BAB III PEMIKIRAN HISAB ARAH KIBLAT KH. NOOR AHMAD SS DALAM KITAB SYAWAARIQUL ANWAAR A. Sekilas Tentang KH. Noor Ahmad SS a. Biografi Intelektual KH. Noor Ahmad SS KH. Noor Ahmad SS dilahirkan di Robayan Kalinyamantan Jepara pada tanggal 14 Desember 1932 M atau 19 Rajab 1351 H. Pada saat itu ilmu falak atau ilmu hisab mengalami perkembangan yang cukup tinggi. 1 KH. Noor Ahmad SS berasal dari keluarga kyai. Ayahnya bernama KH. Siddik Saryani dan ibunya bernama Hj. Sawinah. Pada masa hidupnya keadaan ilmu agama masih sangat konversional. Sehingga pondok pesantren merupakan tulang punggung pengembangan ilmu agama pada saat itu. 2 KH. Noor Ahmad SS belajar pendidikan agama di kampung keluarganya pada seorang kyai yang bernama K. Jalal pengasuh madrasah diniyyah di Robayan. Kemudian beliau melanjutkan belajar ke Pondok Pesantren Balai Tengahan Tasywiq Al-Tullab (TBS) tepatnya pondok KH. Ahmad Turaichan. Beberapa tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1950 M mulai tampak kecenderungan dan bakat yang dimiliki beliau, sehingga 1 Wawancara dengan KH. Noor Ahmad SS, 22 Agustus 2010 2 Ibid 45
46 akhirnya beliau menekuni disiplin ilmu falak kepada KH. Ahmad Turaichan. 3 Dengan beberapa keinginan yang ia miliki, beliau berusaha mengembangkan dan mengupayakan formulasi baru untuk mempermudah dalam mempelajari ilmu tersebut sesuai dengan gagasan yang ia miliki. Dalam formulasi tersebut, beliau menggabungkan metode klasik dengan metode astronomi modern, akan tetapi masih menggunakan istilah-istilah yang ada dalam kitab kuning. Hal ini dilihat dari dua karya beliau yaitu Syamsul Hilal 4 dan Syawaariqul Anwaar. 5 Dalam pengembangan ilmu hisab, beliau pun tidak segan-segan bertukar pengalaman dengan para pakar ilmu falak yang lain, baik dengan gurunya sendiri KH. Ahmad Turaichan juga kepada tokoh ahli falak lain seperti H. Muhammad Abdurrahim murid dari Saaddoedin Djambek juga kepada KH. Misbahul Munir Magelang. 6 Patut dicatat bahwa upaya menggabungan antara sistem klasik dengan menggunakan formulasi astronomi modern membawa kemudahan 3 Ibid 4 Kitab ini terdiri dari dua jilid. Jilid pertama tentang bagaimana cara menghitung tahun syamsiyah, qomariyah, dan kalender jawa dengan menggunakan sistem urfi. Sedangkan jilid kedua berisi tentang gerhana matahari dan gerhana bulan dengan menggunakan sistem hakiki 5 Kitab ini terdiri dari dua juz. Juz pertama dalam kitab ini menerangkan tentang cara mengetahui awal bulan qomaroyah dalam bulan jawa pasaran jawa dengan sistem hisab urfi. Sedangkan yang kedua berisi tentang cara mengetahui waktu-waktu shalat dan mengetahui arah kiblat dengan menggunakan sistem sphrical trigonometri sebagaimana yang telah berkembang di era sekarang ini. 6 Wawancara, loc.cit
47 bagi para mubtadi 7 untuk belajar ilmu falak, sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan masyarakat islam dan dapat dipelajari oleh masyarakat umum. Utamanya kalangan salafiyah yang mempunyai fanatisme dalam menggunakan kitab berbahasa Arab, sekarang mempunyai kitab falak yang berbahasa Indonesia. Sebagai ahli falak, beliau memiliki kredibilitas yang cukup menonjol pada disiplin ilmu falak. Salah satu indikasinya beliau diakui sebagai Lajnah Falakiyah PBNU yang sampai sekarang beliau masih sebagai tokoh yang mendapat kepercayaan mengemban amanat tersebut. Di samping itu, beliau juga dipercaya dari berbagai pihak baik dari kalangan pemerintah maupun non pemerintah yang berkaitan dengan disiplin ilmunya. 