap orang tua yang kurang hangat dan kurang melibatkan anak. Orang tua yang permisif dan membiarkan anak memiliki kebiasaan berbuat agresif, membuat anak di tingkat perkembangan selanjutnya dapat meningkat level agresifitasnya. Sedangkan orang tua yang keras dan temperamental juga dapat menjadikan anak menjadi pribadi yang agresif. Perilaku agresif merupakan perilaku negatif yang tidak seharusnya terjadi dalam perkembangan anak. Anak usia dini berada pada usia emas (golden age). Pada masa ini anak seharusnya mendapatkan stimulus-stimulus yang positif yang dapat mendukung semua potensi yang ada dalam diri anak agar berkembang secara optimal. Kebutuhan anak normal terutama dalam lima tahun pertama adalah normalitas dari keseluruhan aspek perkembangannya yaitu perkembangan fisik, perkembangan motorik, perkembangan intelektual,
3 perkembangan sosial, perkembangan moral, dan perkembangan emosinya. Normalitas perkembangan dari aspek-aspek tersebutlah yang membuat anak mampu mengembangkan dirinya secara sempurna (Monks, Knoers&Haditono, 2006). Pada usia taman kanak-kanak (TK), anak berada pada rentang usia 4-6 tahun. Pada usia inilah berbagai macam pengetahuan dan keterampilan pada anak bisa ditanamkan dan dapat memberikan hasil yang baik untuk kelangsungan perkembangannya. Hurlock (2005) mengatakan bahwa kecepatan perkembangan anak dalam lima tahun pertama harus mendapatkan perhatian yang serius, karena 80 % dari totalitas perkembangan seorang individu akan tercapai pada usia lima tahun pertama. Berkaitan dengan perilaku agresif anak, salah satu kemampuan yang penting untuk ditanamkan pada anak adalah empati. Empati adalah respon empatik guna memposisikan diri pada posisi orang lain sehingga perasaan yang dirasakan tidak hanya sekedar merasakan secara emosional tetapi juga mampu memberikan motivasi kepada orang yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan adanya kepedulian pada kesulitan orang lain (Bavolek, 2007). Empati telah sejak lama dianggap sebagai faktor yang penting dalam mengembangkan perilaku yang positif terhadap orang lain. Penelitian membuktikan bahwa individu yang memiliki tingkat empati yang tinggi lebih banyak melakukan tindakan prososial dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat empati yang rendah (Batson&Oleson dalam Baron&Byrne, 2004). Karakteristik orang yang memiliki empati yang tinggi adalah ia lebih berorientasi pada orang lain yang mengalami kesulitan dan cenderung untuk berusaha mengurangi kesulitan tersebut.
4 Empati membuat seseorang dapat menunjukkan toleransi dan kasih sayang, memahami kebutuhan orang lain, serta mau membantu orang yang sedang kesulitan. Individu yang belajar berempati akan jauh lebih pengertian dan penuh kepedulian, dan biasanya lebih mampu mengendalikan kemarahan (Borba, 2008). Empati ini tidak hanya meningkatkan perilaku prososial, tetapi juga mengurangi agresivitas dan meningkatkan perkembangan moral (Gibbs, 2003). Perilaku agresif secara normal memang mulai berkembang pada masa prasekolah karena pada usia ini anak sedang memasuki fase penyesuaian dengan lingkungan sosial (Lopez, 2013). Anak baru belajar mengenai hubungan sosial, interaksi dengan orang lain, dan nilai benar atau salah. Namun jika tidak ditangani dengan tepat, perilaku agresif ini dapat berlanjut dan menyebabkan berbagai masalah di masa yang akan datang, seperti masalah kesehatan mental, perilaku antisosial, dan kriminalitas. Dampak negatif yang ditimbulkan ini tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi pelaku agresivitas itu sendiri. Wright (2010) menambahkan perilaku agresif juga dapat menimbulkan masalah akademik di sekolah. Campbell menyatakan bahwa lebih dari 14 % anak usia prasekolah menunjukkan gejala penyimpangan perilaku dan separuh di antaranya berlanjut menjadi perilaku agresif yang signifikan setelah anak tersebut berusia 6 tahun ke atas akibat tidak adanya penanganan yang tepat untuk mengatasi perilaku agresif mereka. Anak yang agresif cenderung memiliki kontrol diri yang kurang dan keterampilan sosial serta empati yang rendah (Singh, dkk. 2007). Perbedaan perilaku agresif ditinjau dari faktor jenis kelamin telah banyak diteliti. Beberapa penelitian menemukan bahwa anak laki-laki lebih agresif dari
