A. Analisis Implementasi Pemberian Mut ah dan Nafkah Iddah dalam Kasus Cerai Gugat Sebab KDRT dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/ 2012/PTA.Smd.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG CERAI GUGAT, MUT AH, DAN NAFKAH IDDAH

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

BAB IV ANALISIS HUKUM POSITIF TERHADAP PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK ISTRI DALAM PERKARA NOMOR 0241/PDT.G/2016/PA.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI DALAM PUTUSAN NO. 718 K/AG/2012

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 5667/PDT.G/2013/PA. Kab Mlg TENTANG PENAMBAHAN NAFKAH ANAK SETIAP PERGANTIAN TAHUN

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar FIQIH, (Jakarta:KENCANA. 2003), Hal-141. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: AMZAH.

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Dan Dasar Hukum Hakim. Berdasarkan keterangan pemohon dan termohon serta saksi-saksi dari

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PERCERAIAN ( STUDI KASUS PERKARA NOMOR : 239/PDT.G/2009/PA.GTLO DAN NOMOR : 06/PDT.G/2010/PTA.

MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU

PUTUSAN NOMOR : 258/Pdt.G/2013/PA.Pkc. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2015/PTA.Btn

PUTUSAN NOMOR <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS YURIDIS PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK-HAK ISTRI DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya dalam suatu pergaulan. Di dalam ruang lingkup hidupnya

TENTANG DUDUK PERKARANYA

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2014/PTA Btn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

Nafaqah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam

P U T U S A N Nomor 16/Pdt.G/2013/PTA.Pdg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

NOMOR: 26/Pdt.G/2011/PTA.Bdg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV MUTAH DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA. A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Menggunakan atau Tidak

BAB I PENDAHULUAN. sah, penyerahan diri istri kepada suami, dan memungkinkan untuk terjadinya

MUNAKAHAT : IDDAH, RUJUK, FASAKH,KHULU DISEDIAKAN OLEH: SITI NUR ATIQAH

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

P U T U S A N. Nomor : 06/Pdt.G/2010//PTA.Plk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN MUT AH DALAM PUTUSAN MA RI NO. REG. 441 K/ AG/ 1996

PUTUSAN Nomor 6 /Pdt.G/2011/PTA Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 03/Pdt.G/2011/PTA.Bn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Cerai Talak: Pemohon dibebani untuk membayar Nafkah Iddah dan Mut ah

P U T U S A N. Nomor : 17/Pdt.G/2016/PTA.Smd DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk bisa hidup

P U T U S A N. Nomor 1965/Pdt.G/2013/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

PUTUSAN Nomor: 148/Pdt. G/2010/PTA. Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar

bismillahirrahmanirrahim

P U T U S A N. Nomor 1745/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

PUTUSAN Nomor 19/Pdt.G/2011/PA.Prg

BAB II KERANGKA TEORI TENTANG NAFKAH. kewajiban memberi nafkah, baik berupa makan, pakaian (kiswah), maupun

A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Penolakan Pembagian Gaji PNS Pasca Perceraian. melaksanakan pembagian gaji PNS yang di dapat oleh suami PNS di

P U T U S A N No. 83 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara

PUTUSAN Nomor : 85/Pdt.G/2010/PA.Pkc

P U T U S A N Nomor 1336/Pdt.G/2015/PA. Pas

tempat tinggal di Desa xxxxxxxxxxxx, Kecamatan Ayah, Kabupaten

P U T U S A N Nomor 37/Pdt.G/2015/PTA.Plg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. Hakim dalam memutuskan suatu perkara yang ditanganinya, selain. memuat alasan dan dasar dalam putusannya, juga harus memuat pasal atau

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari hukum perdata. dikemukakan oleh Abdul Ghofur Anshori, yaitu hukum perkawinan sebagai

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa

PUTUSAN. Nomor : 1376/Pdt.G/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