8 b. Keluarga dan Masyarakat KH. Noor Ahmad SS berasal dari keluar kyai. Ayahnya adalah pejuang agama di lingkungan Jepara, ia bernama KH. Siddik Saryani. Sedangkan ibunya merupakan anak dari keluarga pejuang di Jepara juga, khususnya di desa Robayan kec. Kalinyamantan kab. Jepara, ia bernama Hj Sawinah. Lahir di tengah-tengah keluarga yang dihormati oleh masyarakat, membuat beliau harus belajar lebih keras untuk memujudkan harapan ayahnya yaitu meneruskan perjuangan agama islam ayahnya. Dalam 7 Mubtadi berarti orang yang baru mencari ilmu dan masih dalam tingkat dasar, lihat Azzarnuji, Ta lim Al Muta alim, Syirkah Maarif, tth 8 Wawancara dengan putra KH. Noor Ahmad SS yaitu Syaiful Mujab, 28 Juni 2011
48 menyiarkan agama islam, beliau menyebarluaskan pemakaian hisab dalam menyusun jadwal waktu shalat, penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal. 9 Pada tahun 1954 KH. Noor Ahmad SS menikah dengan Sumiyati, putri dari ibu Mari ah dan melahirkan 12 putri dan 3 putra. Dari keseluruan putra beliau belum ada yang mewarisi bakat di bidang ilmu falak. Rata-rata dari mereka menjadi seorang pedagang. Pada tahun 1983, akibat pendarahan pasca melahirkan putri bungsunya yang bernama Arinah Syahidiyah, ibu Sumiyati dipanggil oleh Allah. 10 Beberapa bulan kemudian di tahun yang sama 1983 KH. Noor Ahmad SS menikah yang kedua kalinya dengan Sri Harliyati, putri seorang petani di Jepara, bernama bapak Warsono dan Ibu Sumini. Dari pernikahan kedua, beliau dikaruniai 2 putra yang salah satunya mewarisi bakat di ayahnya di bidang ilmu falak, yaitu Saiful Mujab, S.Hi. sedangkan yang kedua masih menimbah ilmu di Universitas Negri Semarang (Unnes). 11 KH. Noor Ahmad SS sesuai dengan displin ilmu yang dimiliki berusaha membumikan dan mengembangkan falak. Jika gurunya KH. Ahmad Turaichan tidak meninggalkan karya ilmiyah, maka KH. Noor Ahmad SS mempunyai karya ilmiah dalam bidang ilmu hisab. Baik yang 9 Ibid 10 Ibid 11 Ibid
49 hisab urfi maupun haqiqi bittahqiqi. Sekalipun nama KH. Noor Ahmad SS tidak sepopuler gurunya KH. Ahmad Turaichan. c. Karya-karya KH. Noor Ahmad SS Salah satu unsur yang biasa dijadikan dasar pertimbangan menilai kualitas intelektual seseorang diukur dengan seberapa banyak dan sejauh mana kualitas karya ilmiah yang telah dihasilkan. KH Noor Ahmad SS termasuk salah satu tokoh hisab yang meninggalkan karya ilmiah, terbukti dari beberapa karangan kitab yang beliau dimiliki. Di antara karya beliau adalah: 1) Syawaariqul Anwaar Kitab ini terdiri dari dua juz. Juz pertama dalam kitab ini menerangkan tentang cara mengetahui awal bulan kamariyah dalam bulan jawa pasaran jawa dengan sistem hisab urfi. 12 Sedangkan yang kedua berisi tentang cara mengetahui waktu-waktu shalat dan mengetahui arah kiblat dengan menggunakan sistem sphrical trigonometri sebagaimana yang telah berkembang di era sekarang ini. Meskipun demikian masih menggunakan istilah-istilah yang ada di dalam kitab kuning. 13 2) Syamsul Hilal Kitab ini diterbitkan oleh Madrasah Tasywiq Al-Thullab Salafiyah (TBS). Kitab ini terdiri dari dua jilid. Jilid pertama tentang bagaimana 12 Baca selengkapnya, Noor Ahmad, Syawaariqul Anwaar, juz I (Kudus: TBS) tth. 13 Baca selengkapnya, Noor Ahmad, Syawaariqul Anwaar, juz II (Kudus: TBS) tth.
