1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu pelajaran matematika perlu diberikan kepada setiap peserta didik sejak Sekolah Dasar, bahkan sejak Taman Kanak - kanak. Matematika adalah salah satu penunjang yang sangat penting karena menurut Turmudi (2009)... penguasaan mata pelajaran matematika memudahkan peserta didik untuk melatih berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan inovatif yang difungsikan untuk mendukung pembentukan kompetensi program keahlian, maka dengan belajar matematika siswa diharapkan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkannya dalam bidang keahlian, sehingga menjadi manusia yang maju. Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu (Suherman, 2003) dimaksudkan bahwa matematika adalah sumber dari ilmu yang lain, mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi namun kenyataannya bahwa pelajaran matematika merupakan salah satu pelajaran yang kurang disenangi oleh para siswa karena dianggap sulit dan membosankan. Selaras dengan (Wahyudin, 1999) matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami
2 siswa, sehingga tidak heran banyak siswa yang tidak senang dalam mengerjakan tugas-tugas matematika, mereka beranggapan bahwa matematika itu sulit, menakutkan dan tidak semua siswa dapat mengerjakannya hal ini kemungkinan karena sulitnya memahami materi pelajaran matematika. Rasa tidak percaya diri siswa ini harus dihilangkan dengan cara melibatkan dalam seluruh kegiatan belajar mengajar, agar tumbuh rasa percaya diri dan menghilangkan rasa tidak senang terhadap pelajaran matematika. Kesulitan siswa dalam mempelajari matematika dapat dilihat dari hasil belajarnya. Rendahnya prestasi dan kurangnya minat dalam belajar matematika di sekolah merupakan hal yang sudah biasa dijumpai dan ini merupakan masalah dalam proses belajar. Masalah belajar yang dialami oleh siswa akan menghambat kelancaran dalam proses belajarnya. Kondisi itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahankelemahan yang dimilikinya dan dapat juga dipengaruhi dari lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Dalam hal ini masalah dalam belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan rendah saja tetapi juga di alami oleh siswa yang pandai. Satu hal yang harus dipahami dan sadari bahwa tidak semua siswa mempunyai tingkat intelektual tinggi. Di dalam satu kelas ada tiga kelompok siswa yakni kelompok siswa yang pandai, sedang dan rendah (lambat). Kemampuan siswa menangkap materi pelajaran yang disampaikan berbeda-beda karena setiap siswa memiliki daya nalar yang berbeda dan
3 respon mereka terhadap materi yang disampaikan guru ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Walaupun siswa berkemampuan matematika rendah mungkin lebih lambat daripada siswa kebanyakan (pandai dan sedang), namun mereka harus terus belajar dan berkembang. Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Dalam proses pembelajaran, komponen utama adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil, guru diharapkan pula mampu menerapkan metode yang tepat dan sesuai dengan pengajaran matematika. Kemampuan siswa merupakan dasar dalam belajar matematika dan dalam mengembangkan daya matematis siswa, namun kenyataannya kemampuan matematis siswa dalam pembelajaran matematis rendah. Ada beberapa jenis kemampuan matematis siswa yang bisa diukur diantaranya adalah kemampuan matematis berpikir kritis yaitu salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang penting untuk dimiliki siswa, selain kemampuan lainnya seperti kemampuan berpikir kreatif, karena untuk menyelesaikan masalah siswa harus mampu mengeksplorasi masalah dengan beberapa interpretasi, menangkap masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi, dan mengemukakan pendapat dirinya sendiri. Selain itu juga agar siswa dapat memecahkan secara kritis persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia yang senantiasa berubah. Dengan memperhatikan pentingnya kemampuan berpikir kritis yang perlu dimiliki siswa, maka pengembangan berpikir kritis, merupakan suatu
4 persoalan yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini didukung oleh visi pendidikan matematika (Sumarmo, 2012) yaitu agar siswa memiliki kemampuan matematis memadai, berfikir dan bersikap kritis, kreatif dan cermat, obyektif dan terbuka, menghargai keindahan matematika, serta rasa ingin tahu dan senang belajar matematika. Setiap siswa yang normal mempunyai potensi untuk berpikir kritis, sehingga potensi itu dapat dikembangkan. Menurut Cotton (1991) meskipun banyak orang percaya bahwa kita lahir dengan atau tanpa kemampuan berpikir kritis, riset telah memperlihatkan bahwa kemampuan berpikir tersebut dapat diajarkan dan dapat dipelajari. Oleh karena itu diperlukan upaya pendesainan bahan ajar dan kegiatan belajar mengajar untuk memfasilitasi siswa agar kemampuan berpikir kritisnya berkembang. Berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa anggapan yang saat ini berkembang pada sebagian besar peserta didik adalah seperti yang diungkapkan di atas bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan tidak disenangi, hanya sedikit yang mampu menyelami dan memahami matematika sebagai ilmu yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis. Mayadiana (2005) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa, kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD masih rendah, yakni hanya mencapai 36,26%. Hal ini serupa juga dikatakan Maulana (2007), bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa program D2 PGSD kurang dari 50% skor maksimal.
