KEBIJAKAN MANAJEMEN RISIKO BPJS KETENAGAKERJAAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BPJS KETENAGAKERJAAN

BAB II BPJS KETENAGAKERJAAN KANTOR WILAYAH SUMBAGUT. jawab dan kewajiban Negara - untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

BAB 3 OBJEK PENELITIAN

Kebijakan Manajemen Risiko PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.

BAB II PROFIL BPJS KETENAGAKERJAAN KANTOR WILAYAH. ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

COSO ERM (Enterprise Risk Management)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

-1- LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Hubungan Kerja Direksi dan Dewan Pengawas. Good Governance is Commitment and Integrity

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Umum BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru

Internal Audit Charter

KONSEP PENGAWASAN OJK TERHADAP BPJS Disampaikan dalam Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik

PT. PYRIDAM FARMA Tbk. MANAJEMEN RISIKO

PIAGAM AUDIT INTERNAL

LAMPIRAN IX SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN

Kebijakan Manajemen Risiko

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

LAMPIRAN V SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN SENDIRI

DAFTAR ISI CHARTER SATUAN PENGAWASAN INTERN

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS

PEDOMAN TATA KELOLA YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) BPJS KETENAGAKERJAAN Tahun 2015

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk

2017, No Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG MANAJEMEN RISIKO

PIAGAM KOMITE AUDIT. CS L3 Rincian Administratif dari Kebijakan. Piagam Komite Audit CS L3. RAHASIA Hal 1/11

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN

MANAJEMEN RISIKO. 1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA

KEBIJAKAN MANAJEMEN RISIKO

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT. I Pendahuluan 1. II Tujuan Pembentukan Komite Audit 1. III Kedudukan 2. IV Keanggotaan 2. V Hak dan Kewenangan 3

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero)

PIAGAM AUDIT INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan para pemegang saham (shareholder) saja dan juga menyebabkan

PIAGAM KOMITE AUDIT DAN RISIKO USAHA (BUSINESS RISK AND AUDIT COMMITTEES CHARTER) PT WIJAYA KARYA BETON Tbk. BAGIAN I

LAMPIRAN VII SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SINAR MAS AGRO RESOURCES & TECHNOLOGY Tbk.

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal

I. PENDAHULUAN. 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan;

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN KERJA KOMITE AUDIT

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Praktik manajemen risiko di BDI masih belum dilakukan dengan efektif,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM

Nama Jabatan Periode Jabatan. Ilham Ikhsan Anggota (Pihak Independen) Tjen Lestari Anggota (Pihak Independen)

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN LAPORAN HASIL PENILAIAN

SISTEM PENGENDALIAN KECURANGAN (FRAUD CONTROL SYSTEM) KEP DIREKSI NO: KEP/04/012015

Risk Management Framework. ISO 31000, ERM COSO, dan PMBOK AYU SM DIAN IS MRTI KELAS A

Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment ) Penerapan Tata Kelola BPR

Penetapan Konteks Komunikasi dan Konsultasi. Identifikasi Risiko. Analisis Risiko. Evaluasi Risiko. Penanganan Risiko

PT Asuransi Chubb Syariah Indonesia. Laporan Tahunan Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Tahun 2016

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERMINTAAN TANGGAPAN ATAS RANCANGAN SURAT EDARAN OJK

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015

Pedoman Tata Kelola Yang Baik (Good Governance) BPJS Ketenagakerjaan. Good Governance is Commitment and Integrity

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35 /SEOJK.03/2017 TENTANG PEDOMAN STANDAR SISTEM PENGENDALIAN INTERN BAGI BANK UMUM

Menimbang. Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA,

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengelola perusahaannya secara lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

PT Chubb General Insurance Indonesia. Laporan Tahunan Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

Self Assessment GCG. Hasil Penilaian Sendiri Pelaksanaan GCG

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

Dr.. Chazali H. Situmorang, Apt, Msc.PH Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional. Jakarta, 7 Nopember 2012

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/SEOJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PIAGAM AUDIT INTERNAL

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO)

PIAGAM KOMITE AUDIT. ( AUDIT COMMITTE CHARTER ) PT FORTUNE MATE INDONESIA Tbk

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

PIAGAM INTERNAL AUDIT

Laporan Tahunan Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

Laporan Tahunan Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Arah Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat Dalam Rangka Penerapan Tata Kelola dan Manajemen Risiko

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Transkripsi:

2014

Surat Keputusan Pasal 2,... I

Surat Keputusan II

DAFTAR ISI

Daftar Isi Surat Keputusan... I Daftar Isi... III I. Pendahuluan... 1 II. Terminologi Manajemen Risiko... 5 III. Komponen Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan... 7 A. Tata Kelola Risiko... 1. Budaya Sadar Risiko... 2. Filosofi Manajemen Risiko... 3. Selera & Toleransi Risiko... 4. Bahasa Manajemen Risiko... 5. Organisasi Manajemen Risiko... 6.... 7 7 7 8 8 8 9 B. Infrastruktur Manajemen Risiko... 1. Metodologi Manajemen Risiko... 2. Sistem & Prosedur Manajemen Risiko... 3. Sistem Informasi/Pelaporan Manajemen Risiko Badan... 4. Alat Bantu Manajemen Risiko... 10 10 10 10 10 C. Proses Manajemen Risiko... 1. Identifikasi Peristiwa... 2. Penilaian Risiko (Risk Asessment)... 3. Aktivitas Penanganan Risiko dan Pengendalian Internal... 4. Pemantauan, Pengkajian dan Pelaporan Manajemen Risiko... 10 11 11 11 11 IV. Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan... 12 A. Pemangku Kepentingan Eksternal... 12 B. Pemangku Kepentingan Internal... 12 III

Daftar Isi 1. Dewan Pengawas... 2. Direksi... 3. Komite Pemantau Risiko... 4. Komite Audit... 5. Komite Investasi... 6. Komite Manajemen Risiko... 7. Divisi Kepatuhan & Hukum... 8. Satuan Pengawasan Internal... 9. Manajemen Risiko Wilayah... 10. Pemilik Risiko (Risk Owner)... 13 13 14 14 14 15 17 17 18 18 V. Klasifikasi Risiko BPJS Ketenagakerjaan... 25 A. Risiko Terkait Sasaran Strategis... 1. Risiko Strategis... 2. Risiko Reputasi... 24 24 25 B. Risiko Terkait Sasaran Operasional... 1. Risiko Operasional... 2. Risiko Hukum... 3. Risiko Teknologi Informasi... 25 25 26 26 C. Risiko Terkait Sasaran Kepatuhan... 1. Risiko Kepatuhan... 27 27 D. Risiko Terkait Sasaran Pelaporan... 1. Risiko Pelaporan... 27 28 E. Risiko Terkait Sasaran Investasi & Keuangan... 1. Risiko Pasar... 2. Risiko Kredit... 3. Risiko Likuiditas... 28 28 28 29 VI. Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan... 30 IV

Daftar Isi A. Risiko yang dihadapi Dana Program Jaminan Hari Tua (JHT)... 1. Risiko Pasar... 2. Risiko Kredit... 3. Risiko Likuiditas... 4. Risiko Solvabilitas... 5. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya... 30 30 30 30 31 31 B. Risiko yang dihadapi Dana Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)... 1. Risiko Pasar... 2. Risiko Kredit... 3. Risiko Likuiditas... 4. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya... 32 32 32 32 32 C. Risiko yang dihadapi Dana Program Jaminan Kematian (JK)... 1. Risiko Pasar... 2. Risiko Kredit... 3. Risiko Likuiditas... 4. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya... 33 33 33 33 34 D. Risiko yang dihadapi Dana Program Jaminan Pensiun (JP)... 1. Risiko Pasar... 2. Risiko Kredit... 3. Risiko Likuiditas... 4. Risiko Solvabilitas... 5. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya... 35 35 35 35 36 36 E. Risiko yang dihadapi Dana BPJS Ketenagakerjaan 1. Risiko Pasar... 2. Risiko Kredit... 3. Risiko Likuiditas... 4. Risiko Solvabilitas... 5. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya... 37 37 37 37 38 38 VII. Metode Pengukuran Risiko... 39 VIII. Model Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan... 41 V

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I Pendahuluan Berdasar pada PP No.36/1995, PT. Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana Undang-undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial. Pada akhir tahun 2004, Pemerintah menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja. Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, PT Jamsostek (Persero) dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015. Sejak 1 Januari 2014, PT Jamsostek (Persero) telah berubah status menjadi badan hukum publik, yang kemudian namanya berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ( BPJS Ketenagakerjaan ). BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan non-profit yang harus mengelola program secara mandiri, tidak ada subsidi silang antar program. Pemisahan program ini dimulai sejak iuran diterima, penempatan investasi, dan sampai pada pembayaran klaimnya. Pendapatan BPJS Ketenagakerjaan didapatkan dari fee pengelolaan program. Selain itu, pemangku kepentingan (stakeholder) dan regulator dari BPJS Ketenagakerjaan juga mengalami perubahan dari saat masih bernama PT. Jamsostek (Persero). Berdasarkan konteks BPJS Ketenagakerjaan tersebut, maka beberapa hal tentang kebijakan ini perlu ditegaskan, sebagai berikut: A. BPJS Ketenagakerjaan berfungsi sebagai acuan penerapan manajemen risiko di lingkungan Badan. Kebijakan ini juga menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan-kebijakan di tingkat unit kerja yang terkait dengan risiko B. BPJS Ketenagakerjaan terdiri atas komitmen manajemen berupa ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip yang disusun secara sistematis dengan tujuan memberikan suatu arahan strategis yang mendasari pelaksanaan penerapan manajemen risiko di lingkungan Badan berdasarkan Filosofi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Menjadi yang terdepan di bidang praktik pengelolaan risiko sehingga dapat mendukung pencapaian visi BPJS sebagai Badan berkelas dunia, terpercaya, bersahabat, dan unggul dalam operasional, dan pelayanan. 1