50 cara menghitung tahun syamsiyah, qomariyah, dan kalender jawa dengan menggunakan sistem urfi. 14 Sedangkan jilid kedua berisi tentang gerhana matahari dan gerhana bulan dengan menggunakan sistem hakiki namun dalam kitab ini tidak banyak dilihat koreksi-koreksi sebagaimana yang ada dalam kitab selanjutnya. Kitab ini dikarang beliau masih menggunakan rujukan kitabkitab klasik seperti Fatkhurroufil Manan, Tazkiratul Ihwan, dan Badiatul Mitsal, dimana kitab sersebut merupakan hasil cangkokan kitab Sulam Al- Nayyirain karya Muhammad Mansur Al-Batawi, dimana merupakan kitab yang penulisan datanya didasarkan kepada aliran geosentris. 15 Sehingga pengaruh literatur dari kitab falak yang digunakan pada saat mengarang kitab Syamsul Hilal sangat dominan. Sehingga kitab ini masuk ke dalam kategori kitab yang beraliran geosentris (hikiki taqribi). 16 3) Nurur Anwar Kitab ini diterbitkan juga oleh Madrasah Tasywiq Al-Thullab Salafiyah (TBS). Kitab ini merupakan karya ilmiyah yang paling mutakhir, dimana beliau sudah menfomulirkan kitab ini dengan seni komputer. Hal ini dapat dilihat dari sistem yang dikembangkan di dalam kitab tersebut. 14 Baca selengkapnya, Noor Ahmad, Syamsul Hilal, juz I (Kudus: TBS) tth. 15 Wawancara dengan KH. Noor Ahmad SS, 22 Agustus 2010 16 Baca selengkapnya, Noor Ahmad, Syamsul Hilal, juz I (Kudus: TBS) tth.
51 Nurul Anwar ini merupakan karya KH. Noor Ahmad SS yang paling modern dan paling terakhir. beliau mengarang kitab ini sudah mulai menggunakan data-data kitab yang mengikuti aliran heleocentris seperti Khulashah Al-Wafiyyah dan menggunakan komparasi beberapa ilmu astronomi modern. 17 Kitab ini terdiri dari dua jilid, jilid pertama tentang risalah falak yaitu berisi tentang penjelasan dan tata aturan yang harus dipenuhi jika menggunakan sistem hisab yang ada di dalam kitab Nurul Anwar. 18 Sedangkan jilid yang kedua berisi tentang jadwal falak yang menunjukkan sambungan dari jilid pertama. 19 Perhitungan dalam kitab Nurul Anwar sudah menggunakan hakiki bi al-tahkiki. Utamanya kupasan tentang awal bulan qomariyah, gerhana matahari dan gerhana bulan. Dalam kitab ini juga ditampilkan pengoperasian calculator scientific dimana para santri atau mahasiswa mampu mempelajari dengan mudah, juga terdapat dalil-dalil hadits Nabi tentang hisab dan rukyah. 20 17 Wawancara, op. cit 18 Baca selengkapnya, Noor Ahmad, Nurul Anwar, juz I (Kudus: TBS) tth. 19 Baca selengkapnya, Noor Ahmad, Nurul Anwar, juz II (Kudus: TBS) tth. 20 Ibid
52 B. Pemikiran Hisab Arah Kiblat KH. Noor Ahmad SS dalam Kitab Syawaariqul Anwaar Kitab ini terdiri dari dua juz. Juz pertama dalam kitab ini menerangkan tentang cara mengetahui awal bulan kamariah dalam bulan Jawa pasaran Jawa dengan sistem hisab urfi. Sedangkan yang kedua berisi tentang cara mengetahui waktu-waktu shalat dan mengetahui arah kiblat dengan menggunakan sistem spherical trigonometri sebagaimana yang telah berkembang di era sekarang ini. Meskipun demikian masih menggunakan istilah-istilah yang ada di dalam kitab kuning seperti ikhtilaf dan ittifaq. Kitab Syawaariqul Anwaar dapat dikatakan hanya dapat digunakan kepada wilayah Jepara saja yaitu tempat di mana KH. Noor Ahmad SS dilahirkan. Hal tersebut dikarenakan data-data yang ditampilkan dalam kitab tersebut sudah dikonversikan ke wilayah Jepara, seperti data perimbangan waktu. Meskipun demikian secara tidak langsung juga bisa digunakan kepada wilayah-wilayah lain selain Jepara karena tidak semua data dikonfersikan ke wilayah jepara sebagaimana data equation of time. 1. Metode Hisab Arah kiblat KH. Noor Ahmad SS dalam kitab Syawaariqul Anwaar. Perhitungan hisab pada kitab Syawaariqul Anwaar ini memakai konsep perhitungan spherical trigonometri (ilmu ukur segitiga bola). Adapun metode penentuan menggunakan bantuan bayang-bayang matahari (rasdhul kiblat) dengan alat bantu tongkat istiwak. Pemakaian
