PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK FRANSISKUS SINAGA ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

B A B V P E N U T U P

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

PERATURAN BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NO

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS PROFESINYA. Oleh : Elviana Sagala, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB IV PENUTUP. 1. Peran organisasi profesi Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

umum, ini dikuatkan lagi dengan akta yang dikeluarkan adalah alat bukti pemerintah dalam menjalankan jabatannya.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

Akibat Hukum Penandatangan Perpanjangan Akta Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Yang Dibuat Oleh Notaris Tanpa Menghadirkan Kembali Para Pihak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

Oleh : Rengganis Dita Ragiliana I Made Budi Arsika Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT :

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BERITA NEGARA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PERENCANA PEMERINTAH INDONESIA. Nomor 002/Munas-I/APPI/08/2006 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

TINJAUAN YURIDIS PERMASALAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ATAS KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI OBJEK GUGATAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN AGAMA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: IJ/65/2006

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesi Notaris sebagai rambu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

Pertanggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Notaris dalam Membuat Party Acte

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.1 Tahun 2016

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS YURIDIS HAK DAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PERJANJIAN KERJASAMA REKANAN BANK RAHMAT MULIADI ABSTRACT

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

Transkripsi:

F R A N S I S K U S S I N A G A 1 PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK FRANSISKUS SINAGA ABSTRACT A notary is expected to be honest, accurate, independent, impartial, and able to keep the clients interest in legal act of Article 16 (a) of UUJN. What it means by independence is that a notary in doing his notarial duty should be neutral and impartial. The independence of a Notary is reflected in the skill and supported by science, experience, sophisticated skill, and good moral integrity. A notary must know the scope of his authority, obey the prevailing regulations, and know what he can do and what he cannot do. The sanctions imposed on a notary are administration sanction, civil sanction, and criminal sanction, as it is stipulated in Article 84e and Article 85 of UUJN, while criminal sanction, stipulated in Article 63, paragraph 2 of the Penal Code, states that when there is a criminal act which can be criminalized according to specific crime, besides general crime, the specific crime is used. Kata Kunci : Independence of a Notary. I. Pendahuluan Notaris dapat dipandang sebagai figur yang sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat karena keterangan-keterangan yang tertuang dalam akta Notaris harus dapat dipercaya, diandalkan, dapat memberikan jaminan sebagai alat bukti yang kuat, dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat. Agar suatu tulisan mempunyai nilai bobot akta otentik yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang membawa konsekuensi logis, bahwa pejabat umum yang melaksanakan pembuatan akta otentik itupun harus pula diatur dalam undang-undang 1. Seorang Notaris di dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap professional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesinya yaitu Kode Etik Notaris. 2 1 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, aspek pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, (surabaya, juni 2011 hal.55) 2 Putri A.R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang berimplikasi Perbuatan Pidana, (Sofmedia, Jakarta 2011, hal. 5.)

F R A N S I S K U S S I N A G A 2 Kemandirian Notaris dalam menjalankan jabatannya, berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak, artinya berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum itu. Dalam fungsinya yang demikian dapat dikatakan bahwa Notaris adalah aparat hukum, tetapi dia bukanlah penegak hukum. Maka Notaris harus bersikap mandiri dan independen, perkataan independen dalam hal ini terkandung banyak pengertian, diantaranya ialah : independensi structural (institusional structural or institusional independence), independensi funsional (fungsional independence), independensi financial (financial independence),independensi administratif (administratif independence). Notaris dikatakan independen secara structural, apabila organ jabatannya secara kelembagaan berdiri sendiri diluar struktur organisasi Negara atau pemerintah tertentu. Misalnya, sejauh mana organ jabatan Notaris berada didalam atau diluar structural Departemen Hukum dan hak Asasi Manusia republik Indonesia. Namun Notaris dapat juga dikatakan independen secara fungsional apabila misalnya, meskipun secara kelembagaan berada dibawah atau didalam organisasi pemerintah, tetapi dalam menjalankan fungsinya ia bebas dan merdeka serta tidak dapat diintervensi bahkan oleh para pejabat pemerintah yang terkait sekalipun. Elemen lain yang dapat dijadikan ukuran independensi itu adalah keuangan. Sejauh mana organ jabatan Notaris dapat mengatur dan mengurus sendiri keuangan mereka, maka hal itu dapat pula disebut independensi. Demikian pula dengan administrasi kepegawaian dan sebagainya, apabila organ yang bersangkutan sama sekali tidak terkait dengan system administratif pemerintah, termasuk dalam sosial pengangkatan dan pemberhentian pegawainya, maka organ jabatan yang bersangkutan serta tidak terpengaruh terhadap keinginan pihak-pihak tertentu. Apabila Notaris memenuhi keempat ciri independensi tersebut, maka tentunya dapat dikatakan bahwa Notaris memang sudah independensi penuh. Oleh karena itu, Notaris tidak mempunyai kehendak (wilsvorming) untuk membuat akta untuk orang lain, dan Notaris tidak akan membuat akta apapun