PUTUSAN Nomor 0785/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB V PEMBAHASAN. penelitian, maka dalam bab ini akan membahas satu persatu fokus penelitian yang

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA.Btn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : xxx/pdt.g/2011/ms-aceh

P U T U S A N. Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N :

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

PUTUSAN Nomor : 150/Pdt.G/2013/PA.NTN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2011/PTA Btn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Termohon/ Pembanding; L a w a n

P U T U S A N Nomor : 027/Pdt.G/2009/PA.Dgl

P U T U S A N Nomor 1651/Pdt.G/2015/PA.Pas DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N :

Permohonan Cerai Talak antara pihak-pihak ; LAWAN. Termohon ;--

P U T U S A N. Nomor: 1294/Pdt.G/2014/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 0940/Pdt.G/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MELAWAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK EX OFFICIO HAKIM DAN MUTAH TALAK. melekat bagi penggugat maupun tergugat.

P U T U S A N Nomor 34/Pdt.G/2011/PTA. Btn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 03/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat

PUTUSAN Nomor 1387/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor: XXX/Pdt.G/2012/MS-Aceh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pembanding; Melawan: Mahkamah Syar iyah Aceh tersebut;

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

P U T U S A N Nomor xx/pdt.g/2013/pa.ktbm

PUTUSAN. Nomor : 0015/Pdt.G/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

P U T U S A N. Nomor 1599/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

Fakultas Hukum Univ. Mahasaraswati Mataram

bismillahirrahmanirrahim

SALINAN PUTUSAN Nomor : 1382/Pdt.G/2013/PA.Pas

P U T U S A N. Nomor 1591/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

62 BAB IV IMPLEMENTASI PEMBERIAN MUT AH DAN NAFKAH IDDAH SERTA PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA (PTA) SAMARINDA Nomor 12/Pdt.G/ 2012/Pta.Smd. A. Analisis Implementasi Pemberian Mut ah dan Nafkah Iddah dalam Kasus Cerai Gugat Sebab KDRT dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/ 2012/PTA.Smd. 1. Nafkah iddah Dalam putusan PTA. Samarinda Nomor 12/Pdt.G/ 2012/PTA.Smd., Majelis Hakim Tinggi memutuskan jatuhnya talak bā in Pembanding (suami) kepada Terbanding (istri). Selain itu, Majelis Hakim Tinggi juga memberikan putusan bahwa Pembanding wajib memberikan nafkah iddah dan mut ah kepada Terbanding sebesar nominal yang disebutkan dalam amar putusan. Penerapan pemberian nafkah iddah dalam hasil putusan perkara tersebut berbeda dengan aturan yang ada baik secara hukum Islam maupun hukum normatif. Dalam rujukan ilmu fiqh, ulama mujtahid sepakat bahwa apabila yang jatuh adalah talak raj iy, maka bekas suami berkewajiban memberikan nafkah iddah kepada bekas istri sebagaimana dijelaskan dalam surat ath-thalaq: 1, baik tempat tinggal, pakaian, dan biaya hidup. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari tertahannya bekas istri di rumah suami dikarenakan adanya hak rujuk suami kepada istri yang ditalak. Namun ulama mujtahid memiliki perbedaan pendapat mengenai 62

63 pemberian nafkah iddah apabila yang jatuh adalah talak bā in, hal ini disebabkan berbedanya interpretasi akal pikiran mereka terhadap nas-nas yang mengatur tentang nafkah iddah, yaitu: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. 1 Dalam surat ath-thalaq ayat 6 di atas, kembalinya kata ganti wanita hamil adalah kepada wanita yang tercerai secara bā in saja, karena wanita yang tertalak raj iy apapun jenis iddah-nya (iddah 3 kali suci, 3 bulan, atau sampai melahirkan) sebagaimana yang telah dijelaskan, yakni berhak mendapatkan nafkah iddah. Penjelasan kembali pemberian nafkah pada wanita hamil pada ayat tersebut mengindikasikan adanya keadaan yang berbeda dari jenis talak sebelumnya (raj iy) sehingga disimpulkan bahwa yang dimaksud wanita hamil dalam ayat tersebut adalah wanita hamil yang tertalak bā in. 1 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, 446.