5 pada anak perempuan. Ada pula yang menemukan bahwa anak laki-laki dan perempuan sama-sama agresif tetapi bentuk perilaku agresif mereka berbeda. Anak laki-laki cenderung melakukan perilaku agresif fisik dan secara terangterangan (overt aggression), sedangkan anak perempuan cenderung melakukan perilaku agresif relasional dan secara tersembunyi atau tidak langsung (Crick & Grotpeter, 1995). Connor, dkk. (2003) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal agresivitas. Sedangkan Mayberry dan Espelage (2007) mengungkapkan bahwa laki-laki lebih banyak melakukan perilaku agresif, bahkan pada semua tipe perilaku agresif. Menurut Underwood (2003) belum ada data statistik yang cukup yang dapat menegaskan bahwa perilaku agresif memiliki kaitan dengan jenis kelamin. Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa empati dan jenis kelamin merupakan factor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap perilaku agresif anak. Oleh karena itu sangat penting untuk dikaji bagaimana peran empati dan jenis kelamin terhadap perilaku agresif anak. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada latar belakang di atas maka dirumuskan masalah penelitian apakah terdapat peran empati dan jenis kelamin terhadap perilaku agresif pada anak usia dini? C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran empati dan jenis kelamin terhadap perilaku agresif pada anak usia dini.
6 D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan gambaran dan penjelasan mengenai peran empati dan jenis kelamin terhadap perilaku agresif anak usia dini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk penelitian-penelitian selanjutnya dalam bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan anak. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi oleh orang tua dan sekolah dalam meningkatkan empati dan mengurangi perilaku agresif anak sehingga anak dapat berinteraksi dengan lingkungan dan teman sebayanya dengan baik tanpa adanya kekerasan. E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian yang mengambil tema empati dan perilaku agresif sudah banyak dilakukan. Di antaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Meliyana (2009) yang berjudul Peran empati terhadap keterampilan sosial dan agresivitas pada anak sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh peran empati terhadap keterampilan sosial dan agresivitas pada anak sekolah dasar. Kemampuan empati yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kemampuan keterampilan sosial dan menurunkan perilaku agresif pada anak sekolah dasar. Subyek penelitian adalah sebanyak 152 responden siswa kelas IV dan V sekolah dasar (75 perempuan dan 77 laki- laki) dengan rentang usia antara 9-12 tahun. Penelitian dilakukan di SD Kanisisus Demangan Baru I Yogyakarta. Pengumpulan data menggunakan skala yang terdiri dari skala empati, skala keterampilan sosial dan skala agresivitas. Analisis data
7 menggunakan Stuctural Equation Model (SEM) Amos versi 16.0. Hasil penelitian menunjukkan empati mempunyai peran yang positif terhadap kemampuan keterampilan sosial anak, yang berarti semakin tinggi empati seorang anak maka semakin tinggi pula keterampilan sosialnya. Empati juga memiliki peran yang signifikan terhadap agresivitas yaitu semakin tinggi kemampuan empati anak maka akan semakin rendah perilaku agresifnya. Penelitian Desvianti (2015) juga mengambil tema perilaku agresif. Judul penelitiannya yaitu bermain peran prososial untuk menurunkan perilaku agresif siswa taman kanak-kanak. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain kuasi eksperimen yang bertujuan untuk mengurangi perilaku agresif anak menggunakan metode bermain peran dengan tema prososial. Desain yang digunakan adalah non-equivalent no-treatment control group time series. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bermain peran prososial dapat menurunkan perilaku agresif siswa TK. Perilaku prososial sendiri terdiri dari 4 aspek yaitu menolong, berbagi, menghibur dan bekerjasama. Penelitian selanjutnya yaitu yang berjudul Exploring early bullying: play and aggression in a preschool classroom yang dilakukan oleh Wright (2010). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perilaku bermain dengan perilaku agresi pada anak usia prasekolah. Peneliti melakukan observasi terhadap perilaku agresif dan perilaku bermain anak di dua kelas prasekolah dengan total observasi 16 kali selama 2 bulan. Terdapat lima kategori perilaku bermain yaitu nonplay, exploratory, functional, constructive, dan imaginative dan tiga kategori perilaku agresif yaitu agresi fisik, agresi relasional, dan perilaku bullying. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang bermain constructive dan imaginative jarang terlibat dalam perilaku agresif.