BAB I PENDAHULUAN C. Penyusunan dan penetapan kebijakan ini dilandasi oleh pemahaman bahwa selalu ada risiko yang melekat (inherent) pada setiap aktivitas Badan, baik yang bersumber dari faktor internal maupun eksternal Badan. D. BPJS Ketenagakerjaan berfungsi sebagai pedoman tertulis dalam mewujudkan praktik pengelolaan risiko di seluruh lingkungan Badan. Adapun proses manajemen risiko merupakan bagian dari pengawasan dan pengendalian internal yang melibatkan peran aktif seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan. E. Kebijakan ini diberlakukan untuk seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan yang mendasari dan mendorong terciptanya budaya sadar risiko di seluruh lingkungan Badan. Setiap pimpinan bertanggung jawab untuk membangun, mengkomunikasikan, dan menjaga budaya kerja yang selaras dengan budaya sadar risiko serta melaksanakan rangkaian aktivitas proses manajemen risiko BPJS Ketenagakerjaan. F. BPJS Ketenagakerjaan, seperti halnya PT Jamsostek (Persero), mengadopsi sebuah referensi standar praktik terbaik dunia, yaitu COSO ERM Integrated Framework. COSO-ERM ini dibangun dari COSO Internal Control Standard, yang mana sangat banyak digunakan di seluruh dunia, termasuk oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia. Semenjak tahun 2013 yang lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga mendorong semua BUMN dan badan-badan negara lainnya agar mulai menerapkan COSO-ERM tersebut. Selain untuk organisasi komersial, COSO-ERM juga sesuai digunakan untuk organisasi non-profit. G. BPJS Ketenagakerjaan disusun atas dasar regulasi dan ketentuan yang berlaku, antara lain: 1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 2. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; 3. Undang Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 4. Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2013 tentang Modal Awal Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan; 5. Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 6. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 2013 tentang Tata Cara Hubungan Antar Badan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 7. Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial; 8. Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 9. Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan; 2

BAB I PENDAHULUAN 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Isi Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial; H. ini merupakan dokumen rahasia yang penggunaannya dibatasi hanya pada lingkungan internal BPJS Ketenagakerjaan. I. BPJS Ketenagakerjaan perlu dikaji secara berkala guna menjaga relevansinya terhadap aktivitas Badan dan senantiasa up-to-date terhadap konteks internal dan eksternal, serta dapat dilakukan perubahan setiap saat sejauh yang diperlukan. J. Ruang lingkup meliputi: 1. Pendefinisian dan pemaknaan berbagai terminologi terkait penerapan manajemen risiko di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan. 2. Komitmen organisasi dalam penerapan manajemen risiko secara efektif, proaktif dan berkesinambungan. 3. Pengaturan fungsi, peran, tugas, tanggung jawab, dan wewenang para pemangku kepentingan internal Badan dalam penerapan manajemen risiko. 4. Pengelolaan risiko di BPJS Ketenagakerjaan yang mencakup: a. Risiko Strategis; b. Risiko Reputasi c. Risiko Operasional d. Risiko Teknologi Informasi e. Risiko Hukum f. Risiko Kepatuhan g. Risiko Pelaporan h. Risiko Pasar i. Risiko Kredit j. Risiko Likuiditas 5. Pengelolaan risiko Dana Program Jaminan Hari Tua (JHT) mencakup: a. Risiko Pasar; b. Risiko Kredit: c. Risiko Likuiditas: d. Risiko Solvabilitas 6. Pengelolaan risiko Dana Program Jaminan Kematian (JK) mencakup: a. Risiko Pasar; b. Risiko Kredit: c. Risiko Likuiditas: 3

BAB I PENDAHULUAN 7. Pengelolaan risiko Dana Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) mencakup: a. Risiko Pasar; b. Risiko Kredit: c. Risiko Likuiditas: 8. Pengelolaan risiko Dana Program Jaminan Pensiun (JP) mencakup: a. Risiko Pasar; b. Risiko Kredit: c. Risiko Likuiditas: d. Risiko Solvabilitas 4

BAB II Terminologi Manajemen Risiko

BAB II Terminologi Manajemen Risiko BAB II Terminologi Manajemen Risiko Dalam penerapan manajemen risiko di seluruh lingkungan Badan, BPJS Ketenagakerjaan menyusun daftar terminologi atau istilah yang digunakan dalam proses manajemen risiko, sebagai berikut: A. Risiko (Risk) adalah potensi kejadian suatu peristiwa yang dapat menyebabkan hasil yang tidak diinginkan dari suatu pencapaian sasaran/tujuan. B. Eksposur Risiko (Risk Exposure) adalah tingkat besarnya risiko yang dihasilkan dari suatu pengukuran. Untuk risiko investasi, terkait Dana BPJS Ketenagakerjaan dan Dana Program, eksposur risiko diukur dengan cara khusus yang sudah menjadi standar praktik di bidang investasi. Sedangkan risiko non-investasi, eksposur risiko diukur berdasarkan 2 (dua) parameter, yaitu besarnya dampak yang ditimbulkan, dan besarnya peluang (probabilitas) terjadinya risiko. C. Selera Risiko (Risk Appetite) adalah suatu pernyataan Badan mengenai besaran atau jenis risiko tertentu yang bersedia diambil Badan dalam upaya pencapaian visi, misi dan sasarannya. Selera risiko yang akan diambil tercermin dalam strategi Badan. D. Toleransi Risiko (Risk Tolerance) adalah suatu pernyataan Badan mengenai batas maksimum eksposur risiko yang bersedia diambil atas suatu jenis risiko tertentu ataupun peristiwa risiko (risk event) tertentu. Dalam penerapan manajemen risiko di BPJS Ketenagakerjaan, toleransi risiko dijaga dengan limitlimit, yang salah satunya diwujudkan dengan parameter dampak risiko. Toleransi dan dampak risiko dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: 1. Toleransi Terkait Dampak Umum Toleransi terkait dampak umum adalah besarnya dampak yang bisa diterima Badan atas potensi risiko-risiko yang berdampak kerugian keuangan, dampak tuntutan hukum, dampak keterlambatan/operasional, dampak sanksi hukum, dampak gangguan operasional, dampak hazard (kecelakaan dan kematian), dan dampak reputasi. 2. Toleransi Terkait Dampak Khusus Toleransi terkait dampak khusus adalah besarnya simpangan (deviasi) yang bisa diterima Badan atas pencapaian sasaran strategis dan operasional BPJS Ketenagakerjaan yang dapat terukur secara kuantitatif 3. Toleransi Terkait Ketahanan Keuangan (Financial Strength) Toleransi terkait ketahanan keuangan adalah batas toleransi maksimum dampak risiko yang masih bisa diterima untuk tetap menjaga kelangsungan usaha BPJS Ketenagakerjaan. Dampak risiko yang melebihi batas toleransi maksimum ini dapat berupa dampak yang bisa menyebabkan situasi defisit keuangan, insolvabilitas, ataupun total hasil investasi pada tingkat minimum (ambang batas) yang masih bisa diberi toleransi. 5

BAB II Terminologi Manajemen Risiko E. Profil risiko adalah suatu gambaran tingkat eksposur risiko yang dihadapi oleh BPJS Ketenagakerjaan dan Dana Program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Pensiun (JP). F. ERM (Enterprise Risk Management) adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh seluruh personil Badan, diterapkan dalam penetapan strategi bagi seluruh lingkungan Badan, dirancang untuk mengidentifikasi peristiwa potensial yang dapat memengaruhi Badan, serta mengelola risiko agar sesuai dengan selera risiko Badan, guna memberikan upaya pemastian atas pencapaian tujuantujuan Badan. G. Proses Manajemen Risiko (Risk Management Process) adalah rangkaian aktivitas pengelolaan risiko yang meliputi: identifikasi; risk assessment; penanganan & pengendalian risiko; pemantauan, pengkajian & pelaporan manajemen risiko. H. Filosofi Risiko(Risk Philosophy) adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan Badan sebagai landasan penerapan manajemen risiko yang memberikan suatu arahan strategis bagi seluruh pemangku kepentingan internal (dan juga eksternal) mengenai tujuan utama penerapan manajemen risiko di lingkungan Badan. I. Pemilik-utama Risiko (Key Risk-Owner) adalah pimpinan unit kerja (risk owner) yang bertanggung jawab atas efektivitas proses manajemen risiko yang berlangsung pada area tanggung jawabnya. J. Identifikasi Risiko (Risk Identification) adalah proses mencari, menemukan, mengenali, dan mendeskripsikan suatu risiko berdasarkan karateristiknya. K. Risk Assessment adalah proses untuk memahami dan menentukan tingkat eksposur suatu risiko dengan merujuk pada suatu pendekatan yang dipilih. Pengukuran eksposur risiko bisa dilakukan dengan metode kualitatif, maupun metode kuantitatif. L. Penanganan Risiko (Risk Response) adalah proses perencanaan dan pelaksanaan perubahan eksposur risiko. Penanganan risiko umumnya berupa mitigasi risiko, yaitu pengurangan besarnya dampak dan/atau probabilitas terjadinya risiko. Selain mitigasi, risiko bisa ditangani dengan cara dihindari (avoid), diterima (accept), dipindahkan (transfer), atau bahkan dieksploitasi (misal, dalam kaitannya dengan risiko investasi). M. Pelaporan Risiko (Risk Reporting) adalah proses pengkomunikasian atau pendistribusian informasi terkait manajemen risiko kepada para pemangku kepentingan yang berwenang. Hal utama yang dilaporkan adalah profil risiko BPJS Ketenagakerjaan dan profil risiko Dana Program JHT, JKK, JK, dan JP. N. Pemantauan Risiko (Risk Monitoring) adalah proses mengamati dan mengawasi baik terhadap pergerakan eksposur risiko maupun terhadap pelaksanaan rangkaian proses manajemen risiko. Pemantauan risiko dilaksanakan pada tingkat Badan, tingkat Divisi dan Satuan, tingkat Wilayah, serta tingkat Cabang. Risiko dipantau terutama dari aspek tingkat eksposur risiko dan penanganan risiko per peristiwa risiko (risk event). O. Pengkajian Risiko (Risk Review) adalah proses memeriksa, meninjau, menilai, dan menentukan kesesuaian, kecukupan, serta tingkat efektivitas pelaksanaan proses manajemen risiko. 6

BAB III Komponen Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan

BAB III Komponen Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan BAB III Komponen Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan Penerapan manajemen risiko di BPJS Ketenagakerjaan dilaksanakan secara aktif oleh seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan secara terintegrasi, dan mengacu pada COSO ERM Intergrated Framework. Terdapat 8 (delapan) komponen penerapan COSO ERM, yaitu: Internal Environment, Objective Setting, Event Identification, Risk Asessment, Risk Response, Control Activities, Information & Communication, dan Monitoring. Komponen penerapan manajemen risiko tersebut di atas dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) pilar, yang terdiri atas: Tata Kelola Risiko, Infrastruktur Manajemen Risiko dan Proses Manajemen Risiko. Penjelasan 3 pilar komponen tersebut adalah sebagai berikut: A. Tata Kelola Risiko 1. Budaya Sadar Risiko Seluruh pimpinan senantiasa membangun serta memelihara budaya sadar risiko yang terwujud melalui perilaku insan BPJS Ketenagakerjaan secara nyata antara lain: a. Komitmen yang kuat serta keteladanan yang diberikan para pimpinan melalui contoh nyata praktik pengelolaan risiko yang efektif serta melalui penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Badan dalam menjalankan aktivitas Badan; b. Dukungan seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan atas segenap upaya yang dilakukan dalam membangun dan memelihara budaya sadar risiko Badan; c. Dukungan seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan atas fungsi dan peran Divisi Manajemen Risiko dalam upayanya memastikan diterapkannya manajemen risiko secara efektif dan berkesinambungan; d. Penyebarluasan pesan tentang budaya sadar risiko oleh seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan kepada pihak-pihak terkait dalam tiap kesempatan dengan fokus memelihara dan memperkuat budaya sadar risiko di tengah-tengah lingkungan Badan; e. Penerapan prinsip kehati-hatian serta pelaksanaan praktik pengelolaan risiko secara konsisten dan konsekuen sesuai dengan kebijakan serta sistem & prosedur manajemen risiko oleh seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan dalam tiap aktivitasnya. 2. Filosofi Manajemen Risiko Direksi BPJS Ketenagakerjaan menetapkan Filosofi Manajemen Risiko yang melatarbelakangi penerapan manajemen risiko di lingkungan Badan, sebagai berikut: 7