F R A N S I S K U S S I N A G A 3 jika tidak ada permintaan atau kehendak dari para pihak, dan Notaris bukan pihak dalam akta 3. Akta Otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam masyarakat. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Notaris mempunyai tugas utama yang berat, selain harus memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya, juga harus mempertanggunjawabkan perbuatan hukum yang dilakukannya baik selama menjabat sebagai Notaris maupun sesudah pensiun jadi Notaris. Karena akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris adalah akta otentik dan keotentikannya bertahan terus, bahkan sampai sesudah Notaris itu meninggal dunia, tanda tangannya pada akta itu tetap mempunyai kekuatan hukum, walaupun Notaris tersebut tidak dapat lagi menyampaikan keterangannya mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta itu. Notaris melalui akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, terkandung suatu beban dan tanggung jawab untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Seorang Notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya dengan tepat dan jujur, yang berarti bertindak menurut kebenaran sesuai dengan sumpah jabatan Notaris. Seorang Notaris dalam memberikan pelayanan, harus mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nurani. Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris, meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau hal.51) 3 Habid Adjie, bernas-bernas pemikiran di bidang Notaris dan PPAT, (Bandung 2012,

F R A N S I S K U S S I N A G A 4 pernyataan para pihak. Keputusan tersebut harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak. Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek hukum termasuk masalah hukum yang akan timbul dikemudian hari. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik. A. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah: 1. Bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik? 2. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik? 3. Bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik? 2. untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik? 3. untuk mengetahui bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris? II. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Dimana metode penelitian yuridis normatif adalah metode

F R A N S I S K U S S I N A G A 5 meneliti pasal-pasal yang ada ataupun meneliti segala hal-hal yang berhubungan tentang norma-norma yang ada dalam peraturan perundangundangan. Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka (library research ) atau dengan kata lain dengan pengumpulan datadata sekunder (data-data yang sudah diolah) dan dapat diperoleh melalui: bukubuku, jurnal,majalah dan surat kabar, maupun internet. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sudah mengikat dan yang sudah terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam yuresprudensi dan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.2601/pid.B/2003/PN.Medan b. Bahan Hukum Skunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang belum mengikat seperti yang termuat dalam beberapa artikel. c. Bahan Hukum Tersier Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum serta laporan ilmiah dan internet. III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

F R A N S I S K U S S I N A G A 6 Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya (posisinya) yang tidak memihak dan mandiri (independensi), bahkan dengan tegas dikatakan bukan sebagai salah satu pihak. Notaris selaku pejabat umum didalam menjalankan fungsinya memberikan pelayanan kepada menyangkut antara lain di dalam pembuatan akta otentik sama sekali bukan pihak dari yang berkepentingan. Notaris sekalipun ia adalah aparat hukum bukanlah sebagai penegak hukum, Notaris sungguh netral tidak memihak kepada salah satu dari mereka yang berkepentingan. Kemandirian seorang Notaris tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik. Kemandirian seorang Notaris terletak pada hakekatnya selaku Pejabat umum, hanyalah mengkonstatir atau merelateer atau merekam secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada didalamnya, ia adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang membuat serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Notaris harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Notaris juga perlu bekerja sama dengan pihak pemerintah daerah dan para pihak terkait demi tercapainya tujuan hukum, sebab pada dasarnya seorang Notaris tidak dapat melakukan pekerjaannya sendiri dengan sempurna tanpa keterlibatan pihak-pihak lain.