64 Berdasarkan ayat tersebut, para ulama sependapat bahwa wanita yang sedang dalam masa iddah yang disebabkan oleh talak raj iy berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal, demikian pula wanita yang di talak bā in dalam keadaan hamil. Titik perbedaan pendapat para ulama terletak pada masalah pemberian nafkah iddah kepada wanita yang ditalak bā in dalam keadaan tidak hamil. Dalam putusan kasus cerai gugat sebab KDRT ini, istri yang ditalak bā in tidak dalam keadaan hamil, dan Majelis Hakim Tinggi memutuskan bahwa istri yang tertalak tersebut berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya. Menurut pendapat ulama Hanafiyah, wanita yang ditalak bā in dalam keadaan tidak hamil berhak mendapat tempat tinggal dan nafkah. Berdasarkan mazhab Umar bin Khattab, Umar bin Abdul Aziz, Tsaury, dan lain-lain. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita tersebut berhak nafkah dan tempat tinggal secara bersama, kecuali jika wanita tersebut beriddah karena perpisahan disebabkan pelanggaran istri, seperti istri murtad setelah bercampur atau tindakan istri menodai kehormatan suami, mertua atau orang tua suami dan saudara-saudaranya (nushūz), istri hanya berhak tempat tinggal dan tidak berhak nafkah. Menurut ulama Hanafiyah, nafkah dan tempat tinggal harus diberikan kepada wanita yang ber-iddah sebagai keseimbangan tertahannya dari suami sehingga jelas

65 kebebasan rahimnya, sehingga di sini tidak ada bedanya antara talak raj iy dan bā in. 2 Di sisi lain, sebagian jamaah Imam Ahmad berpendapat bahwa istri yang tertalak bā in mendapatkan hak nafkah iddah, namun tidak dengan tempat tinggal, mereka mengambil dalil bahwa wajibnya nafkah iddah kepada istri itu terkait dengan sebab suami. Sebagaimana terdapat dalam talak raj iy, hal tersebut juga masih ada pada wanita yang ditalak bā in, karena ia masih wajib menjalani masa iddah untuk mengetahui kosong tidaknya rahim demi menjaga keturunan, maka wanita itu masih terikat sebab yang kembali kepada suami, oleh sebab itu wajiblah nafkah atas suami. Alasan mereka tidak mewajibkan memberi tempat tinggal, berdasarkan firman Allah Swt. : Yang berarti Berilah tempat tinggal kepada mereka di mana kamu bertempat tinggal 3, sehingga menjadi tidak mungkin bagi suami untuk berada dalam satu tempat tinggal dengan istri yang ditalak bā in. 4 Imam Malik dan Imam Syafi i berpendapat bahwa ia hanya berhak mendapat tempat tinggal, tidak berhak mendapat nafkah. Pendapat ini berdasarkan dalil memberi tempat tinggal (surat ath-thalaq: 6) yang bersifat umum, yakni kewajiban memberi tempat tinggal berlaku bagi semua wanita yang ditalak, baik raj iy maupun bā in. Kemudian dalil gugurnya kewajiban nafkah berdasarkan hadis Rasul mengenai Fatimah 2 Syaikh Maḥmoud Syaltu>t, Syaikh M. Ali, Perbandingan Mazhab, 234. 3 QS. At{-T{ala>q: 6. 4 Syaikh Maḥmoud Syaltu>t, Syaikh M. Ali, Perbandingan Mazhab, 235.

