BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

1

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai. salah satunya adalah pembangunan dibidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut. makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. berpikir, gangguan perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa (Nurdwiyanti,2008),

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

STIGMA MASYARAKAT TERHADAP ORANG SAKIT JIWA (SUATU STUDI DI DESA TRUCUK KECAMATANTRUCUK KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2014)

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah. dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American Nurses

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

Syarniah 1, Akhmad Rizani 2, Elprida Sirait 3 ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak. meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa(keliat, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

2015 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Seseorang dikatakan dalam keadaan sehat apabila orang tersebut mampu menjalani perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku, sehingga memungkinkan orang tersebut menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk sosial. Namun kenyataannya selama ini sehat selalu diidentikkan dengan keadaan seseorang secara fisik saja bukan secara keseluruhan. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dalam pasal 1 mendefinisikan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Definisi ini menegaskan bahwa kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur unsur fisik, mental dan sosial sehingga seseorang dikatakan sehat apabila seseorang tersebut berada dalam suatu kedaan sejahtera secara kesuluruhan bukan sekedar keadaan tanpa penyakit (UU no 36 tahun 2009). Sedangkan pengertian dari kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang 1

2 memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Videbeck, 2008). Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan jiwa dapat menyerang semua usia dengan sifat serangan penyakit bisa bersifat akut dan bisa juga bersifat kronis atau menahun. Maramis (2004) menyebutkan penderita gangguan jiwa dengan usia dibawah 20 tahun sekitar 10%, terjadi pada rentang usia 20-40 tahun sekitar 65%, dan terjadi pada usia diatas 40 tahun sekitar 25%. Gangguan jiwa memang tidak menyebabkan penderita mengalami kematian secara langsung, namun akan menimbulkan beban bagi penderita, keluarga penderita maupun masyarakat. Selain mengenai biaya perawatan dan hilangnya waktu produktif, penderita dan keluarga cenderung dikucilkan oleh orang lain. Oleh karena itu, penanganan yang paling tepat bagi penderita gangguan jiwa dilakukan secara holistic atau menyeluruh, tidak sekedar penderita gangguan jiwa meminum obat saja namun meliputi pengobatan yang lain seperti terapi psikologis, terapi psikoreligius, dan terapi psikososial yang melibatkan berbagai pihak sehingga tidak terjadi peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa (Hawari, 2007). Hasil studi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) menyebutkan dalam kurun waktu tiga tahun, sejak 2005 hingga 2007 diketahui sedikitnya ada 50.000 orang Indonesia yang melakukan bunuh diri. Berdasarkan data yang juga diperoleh dari (WHO) di tahun 2011

3 terdapat sebanyak 12-16% atau sekitar 26 juta dari 260 juta penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa. Data tersebut menggambarkan tingginya jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia oleh karena itu diperlukan adanya peran serta dari berbagai pihak khususnya rumah sakit dalam menangani masalah gangguan jiwa ini (Ardani, 2007). Di Indonesia berdasarkan Data Profil Kesehatan Indonesia (2008) menunjukkan bahwa dari 1000 penduduk terdapat 185 penduduk yang mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2007, prevalensi masalah mental emosional yakni depresi dan ansietas ada sebanyak 11,60 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa. Kemudian prevalensi gangguan jiwa berat yakni psikosis ada sekitar 0,46 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 1.065.000 juta jiwa, dan diperkiraan saat ini jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan ditiap tahunnya (Teguh, 2011). Menurut Direktur RSJD Amino Gondohutomo, Semarang, dr. Sri Widiya Yati SPPK MKes, mengatakan, angka kejadian penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah berkisar antara 3.300 orang hingga 9.300 orang. Angka kejadian ini merupakan penderita yang sudah terdiagnosa (Pambudi, 2011). Sementara untuk wilayah Banyumas sendiri menurut data dalam dua tahun terakhir relevansi gangguan jiwa berat sekitar 0,6 dengan perbandingan jumlah 1 540.000 jumlah penderita sebanyak 7700 sedangkan prefensi ganguan mental emosional mencapai 19 % dengan jumlah penduduk

