DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... ix KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.3.1 Tujuan Umum... 5 1.3.2 Tujuan Khusus... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Tipe 2... 8 2.2 Nefropati Diabetik... 10 2.2.1 Definisi... 10 2.2.2 Etiologi dan Patofisiologi... 11 2.2.3 Gejala Klinis dan Diagnosis... 12 2.2.4 Pengobatan... 13 2.3 Kebutuhan Nutrisi pada Pasien Nefropati Diabetik... 14 2.4 Malnutrisi dan Status Nutrisi pada Nefropati Diabetik... 15 2.5 Pengukuran Status Nutrisi dengan SGA dan BMI... 17 2.6 Proteinuria... 20 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir... 24 3.2 Kerangka Konsep... 24 3.3 Hipotesis Penelitian... 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian... 26 4.2 Tempat dan Waktu Penelitin... 26 4.3 Subjek dan Sampel... 26 4.3.1 Populasi Penelitian... 26 4.3.2 Sampel Penelitian... 26 4.3.3 Besar Sampel... 27 4.3.4 Teknik Penentuan Sampel... 28 xii
4.3.5 Responden... 28 4.4 Variabel Penelitian... 28 4.4.1 Identifikasi Variabel... 28 4.4.2 Klasifikasi Variabel... 28 4.4.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 29 4.5 Cara dan Alat Pengumpulan Data... 32 4.6 Protokol Penelitian... 33 4.7 Pengolahan dan Analisis Data... 35 4.7.1 Pengolahan Data... 35 4.7.2 Analisis Data... 36 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian... 38 5.1.1 Karakteristik Responden/Sampel Penelitian... 38 5.1.2 Status Nutrisi dan Derajat Proteinuria... 39 5.2 Analisis Data... 41 5.2.1 Hubungan Tekanan Darah dengan Derajat Proteinuria... 41 5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Derajat Proteinura... 41 5.2.3 Hubungan BMI dengan Derajat Proteinuria... 42 5.2.4 Hubungan SGA dengan Derajat Proteinuria... 43 5.3 Pembahasan... 44 5.4 Kelemahan Penelitian... 47 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan... 48 6.2 Saran... 48 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii
ABSTRAK HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN DERAJAT PROTEINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI NEFROPATI DIABETIK DI RSUP SANGLAH Di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 2.1% mengalami diabetes melitus. Diantara komplikasi yang terjadi, nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi yang memiliki tingkat mortilitas dan morbiditas yang cukup tinggi. Pada diabetes melitus tipe 2 mikroalbuminuria bersifat ireversibel, dan sebanyak 20-40% pasien akan mengalami proteinuria. Selain sebagai marker untuk menilai kelainan ginjal, proteinuria juga dihubungkan dengan BMI. Semakin meningkat BMI pasien yang diteliti, derajat keparahan proteinuria semakin meningkat Penelitian ini bertujuan untuk menilai status nutrisi dan apakah ada hubungannya dengan derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik. Metode penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Dari 48 sampel yang memenuhi kriteria inklusi, berdasarkan Subjective Global Assessment (SGA) 31 orang berstatus nutrisi baik (A), 11 orang suspek malnutrisi, 6 orang malnutrisi. Berdasarkan Body Mass Index (BMI) 3 orang underweight, 30 orang normal, 13 orang overweight, dan 2 orang obese I. Distribusi derajat proteinuria yaitu 2 orang negatif, 10 orang +1, 12 orang +2, 13 orang +3, dan 11 orang +4. Hasil analisis dengan uji chi-square didapatkan hubungan yang tidak signifikan antara status nutrisi berdasarkan BMI dengan derajat proteinuria (p=1.00). Hubungan status nutrisi berdasarkan SGA dengan derajat proteinuria juga didapatkan hasil analisis yang tidak signifikan (p=0.46). Hasil yang tidak signifikan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu jumlah sampel, faktor yang mempengaruhi proteinuria, dan komplikasi yang diderita pasien. Kata Kunci : Nefropati Diabetik, Status Nutrisi, Derajat Proteinuria. xiv
ABSTRACT THE ASSOCIATON BETWEEN NUTRITIONAL STATUS WITH PROTEINURIA DEGREES IN TYPE 2 DIABETES MELLITUS PATIENTS WITH DIABETIC NEPHROPATHY COMPLICATION IN SANGLAH HOSPITAL In Indonesia on 2013 about 2.1% had diabetes mellitus. Between complications that were appeared, nephropathy diabetic was one of complication which has high mortality and morbidity. On type-2 diabetes has irreversible microalbuminuria, and in about 20-40% patients will get proteiniuria. Beside become as a marker for kidney disorder, proteinuria is associated with BMI. The more higher the BMI, the more higher its proteinuria degrees. The aims of this research are to know the nutritional status of the patients and an association nutritional status according to SGA and BMI with proteinuria degrees. The research design used was analytical cross-sectional method. The sample was choosed by consecutive sampling