53 konsep tersebut menjadikan perhitungan yang digunakan masuk dalam kategori hisab hakiki bi al-tahkiki (mempunyai koreksi dan ketepatan yang tinggi). 21 Data yang dibutuhkan dalam perhitungan arah kiblat adalah data geografis Makkah dan tempat yang akan dihitung. Data geografis ada dua yaitu: garis lintang dan garis bujur. Sehingga dalam perhitungan arah kiblat data yang dibutuhkan adalah lintang dan bujur Makkah dan lintang dan bujur tempat yang akan ditentukan arah kiblatnya. Lintang (latitude) adalah semua lingkaran di permukaan bumi yang merupakan perpotongan semu antara semua bidang datar yang tegak lurus sumbu putar bumi dengan permukaannya. Lintang yang terkait dengan bidang datar yang melalui pusat bumi disebut khatulistiwa atau ekuator, sehingga merupakan linkaran besar bumi. Semua lintang yang lain merupakan lingkaran-lingkaran kecil dengan titik-titik pusatnya terletak pada sumbu putar bumi. Bahkan di kutub utara dan kutub selatan lintangnya hanya berupa titik saja. 22 Untuk membedakan lintang yang satu dengan lintang yang lain maka diukurlah besar sudut antara lintang tersebut dengan ekuator. Besar sudut suatu lintang adalah besar sudut yang terbentuk antara jari-jari bumi ke salah satu titik pada lingkaran lintang tersebut dengan bidang ekuator. 21 Noor Ahmad, op.cit. Hal. 22-32 22 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005) hal. 4
54 Semua lintang yang terletak di sebelah utara ekuator disebut lintang utara (LU) dan yang terletak di sebelah selatan disebut lintang selatan (LS). Lintang pada kutub utara atau kutub selatan hanya berbentuk titik, tidak lagi berbentuk lingkaran, besar sudut yang terkait adalah 90. Untuk membedakan belahan bumi utara dan belahan bumi selatan, maka lintang utara diberi tanda positif (+) sedangkan lintang selatan diberi tanda negatif (-). 23 Bujur (longitude) adalah semua lingkaran besar di permukaan bumi yang melalui kutub utara dan selatan. Seperti halnya lintang maka lokasi bujur-bujur itu dinyatakan dalam derajat ( ), ditentukan oleh besar sudut antara bidang yang memuat bujur tersebut dengan bidang yang memuat bujur yang melalui kota Greenwich. Semua bujur yang teletak di sebelah timur bujur ini disebut bujur timur (BT) dan yang terletak di sebelah barat bujur ini disebut bujur barat (BB). Tiap bujur barat atau bujur timur hanyalah merupakan ½ lingkaran penuh, dengan kata lain ½ lingkaran untuk bujur timur dan ½ lingkaran lagi untuk bujur barat. Bujur yang melalui kota Greenwich adalah merupakan batas antara bujur barat dan bujur timur atau boleh disebut 0 BB atau 0 BT. 24 Metode yang selama ini banyak digunakan untuk menentukan arah kiblat adalah dengan menggunakan rumus segitiga. Begitupun 11-13 23 Dimsiki hadi, Sains Untuk Kesempurnaan Ibadah, (Yogyakarta: Prima Pustaka, 2009) hal. 24 Ibid
55 perhitungan yang terdapat dalam kitab Syawaariqul Anwaar yang dikategorikan ke dalam kitab klasik juga menggunakan rumus-rumus segitiga bola. Tiga titik sudut utama segitiga bola ini dalam perhitungan arah kiblat adalah pertama, lokasi kota Makkah, titik sudut yang kedua adalah kutub utara dan titik sudut yang ketiga adalah lokasi tempat yang hendak ditentukan arah kiblatnya. Rumus menentukan arah kiblat yang terdapat dalam kitab Syawaariqul Anwaar adalah: Rumus menentukan Arah Kiblat: 25 Tan B = Tan b x Sin a x Cosec c Cos a x Cotg c Adapun cara perhitungannya yaitu: a = Lintang Tempat Rumus: Ikhtilaf = 90 + lintang tempat Ittifaq = 90 lintang tempat b = Lintang Makkah 21 25 LU 26 c = Bujur tempat dari Makkah, sedangkan bujur Makkah 39 57 BT 27 Rumus arah kiblat tersebut dapat digunakan untuk menentukan posisi arah kiblat seluruh dunia, sebagaimana contoh yang terdapat pada lampiran pertama dalam skripsi ini. 25 Noor Ahmad, op. cit. Hal. 22 26 Ibid. Hal. 33 27 Ibid