BAB III Komponen Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan Menjadi yang terdepan di bidang praktik pengelolaan risiko Penyelenggara Jaminan Sosial sehingga mampu berkontribusi dan memberikan keunggulan Kompetitif dalam mewujudkan Tata Kelola Badan yang baik (Good Governance) Sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan berkelas dunia yang terpercaya, bersahabat dan unggul dalam operasional dan pelayanan. Guna mewujudkan praktik manajemen risiko berlandaskan filosofi manajemen risiko di atas, direksi berkomitmen untuk senantiasa memenuhi ketentuan hukum dan peraturan perundangan, mengelola benturan kepentingan yang ada, mengalokasikan sumber daya yang memadai bagi pelaksanaan proses manajemen risiko, serta melakukan pengembangan terhadap kapabilitas internal dalam menjaga dan meningkatkan efektivitas praktik manajemen risiko secara berkelanjutan. 3. Selera & Toleransi Risiko Direksi BPJS Ketenagakerjaan menetapkan Selera dan Toleransi Risiko guna memberikan kejelasan informasi kepada para pemangku kepentingan Badan, khususnya internal, mengenai kesediaan dan batasan tertentu yang dinginkan Badan dalam menanggung risiko demi pencapaian sasaran atau tujuan yang ingin diraih. Selera dan toleransi risiko BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan oleh Direksi melalui Surat Keputusan Direksi secara berkala atau sesuai kebutuhan. 4. Bahasa Manajemen Risiko Direksi BPJS Ketenagakerjaan menetapkan parameter-parameter eksposur risiko, peluang dan dampak risiko, format peta risiko, serta standar penanganan risiko (berikut standar pelaporan, kertas kerja, maupun analisis) bagi para pemilik risiko sebagai alat bantu pengukuran, pelaporan, dan pemantauan risiko serta pengkajiannya. 5. Organisasi Manajemen Risiko Direksi BPJS Ketenagakerjaan menetapkan akuntabilitas kepemilikan risiko dan proses pengelolaannya yang ditetapkan secara berjenjang dan melekat pada struktur organisasi Badan: a. Tingkat Badan Penerapan manajemen risiko dilakukan terhadap risiko-risiko yang dapat menggagalkan sasaran atau tujuan strategis Badan. Pelaksanaan manajemen risiko pada tingkat Badan meliputi aktivitas pengelolaan risiko secara terpadu yang dilaksanakan antar Direktorat. Pemilik-utama risiko tingkat Badan adalah Direksi. b. Tingkat Direktorat. Penerapan manajemen risiko dilakukan terhadap risiko-risiko yang dapat menggagalkan pencapaian sasaran atau tujuan operasional yang ingin diraih oleh masing-masing Direktorat. 8

BAB III Komponen Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan Pelaksanaan manajemen risiko pada tingkat Direktorat meliputi aktivitas pengelolaan risiko secara terpadu antar unit kerja (termasuk di dalamnya koordinasi dengan unit kerja dari Direktorat lain). Pemilik-utama risiko tingkat direktorat adalah para Direktur terkait. c. Tingkat Divisi/Satuan. Penerapan manajemen risiko dilakukan terhadap risiko-risiko yang dapat menggagalkan pencapaian sasaran atau tujuan operasional yang ingin diraih Divisi/Satuan. Pelaksanaan manajemen risiko pada tingkat Divisi meliputi aktivitas pengelolaan risiko secara terpadu antar Urusan dalam Divisi/Satuan (termasuk di dalamnya koordinasi dengan unit kerja dari Direktorat lain). Pemilik-utama risiko tingkat ini adalah para Kepala Divisi/Satuan terkait. d. Tingkat Kantor Wilayah/Cabang. Penerapan manajemen risiko dilakukan terhadap risiko-risiko yang dapat menggagalkan pencapaian sasaran atau tujuan operasional yang ingin diraih Kantor Wilayah/Cabang. Pelaksanaan manajemen risiko pada tingkat kantor Wilayah/Cabang meliputi aktivitas pengelolaan risiko secara terpadu antar Kantor Cabang dan Kantor Wilayah maupun antar Kantor Cabang dalam suatu Kantor Wilayah yang sama serta dengan Divisi terkait. Pemilik-utama risiko tingkat ini adalah para Kepala Kantor Wilayah dan Kantor Cabang. Direksi dapat membentuk Komite Investasi dan Risiko dengan tugas utama membantu Direksi, khususnya Direktur Utama, dalam memastikan risiko-risiko dengan eksposur signifikan di tingkatan strategis dapat terkelola secara efektif, proaktif dan berkesinambungan. Komite Investasi dan Risiko beranggotakan semua Direksi (kecuali Direktur Utama), Kepala Divisi Manajemen Risiko, dan pihak eksternal (jika diperlukan). Mekanisme pengaturan lebih lanjut mengenai komite akan dituangkan dalam piagam Komite Investasi dan Risiko (Investment and Risk Committee Charter). Sedangkan di tingkat pengawasan, Dewan Pengawas dapat membentuk Komite Pemantau Risiko dengan tugas utama membantu Dewan Pengawas untuk memastikan efektivitas penerapan manajemen risiko. Mekanisme pengaturan lebih lanjut mengenai komite akan dituangkan dalam piagam Komite Pemantau Risiko (Risk Oversight Committee Charter). 6. Direksi BPJS Ketenagakerjaan menetapkan sebagai pedoman penerapan manajemen risiko dan menjadi dasar penetapan prosedur kerja terkait. Bila dalam pelaksanaannya dibutuhkan suatu pendekatan dan metodologi yang belum tercakup di dalam kebijakan ini, maka Divisi Manajemen Risiko dapat menyusun prosedur atau petunjuk pelaksanaannya. 9

BAB III Komponen Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan B. Infrastruktur Manajemen Risiko 1. Metodologi Manajemen Risiko Badan BPJS Ketenagakerjaan mengadopsi COSO ERM Integrated Framework sebagai rujukan penerapan manajemen risiko guna mewujudkan praktik pengelolaan risiko secara efektif, proaktif, dan berkesinambungan serta mendukung upaya pengintegrasian dengan audit internal berbasis risiko. Penerapan metodologi di atas diwujudkan dalam dan didukung oleh perangkat pengelolaan risiko Badan, baik berupa kebijakan dan sistem & prosedur manajemen risiko Badan, struktur Badan dan sistem manajemen yang memadai, pengendalian internal yang melekat dalam aktivitas Badan, pengembangan penguasaan teknologi, peningkatan kompetensi dan profesionalisme personil, serta sistem pelaporan Badan yang akurat. 2. Sistem & Prosedur Manajemen Risiko Direksi BPJS Ketenagakerjaan menetapkan Sistem & Prosedur Manajemen Risiko yang ditujukan sebagai panduan praktis dalam melaksanakan proses manajemen risiko. Sistem dan prosedur manajemen risiko ini disusun dan senantiasa dikaji kecukupan dan kesesuaiannya dengan memerhatikan konteks kebutuhan dan karakteristik Badan, selaras dengan perkembangan atau perubahan yang ada. 3. Sistem Informasi/Pelaporan Manajemen Risiko Badan Direksi BPJS Ketenagakerjaan menetapkan sistem informasi/pelaporan manajemen risiko di dalam Sistem & Prosedur penerapan manajemen risiko. Sistem ini diimplementasikan dengan memanfaatkan saluran komunikasi yang ada di lingkungan Badan guna mendukung proses pengambilan keputusan. Sistem informasi/pelaporan manajemen risiko ini disusun dan senantiasa dikaji kecukupan dan kesesuaiannya dengan memerhatikan konteks kebutuhan dan karakteristik Badan agar selaras dengan perkembangan atau perubahan yang ada. 4. Alat Bantu Manajemen Risiko Direksi BPJS Ketenagakerjaan memastikan ketersediaan alat bantu pelaksanaan proses manajemen risiko (berupa standar pelaporan, kertas kerja, model-model analisis, dan aplikasi Teknologi Informasi) guna menunjang kelancaran dan efektivitas praktik manajemen risiko melalui koordinasi dengan Divisi Manajemen Risiko dan atau dengan unit kerja terkait lainnya. Direksi berkomitmen dalam pemenuhan kebutuhan akan alat bantu manajemen risiko dan diwujudkan berdasarkan skala prioritas kebutuhan Badan. C. Proses Manajemen Risiko Masing-masing pemilik-utama risiko perlu memastikan seluruh rangkaian proses manajemen risiko terlaksana dengan baik pada area tanggung jawabnya dengan didukung oleh Divisi Manajemen Risiko. 10