technique. From 48 samples who were passed the inclusion criteria, according to subjective global assessment (SGA) was 31 of them listed as good nutrition (A), 11 of them suspect malnutrition (B), and 6 of them malnutrition. According to BMI, 3 patients underweight, 30 patients normal, 13 patients overweight, and 2 patients obese I. The distribution of proteinuria degrees are 2 patients negative, 10 patients +1, 12 patients +2, 13 patients +3, and 11 patients +4. The result from chi-square analysis was found, not significant association between nutritional statuses according BMI with proteinuria degrees (p=1.00). Also found a not significant association between nutritional statuses according SGA with proteinuria (p=0.46). The unsignificant result was caused by some factors which are samples numbers, factor that influence proteinuria, and patient s complication. Keyword : Diabetic Nephropathy, Nutritional Status, Proteinuria Degrees. xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh genetik atau karena difisiensi sekresi insulin oleh pankreas yang didapat (acquired). Diabetes melitus ada 2 tipe yaitu, diabetes melitus tipe 1 (DMT1) dan diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Kelainan yang terjadi pada DMT1 adalah gagalnya pankreas untuk menyekresikan insulin, sedangkan kelainan yang terjadi pada DMT2 adalah resistensi insulin terhadap peningkatan kadar glukosa, dimana pada kasus DMT2 sekresi insulinya tetap normal. Dari tipe diabetes yang ada, DMT2 lebih banyak terjadi yaitu sekitar 90% dari semua kasus diabetes melitus (WHO, 2002). Hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa dalam darah merupakan efek dari diabetes melitus yang paling banyak dan yang paling sulit dikontrol, sehingga menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh lainnya terutama pada saraf dan pembuluh darah (WHO, 2013). Sebanyak 347 juta orang di dunia menderita diabetes melitus. Pada tahun 2004 diperkirakan sebanyak 3,4 juta orang meninggal karena diabetes melitus, dan jumlah yang hampir sama juga terjadi pada tahun 2010. Lebih dari 80% penderita diabetes melitus di negara-negara yang berpendapatan menengah kebawah meninggal. Negara-negara di Asia berkontribusi lebih dari 60% dari semua penderita diabetes melitus, dan prevalensi yang tercatat di Indonesia berdasarkan sebanyak 2.1% pada tahun 2013 (WHO, 2013; Ramachandran, 2012; Kemenkes, 2013). xvi
Pencegahan dan penanganan secara dini sangat diperlukan untuk menghindari supaya tidak terjadi komplikasi yang akan makin mempersulit dalam pengobatan bagi penderita diabetes melitus. Prinsip penanganan diabetes melitus ada 4 yaitu nutrisi (diet), olahraga (exercise), edukasi, dan pengobatan (medication). Nutrisi (diet) merupakan penanganan dasar yang harus dilakukan oleh semua penderita diabetes melitus, terutama pada pasien diabetes melitus tipe 2 untuk menjaga kadar glukosa dalam darah dan supaya tidak terjadi komplikasi yang akan lebih memperberat penyakit. Tetapi lebih dari setengah pasien gagal untuk menjalani diet karena kurangnya pengetahuan tentang tujuan dari terapi ini. Jika kadar glukosa tidak terkontrol dengan baik komplikasi yang bisa terjadi antara lain retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan yang lainnya (Greenspan,2004). Diantara komplikasi yang terjadi, CKD merupakan salah satu komplikasi yang meiliki tingkat mortilitas dan morbiditas yang cukup tinggi, dimana sekitar sepertiga dari penderita DMT2 akan menderita CKD. Dan untuk pasien yang menjalani dialisis, 45% diantaranya menderita diabetes sebagai penyebab dari gagal ginjal yang diderita. Pasien yang menderita CKD sedang sampai berat sebanyak 15-23% adalah pasien dengan diabetes (Coresh dkk,2003; Remuzzi dkk,2002; USRDS, 2006). Tanda awal dari disfungsi ginjal pada pasien diabetes yaitu mikroalbuminuria, yang terjadi pada 2-5% per tahun pada pasien DMT2. Pada diabetes melitus tipe 2 mikroalbuminuria bersifat ireversibel, dan sebanyak 20-40% pasien akan mengalami proteinuria. Pasien yang mengalami proteinuria, 10-50% berkembang menjadi CKD yang memerlukan dialisis atau xvii