66 binti Qais yang tidak mendapatkan nafkah akibat tertalak bā in qubrā oleh suaminya. 5 Dari beberapa pendapat di atas, putusan majelis Hakim Tinggi tampaknya sesuai dengan pendapat ulama Hanafiyah dan sebagian jamaah Imam Ahmad, yakni wanita yang tertalak bā in tetap berhak mendapatkan nafkah iddah. Alasannya adalah jika dilihat dan diamati secara mendalam, hikmah ditetapkannya kewajiban pemberian nafkah iddah pada talak raj iy, juga bisa berlaku dalam talak bā in, yakni masih terikatnya bekas istri terhadap kepentingan bekas suami. Jika dalam talak raj iy adanya hak suami untuk rujuk sehingga istri harus tetap tinggal bersama bekas suami di masa iddah, dan bekas suami wajib menafkahi semasa iddah karena istri tertahan di rumah bekas suami, begitu pula yang terjadi dalam talak bā in, yakni terikatnya bekas istri terhadap kepentingan bekas suami karena untuk mengetahui kosongnya rahim agar nasab keturunan menjadi jelas. Memberi nafkah kepada perempuan dalam iddah talak bā in, baik dalam keadaaan hamil maupun tidak, lebih sesuai dengan kedudukan wanita yang tengah menjalani iddah di rumah bekas suami itu. Wanita yang menjalani masa iddah mendapatkan nafkah dan tempat tinggal karena masih dalam koridor keterbatasan bertindak. Kemudian secara normatif penerapan aturan pemberian nafkah iddah dalam pasal 41 huruf c undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: 5 Muh{ammad Baltaji, Metodologi Ijtihad Umar bin Al-Khatta>b, 81.

67.. c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. 6 Redaksi perceraian dalam pasal tersebut bersifat umum, sehingga dapat berlaku pada dua jenis perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat. UU perkawinan memberikan hak pada hakim pengadilan untuk menetapkan suatu kewajiban bagi bekas suami kepada bekas istri berupa biaya penghidupan ataupun bentuk bentuk kewajiban lainnya yang dibenarkan oleh hukum yang berlaku. Kemudian Dalam pasal 149 huruf a dan huruf b Kompilasi Hukum Islam selengkapnya berbunyi : Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib : a. memberikan mut ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla dukhūl; b. memberi nafkah, maskan, dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak bā in atau nushūz dan dalam keadaan tidak hamil. 7 Jelas bahwa KHI telah membatasi perceraian yang mewajibkan bekas suami memberikan nafkah iddah adalah hanya pada jenis talak raj iy. Dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PTA.Smd., perkara yang melatarbelakangi adalah kasus cerai gugat yang berakibat jatuhnya talak ba>in, sehingga bekas istri seharusnya tidak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya. Namun Majelis Hakim Tinggi berpendapat lain, dan 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, 88. 7 Kompilasi Hukum Islam, 48.

68 mewajibkan bekas suami untuk memberikan nafkah iddah kepada bekas istri. Dalam pandangan penulis peraturan mengenai tidak adanya kewajiban bekas suami untuk memberikan nafkah iddah kepada bekas istri dikarenakan istri telah melakukan kesalahan, sehingga ketika istri menggugat suaminya, istri dianggap telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keinginan suami (pembangkangan/nushūz) kepada imam keluarga. Tidak diberikannya nafkah iddah dalam cerai gugat karena dalam tradisi lama di tingkat Pengadilan Agama dalam perkara cerai gugat memosisikan perempuan di pihak yang salah. Namun pada saat ini harus ada alasan yang rasional dalam memutus perkara seperti cerai gugat ini, dan harus lebih memperhatikan serta lebih mengakomodasi kepentingan perempuan. Dalam perkara cerai gugat, banyak ditemukan kasus-kasus kekerasan, pelecehan, perbuatan tidak bertanggungjawab yang dilakukan suami kepada istri, merasa tidak tahan dengan keadaan yang menyiksa membuat istri memilih perceraian sebagai jalan akhir. Berdasarkan fakta tersebut diketahui bahwa latar belakang pengajuan cerai gugat bukanlah semata-mata disebabkan oleh kesalahan istri. Hal tersebut juga didukung oleh putusan Mahkamah Agung Nomor 137/K/AG/2007, yang di dalamnya secara ex officio MA menambahkan putusan dengan menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah iddah. Atas dasar pertimbangan pada Pasal 41 huruf c undang-undang Nomor 1