BAB III Komponen Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan 1. Identifikasi Peristiwa; Pemilik-utama risiko (Direksi, Kepala Divisi/Satuan, Kepala Kantor Wilayah/Cabang), dengan difasilitasi oleh Divisi Manajemen Risiko, melaksanakan identifikasi peristiwa risiko yang dapat memengaruhi sasaran atau tujuan Badan. 2. Penilaian Risiko (Risk Assessment); Pemilik-utama risiko (Direksi, Kepala Divisi/Satuan, Kepala Kantor Wilayah/Cabang), dengan difasilitasi oleh Divisi Manajemen Risiko, melaksanakan penyusunan profil risiko Badan berdasarkan pengukuran eksposur risiko. 3. Aktivitas Penanganan Risiko dan Pengendalian Internal; Pemilik-utama risiko (Direksi, Kepala Divisi/Satuan, Kepala Kantor Wilayah/Cabang), dengan difasilitasi oleh Divisi Manajemen Risiko, melaksanakan aktivitas penanganan risiko berdasarkan skala prioritas yang terbentuk dari profil risiko Badan dan didukung oleh suatu analisis biaya-manfaat yang memadai/sesuai kebutuhan. Pemilik-utama risiko (Direksi, Kepala Divisi/Satuan, Kepala Kantor Wilayah/Cabang), dengan difasilitasi oleh unit kerja terkait, melaksanakan aktivitas pengendalian internal yang memadai. 4. Pemantauan, Pengkajian dan Pelaporan Manajemen Risiko; Pemilik-utama risiko (Direksi, Kepala Divisi/Satuan, Kepala Kantor Wilayah/Cabang), dengan difasilitasi oleh Divisi Manajemen Risiko, menerapkan manajemen risiko Badan ditunjang dengan pengawasan, pemantauan, dan kajian/evaluasi secara berkala terhadap efektivitas proses manajemen risiko maupun keluaran yang dihasilkannya. Selain itu, Satuan Pengawasan Internal (SPI) akan melakukan evaluasi terpisah secara independen terhadap praktik manajemen risiko yang dilakukan di seluruh lingkungan Badan melalui pelaksanaan fungsi audit berbasis risiko. Dalam rangka pemantauan risiko, secara berkala, pemilik risiko melaporkan hasil penilaian dan penanganan risiko kepada unit kerja pemilik risiko di atasnya (secara vertikal). Untuk pelaporan risiko Badan, secara berkala, Divisi Manajemen Risiko menyusun laporan profil risiko Badan dan Dana Program JHT, JKK, JK, dan JP untuk disampaikan kepada Direksi. Divisi Manajemen Risiko memastikan tersedianya mekanisme/metode kerja (berikut perangkat pendukung terkait) serta mekanisme evaluasi yang diperlukan oleh para pemilik-utama risiko dalam melaksanakan seluruh komponen penerapan manajemen risiko BPJS Ketenagakerjaan, serta disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan Badan, kesesuaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berlaku, beserta tuntutan pemangku kepentingan eksternal BPJS Ketenagakerjaan yang relevan. 11

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan dilaksanakan melalui suatu mekanisme kerja yang terstruktur dan sistematis di mana efektivitas pelaksanaannya bergantung pada keterlibatan dan peran serta berbagai pemangku kepentingan internal dan eksternal, baik secara langsung maupun tidak langsung. A. Pemangku Kepentingan Eksternal a. Pemangku kepentingan eksternal Badan, sesuai dengan karakteristik BPJS Ketenagakerjaan, adalah antara lain: 1. Publik (masyarakat umum) dan/atau wakilnya (DPR), 2. Regulator (termasuk Presiden, dan DJSN), 3. Peserta/anggota (perusahaan & tenaga kerja), 4. Pemasok, 5. Pihak eksternal lainnya. b. Masing-masing pemangku kepentingan eksternal di atas memiliki kepentingan dan ekspektasi, baik dalam fokus maupun porsi, yang berbeda-beda dan dapat memengaruhi profil risiko Badan maupun efektivitas penerapan manajemen risiko yang dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan. c. Terkait dengan hal ini, Direksi berkomitmen untuk berupaya memenuhi kepentingan dan ekspektasi para pemangku kepentingan eksternal Badan melalui aktivitas operasional yang dijalankan sesuai visi, misi, dan nilai-nilai BPJS Ketenagakerjaan dengan memegang teguh prinsip-prinsip Tata Kelola Badan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundangan yang berlaku, serta melalui penerapan manajemen risiko yang efektif, proaktif, dan berkesinambungan demi keberlangsungan BPJS Ketenagakerjaan. B. Pemangku Kepentingan Internal d. Pemangku kepentingan internal memiliki peran, tugas dan tanggung jawab terkait manajemen risiko yang digambarkan dalam struktur organisasi manajemen risiko. Struktur organisasi manajemen risiko terdiri dari Dewan Pengawas (dan komitenya), Dewan Direksi (dan komitenya), Unit Pendukung Manajemen Risiko, dan Unit Pemilik Risiko. e. Seluruh pihak internal perlu menjalankan/menggunakan kewenangan dengan sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab untuk memastikan terlaksananya proses manajemen risiko secara efektif, proaktif, dan berkesinambungan pada area tanggung jawabnya masing-masing. Struktur organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan yang memuat hubungan koordinasi dan komando pemangku jabatan internal Badan, dijabarkan sebagai berikut : 12

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS KetenagakeK erjaan Berdasarkan struktur organisasi tersebut di atas, berikut adalah kewenangan utama dari tiap- tiap pemangku kepentingann internal dalam penerapan Manajemen Risiko di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan. 1. Dewan Pengawas f. Dewan Pengawas BPJS Ketenagaker rjaan bertugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan n pengurusan BPJS Ketenagakerjaan oleh Direksi dan memberikan arahan dan atau nasihat kepada Direksii yang di dalamnya dapat mencakup aspek pengelolaan risiko. 2. Direksi g. Berperan sebagai sebagai pemangku akuntabilitas utama dalam memastikan pelaksanaan n pengelolaan risiko di tingkat Badan berjalan secara efektif. Direksi memastikan terlaksananyaa prinsip-prinsip Tata Kelola Badan dalam setiap aspek kegiatan Badan, serta terlaksananyaa pengelolaan risiko secaraa efektif, proaktif, dan berkesinambungan, berikut pengembangann berkelanjutannya yang disesuaikan dengan kebutuhan Badan. h. Direksi memiliki kewenangan dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Menyetujui, memberi tanggapan dan menetapkan tujuan-tujuan Badann di tingkatan strategis, operasional, investasi, kepatuhan, dann pelaporan Badan 13

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan b. Menyetujui, memberi tanggapan dan menetapkan bentuk aktivitas kontrol internal yang dilaksanakan oleh tiap-tiap unit kerja dan menetapkan/ memberlakukannya dalam kebijakan Badan terhadap risiko yang dapat mengganggu pencapaian tujuan c. Menyetujui, memberi tanggapan dan menetapkan Kebijakan serta Sistem & Prosedur Manajemen Risiko yang diusulkan oleh Divisi Manajemen Risiko d. Meminta fasilitasi dan konsultasi, serta informasi terkait lainnya dari Divisi Manajemen Risiko beserta unit kerja terkait lainnya sehubungan dengan penerapan Kebijakan serta Sistem dan Prosedur Manajemen Risiko. e. Mengkaji dan menyetujui laporan profil risiko Badan, kajian risiko, maupun usulan rencana penanganannya yang diajukan oleh Divisi Manajemen Risiko terkait pengendalian dan pengelolaan risiko dengan eksposur, signifikan di tingkat strategis dan kebijakan. f. Membentuk Komite Investasi dan Risiko guna mendukung fungsi pengambilan keputusan dan kebijakan Direksi terkait praktik pengelolaan risiko dengan eksposur signifikan di tingkat strategis, aktivitas operasional, investasi, pelaporan dan kepatuhan. g. Meminta fasilitasi dan konsultasi, serta informasi terkait lainnya dari Divisi Manajemen Risiko, unit kerja lainnya dan Komite Investasi dan Risiko sehubungan dengan pengevaluasian laporan profil risiko Badan, kajian risiko, maupun usulan rencana penanganan risiko dengan eksposur signifikan di tingkat strategis dan kebijakan yang diajukan Divisi Manajemen Risiko. h. Memantau pergerakan eksposur risiko signifikan ditingkat strategis dan kebijakan dan meminta laporannya dari unit kerja terkait. i. Menetapkan dan memberikan penghargaan atau sanksi bagi unit kerja di lingkungan Badan terkait efektivitas pengelolaan risiko yang telah di laksanakan. 3. Komite Pemantau Risiko i. Berperan sebagai suatu komite yang dibentuk oleh Dewan Pengawas guna mendukung fungsi pemantauan pelaksanaan manajemen risiko di BPJS Ketenagakerjaan. j. Komite Pemantau Risiko memiliki peran dan kewenangan yang mengacu kepada peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas. 4. Komite Audit k. Sebuah komite di bawah Dewan Pengawas dan anggotanya ditunjuk oleh Dewan Pegawas dalam rangka pemantauan kecukupan dan pelaksanaan pengendalian internal di BPJS Ketenagakerjaan. l. Komite Audit memiliki peran dan kewenangan yang mengacu kepada peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas. 5. Komite Investasi dan Risiko 14

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan m. Apabila dibutuhkan, Direktur Utama dapat membentuk Komite Investasi dan Risiko yang memberikan fasilitasi dan konsultasi bagi Direksi, khususnya Direktur Utama, dalam pengambilan keputusan terhadap aktivitas investasi dan aktivitas lain yang memiliki eksposur risiko tingkat Badan yang signifikan serta memberikan saran-saran terkait dengan kebijakan investasi dan rencana-rencana investasi Badan. n. Dalam hal kondisi ekonomi makro dalam kondisi yang tidak kondusif, Komite ini berperan memberikan peringatan terkait aktivitas investasi untuk meminimalkan terjadinya kerugian keuangan BPJS Ketenagakerjaan. o. Komite Investasi dan Risiko sedikitnya beranggotakan 3 (tiga) orang Direktur dan Kepala Divisi Manajemen Risiko. p. Wewenang dan tanggung jawab Komite Investasi dan Risiko ditetapkan dengan keputusan direksi. 6. Divisi Manajemen Risiko q. Divisi Manajemen Risiko mengelola dan mengkoordinasikan keseluruhan pelaksanaan manajemen risiko BPJS Ketenagakerjaan r. Divisi Manajemen Risiko dipimpin oleh seorang Kepala Divisi yang membawahi Unit Kerja Manajemen Risiko. s. Wewenang dan tanggung jawab Divisi Manajemen Risiko : a. Memantau pelaksanaan manajemen risiko di tingkat Badan b. Mengembangkan budaya sadar risiko (risk awareness) di lingkungan Badan c. Memberikan konsultasi terkait aspek risiko dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Badan (RKAT) d. Menyusun dan menyampaikan Laporan Profil Risiko Badan dan Laporan Profil Risiko Dana Program kepada Direksi e. Mengembangkan dan mengusulkan kebijakan Manajemen Risiko Badan kepada Direksi f. Mengevaluasi kesesuaian Badan, selera dan toleransi risiko secara berkala dan mengusulkan penyesuaian yang diperlukan kepada Direksi g. Memberikan masukan, saran, pandangan, tanggapan, fasilitasi, konsultasi kepada para pemilikutama risiko (di tiap tingkatan Badan, Direksi, Kepala Divisi, Kepala Kantor Wilayah/Cabang) dalam menjalankan rangkaian aktivitas proses Manajemen Risiko, khususnya terkait pengelolaan risiko dengan eksposur signifikan di tingkat strategis dan kebijakan. 15