5 Upaya memfasilitasi siswa agar kemampuan berpikir kritisnya berkembang, maka diperlukan situasi pembelajaran yang dirancang secara tepat. Zohar, dkk. (dalam Suriadi, 2006) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa. Selain harus berpusat pada siswa, pembelajaran yang terjadi harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kritis, baik melalui pemberian soal yang tidak selalu bersifat prosedural ataupun pemberian materi yang tidak secara langsung kepada siswa, artinya siswa dilibatkan secara aktif dalam menemukan konsep. Di samping banyaknya penelitian dalam aspek kognitif, dalam 20 tahun terakhir ini aspek afektif mulai ditelaah para peneliti, antara lain Selfefficacy (hampir identik dengan kepercayaan diri ) yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa. Seseorang yang mempunyai self-efficacy tinggi, tentu memiliki rasa percaya diri yang tinggi pula. Kepercayaan diri sangat erat hubungannya dengan matematika karena apabila seseorang mempunyai rasa percaya diri tinggi maka tentu akan menumbuhkan rasa percaya diri dalam menyelesaikan soal matematika. Seorang siswa dapat menyelesaikan soal matematika dengan benar tentu siswa tersebut percaya diri akan menyelesaikan soal matematika. Apabila seorang siswa dalam menyelesaikan soal matematika dengan cara/strategi dan selalu menginginkan tantangan dengan soal lain yang sulit hal ini menunjukkan self-efficacy nya tinggi. Karena seorang yang
6 memiliki self-efficacy itu menandakan seseorang akan belajar terus walaupun dia sudah lulus. Untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis dan selfefficacy matematis siswa diperlukan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mampu menumbuhkan berpikir kritis dan self-efficacy. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk mengembangkan berpikir kritis dan self-efficacy adalah pendekatan investigasi, pendekatan yang menunjang keterlibatan siswa. Dengan pendekatan investigasi, siswa didorong untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna, artinya siswa lebih dituntut untuk selalu berpikir tentang suatu persoalan dan mencari sendiri cara penyelesaiannya dengan demikian mereka lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama. Proses pembelajaran matematika yang menerapkan pendekatan investigasi dengan karakteristik seperti apa yang diungkapkan tadi diduga memiliki relevansi dengan komponen-komponen pada kemampuan berpikir kritis. Sebagai contoh, ketika siswa dituntut untuk menyimpulkan, membuat pertanyaan, menjelaskan kembali, dan menyusun prediksi, yang terjadi disana adalah siswa membaca dan menarik ide pokok dari bahan ajar serta menggali informasi yang ada untuk memfokuskan pada pertanyaan yang akan dibuat kemudian menjelaskan kembali dan membuat prediksi pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang diberikan kepada siswa.
7 Pertanyaan baru tersebut mungkin saja mempertanyakan atas jawaban yang sudah ada. Beberapa proses yang dilakukan nampak merupakan beberapa komponen dari kemampuan berpikir kritis, yaitu mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi, memfokuskan pertanyaan, bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan atau tantangan, melakukan dan mempertimbangkan induksi, menganalisis argumen, serta berinteraksi dengan orang lain. Dengan pendekatan investigasi dalam kegiatannya siswa akan melakukan kegiatan penyelidikan. Kegiatan penyelidikan yang dilakukan memberikan kemungkinan kepada siswa untuk berinteraksi lebih banyak dalam upaya mengembangkan berpikir kritis melalui berbagai kegiatan yang dilakukan. Menurut Talmagae dan Hart (Krismanto, 2003) menemukan bahwa kelas dengan suasana investigasi mendorong siswa untuk mau menggali dan memperdalam cara mereka berpikir dengan menemukan berbagai alternatif berpikir, menganalisis data, dan belajar menerima masukan orang lain atau lingkungannya. Hal tersebut akan melatih siswa untuk selalu berpikir kritis dan apabila kemampuan berpikir kritis meningkat maka self-efficacy juga akan meningkat. Dalam pembelajaran dengan pendekatan investigasi ini tidak menutup kemungkinan terjadinya proses pengkomunikasian jawaban siswa kerena dalam proses investigasi memungkinkan terjadinya lebih dari satu jawaban hal ini disebabkan dalam kegiatan belajar cenderung terbuka artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru.