69 Tahun 1974 jo. Pasal 149 huruf b Kompilasi Hukum Islam, dengan menyatakan meskipun gugatan diajukan oleh istri, akan tetapi tidak terbukti istri berbuat nushūz, maka Mahkamah Agung berpendapat Termohon Kasasi harus dihukum untuk memberikan nafkah iddah kepada Pemohon Kasasi, dengan alasan istri harus menjalani masa iddah dan tujuan dari iddah itu antara lain untuk istibrā, yang istibrā tersebut menyangkut kepentingan suami. 8 Fakta bahwa bekas suami telah melakukan tindak kekerasan baik fisik maupun mental, istri yang tidak terbukti melakukan nushūz, serta adanya kewajiban istri untuk menjalani masa iddah untuk istibra> yang menyangkut kepentingan suami, adalah alasan-alasan yang kuat untuk membuat Majelis Hakim Tinggi menghukum bekas suami memberikan nafkah iddah untuk bekas istri atas dasar rasa kemanusiaan. 2. Mut ah Aturan mengenai pemberian mut ah tercantum dalam Alquran surat al-baqarah: 241 dan al-ahzab: 49, dan dalil yang khusus diantaranya al-baqarah: 236. Alquran surat al-baqarah: 241: Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. 9 Alquran surat al-ahzab: 49: 8 Putusan PTA Samarinda Nomor 12/Pdt.G/2012/PTA.Smd., 6. 9 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, 31.

70 Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuanperempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaikbaiknya. 10 Dan juga surat al-baqarah: 236: Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. 11 Berdasarkan pada ayat-ayat Alquran di atas, para ulama pemberi fatwa memiliki perbedaan pendapat mengenai keadaan perceraian yang menjadi syarat pemberian mut ah kepada bekas istri oleh bekas suami. Sebagian dari mereka menyatakan mut ah bagi istri yang dicerai 10 Ibid., 338. 11 Ibid., 30.

71 merupakan sesuatu yang dianjurkan, sebagian lagi menyatakan mut ah merupakan sesuatu yang diwajibkan, berikut rinciannya: a. Mut ah bagi istri yang dicerai, belum digauli dan belum menerima mahar merupakan suatu kewajiban (mazhab Hanafi, Syafii, dan Hanbali). b. Mut ah bagi istri yang dicerai, belum digauli dan pemberian maharnya dihukumi fasid/batal, merupakan suatu kewajiban (mazhab Hanafi dan Hanbali). c. Mut ah bagi istri yang dicerai dan telah digauli merupakan suatu kewajiban (mazhab Syafii dalam qawl jadīd). d. Mut ah bagi setiap istri yang dicerai adalah kewajiban (mazhab azh-zhahiri). e. Mut ah bagi setiap istri yang telah digauli adalah sesuatu yang dianjurkan (mazhab Hanafi, Maliki, Hanbali berdasarkan hadis Ali bin Abi Thalib, al-hasan, Sa id bin Zubair, dkk. Seperti tertera dalam al-mughni (6/714) dan tafsir Ibnu Katsir (1/278). f. Tidak ada mut ah bagi istri yang dicerai belum digauli, dan belum menerima mahar (mazhab Maliki dan Syafii). 12 Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa persyaratan pemberian mut ah hanya terletak pada keadaan istri ketika diceraikan ba da dukhūl atau qabla dukhūl, dan maharnya telah ditunaikan atau 12 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, 226.