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan h. Dalam hal pengelolaan Risiko Badan: 1) Melakukan kajian atas kecukupan identifikasi, risk assesment, rencana dan pelaksanaan penanganan risiko dengan eksposur signifikan di tingkat strategis berikut pelaporannya yang dilakukan oleh para pemilik-utama risiko. 2) Memberikan usulan rencana pengendalian atau penanganan risiko. 3) Melaporkan kajian risiko kepada Direktur Perencanaan, Pengembangan dan Teknologi Informasi untuk selanjutnya dibuat kajian yang akan dilaporkan kepada Direktur Utama 4) Menyusun dan mengajukan laporan profil risiko Badan berdasarkan rangkaian proses Manajemen Risiko yang dilaksanakan oleh para pemilik-utama risiko dan dapat dilengkapi dengan analisis tambahan dari Divisi Manajemen Risiko, hasilnya dilaporkan kepada Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Informasi. 5) Memberikan masukan, saran, pandangan, tanggapan, rekomendasi, fasilitasi, konsultasi kepada Direksi dalam hal penyusunan dan pelaporan manajemen risiko kepada Dewan Pengawas maupun pihak eksternal terkait yang relevan. 6) Memberi masukan kepada Direksi, terkait fungsi yang dijalankan serta kompetensi yang dibutuhkan oleh Penata Manajemen Risiko dalam menjalankan tugas Manajemen Risiko di Kantor Wilayah. 7) Mengkordinasikan dengan pihak internal dalam hal pelaksanaan evaluasi efektivitas penerapan manajemen risiko. 8) Mengkordinasikan dengan pihak internal dalam hal pembangunan dan pengembangan basis kompetensi di bidang Manajemen Risiko para pemangku kepentingan internal Badan. 9) Mengkordinasikan dengan pihak internal dalam hal pemenuhan kebutuhan (termasuk di dalamnya infrastruktur perangkat pendukung, dan alat bantu) penerapan manajemen risiko. 10) Mengkordinasikan dengan pihak dalam hal pembentukan, pemeliharaan, dan pengkinian basis data manajemen risiko. 11) Berkordinasi dengan Satuan Pengawasan Intern dalam hal pengkinian laporan profil risiko Badan berdasarkan hasil audit yang berbasis risiko. i. Dalam hal pengelolaan Risiko Keuangan dan Investasi BPJS Ketenagakerjaan (Dana BPJS) dan Dana Program JHT, JKK, JK, JP: 1) Secara berkala melakukan kajian risiko keuangan dan investasi serta Dana Program dan Dana BPJS Ketenagakerjaan, menyusun laporan profil risikonya, dan memberi usulan atas rencana pengendalian atau penanganan risiko. 2) Menyusun dan melaporkan kajian risiko keuangan dan investasi pada produk investasi baru kepada Direksi. 16

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan 7. Divisi Kepatuhan dan Hukum Dalam penerapan Manajemen Risiko, sebagai unit kerja yang dibentuk Direksi untuk menjalankan fungsi pengawasan kepatuhan dan hukum. Divisi Kepatuhan & Hukum memiliki kewenangan dan tanggung jawab: a. Menyusun dan mengajukan usulan Kebijakan dan Sistem & Prosedur Kepatuhan & Hukum BPJS Ketenagakerjaan termasuk pengkiniannya kepada Direktur Utama untuk proses persetujuan dan penetapan. b. Menyediakan interpretasi hukum atas ketentuan hukum dan peraturan perundangan baru yang berlaku dan melakukan sosialisasi kepada para pemilik risiko kunci. c. Memberikan masukan, saran, pandangan, tanggapan, rekomendasi, fasilitasi, konsultasi kepada para pemilik risiko kunci, Komite Investasi dan Risiko, serta Divisi Manajemen Risiko dalam hal pengelolaan risiko kepatuhan & hukum d. Melakukan pengawasan dan evaluasi atas tingkat kepatuhan aktivitas seluruh unit kerja di lingkungan Badan dan melaporkannya kepada Direktur Utama dengan tembusan kepada. Direktur terkait. 8. Satuan Pengawasan Internal t. Berperan sebagai suatu unit kerja yang dibentuk Direksi guna membantu Direksi dalam memeriksa secara independen keberlangsungan efektivitas pengendalian internal dalam aktivitas operasional Badan, khususnya dalam praktik pengelolaan risiko. u. Satuan Pengawasan Internal memiliki kewenangan dan tanggung jawab: a. Meminta laporan profil risiko Badan dan laporan efektivitas penanganan risiko yang telah diterima dan disetujui Direksi dari Divisi Manajemen Risiko sebagai dasar perencanaan audit internal berbasis risiko. b. Melaksanakan assessment mandiri (self-assessment) atas profil risiko yang dimiliki Badan sebagai upaya verifikasi atas laporan profil risiko yang dikeluarkan oleh Divisi Manajemen Risiko dalam rangka audit internal berbasis risiko. c. Meminta fasilitasi dan konsultasi serta informasi terkait lainnya dari Divisi Manajemen Risiko (beserta unit kerja terkait lainnya) sehubungan dengan pelaksanaan penilaian (assessment) mandiri yang dilakukan dalam rangka audit internal berbasis risiko. d. Menentukan dan mengajukan pendekatan dan metode audit internal berbasis risiko kepada Direktur Utama. e. Menyusun dan mengajukan rencana audit berbasis risiko kepada Direktur Utama. f. Melaksanakan fungsi audit internal berbasis risiko di seluruh lingkungan Badan, berikut dengan identifikasi upaya pengembangan yang dibutuhkan, serta melaporkan temuan kepada Direktur Utama, tembusan kepada pihak internal terkait. 17

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan g. Satuan Pengawasan Internal melaksanakan pemeriksaan dan verifikasi secara objektif atas kesesuaian aktivitas operasi dan proses manajemen risiko dengan desainnya, serta tersedianya identifikasi atas peluang pengembangan yang dibutuhkan. 9. Manajemen Risiko Wilayah v. Penerapan manajemen risiko di wilayah dan kantor cabang difasilitasi oleh Kepala Manajemen Mutu & Risiko, dan Penata Manajemen Risiko, yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sebagai berikut : a. memantau pengelolaan risiko di Kanwil/Kacab/KCP untuk meminimalisir terjadinya masalah yang dapat merugikan Badan dengan cara : 1) Mengkomunikasikan ketentuan dan prosedur manajemen risiko 2) Mengarahkan proses indentifikasi dan pengukuran risiko 3) Mereview dan memantau pelaksanaaan mitigasi risiko 4) Melakukan fungsi fasilitasi dan konsultasi terkait pengelolaan risiko kepada Kantor Cabang b. Menyusun Laporan Profil Risiko di wilayahnya 10. Pemilik Risiko (Risk Owner) w. Berperan sebagai unit-unit kerja yang dibentuk Direksi guna membantu Direksi dalam memastikan terlaksananya strategi dan program kerja serta aktivitas pengawasan melekat guna pencapaian sasaran atau tujuan Badan sebagai wujud pengendalian terhadap risiko operasional. Pemilik risiko melaksanakan aktivitas operasional Badan secara efektif dan efisien sesuai kebijakan, sistem & prosedur, serta instruksi kerja yang diberlakukan, memastikan kepatuhan aktivitas operasional dengan ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berlaku, dan memastikan terlaksananya proses manajemen risiko secara efektif dengan penuh rasa tanggung jawab guna mengendalikan atau menangani eksposur risiko yang dihadapinya. x. Pimpinan dari Pemilik Risiko disebut sebagai Pemilik-utama Risiko (Key Risk Owner). y. Pemilik risiko memiliki peran: z. Melakukan penilaian mandiri (self-assessment) terhadap risiko yang (menjadi tanggung jawabnya), yang terdiri dari identifikasi, dan assessment eksposur risiko, serta menyusun dan memilih rencana penanganan risiko yang dinilai paling efektif (berdasarkan analisis biayamanfaat), serta melaporkannya kepada unit kerja di atasnya. aa. Meminta fasilitasi dan konsultasi serta informasi terkait manajemen risiko dari Penata Manajemen Risiko (di tingkat Kantor Wilayah), atau Divisi Manajemen Risiko, maupun unit kerja terkait lainnya sehubungan dengan pelaksanaan penilaian mandiri terhadap risiko yang dimilikinya (menjadi tanggung jawabnya), beserta penyusunan dan pemilihan rencana penanganannya. 18

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan bb. Melaksanakan rencana penanganan risiko yang telah disetujui oleh atasan terkait dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan rencana yang telah disusun, di evaluasi terhadap efektivitas penanganan yang dilakukan, pemantauan atas pergerakan eksposur risiko, dan melaporkannya kepada unit kerja di atasnya. cc. Meminta fasilitasi dan konsultasi serta informasi terkait manajemen risiko dari Penata Manajemen Risiko (di tingkat Kantor Wilayah), atau Divisi Manajemen Risiko maupun unit kerja terkait lainnya, sehubungan dengan pelaksanaan manajemen risiko. dd. Berdasar Surat Keputusan Direksi Nomor KEP/151/052014, Pemilik Risiko di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: a. Divisi Sekretaris Badan 1) Urusan Tata Kelola 2) Urusan Sekretariat Dewan Pengawas 3) Urusan Sekretariat Badan 4) Urusan Sekretariat Pimpinan Badan b. Divisi Komunikasi 1) Urusan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) 2) Urusan Komunikasi Internal 3) Urusan Komunikasi Eksternal c. Satuan Pengawas Internal 1) Urusan Perencanaan Audit 2) Urusan Operasional Audit 3) Urusan Tata Kelola dan Audit Khusus d. Divisi Kepatuhan dan Hukum 1) Urusan Hukum Badan 2) Urusan Bantuan Hukum 3) Urusan Kepatuhan Internal 4) Urusan Pengawasan dan Pemeriksaan e. Divisi Perluasan Kepesertaan 19

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan 1) Urusan Perluasan Peserta Penerima Upah 2) Urusan Perluasan Peserta Bukan Penerima Upah 3) Urusan Analisa dan Strategi Pengembangan Kepsertaan f. Divisi Pengelolaan Kepesertaan 1) Urusan Akun Kepesertaan 2) Urusan Administrasi Kepesertaan g. Divisi Hubungan Antar Lembaga dan Kemitraan 1) Urusan Hubungan Antar Lembaga 2) Urusan Kemitraan h. Divisi Analisa Portofolio 1) Urusan Analisa Pasar Uang 2) Urusan Analisa Pasar Utang dan Reksadana 3) Urusan Analisa Pasar Saham 4) Urusan Analisa Investasi Langsung i. Divisi Pasar Uang dan Pasar Modal 1) Urusan Pasar Uang 2) Urusan Pasar Utang dan Reksadana 3) Urusan Pasar Saham j. Divisi Investasi Langsung 1) Urusan Investasi Properti 2) Urusan Penyertaan 3) Urusan Pengelolaan Aset dalam Pengawasan Khusus k. Divisi Pengembangan Jaminan 1) Urusan Pengembangan dan Pengendalian Program JHT-JP 2) Urusan Pengembangan dan Pengendalian Program JKK-JK 3) Urusan Pengembangan dan Pengendalian Program JHT-JP 20