56 Metode yang digunakan dalam penentuan arah kiblat adalah rashdul kiblat dengan menggunakan bantuan sinar matahari. Dasar pemikirannya yaitu apabila pada suatu saat matahari berkulminasi tepat di atas ka bah di Makkah, maka arah banyangan horizontal dari sebuah batang vertikal di semua tempat adalah sama dengan arah kiblat. Posisi matahari di atas Ka bah terjadi pada deklinasi matahari sebesar lintang tempat Ka bah serta ketika matahari berada pada titik kulminasi atas dilihat dari Ka bah. Hal demikian tejadi di wilayah Indonesia pada tanggal 28 Mei pada jam 16:17:56 WIB atau tanggal 16 Juli pada jam 16:26:43 WIB. Adapun bagi kota Makkah tentu saja pada saat itu pukul 12.00 AST (Apparent Solar Time). 28 Rashdul kiblat juga dapat ditentukan setiap hari yaitu pada pukul berapa bayangan suatu banda tegak lurus mangarah ke arah kiblat. Hal ini dapat dilakukan apabila untuk suatu tempat sudah diketahui arah kiblatnya. Maka perhitungan rashdul kiblat harian sangat bergantung kepada data posisi kiblat. Namun demikian tidak dapat dikatakan bahwa data-data yang lain tidak dibutuhkan. Sehingga rumus yang digunakan dalam menentukan rashdul kiblat harian tidak begitu berbeda dengan rumus yang digunakan oleh buku-buku yang lain, yaitu: 28 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, cet I (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004) hal. 73-74
57 Rumus : menentukan bayang-bayang matahari 29 Cotg P Cos C Iktilaf Ittifaq = Sin b x Cotg A = Tan a x Cotg b x Cos p = C P = C + P Keterangan: P = Sudut pembantu C = Sudut waktu matahari A = Arah kiblat a = Deklinasi matahari b = Lintang tempat Rumus tersebut digunakan untuk menentukan kapan bayangan suatu benda tegak lurus mengarah ke kiblat. sebagaimana contoh yang terdapat pada lampiran kedua dalam skripsi ini. Berbeda dengan hisab yang terdapat dalam kitab-kitab yang lain seperti kitab Durusul Falakiyah karya Muhammad Ma sum bin Ali 30 yang menguraikan perhitungan arah kiblat dengan menggunakan tabeltabel perhitungan, namun data perhitungan yang ditampilkan dinyatakan dalam bentuk derajat secara langsung. Hal seperti itupun terjadi dalam hisab-hisab arah kiblat kontemporer yang menggunakan spherical trigonometri pada era sekarang ini, sebagaimana hisab yang terdapat 29 Noor Ahmad, op. cit. Hal. 29 30 Muhammad Ma sum bin Ali, Durusul Falakiyah, (Kewarun Jombang: Maktabah Sa at bin Nasir, 1992) hal. 6-16
58 dalam salah satu buku Muhyiddin Khazin yaitu Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek. 31 Sebaliknya hisab yang terdapat dalam kitab Syawaariqul Anwaar, meskipun berujuk pada perhitungan spherical trigonometri namun data perhitungan terlebih dahulu dinyatakan dalam bentuk radian bukan dalam bentuk derajat. Hal ini dikarenakan referensi yang digunakan adalah perhitungan logaritma. Suatu karya tidak terlepas dari alur pemikiran si pembuat karya. Begitupun karya dari salah satu ahli falak dari Jepara KH. Noor Ahmad SS. Hisab arah kiblat dalam kitab Syawaariqul Anwaar memiliki perbedaan dan kesamaan dengan kitab-kitab yang lainnya. a) Perbedaan konsep dengan kitab-kitab yang lainnya. Konsep Ikhtilaf dan Ittifaq Secara bahasa ikhtilaf dan ittifaq berasal dari bahasa Arab. Ikhtilaf mempunyai arti perbedaan sedangkan ittifaq mempunyai arti persamaan. Kedua istilah tersebut biasanya digunakan dalam ilmu fiqh. Penggunaan dua istilah tersebut di dalam ilmu falak mempunyai arti yang hampir sama dengan penggunaan di dalam ilmu fiqh yaitu perbedaan dan persamaan. Ikhtilaf dalam ilmu falak dirtikan sebagai perbedaan tanda antara (+) dan (-). Sedangkan ittifaq 31 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, cet I, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004) hal. 49-80