F R A N S I S K U S S I N A G A 7 Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka keluhuran serta martabat jabatan Notaris harus dijaga, baik ketika menjalankan tugas jabatan maupun perilaku kehidupan Notaris sebagai manusia secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi martabat jabatan Notaris. Sehingga wujud dari kemandirian Notaris itu tercermin dalam menjalankan tugas dan jabatannya, dimana hasil dari pekerjaan Notaris itu sendiri (dalam hal pembuatan akta otentik, atau dalam hal menjalankan kewenangannya sebagai Notaris), Notaris tersebut bekerja secara benar dan professional sesuai dengan perintah Undang- Undang, tanpa ada pengaruh dan paksaan, dari pihak-pihak lain. Sehingga akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak menimbulkan sengketa bagi para pihak yang menghadap dikemudian hari, serta tidak ada timbul tuntutan hukum akibat dari pembuatan akta itu sendiri dan tidak memberikan keuntungan untuk satu pihak saja. Memang kewenangan Notaris itu terbatas, akan tetapi akibat dari perilaku hidup dimasyarakat mengharuskan Notaris itu diharapkan mampu memberikan solusi dalam menjawab segala persoalan hukum yang timbul, berdasarkan pengetahuan hukum yang dimilikinya. Sebab berdasarkan kewenangan yang ada pada Notaris sudah saatnya untuk berada selangkah di depan dalam mengantisipasi kemajuan zaman dan melakukan pembaharuan. Oleh karena itu Notaris harus mampu menjadi penasihat hukum bagi setiap orang yang datang menghadap kepadanya demi memberikan saran dan jawaban dari persolan hukum yang terjadi, seiring dari tujuan yang akan dicapai dari keberadaan lembaga Notariat adalah untuk menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi masyarakat dalam lalu lintas hukum kehidupan masyarakat.

F R A N S I S K U S S I N A G A 8 Semua perbuatan Notaris dalam menjalankan tugas kewajibannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, termasuk dengan segala konsikuensinya dikenakan sanksi hukum terhadap pelanggaran norma-norma hukum yang mendasarinya. Tanggung jawab ini tidak hanya pada proses pembuatan akta otentik, sampai dengan terwujudnya akta otentik tersebut, namun juga timbul pada saat setelah akta otentik terbentuk, yang menimbulkan permasalahan hukum, yang disebabkan ketidak absahan akta tersebut. Pertanggunjawaban Notaris juga terjadi apabila Notaris melakukan penyimpangan atau pelanggaran terhadap persyaratan pembuatan akta yang konsekuensi finalnya akta tersebut dinyatakan tidak sah. Jadi, dalam hal akta yang diterbitkan oleh Notaris tersebut kemudian terdegradasi menjadi akta di bawah tangan, yang disebabkan oleh kesalahan Notaris akibat pelanggaran persyaratan dalam pembuatannya, maka tetap menjadi tanggung jawab Notaris. Aspek pertanggungjawaban Notaris timbul karena adanya kesalahan yang dilakukan di dalam menjalankan suatu tugas jabatan dan kesalahan itu menimbulkan kerugian bagi orang lain yang minta jasa pelayanan Notaris., artinya untuk menetapkan seorang Notaris bersalah yang menyebabkan pergantian biaya, ganti rugi, dan bunga, disyaratkan bilamana perbuatan melawan hukum dari Notaris tersebut dapat dipertanggungjawabkan, dan pertanggungjawaban tersebut dapat dilihat dari sudut pandang keperdataan, administratif maupun sudut pandang hukum pidana.