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan l. Divisi Pelayanan dan Pengaduan 1) Urusan Pengembangan dan Tata Kelola Pelayanan 2) Urusan Manajemen Operasional Pelayanan dan Pengaduan m. Divisi Keuangan 1) Urusan Perpajakan 2) Urusan Manajemen Kas dan Perbankan 3) Urusan Settlement/Custody 4) Urusan Anggaran dan Analisa Keuangan n. Divisi Akuntansi 1) Urusan Pengembangan dan Analisa Akuntansi 2) Urusan Akuntansi progam JKK-JK 3) Urusan Akuntansi progam JHT-JP 4) Urusan Akuntansi BPJS o. Divisi Sumber Daya Manusia 1) Urusan Perencanaan dan Karir 2) Urusan Kinerja dan Budaya Organisasi 3) Urusan Remunerasi dan Administrasi 4) Urusan Hubungan Industrial p. Divisi Pengelolaan dan Pengembangan Kompetensi 1) Urusan Pengembangan dan Kompetensi SDM 2) Urusan Pengembangan SDM q. Divisi Pengadaan 1) Urusan Perencanaan dan Pengendalian Pengadaan 2) Urusan Pelaksanaan Pengadaan 3) Urusan Pengelolaan Kontrak Vendor 21

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan r. Divisi Pengelolaan Aset dan Pelayanan Umum 1) Urusan Perencanaan dan Pengendalian Aset 2) Urusan Layanan Umum s. Divisi Perencanaan Strategis 1) Urusan Perencanaan Badan 2) Urusan Pengelolaan Sistem Manajemen 3) Urusan Knowledge Management dan Kemitraan Strategis Jaminan Sosial t. Divisi Pengembangan Teknologi Informasi 1) Urusan Perencanaan dan Solusi Bisnis 2) Urusan Sistem Aplikasi u. Divisi Operasional Teknologi Informasi 1) Urusan Technical Support 2) Urusan DC/DRC Operation 3) Urusan User Services v. Divisi Manajemen Risiko 1) Urusan 2) Urusan Analisa Keuangan dan Investasi 3) Urusan Analisa Risiko Operasional dan Penunjang non Keuangan w. Kantor Wilayah, Kantor Cabang, dan Kantor Cabang Pembantu ee. Berdasarkan risiko-risiko yang menjadi tanggung jawabnya, berikut daftar Pemilik Risiko dan risiko yang dikelolanya. 22

BAB IV Struktur Organisasi Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan No Pemilik Risiko Jenis Risiko yang Dikelola 1. Semua Unit Kerja di Kantor Pusat Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan 2. Semua unit kerja di Kantor Wilayah, Kantor Cabang, dan Kantor Cabang Pembantu 3. Divisi Kepatuhan dan Hukum 4. Divisi Analisa Portfolio 5. Divisi Operasional TI 6. Divisi Keuangan 7. Divisi Pasar Uang dan Pasar Modal 8. Divisi Pengembangan TI 9. Divisi Perencanaan Strategis 10. Divisi Investasi Langsung 11. Divisi Perluasan Kepesertaan 12. Divisi Pengelolaan Kepesertaan Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Hukum Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Pasar, Kredit, Likuiditas, Solvabilitas Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Teknologi Informasi Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Likuiditas, Solvabilitas, Strategis Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Pasar, Kredit Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Teknologi Informasi Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Strategis Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Pasar, Likuiditas, Kredit, Solvabilitas Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Strategis Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Strategis 13. Divisi Hubungan Antar Lembaga dan Kemitraan Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Strategis 14. Divisi Pengembangan Jaminan 15. Divisi Pelayanan dan Pengaduan Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Strategis Operasional, Kepatuhan, Reputasi, Pelaporan, Strategis 23

BAB V Klasifikasi Risiko BPJS Ketenagakerjaan

BAB V Klasifikasi Risiko BPJS Ketenagakerjaan BAB V Klasifikasi Risiko BPJS Ketenagakerjaan Selaras dengan rujukan standar praktik terbaik penerapan manajemen risiko yang diadopsi BPJS Ketenagakerjaan, yaitu COSO ERM Integrated Framework, berikut adalah klasifikasi risiko yang ditetapkan di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan: A. Risiko Terkait Sasaran Strategis. Yang masuk dalam kategori ini adalah risiko-risiko yang mengancam kelangsungan usaha Badan secara jangka panjang. Ada 2 (dua) jenis risiko yang masuk dalam kategori ini, yaitu risiko strategis dan risiko reputasi. 1. Risiko Strategis Risiko strategis adalah risiko yang melekat pada upaya Badan dalam mencapai sasaran atau tujuan strategisnya. Risiko-risiko tersebut meliputi risiko yang terkait dengan sasaran strategis yang tercantum dalam Perencanaan Strategis/RKAT Badan, hubungan kelembagaan & regulasi, dan ekonomi makro, sebagai berikut : a. RKAT dan Renstra Risiko strategis dapat timbul atau melekat pada penetapan strategi, kebijakan, maupun perencanaan jangka panjang Badan yang disusun dalam perencanaan strategis Badan (Renstra) dan Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT). Risiko strategis dapat berupa potensi peristiwa yang dapat terjadi hingga 5 tahun ke depan atau lebih yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan perusahan untuk menerapkan strategi, kebijakan, dan atau perencanaan jangka panjangnya secara optimal, maupun yang dapat mengancam keberlangsungan usaha Badan; b. Hubungan Kelembagaan dan Regulasi Risiko strategis dapat timbul akibat adanya hubungan yang tidak kondusif dengan lembaga-lembaga pemerintahan dan regulator, atau karena terbitnya regulasi baru yang tidak terduga, maupun adanya perubahan regulasi yang tidak diharapkan. c. Ekonomi Makro Risiko strategis dapat timbul akibat perubahan aktivitas ekonomi yang tidak diharapkan di tingkat global, regional ataupun lokal (Indonesia) yang dapat berpengaruh negatif pada kinerja BPJS Ketenagakerjaan maupun program JHT, JK, JKK, dan JP. Perubahan aktivitas ekonomi ini bisa berupa pertumbuhan ekonomi yang menurun, resesi, krisis likuiditas di pasar, maupun krisis ekonomi. 24

BAB V Klasifikasi Risiko BPJS Ketenagakerjaan 2. Risiko Reputasi Risiko reputasi adalah risiko akibat tercederainya reputasi Badan atau menurunnya pandangan/penilaian positif publik terhadap citra (image) Badan atau adanya pandangan/penilaian negatif publik terhadap citra (image) Badan. Risiko reputasi akan berdampak pada kelangsungan usaha dalam jangka pendek, jangka menengah, dan/atau jangka panjang. B. Risiko Terkait Sasaran Operasional Yang masuk dalam kategori ini adalah risiko-risiko yang melekat pada rangkaian aktivitas proses bisnis/operasi/upaya pencapaian kinerja terkait aktivitas unit kerja dalam kurun 1 tahun ke depan yang mengakibatkan ketidakmampuan Badan untuk melaksanakan program kerjanya secara optimal. Ada 3 (tiga) jenis risiko yang masuk dalam kategori ini, yaitu Risiko Operasional, Risiko Hukum, dan Risiko Teknologi Informasi. 1. Risiko Operasional Risiko operasional adalah risiko yang terjadi akibat ketidakmampuan/ kegagalan Badan untuk melakukan sebuah atau serangkaian aktivitas dalam proses bisnis secara optimal karena faktor internal dan/atau eksternal perusahaan. Risiko operasional dapat bersumber dari proses internal, sumber daya manusia, infrastruktur, K3 (kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja), counterparty, dan/atau proses underwriting. a. Proses Internal Risiko operasional dapat timbul akibat kegagalan proses atau prosedur yang ada di Badan, misalnya SOP (Standard Operating Procedure) pada sebuah aktivitas tertentu tidak tersedia/tidak sempurna, adanya kelemahan dalam segregasi wewenang, dan/atau adanya potensi benturan kepentingan (conflict of interest). b. Sumber Daya Manusia Risiko operasional dapat timbul akibat terjadinya tuntutan/pemogokan atas kompensasi pekerja, pelanggaran terhadap ketentuan jaminan kesehatan dan keamanan, dan/atau perlakuan diskriminasi. Risiko operasional yang disebabkan oleh faktor manusia juga bisa disebabkan oleh pelatihan dan manajemen yang tidak memadai, kesalahan manusia, ketergantungan terhadap orang-orang penting tertentu, integritas dan kejujuran yang rendah (Fraud) c. Infrastruktur Risiko operasional dapat timbul akibat gagalnya pemeliharaan dan perawatan terhadap infrastruktur BPJS Ketenagakerjaan, seperti genset, alat pendingin, lift, 25

BAB V Klasifikasi Risiko BPJS Ketenagakerjaan lampu penerangan, peralatan listrik, dan infrastuktur gedung/kantor yang lain. Tidak terawatnya infrastruktur bisa menyebabkan gangguan pada aktivitas operasional. d. Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3) Risiko operasional dapat timbul akibat potensi terjadinya kecelakaan kerja dan timbulnya penyakit dalam lingkungan kerja. Termasuk juga dalam sumber risiko ini adalah potensi ancaman yang dihadapi dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik keamanan fisik maupun mental. e. Counterparty Risiko operasional dapat timbul akibat pihak lain (counterparty) tidak melaksanakan kewajiban sesuai janji lisan atau tertulis (kontrak perjanjian). Potensi risiko ini termasuk tetapi tidak terbatas pada wan prestasi (gagal serah dan/atau gagal bayar) vendor, supplier, pialang (broker), manajer investasi dan/atau peserta/peserta perusahaan. 2. Risiko Hukum Risiko hukum adalah risiko yang terjadi akibat potensi peristiwa tuntutan/sanksi hukum yang ditanggung Badan karena ketidakpastian dan atau perbedaan interpretasi hukum antara Badan dengan pihak lain atas produk/jasa yang dihasilkan maupun aktivitas operasional ataupun tindakan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. 3. Risiko Teknologi Informasi Risiko teknologi informasi adalah risiko yang terjadi akibat gagalnya atau tidak optimalnya penggunaan, kepemilikan, operasi, keterlibatan, pengaruh, dan penerapan teknologi informasi di BPJS Ketenagakerjaan. Risiko teknologi informasi dapat bersumber dari pengembangan aplikasi, infrastruktur teknologi informasi, dan tata kelola teknologi infomasi. a. Pengembangan Aplikasi Risiko teknologi informasi dapat timbul sebagai akibat dari gagalnya pengembangan aplikasi suatu sistem informasi, atau tidak berlanjutnya dukungan perawatan (maintenance support) dari pihak pembuat aplikasi (bila dibuat pihak eksternal). b. Infrastruktur Teknologi Informasi Risiko teknologi informasi dapat timbul sebagai akibat dari kerusakan, ketidak tersediaan, atau kurang maksimumnya pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur teknologi informasi (misalnya: jaringan komputer, DC/Data Centre dan DRC/Data Recovery Centre, jaringan komunikasi data (WAN dan LAN), printer, perekam data, perangkat keras, perangkat lunak, perangkat lunak keamanan, anti virus, dan UPS/Uninteruptable Power Supply). 26