72 belum. Tidak disinggung apakah perceraian itu tergolong talak raj iy atau bā in layaknya aturan pemberian nafkah iddah. Dalam putusan cerai gugat nomor 12/Pdt.G/ 2012/PTA.Smd., diketahui bahwa istri telah dalam keadaan ba da dukhūl dan telah ditunaikan maharnya, sehingga jika dilihat dari ayat Alquran di atas dan juga pendapat para ulama, Majelis Hakim Tinggi memiliki alasan yang cukup kuat untuk mewajibkan bekas suami memberikan mut ah kepada bekas istri. Sebagaimana terdapat dalam surat al-baqarah: 241 yang menjelaskan secara umum bahwa wanita yang tertalak diberikan mut ah sebagai kewajiban bagi orang yang bertakwa, kemudian ayat selanjutnya al-ahzab: 49 dan al-baqarah: 236 menjelaskan bahwa istri yang dicerai dalam keadaan qabla dukhūl dan belum ditentukan maharnya diberikan mut ah. Sehingga kesimpulannya adalah setiap wanita yang dicerai itu berhak mendapatkan mut ah dari bekas suaminya, adapun penjelasan dalam surat al-ahzab: 49 dan al-baqarah: 236 tidak berarti membatasi penjelasan surat al-baqarah: 241 bahwa wanita yang berhak menerima mut ah hanyalah wanita yang dicerai dalam keadaan qabla dukhūl dan belum ditentukan maharnya, namun hanyalah penegasan kembali bahwa tidak ada pengecualian dalam pemberian mut ah terhadap kasus-kasus perceraian yang tidak umum (qabla dukhūl dan belum ditentukan maharnya).

73 Selain itu juga berdasar pada pendapat para ulama yang menyatakan bahwa wanita ba da dukhūl juga mendapatkan mut ah, tidak menjadi masalah apakah hukum pemberian mut ah itu bersifat anjuran atau kewajiban, hal yang terpenting adalah adanya titik terang bahwa istri yang telah dicerai dan ba da dukhūl juga bisa menerima mut ah. Tidak jauh berbeda dengan dasar hukum nafkah iddah, kewajiban pemberian mut ah dari bekas suami kepada bekas istri diakomodir dalam pasal 41 huruf c undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:.. c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. 13 Kemudian diatur lebih lanjut dalam KHI pasal 149 huruf a dan huruf b Kompilasi Hukum Islam selengkapnya berbunyi : Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib : a. memberikan mut ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla dukhūl; 14 Dan juga pasal 158 KHI yang berbunyi mut ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat belum ditetapkan mahar bagi istri qobla dukhūl, perceraian tersebut atas kehendak suami. 15 Kasus perceraian sebab KDRT dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PTA.Smd., merupakan kasus cerai gugat dan terjadi atas 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, 88. 14 Kompilasi Hukum Islam, 49. 15 Ibid., 51.

74 kehendak istri. Sehingga jika ditinjau dari sisi hukum normatif, bekas istri tidak berhak mendapatkan mut ah. Majelis Hakim Tinggi menetapkan kewajiban bekas suami memberikan mut ah kepada bekas istri atas dasar tindakan suami yang telah sangat menyakiti istrinya, kerap berbuat kasar secara fisik, menyakiti perasaan istri dengan perkataan kasar dan kotor, senang main perempuan, bahkan telah menikah lagi dengan wanita lain tanpa sepengetahuan istri dan tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku. Mut ah yang memang diberikan dengan maksud sebagai penghibur istri dari putusnya perkawinan, akan tercapai tujuan mulianya jika diberikan dalam kasus ini meskipun hukum normatif mengatakan lain. Masa-masa kelam yang telah dilalui istri, kerugian yang dialami selama dalam masa perkawinan, dan rusaknya bahtera rumah tangga karena berakhir dengan perceraian tentu akan sangat menyakiti seorang wanita. Pendapat ini didukung dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 276K/AG/2010 tanggal 30 Juli 2010, yang isinya secara ex officio (tanpa adanya tuntutan penggugat) mewajibkan bekas suami membayar mut ah, maskan, dan kiswah kepada bekas istrinya atas pertimbangan hukum bahwa kemelut rumah tangga ini disebabkan pemohon kasasi, setelah mempunyai pekerjaan menikah lagi dengan wanita lain, padahal kesetiaan termohon kasasi lebih dari cukup, sikap yang tidak terpuji dan sangat menyakitkan bagi istri yang setia. 16 16 Putusan PTA Samarinda Nomor 12/Pdt.G/2012/PTA.Smd., 6.