F R A N S I S K U S S I N A G A 9 Maka akibat hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap prinsip kemandirian Notaris dalam menjalankan fungsinya sebagaimana diatur dalam UUJN ialah: Sanksi Keperdataan Sanksi keperdataan adalah sanksi yang dijatuhkan terhadap kesalahan yang, terjadi karena wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum onrechtmatige daad. Sanksi ini berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga merupakan akibat yang akan diterima Notaris dari gugatan para penghadap apabila akta bersangkutan hanya mempunyai pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta batal demi hukum. Sanksi Administratif Di samping sanksi keperdataan yang dijatuhkan terhadap Notaris yang telah melakukan pelanggaran hukum, terhadap Notaris tersebut dapat dijatuhkan sanksi administrasi. Mengenai sanksi administrasi bagi Notaris yang melakukan kesalahan dapat dilihat di dalam Pasal 85 UUJN ditentukan ada lima jenis sanksi administratif yaitu: 1. teguran lisan, 2. teguran tertulis, 3. pemberhentian sementara, 4. pemberhentian dengan hormat, 5. pemberhentian tidak hormat. 4 Sanksi-sanksi tersebut berlakunya secara terjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat. Penjatuhan sanksi-sanksi 4 Pasal 85 UUJN

F R A N S I S K U S S I N A G A 10 tersebut dilakukan hanya apabila Notaris terbukti melanggar ketentuanketentuan pasal-pasal tertentu sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85 UUJN. C. Sanksi Pidana Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang batasan-batasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya disamping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN, kode etik jabatan Notaris juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam KUH Pidana. Pasal-pasal yang seiring digunakan untuk menuntut Notaris dalam pelaksanaan tugas jabatan adalah pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana pemalsuan surat, yaitu Pasal 263, Pasal 264 dan Pasal 266 KUH Pidana. Berdasarkan Pasal-Pasal yang yang tertera tersebut, ternyata Notaris selaku pejabat umum juga dapat dikenakan tuntutan pidana, baik berdasarkan Pasal- Pasal tentang pemalsuan surat maupun Pasal-Pasal lain yang berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai Notaris, bahkan juga dijatuhi hukum pidana penjara asalkan saja perbuatan itu memenuhi unsur-unsur dari perbuatan pidana yang tertuang dalam Pasal-Pasal yang dituduhkan. IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan 1. Kemandirian seorang Notaris tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki keterampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik. Notaris harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan

F R A N S I S K U S S I N A G A 11 hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. 2. Tanggung jawab Notaris dalam undang-undang jabatan Notaris (UUJN) dan berdasarkan kode etik Notaris dimaksudkan sebagai keterikatan Notaris terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Dalam pengertian bahwa, semua perbuatan Notaris dalam menjalankan tugas kewajibannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, termasuk dengan segala konsikuensinya dikenakan sanksi hukum terhadap pelanggaran normanorma hukum yang mendasarinya. Tanggung jawab ini tidak hanya pada proses pembuatan akta otentik, sampai dengan terwujudnya akta otentik tersebut, namun juga timbul pada saat setelah akta otentik terbentuk, yang menimbulkan permasalahan hukum, yang disebabkan ketidak absahan akta tersebut. Pertanggunjawaban Notaris juga terjadi apabila Notaris melakukan penyimpangan atau pelanggaran terhadap persyaratan pembuatan akta yang konsekuensi finalnya akta tersebut dinyatakan tidak sah. Jadi, dalam hal akta yang diterbitkan oleh Notaris tersebut kemudian terdegradasi menjadi akta di bawah tangan, yang disebabkan oleh kesalahan Notaris akibat pelanggaran persyaratan dalam pembuatannya, maka tetap menjadi tanggung jawab Notaris. 3. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan Notaris tersebut memungkinkan Notaris Berurusan dengan pertanggungjawaban secara hukum (legal responsibility) baik secara perdata, administratif maupun pidana. Maka