BAB V Klasifikasi Risiko BPJS Ketenagakerjaan c. Tata Kelola Teknologi Informasi Risiko teknologi informasi dapat timbul akibat kurang efektifnya pelaksanaan tata kelola teknologi informasi, sehingga kurang mendukung sasaran dan tujuan strategis Badan dan kurang menciptakan nilai (no or less value creation). Untuk meyakini efektivitas pelaksanaan tata kelola teknologi informasi, BPJS Ketenagakerjaan perlu mengikuti best practices dan standar internasional di bidang tata kelola teknologi informasi, misalnya; COBIT (Control Objectives for Information and related Technology), ISO/IEC 38500:2008, dan AS8015-2005. C. Risiko Terkait Sasaran Kepatuhan Yang masuk kategori ini adalah risiko-risiko yang melekat pada aspek kepatuhan Badan dan/atau seluruh karyawan untuk melaksanakan aktivitas operasi/tindakan Badan sesuai kebijakan sistem & prosedur serta instruksi kerja yang diberlakukan. Ada 1 (satu) jenis risiko yang masuk dalam kategori ini, yaitu risiko kepatuhan. 1. Risiko Kepatuhan Risiko kepatuhan adalah risiko yang terjadi akibat ketidakpatuhan/pelanggaran dan/atau ketidakmampuan Badan/personil Badan untuk memenuhi ketentuan peraturan, regulasi, hukum, dan perundangan yang berlaku, yang dapat berasal dari lingkungan eksternal maupun internal BPJS Ketenagakerjaan. a. Eksternal Risiko kepatuhan dapat timbul akibat tidak dipatuhinya (dilanggarnya) peraturan dari lingkungan eksternal, misalnya: Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Kementerian Keuangan, Peraturan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional), Peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Peraturan KPK (Komite Pemberantasan Korupsi), Peraturan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan atau peraturan terkait lisensi perangkat lunak (Software). b. Internal Risiko kepatuhan dapat timbul akibat tidak dipatuhinya (dilanggarnya) peraturan dari lingkungan eksternal, misalnya: Keputusan Dewan Pengawas, Keputusan Dewan Direksi, Kebijakan dan Pedoman, dan/atau SOP (Standard Operating Procedure). D. Risiko Terkait Sasaran Pelaporan Yang masuk kategori ini adalah risiko-risiko yang melekat pada aktivitas pelaporan Badan. Ada 1 (satu) jenis risiko yang masuk dalam kategori ini, yaitu risiko pelaporan. 27

BAB V Klasifikasi Risiko BPJS Ketenagakerjaan 1. Risiko Pelaporan Risiko pelaporan adalah risiko yang diakibatkan oleh kegagalan/ketidakmampuan Badan untuk memastikan keandalan pelaporan finansial dan non-finansial, yakni integritas/validitas serta akurasi material/konten yang tercantum di dalam pelaporan pada waktu yang ditetapkan (tidak tepat guna dan/atau tidak tepat waktu). Risiko ini terkait dengan Laporan Keuangan BPJS Ketenagakerjaan, Laporan Pengelolaan Program, Laporan Aktuaria, dan/atau Laporan Kepegawaian. E. Risiko Terkait Sasaran Investasi dan Keuangan Yang masuk kategori ini adalah risiko-risiko yang melekat pada aktivitas investasi dan keuangan Badan. Ada 3 (tiga) jenis risiko yang masuk dalam kategori ini, yaitu risiko pasar, risiko kredit, dan risiko likuiditas 1. Risiko Pasar Risiko pasar adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh potensi peristiwa terjadinya pergerakan nilai pasar suatu atau beberapa instrumen investasi (portofolio) akibat dari faktor fluktuasi (volatilitas) harga dan/atau mekanisme penawaran-permintaan pasar. Sumber risiko pasar yang mengancam investasi BPJS Ketenagakerjaan (Dana BPJS) adalah dari fluktuasi ekuitas (saham) dan suku bunga. a. Ekuitas Risiko pasar dapat timbul dari perubahan harga saham. Fluktuasi harga saham bisa berpotensi merugikan bagi seluruh instrumen/portofolio yang terkait dengan saham, misalnya instrumen/portofolio saham, reksadana saham, dan reksadana campuran. b. Suku bunga Risiko pasar dapat timbul dari perubahan tingkat suku bunga. Fluktuasi tingkat suku bunga bisa berpotensi merugikan bagi seluruh instrumen/portofolio yang terkait dengan suku bunga, misalnya instrumen/portofolio surat utang/obligasi/pendapatan tetap (fixed income), reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran, reksadana pasar uang, dan deposito. 2. Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh potensi peristiwa terjadinya gagal bayar (default) pihak bank (deposito) atau pihak emiten/ penerbit (surat utang/surat berharga) yang dimiliki perusahaan. Dapat berupa gagal bayar kupon (bunga) ataupun pokok hutang pada saat jatuh tempo. 28

BAB V Klasifikasi Risiko BPJS Ketenagakerjaan 3. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas adalah risiko yang diakibatkan oleh potensi peristiwa di mana Badan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek (misalnya pembayaran tagihan terkait aktivitas operasional). Risiko likuiditas dapat bersumber dari likuiditas pasar, likuiditas Badan, dan likuiditas instrumen. a. Likuiditas Pasar Risiko likuiditas dapat timbul dari potensi peristiwa di mana pasar berada dalam kondisi lesu atau krisis, sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan hampir setiap instrumen investasi dan/atau sulit untuk mencari pinjaman ke pihak lain. b. Likuiditas Badan Risiko likuiditas dapat timbul dari ketidakcukupan sumber pendanaan arus kas masuk dan/atau dari ketidakcukupan nilai instrumen (surat berharga) yang dapat dijual/diagunkan. c. Likuiditas Instrumen Risiko likuiditas dapat timbul dari kemungkinan penjualan suatu instrumen (misal: surat utang) dengan diskon besar karena sulitnya mencari pembeli atas instrumen tersebut. d. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya Risiko investasi dan keuangan lainnya adalah risiko investasi dan risiko keuangan lainnya yang relevan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam salah satu risiko di atas dan cukup penting untuk diungkapkan, digunakan dan diukur untuk menentukan tingkat risiko Badan. 29

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan A. Risiko yang dihadapi Dana Program Jaminan Hari Tua (JHT) Selaras dengan rujukan standar praktik terbaik penerapan manajemen risiko yang diadopsi BPJS Ketenagakerjaan, yaitu COSO ERM Integrated Framework, berikut adalah klasifikasi risiko untuk dana program Jaminan Hari Tua (JHT): 1. Risiko Pasar Risiko pasar terdiri atas potensi peristiwa terjadinya pergerakan nilai pasar suatu atau beberapa instrumen investasi (portofolio) akibat dari faktor volatilitas harga dan/atau mekanisme penawaran-permintaan pasar. Sumber risiko pasar yang mengancam investasi program Jaminan Hari Tua (JHT) adalah ekuitas dan suku bunga. Risiko ini terdiri dari: a. Ekuitas Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan harga saham. Risiko ini berlaku bagi seluruh instrumen yang menggunakan harga ekuitas sebagai dasar acuan valuasinya. b. Suku Bunga Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan tingkat bunga pada portofolio pendapatan tetap (deposito dan obligasi). 2. Risiko Kredit Risiko kredit terdiri atas potensi peristiwa terjadinya gagal bayar (default) pihak emiten atau penerbit surat hutang/berharga yang dimiliki Badan. Dapat berupa kupon ataupun pokok hutang pada saat jatuh tempo. 3. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas terdiri atas potensi peristiwa di mana instrumen investasi yang dimiliki program maupun pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. a. Likuiditas Pasar Potensi peristiwa di mana pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. 30

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan b. Likuiditas Instrumen Risiko akibat kemungkinan penjualan suatu aset program dengan diskon yang tinggi karena sulitnya mencari pembeli. Program menghadapi risiko likuiditas jenis ini terutama karena menanamkan uang di surat berharga. 4. Risiko Solvabilitas Risiko solvabilitas adalah risiko yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi/ mismatch dalam pengelolaan aset dan liabilitas Program Jaminan Hari Tua (JHT). Terjadinya insolvabilitas apabila aset Program JHT tidak mencukupi untuk membayar seluruh liabilitas Program JHT. 5. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya Risiko investasi dan keuangan lainnya adalah risiko investasi dan risiko keuangan lainnya yang relevan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam salah satu risiko di atas dan cukup penting untuk diungkapkan, digunakan dan diukur untuk menentukan tingkat risiko dana program. 31

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan B. Risiko yang dihadapi Dana Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Selaras dengan rujukan standar praktik terbaik penerapan manajemen risiko yang diadopsi BPJS Ketenagakerjaan, yaitu COSO ERM Integrated Framework, berikut adalah klasifikasi risiko yang ditetapkan untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK): 1. Risiko Pasar. Risiko pasar terdiri atas potensi peristiwa terjadinya pergerakan nilai pasar suatu atau beberapa instrumen investasi (portofolio) akibat dari faktor volatilitas harga dan/atau mekanisme penawaran-permintaan pasar. Sumber risiko pasar yang mengancam investasi program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah ekuitas dan suku bunga. Risiko ini terdiri dari: a. Ekuitas Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan harga saham. Risiko ini berlaku bagi seluruh instrumen yang menggunakan harga ekuitas sebagai dasar acuan valuasinya. b. Suku Bunga Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan tingkat bunga pada portofolio pendapatan tetap (deposito dan obligasi). 2. Risiko Kredit Risiko kredit terdiri atas potensi peristiwa terjadinya gagal bayar (default) pihak emiten atau penerbit surat hutang/berharga yang dimiliki Badan. Dapat berupa kupon ataupun pokok hutang pada saat jatuh tempo. 3. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas terdiri atas potensi peristiwa di mana instrumen investasi yang dimiliki program maupun pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. a. Likuiditas Pasar Potensi peristiwa di mana pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. b. Likuiditas Instrumen Risiko akibat kemungkinan penjualan suatu aset program dengan diskon yang tinggi karena sulitnya mencari pembeli. Program menghadapi risiko likuiditas jenis ini terutama karena menanamkan uang di surat berharga. 4. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya Risiko investasi dan keuangan lainnya adalah risiko investasi dan risiko keuangan lainnya yang relevan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam salah satu risiko di atas dan cukup 32