75 B. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Putusan PTA Samarinda No. 12/Pdt.G/2012/PTA.Smd. Dalam putusan PTA Samarinda No. 12/Pdt.G/2012/PTA.Smd. ada beberapa pertimbangan yang dijadikan Majelis Hakim Tinggi sebagai acuan, mulai dari penafsiran pasal-pasal UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, rujukan yurisprudensi, dan juga rasa kemanusiaan atas penyebab perceraian yaitu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Jika dilihat secara sepintas, keputusan Majelis Hakim Tinggi dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PTA.Smd. jelas telah menyalahi aturan, baik ditinjau dari nas maupun hukum normatif yang berlaku di Indonesia. Dengan memberikan kewajiban kepada bekas suami untuk memberikan nafkah iddah dan mut ah kepada bekas istri yang tertalak Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 137K/AG/2007, hakim menjatuhkan talak satu bā in s{ughra> serta menghukum bekas suami untuk memberikan nafkah iddah kepada bekas istri dengan alasan bekas suami tidak memberi nafkah dan telah bertindak kasar, serta meski bekas istri mengajukan gugatan cerai ia tidak terbukti melakukan nushu>z. Kemudian dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 276K/AG/2010 Hakim menjatuhkan talak satu bā in s{ugra serta menghukum bekas suami untuk memberikan mut ah kepada bekas istri, dengan alasan bekas suami telah bertindak kasar menyakiti bekas istri baik fisik maupun mental. Meskipun hasil putusan dalam perkara cerai gugat ini tidak sesuai dengan aturan hukum normatif sebagaimana seharusnya, perlu diketahui terkadang sebagai seorang hakim yang bertugas untuk memeriksa, memutus,

76 dan mengadili perkara, mengharuskan adanya tindakan-tindakan perubahan dalam memutus perkara-perkara tertentu agar keadilan dan kemaslahatan tercapai maksimal. Hakim harus cerdas menganalisa kasus serta cerdas pula memberikan penyelesaian. Baik syariat maupun hukum sangat menekankan pentingnya keadilan dan maslahat, nas tidaklah diturunkan dan hukum tidaklah diciptakan kecuali untuk kemaslahatan umat manusia, sehingga pemikiran demi kemaslahatan adalah sesuai dengan apa yang telah digariskan meskipun terkadang akal manusia tidak dapat mengetahui maslahat (baik yang sekarang maupun yang akan datang) di balik nas-nas tasyri iyah. Akan tetapi hal tersebut tidak seharusnya menjadi penghalang bagi manusia untuk berusaha memahami maksud yang terkandung dari nas tersebut sehingga dapat diamalkan dengan sempurna, dan yang pasti ketika dipraktikkan dalam perjalanan sejarah manusia membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh agar dalam semua masalah yang timbul tercapai keadilan dan kemaslahatan. Sebagai contoh ada sebuah riwayat dari para ahli fikih, diriwayatkan oleh Utsman, Ali, Ubay bin Ka ab, dan sahabat lainnya, Umar pernah mempraktikkan dan memberi penetapan bahwa mabtūtah (wanita yang ditalak tiga oleh suaminya) ketika suaminya dalam keadaan sakit yang menyebabkan kematiannya, maka ia (mabtūtah) tetap mendapatkan bagian warisan dari suaminya. Talak dan segala akibatnya berlaku kapanpun talak itu dilakukan, dalam nas pun tidak ditemukan pembedaannya. Namun dalam kasus ini ada seorang suami yang tahu bahwa dia akan meninggal dan tidak menginginkan istrinya mendapatkan warisan, sehingga ia menceraikan