F R A N S I S K U S S I N A G A 12 akibat hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap prinsip kemandirian Notaris dalam menjalankan fungsinya sebagaimana diatur dalam UUJN. karena Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak mengatur sanksi pidana, maka apabila terjadi pelanggaran pidana Notaris dapat dikenakan sanksi pidana yang terdapat dalam KUH Pidana, sementara sanksi administratif tertuang dalam pasal 85 UUJN dan sanksi perdata tertuang didalam pasal 84 UUJN. Disamping sanksi sanksi yang dikenakan terhadap Notaris, tapi dalam hal ini Notaris dapat perlindungan hukum juga. Perlindungan yang diberikan oleh hukum yaitu perlindungan atas hak Notaris yang merupakan hasil transformasi kepentingan yang dilakukan melalui proses legislasi dalam lembaga pembentuk hukum atau parlemen, sehingga hak Notaris dapat dihormati, dilindungi dan dipatuhi. Agar perlindungan hukum terhadap Notaris dapat dijalankan secara efektif, maka perlu disediakan upaya hukum, yang meliputi upaya hukum non yudisial, yaitu dengan melakukan hal-hal yang oleh aturan dibenarkan untuk dilakukan maupun upaya hukum dengan melalui jalur yudisial atau melalui peradilan. Upaya hukum non yudisial meliputi upaya hukum yang bersifat preventif atau pencegahan agar pelanggaran terhadap hak Notaris dapat terhindarkan, yang dilakukan dengan memberikan peringatan, teguran, somasi, keberatan, pengaduan kepada pejabat eksekutif. Sedangkan apabila pelanggaran hukum telah terjadi, maka upaya hukum tidak lagi bersifat preventif, tetapi menjadi bersifat korektif karena tujuannya adalah melakukan koreksi terhadap akibat akibat yang terjadi karena adanya perbuatan yang dilakukan oleh

F R A N S I S K U S S I N A G A 13 pelanggar hak. Upaya hukum korektif dapat bersifat non yudisal karena melibatkan lembaga non peradilan sebagai misal pejabat administrasi Negara. Sedangkan yang lain adalah upaya hukum korektif yang dilakukan oleh lembaga yudisial sehingga telah memasuki proses penegakan hukum law enforcement. B. Saran. 1. Dalam hal Notaris selaku pejabat umum, untuk menjunjung tinggi profesi tersebut maka Notaris diharapkan selalu harus bersikap mandiri dan independent serta tidak terpengaruh terhadap keinginan pihak-pihak tertentu demi tercapainya tujuan hukum yang diharapkan masyarakat dari idealisme, martabat dan integritas seorang pejabat umum yaitu Notaris. 2. Bahwa seorang pejabat umum atau Notaris yang profesional harus jujur dan penuh tanggungjawab dan selalu menjungjung tinggi kode etik Notaris. 3. Demi tercapainya kepastian hukum, sudah sewajarnya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris lebih mempertegas sanksi pidana untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang timbulkan oleh profesi Notaris itu sendiri maupun pribadi Notaris itu sendiri. Dan begitu juga dengan perlindungan hukum bagi Notaris dalam hal menjalankan fungsinya sebagai pejabat umum harus benar-benar terlindungi dan tidak ada campur tangan dari pihak lain. V. DAFTAR PUSTAKA A. Buku

F R A N S I S K U S S I N A G A 14 Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia, PT.Refika Aditama, Bandung, 2008 Notodisoerjo, R. Sugondo, Hukum Notariat di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007 Pengurus Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa datang, Jakarta : Gramedia Pustaka, 2008 Putri A.R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang berimplikasi Perbuatan Pidana), Sofmedia, Jakarta 2011.P Siahaan, Marihot Pahala, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori dan Praktek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003 B. Peraturan Perundang-Undangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 2001 Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Kep-269/PJ/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Bentuk serta Fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB) Kitab -Undang Hukum Perdata Kitab Undang Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

F R A N S I S K U S S I N A G A 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris C. Website http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/tanggung-jawab-profesi-notaris dalam.html http://massofa.wordpress.com/2009/02/13/melatih-tanggung-jawab/ http://y0un.blogspot.com/2006/03/etika-profesi-dan-tanggung-jawab.html