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan penting untuk diungkapkan, digunakan dan diukur untuk menentukan tingkat risiko dana program. C. Risiko yang dihadapi Dana Program Jaminan Kematian (JK) Selaras dengan rujukan standar praktik terbaik penerapan manajemen risiko yang diadopsi BPJS Ketenagakerjaan, yaitu COSO ERM Integrated Framework, berikut adalah klasifikasi risiko yang ditetapkan untuk program Jaminan Kematian (JK): 1. Risiko Pasar. Risiko pasar terdiri atas potensi peristiwa terjadinya pergerakan nilai pasar suatu atau beberapa instrumen investasi (portofolio) akibat dari faktor volatilitas harga dan/atau mekanisme penawaran-permintaan pasar. Sumber risiko pasar yang mengancam investasi program Jaminan Kematian (JK) adalah ekuitas dan suku bunga. Risiko ini terdiri dari: a. Ekuitas Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan harga saham. Risiko ini berlaku bagi seluruh instrumen yang menggunakan harga ekuitas sebagai dasar acuan valuasinya. b. Suku Bunga Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan tingkat bunga pada portofolio pendapatan tetap (deposito dan obligasi). 2. Risiko Kredit Risiko kredit terdiri atas potensi peristiwa terjadinya gagal bayar (default) pihak emiten atau penerbit surat hutang/berharga yang dimiliki Badan. Dapat berupa kupon ataupun pokok hutang pada saat jatuh tempo. 3. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas terdiri atas potensi peristiwa di mana instrumen investasi yang dimiliki program maupun pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. a. Likuiditas Pasar Potensi peristiwa di mana pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. 33

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan b. Likuiditas Instrumen Risiko akibat kemungkinan penjualan suatu aset program dengan diskon yang tinggi karena sulitnya mencari pembeli. Program menghadapi risiko likuiditas jenis ini terutama karena menanamkan uang di surat berharga. 4. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya Risiko investasi dan keuangan lainnya adalah risiko investasi dan risiko keuangan lainnya yang relevan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam salah satu risiko di atas dan cukup penting untuk diungkapkan, digunakan dan diukur untuk menentukan tingkat risiko dana program. 34

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan D. Risiko yang dihadapi Dana Program Jaminan Pensiun (JP) Selaras dengan rujukan standar praktik terbaik penerapan manajemen risiko yang diadopsi BPJS Ketenagakerjaan, yaitu COSO ERM Integrated Framework, berikut adalah klasifikasi risiko untuk dana program Jaminan Pensiun (JP): 1. Risiko Pasar Risiko pasar terdiri atas potensi peristiwa terjadinya pergerakan nilai pasar suatu atau beberapa instrumen investasi (portofolio) akibat dari faktor volatilitas harga dan/atau mekanisme penawaran-permintaan pasar. Sumber risiko pasar yang mengancam investasi program Jaminan Pensiun (JP) adalah ekuitas dan suku bunga. Risiko ini terdiri dari: a. Ekuitas Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan harga saham. Risiko ini berlaku bagi seluruh instrumen yang menggunakan harga ekuitas sebagai dasar acuan valuasinya. b. Suku Bunga Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan tingkat bunga pada portofolio pendapatan tetap (deposito dan obligasi). 2. Risiko Kredit Risiko kredit terdiri atas potensi peristiwa terjadinya gagal bayar (default) pihak emiten atau penerbit surat hutang/berharga yang dimiliki Badan. Dapat berupa kupon ataupun pokok hutang pada saat jatuh tempo. 3. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas terdiri atas potensi peristiwa di mana instrumen investasi yang dimiliki program maupun pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. a. Likuiditas Pasar Potensi peristiwa di mana pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. b. Likuiditas Instrumen Risiko akibat kemungkinan penjualan suatu aset program dengan diskon yang tinggi karena sulitnya mencari pembeli. Program menghadapi risiko likuiditas jenis ini terutama karena menanamkan uang di surat berharga. 35

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan 4. Risiko Solvabilitas Risiko solvabilitas adalah risiko yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi/ mismatch dalam pengelolaan aset dan liabilitas Program Jaminan Pensiun (JP). Terjadinya insolvabilitas apabila aset Program Jaminan Pensiun (JP) tidak mencukupi untuk membayar seluruh liabilitas Program Jaminan Pensiun (JP). 5. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya Risiko investasi dan keuangan lainnya adalah risiko investasi dan risiko keuangan lainnya yang relevan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam salah satu risiko di atas dan cukup penting untuk diungkapkan, digunakan dan diukur untuk menentukan tingkat risiko dana program. 36

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan E. Risiko yang dihadapi Dana BPJS Ketenagakerjaan Selaras dengan rujukan standar praktik terbaik penerapan manajemen risiko yang diadopsi BPJS Ketenagakerjaan, yaitu COSO ERM Integrated Framework, berikut adalah klasifikasi risiko untuk Dana BPJS Ketenagakerjaan: 1. Risiko Pasar Risiko pasar terdiri atas potensi peristiwa terjadinya pergerakan nilai pasar suatu atau beberapa instrumen investasi (portofolio) akibat dari faktor volatilitas harga dan/atau mekanisme penawaran-permintaan pasar. Sumber risiko pasar yang mengancam investasi Dana Badan adalah ekuitas dan suku bunga. Risiko ini terdiri dari: a. Ekuitas Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan harga saham. Risiko ini berlaku bagi seluruh instrumen yang menggunakan harga ekuitas sebagai dasar acuan valuasinya. b. Suku Bunga Potensi kerugian yang timbul akibat perubahan tingkat bunga pada portofolio pendapatan tetap (deposito dan obligasi). 2. Risiko Kredit Risiko kredit terdiri atas potensi peristiwa terjadinya gagal bayar (default) pihak emiten atau penerbit surat hutang/berharga yang dimiliki Badan. Dapat berupa kupon ataupun pokok hutang pada saat jatuh tempo. 3. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas terdiri atas potensi peristiwa di mana instrumen investasi yang dimiliki program maupun pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. a. Likuiditas Pasar Potensi peristiwa di mana pasar berada dalam kondisi tidak likuid sehingga sulit untuk melakukan transaksi penjualan. b. Likuiditas Instrumen Risiko akibat kemungkinan penjualan suatu aset program dengan diskon yang tinggi karena sulitnya mencari pembeli. Program menghadapi risiko likuiditas jenis ini terutama karena menanamkan uang di surat berharga. 37

BAB VI Klasifikasi Risiko Dana Program JHT, JKK, JK, Pensiun dan Dana BPJS Ketenagakerjaan 4. Risiko Solvabilitas Risiko solvabilitas adalah risiko yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi/ mismatch dalam pengelolaan aset dan liabilitas jangka panjang Badan. 5. Risiko Investasi dan Keuangan Lainnya Risiko investasi dan keuangan lainnya adalah risiko investasi dan risiko keuangan lainnya yang relevan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam salah satu risiko di atas dan cukup penting untuk diungkapkan, digunakan dan diukur untuk menentukan tingkat risiko dana Badan. 38

BAB VII Metode Pengukuran Risiko

BAB VII Metode Pengukuran Risiko BAB VII Metode Pengukuran Risiko Metode Pengukuran Risiko (Risk Assesment) dibedakan menjadi dua bagian, yang Pertama; Pengukuran Risiko Badan non Dana (Dana BPJS & Dana Program), yang Kedua; Pengukuran Risiko Dana Program (Dana BPJS & Dana Program). A. Pengukuran Risiko Badan non Dana Risiko-risiko Badan non Dana adalah risiko-risiko yang dihadapi BPJS Ketenagakerjaan terkait pencapaian sasarannya sebagaimana yang dicantumkan pada Bab V Kebijakan yang mencakup : 1. Risiko-risiko terkait sasaran strategis 2. Risiko-risiko terkait sasaran operasional 3. Risiko-risiko terkait sasaran kepatuhan 4. Risiko-risiko terkait sasaran pelaporan 5. Risiko-risiko terkait sasaran keuangan dan investasi. Pengukuran eksposur atau tingkat risiko Badan non Dana menggunakan metode pengukuran nilai probabilita dan dampak risiko berdasarkan skala yang ditetapkan. Tingkat Risiko = Probabilita X Dampak Probabilitas Risiko merupakan besarnya peluang terjadinya (terwujudnya) risiko pada setahun ke depan (sampai dengan akhir tahun) yang diukur secara kuantitatif atau kualitatif. Salah satu pengukuran kuantitatif adalah dengan mempertimbangkan frekuensi risiko yaitu jumlah kejadian yang terjadi rata-rata (periode lalu, bulan atau beberapa tahun lalu). Hal ini memprediksi peluang terjadinya risiko di masa depan (setahun ke depan/ sampai dengan akhir tahun). Dampak Risiko adalah akibat yang berpeluang timbul apabila risiko terjadi. Pengukuran dampak menggunakan tabel Toleransi Dampak Risiko sesuai sasaran dan jenis risikonya yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Direksi. B. Pengukuran Risiko Dana Risiko Dana adalah risiko-risiko yang melekat pada Dana BPJS Ketenagakerjaan serta Dana Program (JHT, JKK, JK, JP). Risiko-risiko yang melekat pada dana adalah; 1) Risiko-risiko investasi dana dan 2) Risiko-risiko keuangan dana. 39

BAB VII Metode Pengukuran Risiko Risiko investasi dana berupa risiko pasar, risiko kredit, dan risiko investasi lainnya yang dianggap cukup penting digunakan untuk menentukan tingkat risiko investasi dana, sedangkan risiko keuangan adalah risiko yang berhubungan dengan likuiditas dan solvabilitas dana. Risiko investasi dan risiko keuangan dana secara keseluruhan akan menentukan tingkat Risiko Dana. Pengukuran eksposur atau tingkat Risiko Investasi Dana menggunakan metode Investment Scoring sesuai metode scoring yang ditetapkan. Pengukuran eksposur atau tingkat Risiko Keuangan Dana menggunakan pengukuran likuiditas, solvabilitas (untuk dana JHT dan JP) serta rasio ketahanan dana (untuk dana JKK dan JK) sesuai metode pengukuran dan parameter dampak yang ditetapkan. 40

BAB VIII Model Penerapan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan