BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Stara I pada K

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

Definisi Diabetes Melitus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. 90 mmhg.penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIDIABETIK KOMBINASI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Definisi Operasional Variabel 39 E. Pengumpulan Data.. 41 F. Pengolahan Data dan Analisa. 42 BAB IV. HASIL DAN PENELITIAN A. Gambaran Umum...

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2013 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

EVALUASI PEMILIHAN OBAT ANTIDIABETES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengobatan diabetes tipe 2 yang agresif. Lebih dini lebih baik. Perjalanan penyakit Diabetes tipe 2 : Keadaan patologik yang mendasarinya

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB 2 DATA DAN ANALISA

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTTAKA

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis, metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (atau gula darah), yang mengarah dari waktu ke waktu untuk kerusakan serius pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf (World Health Organization, 2016). World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita DM terbanyak. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Persatuan Endokrinologi Indonesia, 2011) Peningkatan pada kejadian DM tipe II ini terkait dengan obesitas dan penurunan aktivitas fisik penderitanya. Faktor individual termasuk faktor genetik yaitu peningkatan resistensi insulin dan kegagalan sel beta pankreas yang progresif ikut berperan dalam terjadinya DM tipe II ini. Beberapa studi klinis membuktikan bahwa DM tipe II pada orang yang beresiko tinggi dapat dicegah dengan pengontrolan kadar glikemik dan adanya intevensi lain yang dapat memperlambat terjadinya komplikasi diabetes (Alldredge et al.,2013) Pada penelitian sebelumnya di RSUD Sleman Yogyakarta menunjukkan bahwa kelompok terapi metformin mencapai efektifitas paling baik dibanding antidiabetik lainnya (Dinaryanti, 2011). Sedangkan pada penelitian sebelumnya di RS PKU Muhammadiyah Surakarta menunjukkan hasil bahwa terapi dengan glimepirid merupakan antidiabetik dengan biaya total terapi rata-rata terendah per bulan dengan efektifitas 100% (Prasetyanti, 2012). Metformin merupakan salah 1

2 satu antidiabetik oral yang sering digunakan sebagai terapi pilihan pertama pada pasien terdiagnosis DM, baik diberikan secara tunggal maupun kombinasi (Wahyuni et al., 2012) Diabetes melitus (DM) termasuk penyakit yang mendominasi di Kabupaten Madiun, penyakit ini selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut informasi di RSUD Caruban Madiun, DM menempati posisi kedua sebagai kasus terbanyak. Pada tahun 2015 jumlah kasus DM di RSUD Caruban Madiun mencapai 1.786 kasus. Survey awal peneliti mencatat bahwa jumlah kasus DM pada tahun 2016 mencapai 3.332 kasus. RSUD Caruban merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah yang menjadi rujukan puskesmaspuskesmas dari 15 Kecamatan di wilayah Kabupaten Madiun. Oleh karena itu penelitian tentang analisis efektivitas biaya terapi antidiabetik pada pasien DM tipe II ini dilakukan di RSUD Caruban Madiun. Peneliti tertarik untuk mengetahui efektivitas biaya terapi pada pasien penderita DM tipe II yang menjadi pasien rawat jalan dan menggunakan antidiabetik, sehingga dapat memberikan masukan mengenai pembiayaan pelayanan kesehatan. Pembiayaan dalam hal ini mencakup bagaimana mendapatkan terapi yang efektif dan bagaimana dapat menghemat pembiayaan. Pada penelitian ini dipilih antidiabetik metformin dan glimepirid, karena obat tersebut merupakan obat yang sering digunakan untuk terapi pada pasien DM tipe II di RSUD Caruban Madiun. Metode yang digunakan adalah metode Cost Effectiveness Analysis (CEA) untuk menganalisis efektifitas biaya penggunaan metformin dan glimepirid pada pasien DM tipe II di RSUD Caruban Madiun. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana efektivitas biaya penggunaan obat antidiabetik metformin dan glimepirid pada pasien DM Tipe II di Instalasi Rawat Jalan RSUD Caruban Madiun tahun 2016?

3 C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas biaya penggunaan obat antidiabetik metformin dan glimepirid pada pasien DM tipe II di Instalasi Rawat Jalan RSUD Caruban Madiun. D. TINJAUAN PUSTAKA 1. Diabetes Melitus (DM) a. Definisi Diabetes adalah penyakit kronis, metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (atau gula darah), yang mengarah dari waktu ke waktu untuk kerusakan serius pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf (World Health Organization, 2016). Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup (Persatuan Endokrinologi Indonesia, 2015). Diabetes membutuhkan terapi pengobatan yang lama untuk mengurangi risiko kejadian komplikasi (American Diabetes Association, 2011). b. Etiologi DM dicirikan dengan peningkatan sirkulasi konsentrasi glukosa akibat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang abnormal. Semua keadaan diabetes merupakan akibat suplai insulin atau respon jaringan terhadap insulin yang tidak adekuat. Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi DM bermacammacam. Meskipun berbagai lesi dan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita DM (Inzucchi et al, 2005). c. Patofisiologi Diabetes melitus (DM) tipe 2 ini disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Penderita DM tipe 2 mencapai 90% dari kasus diabetes (Sukandar et al, 2013). DM Tipe 2 memiliki ciri khas yaitu onset hiperglikemia terjadi dengan lambat dan sedikit demi sedikit, serta terkadang tidak menunjukan gejala. Penyebab terjadinya disfungsi metabolik pada DM tipe