4 1.540.000 angka penderita 277.200 (Admin, 2011). Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa di Desa Kedondong sendiri dari jumlah total masyarakat desa sebanyak 3077 orang terdapat 15 orang menderita gangguan cacat fisik, dan 12 orang yang mengalami gangguan jiwa dan cacat mental (Daftar Isian Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa, 2009). Dan menurut Ny. S dan Tn. D (komunikasi personal, 11 Desember 2012) penderita gangguan jiwa tersebut sebagian besar dikurung diruangan tertentu bahkan terkadang diikat tangannya jika penderita tersebut sedang mengamuk. Masyarakat beranggapan bahwa mengurung atau mengikat merupakan cara termudah dalam menghadapi penderita gangguan jiwa. Tingginya jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yang bervariasi tergantung pada jenis-jenis gangguan jiwa yang dialami. Secara umum gangguan jiwa disebabkan karena adanya tekanan psikologis yang disebabkan oleh adanya tekanan baik dari luar individu maupun tekanan dari dalam individu itu sendiri. Beberapa hal lain yang menjadi penyebab adalah keterbatasan fasilitas yang ada, rendahnya kesadaran masyarakat, ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa itu sendiri, dan adanya beberapa stigma atau pandangan mengenai gangguan jiwa ini (Hawari, 2001). Di masyarakat sendiri berkembang beberapa stigma negatif mengenai gangguan jiwa. Masyarakat menganggap bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan dan menjadi aib bagi keluarga. Pandangan lain yang beredar di masyarakat bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh guna-guna yang dilakukan oleh orang lain. Sejak dahulu

5 hingga abad ke-19 gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan, hukuman karena pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau semangat dan pelanggaran norma sosial. Penderita gangguan jiwa dianiaya, dihukum, dikucilkan dari masyarakat normal (American Psychiatric Association dalam Videbeck, 2008). Karena hal tersebut, penanganan klien gangguan jiwa di masyarakat menjadi salah. Sebagai contoh, di masyarakat terdapat keluarga yang melakukan pemasungan, mengurung penderita gangguan jiwa, dan memperlakukan dengan tidak manusiawi. Masyarakat dan bahkan terkadang pihak keluarga juga dengan sengaja mengasingkan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, karena menampakkan gejala gangguan jiwa, dan dianggap kemasukan roh halus sehingga dijauhi, diejek, dan dikucilkan dari masyarakat normal (Videbeck, 2008). Berdasarkan cap dan stigma negatif inilah penderita gangguan jiwa terkadang mengalami diskriminasi, dan masyarakat terkadang bersikap kurang peduli terhadap penderita gangguan jiwa sehingga upaya pencegahan penyakit ini menjadi tidak maksimal. Padahal salah satu upaya penting dalam penyembuhan dan pencegahan terkena gangguan jiwa atau kekambuhan kembali pada penderita gangguan jiwa adalah dengan adanya dukungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan yang baik. Oleh karena itu diharapkan adanya partisipasi positif dari berbagai pihak untuk hal yang berkaitan dengan gangguan jiwa ini.

6 B. Rumusan Masalah Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Seseorang dikatakan dalam keadaan sehat apabila orang tersebut mampu menjalani perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku, sehingga memungkinkan orang tersebut menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk sosial. Kesehatan meliputi berbagai aspek bukan hanya secara fisik melainkan secara spiritual, sosial, dan mental. Kesehatan secara mental ini salah satunya adalah bebas dari gangguan jiwa. Jumlah penderita gangguan jiwa di Desa Kedondong tercatat sebanyak 12 orang dengan rincian penderita gangguan jiwa 9 orang dan gangguan mental 3 orang. Dan di Indonesia sendiri menurut berbagai sumber, didapatkan hasil bahwa jumlah penderita gangguan jiwa masih cukup tinggi dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam hal, antara lain terbatasnya fasilitas yang ada, rendahnya kesadaran masyarakat, ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa itu sendiri, dan adanya beberapa stigma atau pandangan mengenai gangguan jiwa. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa di Desa Kedondong, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.

7 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan masyarakat Desa Kedondong terhadap penderita gangguan jiwa di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, dan pendidikan. b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, persepsi, dan sikap masyarakat Desa Kedondong tentang gangguan jiwa. c. Menganalisis faktor yang mempengaruhi penerimaan masyarakat Desa Kedondong terhadap penderita gangguan jiwa. d. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan, persepsi, dan sikap masyarakat mengenai gangguan jiwa dengan penerimaan masyarakat terhadap gangguan jiwa di Desa Kedondong. e. Menganalisis faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan penerimaan masyarakat terhadap gangguan jiwa di Desa Kedondong. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Sebagai tambahan informasi dan pengetahuan mengenai gangguan jiwa, dan sebagai referensi tentang sikap dalam menghadapi penderita gangguan jiwa.