8 Ada pula penelitian Green (2009) dengan judul The impact bullying and aggression has on social competence in preschool children. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara bullying dan perilaku agresif dengan keterampilan sosial pada anak usia prasekolah. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal perilaku bullying, anak laki-laki juga cenderung lebih agresif dibandingkan anak perempuan. Kemudian anak perempuan memiliki keterampilan sosial yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki sehingga anak perempuan juga cenderung lebih rendah tingkat agresivitasnya. Selanjutnya yaitu penelitian Lafferty (2003) yang berjudul the relationship between gender, empathy, and aggressive behavior among early adolescents. Subjek penelitian ini adalah siswa dan siswi kelas 6, 7, dan 8. Data empaty dan perilaku agresif diperoleh melalui self report dan peer rating. Klasifikasi perilaku agresif yang digunakan yaitu agresi fisik, agresi verbal, dan agresi tidak langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor empati afektif anak perempuan lebih tinggi dari pada anak laki-laki, sedangkan skor empati kognitifnya setara antara laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki cenderung melakukan semua bentuk perilaku agresif sedangkan perempuan cenderung pada agresi tidak langsung. Penelitian ini juga menemukan bahwa empati afektif mampu memprediksi perilaku agresif, sedangkan empati kognitif tidak signifikan. Gordon (2013) juga melakukan penelitian tentang empati dan perilaku agresif dengan judul cognitive and affective empathy as predictors of proactive and reactive aggression. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 4 dan 5 sekolah dasar di Pennsylvania. Hasil penelitian ini menemukan bahwa empati afektif dan empati kognitif merupakan predictor perilaku agresi reaktif. Namun
9 tidak terdapat perbedaan tingkat empati afektif dan empati kognitif antara anakanak yang melakukan perilaku agresif proaktif dan perilaku agresif reaktif. Penelitian-penelitian di atas mengambil tema perilaku agresif, tetapi yang secara langsung menghubungkan empati dan jenis kelamin dengan perilaku agresif adalah penelitian Lafferty (2003). Selain itu penelitian Meliyana (2009) juga menghubungkan empati dengan perilaku agresif dengan menambahkan variabel keterampilan sosial dan penelitian Gordon (2013) menggunakan klasifikasi perilaku agresif proaktif dan reaktif. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subjek yang dipilih yaitu anak sekolah dasar. Dalam penelitian ini, subjek yang dipilih adalah anak usia dini khususnya anak taman kanak-kanak. Penelitian ini juga ingin melihat peran empati dan jenis kelamin terhadap perilaku agresif namun bentuk perilaku agresif yang diamati berbeda. Dalam penelitian ini perilaku agresif anak yang ingin diamati terdiri dari empat bentuk yaitu perilaku agresif fisik, verbal, nonverbal dan relasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.