4 2 yaitu kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan atau gaya hidup, seperti kalori yang berlebihan, latihan yang tidak memadai, dan obesitas. Peningkatan kadar glukosa darah pada DM tipe 2 terjadi akibat peningkatan resistensi insulin (kualitas insulin tidak baik) sedangkan sekresi insulin tidak memadai, sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi insulin (Burns et al., 2008). Patogenesis DM tipe II disebabkan terjadi resistensi insulin. Resistensi insulin memberikan dampak yaitu penyerapan glukosa menjadi terganggu akibat reseptor sel tidak respon terhadap insulin, serta produksi glukosa hepatik selama periode makan tidak dapat dihentikan. Kedua dampak ini merupakan awal mula terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dan hiperglikemia (Burns et al., 2008). d. Manifestasi Klinik Penderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan frekuensi buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja. Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja (Smeltzer et al, 2002) e. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan, seperti: 1) Keluhan klasik : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

5 2) Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. (Persatuan Endokrinologi Indonesia, 2015) Kriteria pasien terdiagnosis DM meliputi : 1) HbA1C > 7% 2) Gula Darah Puasa > 126 mg/dl 3) Gula Darah Sewaktu > 200 mg/dl 4) Gula Darah 2 jam > 200 mg/dl (Dipiro, 2015) 2. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititikberatkan pada 4 pilar, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. a. Edukasi Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komprehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan atau komplikasi yang mungkin timbul secara dini atau saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak. b. Terapi Gizi Medis Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadw al makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.

6 c. Latihan Jasmani Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin. d. Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan insulin (Ndraha, 2014) Gambar 1. Algoritme Pengobatan DM Tipe II (Persatuan Endokrinologi Indonesia, 2015) Pengobatan DM ditujukan untuk memperbaiki gangguan patogenesis dan meningkatkan kualitas hidup pasien, bukan hanya untuk menurunkan kadar gula dalam darah saja. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa (Persatuan Endokrinologi Indonesia, 2015)

7 Sebagian penderita DM tipe 2 dapat terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan gaya hidup sehat. Bila dengan gaya hidup sehat glukosa darah belum terkendali, maka diberikan monoterapi Obat Hipoglikemik Oral (OHO). Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bila dengan gaya hidup sehat dan monoterapi OHO glukosa darah belum terkendali maka diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi harus dipilih 2 OHO yang cara kerjanya berbeda, misalnya golongan sulfonilurea dan metformin. Bila dengan gaya hidup sehat dan kombinasi terapi 2 OHO glukosa darah belum terkendali maka ada 2 pilihan yaitu gaya hidup sehat dan kombinasi terapi 3 OHO atau kombinasi terapi 2 OHO bersama insulin basal. Yang dimaksud dengan insulin basal adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang, yang diberikan malam hari menjelang tidur. Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak terkendali maka pemberian OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin intensif. (Ndraha, 2014). 3. Antidiabetik Terapi farmakologis pada pasien diabetes melitus diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Dalam penelitian ini yang akan dianalisis adalah obat hipoglikemi oral. Tabel 1. Obat Antihiperglikemi Oral Golongan Nama Obat Sediaan Dosis Harian Frekuensi (mg) (mg) Sulfonilurea Glibenklamid 5 2,5-20 1-2x sehari Glipizid 5-10 5-20 1x sehari Glicazid 80 40-320 1x sehari Gliquidon 30 15-120 1-3x sehari Glimepirid 1-2-3-4 1-8 1xsehari Glinid Repaglinid 0,5-1-2 1-16 2-4x sehari Nateglinid 60-120 180-360 3x sehari Thiazolidinedione Pioglitazon 15-30 15-45 1xsehari Penghambat Alfa- Glukosidase Acarbose 50-100 100-300 3x sehari Biguanid Metformin 500 500-3.000 1-3x sehari