8 Dengan memperhatikan uraian di atas, maka untuk melakukan studi yang terfokus pada pengembangan pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan berpikir kritis siswa dan self-efficacy yakni pembelajaran matematika dengan pendekatan investigasi dipandang penulis sangat penting. Maka penulis tertarik untuk mencoba melakukan penelitian yang berjudul Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy Matematis Siswa SMA dengan Menggunakan Pendekatan Investigasi. 1. 2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dapat dijabarkan kedalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan investigasi lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional? 2. Apakah self-efficacy siswa yang memperoleh pendekatan investigasi lebih baik dari self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional? 3. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis dan Self- Efficacy?
9 1. 3 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Membandingkan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan investigasi dan pendekatan konvensional; 2. Menganalisis perbedaan self-efficacy siswa yang belajar dengan pendekatan investigasi dengan siswa yang mendapat pendekatan konvensional; 3. Menganalisis asosiasi antara berpikir kritis dan Self-Efficacy. 1. 4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan masukan yang berarti bagi kegiatan pembelajaran dikelas khususnya dalam usaha meningkatkan berpikir kritis dan self-efficacy matematis siswa. Manfaat tersebut diantaranya adalah: 1. Bagi siswa Membantu siswa dan memberikan pengalaman baru dalam belajar matematika. Penerapan penggunaan pendekatan investigasi dalam pengajaran matematika dapat meningkatkan berpikir kritis dan self-efficacy matematis siswa.
10 2. Bagi Guru Memberikan informasi bagi guru tentang penerapan penggunaan pendekatan investigasi dalam pengajaran matematika dan jika pengaruh yang dimaksud positif terhadap peningkatkan berpikir kritis dan selfefficacy matematis siswa maka pembelajaran menggunakan pendekatan investigasi dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika sehari-hari. 3. Bagi Sekolah Tindakan yang dilakukan dalam penerapan penggunaan pendekatan investigasi dalam pengajaran matematika dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan berpikir kritis dan self-efficacy matematis siswa. 4. Bagi Peneliti Sebagai informasi dan memberikan kesempatan bagi guru untuk dapat mengenal serta mengembangkan pengajaran ini. Serta hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bahan rujukan bagi peneliti bidang pendidikan matematika yang bermaksud mengkaji pendekatan ini lebih jauh. 1. 5 DEFINISI OPERASIONAL Untuk memperoleh kesamaan persepsi tentang istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan definisi operasional dari istilahistilah tersebut yaitu:
11 1. Kemampuan berpikir kritis matematis Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah kemampuan dalam memfokuskan diri pada pertanyaan, menganalisis argumen, menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan, serta menarik kesimpulan dengan membuat deduksi. 2. Self-Efficacy Self-efficacy adalah suatu keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas yang dihadapinya sehingga dapat mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Self-efficacy dalam penelitian ini diukur berdasarkan empat aspek yaitu pengalaman langsung, pengalaman dari orang lain, aspek sosial dan aspek psikologis. a) Pengalaman langsung yaitu kemampuan berdasarkan pada kinerja dalam penilaian, pelajaran masa lalu. Kegagalan/keberhasilan pengalaman masa lalu akan menurunkan/meningkatkan selfefficacy seseorang untuk pengalaman serupa kelak. b) Pengalaman orang lain yaitu dengan memperhatikan keberhasilan/kegagalan orang lain. Seseorang dapat mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk membuat pertimbangan tentang kemampuan dirinya sendiri berdasarkan kompetensi dan berbandingan informasi dengan pencapaian orang lain.
12 c) Aspek sosial yaitu dilakukan dengan meyakini seseorang bahwa ia memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, misal umpan balik dari guru d) Aspek psikologis yaitu status fisik dan emosi akan mempengaruhi kemampuan seseorang. Emosi yang tinggi seperti kecamasan akan matematika akan merubah kepercayaan diri seseorang tentang kemampuannya. 3. Pendekatan investigasi Pendekatan investigasi adalah salah satu pendekatan yang dapat mendorong siswa untuk belajar menjadi lebih aktif dan lebih bermakna dalam mengembangkan sikap dan pengetahuannya, yang meliputi beberapa fase yang harus ditempuh oleh siswa yaitu (1) fase membaca, menerjemahkan dan memahami masalah (2) fase pemecahan masalah dan (3) fase menjawab dan mengkomunikasikan jawaban. 1. 6 HIPOTESIS Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan kajian pustaka, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: 1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan investigasi lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.
13 2. Self-efficacy matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan investigasi lebih baik daripada self-efficacy matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional. 3. Terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis dengan self-efficacy siswa terhadap matematika.