8 2. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan peneliti tentang sikap masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa dan sebagai pengalaman bagi peneliti dalam menghadapi penderita pasien jiwa dilingkungan masyarakat. 3. Bagi Instansi Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkini di bidang keperawatan jiwa tentang penderita gangguan jiwa dan sebagai upaya untuk menambah kelengkapan kepustakaan. E. Penelitian Terkait Berdasarkan hasil penelusuran jurnal yang telah dilakukan peneliti belum menemukan penelitian yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu tentang Analisis Faktor-Faktor Penerimaan Masyarakat Terhadap Penderita Gangguan Jiwa di Desa Kedondong Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Namun demikian, peneliti menemukan beberapa penelitian yang hampir serupa, antara lain: 1. Kurihara, dkk. (2000) meneliti tentang Public Attitudes Towards the Mentally Ill: a Cross-cultural Study Between Bali and Tokyo, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sikap masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa atau individu yang memiliki riwayat gangguan jiwa di dua tempat yang berbeda, yakni Bali dan Tokyo. Penelitian ini menggunakan pendekatan comparative study (studi

9 perbandingan) dengan responden sebanyak 77 orang responden di Bali dan 66 orang sebagai responden di Tokyo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Bali memiliki sikap yang lebih positif terhadap gangguan jiwa apabila dibandingkan dengan sikap masyarakat Tokyo dengan skor rata-rata 20,8 dengan standar deviasi 2,96. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada analisa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa. 2. Angermeyer dan Matschinger H. (2003) melakukan penelitian tentang The Stigma of Mental Illness: Effect of Labelling on Public Attitudes Towards People with Mental Disorder dengan tujuan untuk mengetahui dampak atau efek dari label dan sikap masyarakat terhadap orang yang mengalami gangguan jiwa dengan skizofrenia dan depresi berat. Penelitian menggunakan representative survey yang dilakukan di Jerman dengan melibatkan 5025 orang dewasa yang berkebangsaan Jerman. Hasil yang diperoleh yaitu pelabelan terhadap orang dengan gangguan jiwa dimana dalam penelitian ini penderita skizofrenia dan depresi berat berpengaruh pada sikap masyarakat yang secara jelas lebih banyak memberikan dampak negatif daripada dampak positif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada sikap dari masyarakatnya dimana peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang memberi pengaruh terhadap sikap masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa.

10 3. Kermode, dkk. (2009) melakukan penelitian dengan judul Community Beliefs About Causes and Risks for Mental Disorder: a Mental Health Literacy Survey in a Rural Area of Maharashtra, India. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk menilai pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penyebab dan resiko gangguan jiwa di daerah pedesaan di Maharashtra, dan untuk menilai prevalensi terhadap kemungkinan terkena gangguan mental secara umum. Metode yang digunakan adalah cross-sectional dengan membagikan kuesioner kepada 240 orang masyarakat dan 60 orang petugas kesehatan desa, dan didapatkan hasil bahwa menurut masyarakat penyebab paling umum dari gangguan jiwa adalah faktor sosial-ekonomi, sedangkan untuk resiko gangguan jiwa menurut masyarakat lebih besar kepada perempuan usia sedang, pengangguran, dan masyarakat miskin. 4. Adilamarta (2011) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat dengan Penerimaan Masyarakat Terhadap Individu Yang Menderita Gangguan Jiwa di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dengan penerimaan masyarakat terhadap individu yang menderita gangguan jiwa di Kelurahan Surau Gadang wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Hasil penelitian menyebutkan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai gangguan jiwa, namun lebih dari sebagian masyarakat memiliki sikap negative terhadap penderita gangguan jiwa sehingga masyarakat tidak

11 menerima keberadaan penderita gangguan jiwa tersebut. Untuk hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan penerimaan masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa tidak bermakna, sedangkan untuk hubungan sikap masyarakat dengan penerimaan penderita gangguan jiwa bermakna.