59 dirtikan sebagai persamaan tanda baik antara (+) dan (+) atau (-) dan (-). Kedua istilah tersebut bertujuan untuk selalu mempositifkan data yang negatif. Hal tersebut dikarenakan perhitungan dalam kitab Syawaariqul Anwaar tidak mengenal data negatif. 32 Dua istilah tersebut juga mengakibatkan adanya dua rumus yang berbeda. Hal ini disebabkan pada zaman dahulu belum terdapat kalkulator scientific, yang ada cuma perhitungan dengan menggunakan logaritma sebagaimana yang terdapat dalam kitab Syawaariqul Anwaar jilid pertama. 33 Dua rumus tersebut terdapat dalam penentuan data lintang tempat dan penentuan sudut waktu matahari. 34 Rumus yang dipakai yaitu: Ikhtilaf Ittifaq = 90 + lintang tempat = 90 lintang tempat Contoh: daerah Semarang, 6 56 LS 35, maka rumus yang dipakai adalah ikhtilaf: 90 + lintang tempat (90 + 6 56 ). Hal ini dikarenakan data lintang tempat bernilai negatif karena posisinya berada pada lintang selatan dan bertemu dengan data positif yaitu 90. Sedangkan contoh untuk daerah Manado (Sulawesi), 1 37 32 Noor Ahmad, Ibid, hal. 5 33 Wawancara dengan KH. Noor Ahmad SS, 03 Maret 2011 34 Ibid 35 Noor Ahmad, op. cit. Hal. 33
60 LU 36, maka rumus yang dipakai adalah ittifaq: 90 lintang tempat (90-1 37 ). Hal ini dikarenakan data lintang tempat Manado bernilai positif karena posisinya berada di sebelah utara dan bertemu dengan data positif yaitu 90 Ikhtilaf Ittifaq = C P = C + P Menentukan sudut waktu matahari dibutuhkan rumus ikhtilaf dan ittifaq. Ikhtilaf : C P (yaitu apabila data deklinasi matahari dan arah kiblat terdapat perbedaan. Misalnya, pada tgl 22 Desember di Jepara. Deklinasi bernilai negatif karena matahari berada di sebelah selatan - 23 26 37 dan arah kiblat bernilai positif 24 22 ). Sedangkan ittifaq : C + P (yaitu apabila data deklinasi matahari dan arah kiblat terdapat perbedaan. Misalnya, pada tgl 22 Juni di Jepara. Deklinasi bernilai positif karena matahari berada si sebelah utara - 23 26 38 dan arah kiblat juga bernilai positif 24 22 ) Perlu diketahui Jika C hasilnya negatif dapat diartikan bahwa pada waktu itu matahari belum melewati MP (Meridian Pass). Sebaliknya jika C hasilnya positif dapat diartikan matahari sudah melewati MP. Harga mutlak C tidak boleh lebih besar dari setengah busur siang. Jika lebih besar matahari akan melewati posisi arah 36 Ibid 37 Ibid, hal. 4 38 Ibid
61 kiblat pada malam hari, sehingga bayangan arah kiblat tidak akan terjadi. 39 b) Persamaan konsep dengan kitab-kitab yang lainnya. Konsep 15 derajat Ketika matahari berada di jalur ka bah bayangan matahari berimpit dengan arah yang menuju ka bah untuk suatu lokasi atau tempat, sehingga pada waktu itu setiap benda yang berdiri tegak di lokasi yang bersangkutan akan langsung menunjukkan arah kiblat. Berbicara mengenai posisi matahari, maka terdapat dua sudut yang menyangkut kedudukan matahari pada suatu saat. Kedua sudut tersebut yaitu sudut jam dan sudut deklinasi. Berbicara mengenai konsep 15 maka secara tidak langsung kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan sudut waktu matahari bukan sudut deklinasi. Sudut waktu matahari pada suatu saat untuk suatu tempat adalah pergeseran sudut posisi matahari di sebelah barat atau timur meridian (garis bujur) tempat tersebut, sebagai akibat perputaran bumi pada sumbunya dengan kecepatan sudut sebesar 15 per jam. Dalam spherical trigonometri, ukuran sudut dalam derajat seringkali digunakan. Adapun besar suatu sudut dalam ukuran derajat dapat dijelaskan dengan konsep sudut sebagai jarak putar. Panjang lintasan yang dilalui sama dengan keliling lingkaran dan besar sudut 39 Muhyiddin Khazin, op.cit. hal. 70