8 Tabel Lanjutan. Golongan Nama Obat Sediaan Dosis Harian Frekuensi (mg) (mg) Penghambat DPP- Vildagliptin 50 50-100 1-2x sehari IV Sitagliptin 25-50-100 25-100 1x sehari Saxagliptin 5 5 1x sehari Linagliptin 5 5 1x sehari Penghambat SGLT-2 Dapaglifiozin 5-10 5-10 1x sehari Kombinasi Tetap a. Glimepirid Glibenclamid + Metformin Glimepiride + Metformin Pioglitazone + Metformin Sitagliptin + Metformin 1,25/250 2,5/500 5/500 1/250 2/500 Mengatur dosis maksimum masing-masing komponen 1-2x sehari 1-2x sehari 15/850 1-2x sehari 50/500 2x sehari 50/850 50/1.000 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015) Antidiabetik yang dianalisis efektivitas terapi dan biayanya adalah : Glimepirid merupakan antidiabetik golongan sulfonilurea. Sulfonilurea bekerja merangsang sekresi insulin pada pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi. Indikasi : Diabetes Melitus Tipe II ringan sedang Kontraindikasi : wanita menyusui, ketoasidosis Peringatan : penggunaan harus hati-hati pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi hati dan ginjal Efek samping : gejala saluran cerna dan sakit kepala b. Metformin Metformin merupakan antidiabetik golongan biguanid. Biguanid bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Data farmakokinetik : Bioavailabilitas absolut metformin yang diberikan dalam kondisi puasa adalah sekitar 50-60%. Makanan dapat menghambat absorbsi metformin.

9 Metformin diekskresikan tidak berubah ke dalam urin dan tidak mengalami metabolisme hepatik atau ekskresi melalui kantung empedu. Waktu paruh eliminasi sekitar 17,6 jam Indikasi : Diabetes Melitus Tipe II Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal atau hati, gagal jantung, wanita hamil, wanita menyusui, dehidrasi, alkoholisme. Peringatan : penggunaan harus hati-hati pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi hati dan ginjal Efek samping : mual, muntah, diare. (Sukandar et al., 2013) 4. Farmakoekonomi Pada kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis yaitu costminimization analysis, cost-effectiveness analysis, cost-benefit analysis dan costutility analysis. Empat metode analisis ini bukan hanya mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan kualitas obat yang dibandingkan, tetapi juga aspek ekonominya. Karena aspek ekonomi atau unit moneter menjadi prinsip dasar kajian farmakoekonomi, hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan yang paling efisien dari sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013) a. Cost Effectiveness Analysis Cost effectiveness analysis (CEA) merupakan salah satu cara untuk menilai dan memilih program terbaik bila terdapat beberapa program berbeda dengan tujuan yang sama untuk dipilih. Kriteria penilaian program mana yang akan dipilih adalah berdasarkan total biaya dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai total biaya terendahlah yang akan dipilih oleh para analis/pengambil keputusan. Cost effectiveness analysis merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini cocok untuk membandingkan obat-obat yang pengukuran hasil terapinya dapat dibandingkan. Sebagai contoh, membandingkan dua obat

10 yang digunakan untuk indikasi yang sama tetapi biaya dan efektivitasnya berbeda (Trisna, 2010). Kelebihan CEA yaitu tidak perlu merubah outcome klinik dari suatu nilai mata uang. Selain itu, terapi berbeda dengan manfaat yang sama dapat dibandingkan. Kekurangan CEA adalah alternatif yang dibandingkan harus memiliki outcome yang diukur dengan satuan klinik yang sama. Hasil dari CEA digambarkan dengan rasio yaitu Average Cost-Effectiveness Ratio (ACER) atau sebagai Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Hasil ACER menggambarkan total biaya dari suatu program atau alternatif dibagi dengan outcome klinik, dipresentasikan sebagai berapa rupiah per outcome klinik spesifik yang dihasilkan, tidak tergantung pada pembandingnya. Alternatif yang paling cost-effective tidak selalu alternatif yang biayanya paling murah untuk mendapatkan tujuan terapi yang spesifik. Rumus perhitungan ACER sebagai berikut : Biaya pada ACER merupakan rata-rata biaya medik langsung dari tiap obat, sedangkan efektivitas terapi adalah tercapainya goals therapy pada pasien setelah mendapatkan terapi yang diukur dengan persentase pasien yang mencapai target terapi. Hasil dari ACER diinterpretasikan sebagai rata-rata biaya per unit efektivitas. Semakin kecil nilai ACER, maka alternatif obat tersebut semakin costeffectif (Andayani, 2013). Hasil dari CEA dapat disimpulkan dengan Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Definisi ICER adalah rasio perbedaan antara biaya dari dua obat dengan perbedaan efektivitas dari masing-masing obat yang dihitung dengan rumus berikut : (Thompson, 2011) Jika, perhitungan ICER memberikan hasil semakin kecil, maka suatu terapi dinilai lebih cost-effective dibanding terapi pembandingnya (Andayani, 2013)

11 E. Keterangan Empiris Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengobatan yang paling cost-effective pada penggunaan antidiabetik antara metformin dan glimepirid untuk terapi pada pasien penderita DM tipe II yang di rawat jalan, sehingga dapat menggambarkan pola pengobatan dan pembiayaan yang bermanfaat guna mendukung terapi diabetes melitus tipe II dan pengembangan pelayanan kesehatan.