77 istrinya tepat sebelum ia meninggal. Perbuatan yang disengaja dan dapat merugikan si istri ini merupakan kejahatan karena merupakan jalan untuk menghalangi istri mendapatkan harta warisan dari suami. Umar tidak menyukai hal ini dan memutuskan bahwa istri tersebut tetap mendapatkan harta warisan, sebagai cara untuk menanggulangi perbuatan tidak terpuji ini dan juga menghukum suami yang telah bertindak semena-mena, dan diriwayatkan hampir semua kaum Muhajirīn dan Anṣār menyepakati pendapat Umar. 17 Dari kisah di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa ada peristiwa yang membutuhkan solusi khusus yang berbeda dengan ketentuan umumnya. Hal kuat yang mendasari adalah humanisme. Sebagai manusia kita seharusnya paham bagaimana cara memperlakukan manusia, dan mampu merasakan sisi kemanusiaan. Dalam kasus cerai gugat yang disebabkan oleh adanya perlakuan yang semena-mena dari suami kepada istri ini, berupa tindak kekerasan baik fisik maupun mental dengan seringnya melakukan pemukulan, berbicara kasar, dan bermain wanita, dan berselingkuh dengan menikahi wanita lain tanpa prosedur hukum yang benar. Merupakan alasan yang kuat untuk menjadi tolak ukur penerapan hukum seperti apa yang pantas dijalankan. Majelis Hakim Tinggi memberikan kewajiban kepada bekas suami untuk memberikan nafkah iddah dan mut ah kepada bekas istri meskipun dalam ranah talak bain, adalah implementasi rasa humanisme, dan langkah 17 Muh{ammad Baltaji, Metodologi Ijtihad Umar bin Al-Khatta>b, 53.

78 nyata untuk mencapai kemaslahatan dan keadilan yang hakiki. Merupakan penghibur bagi istri yang telah melewati masa-masa kelam bersama suaminya, dan juga sebgaai hukuman bagi suami yang telah melakukan tindakan tidak terpuji. Bila demikian adanya, maka mengkaji lebih jauh rahasia-rahasia dan maksud yang terkandung dalam kebijakan-kebijakan hukum, serta mendeskripsikan suatu kejadian atau kasus dengan seperangkat rumusan dan metode ilmiah yang memadai, dengan didukung oleh dasar yang kuat adalah suatu keharusan. Sehingga hakikat kebenaran dan realita yang ada tidak mampu dipungkiri oleh siapa pun. Bukan bermaksud untuk mengingkari nas atau hukum normatif yang telah ditetapkan, namun harus dipahami bahwa ranah hukum tidak seharusnya terbatasi oleh teks, ada hukum-hukum yang kontekstual dengan alam realita kehidupan manusia yang kompleks dan majemuk. Hukum yang akan memberikan penjelasan tentang hakikat manusia, tabiat, dan naluri mereka yang sebenarnya, dan hukum yang selaras dengan naluri dan tabiat inilah inilah yang akan memungkinkan untuk dipraktikkan dalam situasi dan kondisi yang sesuai, serta memberikan pencerahan untuk memilih solusi pemecahan masalah yang justru akan mendukung tercapainya maksud utama dari hukum tekstual. Hakim adalah orang yang memiliki visi dan orientasi pada kemaslahatan umum, mau berpikir untuk memenuhi tujuan hukum, bukan orang-orang yang memiliki pandangan sempit terhadap z{a>hir hukum.