62 yang disapu sama dengan 360 derajat. Untuk itu, agar sudut waktu dapat disajikan dalam ukuran jam, maka dibagi 15 dengan turunan sebagai berikut: 360 = 24 jam 15 = 1 15 = 1 jam 1 = 4 1 = 4 Faktor 15 mempunyai satuan /jam yang tak lain adalah kecepatan sudut semu matahari mengelilingi bumi. Disebut demikian karena yang berputar bukan mataharinya melainkan buminya. 15 yang terdapat dalam perhitungan arah kiblat digunakan untuk mengubah atau mentransformasikan data sudut waktu matahari menjadi data jam. 40 Konsep kulminasi jam 12.00 Bumi melakukan dua gerakan sekaligus yaitu berotasi pada sumbunya dan berevolusi terhadap matahari. Sumbu rotasi bumi tidak tegak lurus terhadap sumbu revolusi, tetapi memiliki kemiringan 23,5 derajat. Karena kemiringan inilah bagian bumi yang diterangi matahari berbeda-beda selama setahun. Dari maret hingga September lebih banyak menerangi belahan bumi bagian utara. Sebaliknya dari September hingga maret lebih banyak menerangi 40 Dimsiki Hadi, op.cit. 44-45
63 belahan bumi bagian selatan. Jika fenomena ini dicermati dari bumi, maka terlihat seolah-olah matahari bergerak dari utara ke selatan selama setengah tahun, lalu bergerak dari selatan ke utara pada setengah tahun berikutnya. Hal ini disebut dengan gerak semu matahari. 41 Gerak semu matahari berakibat adanya kulminasi matahari yaitu matahari tepat berada di wilayah khatulistiwa. Akibat kulminasi matahari lama waktu antara siang dan malam sama (12 jam) di seluruh permukaan bumi. Bagi kita yang hidup di khatulistiwa mungkin malam dan siang sama panjangnya, tetapi tidak bagi orangorang yang tinggal di utara atau selatan khatulistiwa. 42 Sistem AST 43 mengatakan bahwa saat matahari mencapai titik kulminasi untuk suatu tempat, maka saat itu untuk tempat tersebut didefinisikan sebagai pukul 12.00 tepat. Untuk mengubah sistem AST menjadi sistem LST 44 atau sebaliknya, diperlukan sistem perantara yang biasa disebut dengan sistem waktu matahari rata-rata (Mean Solar Time). 45 41 http///www.garis lintang dan bujur. Diakses pada tanggal 04 maret 2011 42 Wawancara dengan putra KH. Noor Ahmad SS yaitu Syaiful Mujab, 09 Maret 2011 43 AST (Apparent Solar Time) yaitu waktu matahari hakiki. Lihat Dimsiki Hadi, op.cit. hal. 30 44 LST (Local Standard Time) sebagaimana yang terdapat di Indonesia yaitu WIB (Waktu Indonesia Barat) WITa (waktu Indonesia Tengah) dan WIT (waktu Indonesia Timur). Ibid, hal. 16 45 Ibid. hal.32
64 Dalam kitab Syawaariqul Anwaar menggunakan dua acuan sekaligus yaitu 12 jam yang digunakan sebelum zawal dan 12 jam yang digunakan setelah zawal. 12 jam sebelum zawal didapat apabila sudut waktu matahari bernilai negatif. Hasil perhitungan rashdul kiblat adalah pagi hari. Sedangkan 12 jam setelah zawal didapat apabila sudut waktu yang didapat bernilai positif. Hasil perhitungan waktu bayang-bayang suatu benda yang tegak lurus mengarah ke kiblat (Rashdul kiblat) terjadi pada waktu sore hari. Kedua acuan tersebut digunakan untuk menentukan waktu istiwak atau waktu matahari hakiki. 46 2. Akurasi data hisab arah kiblat KH. Noor Ahmad SS dalam kitab Syawaariqul Anwar Hisab arah kiblat merupakan suatu proses untuk mengetahui posisi arah kiblat. Hisab tersebut ada yang menggunakan rumus segitiga bola dengan bantuan sinar matahari (Rashdul Kiblat) atau dengan mencari terlebih dahulu azimuth matahari. Namun dalam hisab tersebut tidak terlepas dari sebuah data. Sehingga dapat dikatakan data merupakan elemen yang sangat penting dalam setiap perhitungan. Setiap kitab baik yang dikategorikan ke dalam kitab klasik atau pun kontemporer mempunyai acuan data tersendiri. Badan Hisab Rukyah Indonesia dalam perhitungan mengacu kepada data yang diterbitkan oleh 46 Ibid
65 Departemen Agama Republik Indonesia yang biasa disebut dengan data ephimeris yang tersaji dalam bentuk software winhisab. Namun dalam kitab-kitab terdahulu, kebanyakan data yang dipakai menggunakan data Almanac Nautika. Dua data tersebut menggambarkan bahwa dalam perhitungan arah kiblat atau hisab-hisab yang lain seperti hisab awal waktu shalat tidak akan sepenuhnya sama tetapi terdapat berbedaan meskipun tidak sebegitu signifikan. Syawaariqul Anwaar karya KH. Noor Ahmad SS pun menggunakan data yang disadur dari data Almanac Nautika 1982 M. 47 Keterangan yang didapat dari data tersebut yaitu apabila nilai detik kurang dari 30 detik maka dihilangkan tetapi jika lebih dari 30 detik maka ditambah satu menit. Sehingga dapat dikatakan data yang terdapat di dalam Almanac Nautika 1982 tingkat keakurasiannya masih menggunakan satuan menit. Almanak Nautika adalah sebuah jadwal astronomi yang dibuat oleh Simon New Comb (1835-1909) ketika berkantor di Nautical Almanac Amerika, yang kemudian jadwalnya sampai sekarang terkenal dengan mana Almanac Nautika. Almanak Nuutika, pertama sekali dikembangkan di Indonesia oleh H. Saadoe ddin Djambek (Ketua Badan Hisab & Rukyah Depag RI yang pertama). Wacana fiqh hisab rukyah dan teknik hisab menjelaskan bahwa Almanac Nautika diklasifikasikan ke 47 Noor Ahmad, op.cit, juz II, Hal. 22-33
66 dalam tipologi hisab hakiki kontemporer karena markaz observasinya adalah Greenwich London. Dalam perhitungan arah kiblat data yang dibutuhkan adalah data geografis yaitu lintang dan bujur Makkah, serta lintang dan bujur tempat yang akan ditentukan arah kiblatnya. Data lintang dan bujur Makkah yang dipakai dalam kitab tersebut adalah 21 25 LU 48 dan 39 57 BT. 49 Data yang ditampilkan dalam kitab tersebut tak hanya lintang dan bujur Makkah saja tetapi data lintang dan bujur setiap wilayah yang terdapat di Indonesia, misal Jepara, Semarang, Surabaya, dan kota-kota lainnya. Data yang ditampilkan berbentuk tabel yang berisi nama lintang dan bujur tempat, selisih bujur Makkah daerah atau yang biasa disebut SBMD dalam perhitungan arah kiblat, dan juga terdapat data yang menampilkan arah kiblat yang diukur dari barat ke utara. Disamping itu, kitab Syawaariqul Anwaar juga mencantumkan data deklinasi matahari dan equation of time atau perata waktu yang terdapat dalam tabel deklinasi dan equation pada halaman 4 dan 34. Data tersebut digunakan untuk menentukan kapan bayang-bayang matahari suatu benda tegak lurus mengarah ke kiblat. 50 Deklinasi matahari (Mail Awwal Li Al-Syamsi) yaitu jarak posisi matahari dengan ekuator atau khatulistiwa langit diukur sepanjang 48 Ibid. hal 33 49 Ibid 50 Ibid, hal 4
67 lingkaran deklinasi atau lingkarang waktu. Deklinasi sebelah utara ekuator diberi tanda positif (+) dan sebelah selatan ekuator diberi tanda negatif (-). 51 Ketika matahari melintasi khatulistiwa deklinasinya adalah 0 yaitu terjadi sekitar tanggal 21 maret dan 23 september. Deklinasi terjauh terjadi pada tanggal 21 juni dan 22 desember yaitu sekitar 23 27. 52 Equation of time atau di dalam beberapa kitab klasik seperti kitab Syawaariqul Anwaar disebut dengan perata waktu yaitu selisih antara waktu matahari hakiki dengan waktu matahari rata-rata (pertengahan). Dalam ilmu falak biasa dilambangkan dengan huruf e (kecil). Nilai equation of time mengalami perubahan dari waktu ke waktu selama satu tahun. Hal demikian dikarenakan peredaran bumi mengelilingi matahari berbentuk ellips, di mana matahari berada pada salah satu titik pusatnya, sehingga suatu saat bumi dekat dengan matahari (perehelium) yang menyebabkan gaya grafitasi semakin kuat. Sehingga perputaran bumi menjadi cepat yang akibatnya sehari semalam kurang dari 24 jam. Pada saat lain bumi jauh dengan matahari (aphelium) yang menyebabkan gaya hal. 41 51 Ahmad Izzuddin, Menentukan Arah Kiblat Praktis, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2010) 52 Ibid.
68 grafitasi menjadi lemah. Sehingga perputaran bumi menjadi lambat dan akibatnya sehari semalam lebih dari 24 jam. 53 62 53 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, cet II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) hal.