transplantasi, dan sekitar 40-50% pasien DMT2 yang memiliki mikroalbuminuria meninggal dunia. Jumlah ini tiga kali lebih banyak dari kematian pada pasien diabetes melitus dengan gangguan jantung tanpa kelainan ginjal (Nelson, 1988; Coresh dkk,2003; Brenner, 2001; Mogensen, 1984). Malnutrisi lebih tinggi terjadi pada pasien dialisis dengan diabetes dari pada tanpa diabetes. Malnutrisi yang terjadi disebabkan oleh banyak faktor dan pada beberapa kasus karena pembatasan asupan nutrisi. Pembatasan asuan nutrisi ini berhubungan dengan terapi nutrisi (diet) berperan penting dalam pencegahan dan penanganan komplikasi yang terjadi. Pengurangan konsumsi makanan yang mengandung tinggi potasium, posfor dan sodium juga sangat disarankan. Pengurangan konsumsi protein 0,8 g/kg berat badan diperlukan untuk direkomendasikan pada pasien diabetes dengan CKD untuk mengurangi albuminuria dan memperlambat kerusakan fungsi ginjal. Penelitian yang dilakukan oleh William pada tahun 2000 pada pasien proteinuria yang dilakukan diet protein yang berkembang menjadi End Stage Renal Disease (ESRD) sebanyak 6% dibandingkan dengan yang tidak mengatur diet protein yang berkembang menjadi ERSD sebanyak 27% (Mitch, 2000; Raffaitin, 2007; Cavanaugh, 2007). Malnutrisi biasanya masih sulit untuk dinilai, karena pasien diabetes yang menderita CKD banyak yang masih kelebihan berat badan. Kurangnya perhatian, edukasi, masalah ekonomi dan pengobatan yang beragam berhubungan dengan malnutrisi yang menyebabkan meningkatnya moratalitas dan morbiditas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Alejandro et al pada 1.090 subjek yang menderita diabetes, sebesar 39,1% beresiko malnutrisi dan xviii
21,2% mengalami malnutrisi. Pada pasien yang mengalami malnutrisi memiliki kadar albumin dibawah 2,5 g/dl, dan pada pasien yang status nutrisinya normal memiliki kadar albumin yang normal (>3,5 g/dl) ( Raffaitin dkk, 2007; Paris dkk, 2013). Subjective Global Assessment (SGA) merupakan alat yang digunakan untuk menilai status nutrisi dan juga untuk memprediksikan prognosis dari kondisi klinis yang berhubungan dengan status nutrisi. SGA direkomendasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) untuk digunakan sebagai alat untuk menilai status nutrisi pada pasien dialisis (Steiber dkk, 2004). Status nutrisi biasanya paling sering dilihat dari Body Mass Index (BMI) karena metodenya sangat mudah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hernan dkk, terdapat hubungan antara BMI dengan proteinuria. Proteinuria merupakan salah satu tanda yang digunakan untuk menilai apakah terdapat gangguan fungsi ginjal. Pada pasien nefropati diabetik, adanya protein dalam urin secara persisten merupakan salah satu kriteria diagnosis. Selain sebagai marker untuk menilai kelainan ginjal, proteinuria juga dihubungkan dengan BMI. Pada penelitian yang dilakukan oleh Trimarchi dkk di rumah sakit Britanico, semakin meningktanya BMI pasien yang diteliti, derajat keparahan proteinuria semakin meningkat. Namun pada penelitian ini hanya dilakukan pada pasien hemodialisis kronik dan baru menghubungkan derajat proteinuria dengan BMI saja, belum ada data penelitian hubungan status nutrisi yang dinilai dengan SGA pada pasien nefropati diabetik dengan derajat proteinuria di rumah sakit umum di Indonesia (Trimarchi dkk, 2013) xix
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian analitik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara status nutrisi dan derajat proteinuria pada pasien DMT-2 dengan komplikasi nefropati diabetik. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi studi pendahuluan sehingga mampu ditelusuri sesungguhnya apakah status nutrisi berhubungan dengan derajat proteinuria. Apabila telah didapatkan hubungan pasti, akhirnya gambaran status nutrisi dapat digunakan untuk memperkirakan proteinuria dan digunakan sebagai dasar menentukan terapi terutama terapi nutrisi. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah status nutrisi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik di RSUP Sanglah? 2. Bagaimanakah gambaran derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik di RSUP Sanglah? 3. Adakah hubungan antara status nutrisi dengan derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik di RSUP Sanglah? 3.3 Tujuan penelitian 1.2.1 Tujuan Umum Menilai status nutrisi dan untuk mengetahui adakah hubungannya dengan derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik di RSUP Sanglah. 1.2.2 Tujuan Khusus 1.Mengetahui demografi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik di RSUP Sanglah. xx
2.Menilai status nutrisi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik berdasarkan Subjective Global Assessment (SGA). 3.Menilai status nutrisi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik berdasarkan Body Mass Index (BMI). 4.Mengetahui apakah ada hubungan status nutrisi dengan derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik di RSUP Sanglah. 1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat Untuk Peneliti Dapat digunakan sebagai dasar dalam penangan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik. 1.3.2 Manfaat Untuk Program a. Dengan mengetahui gambaran status nutrisi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik, maka dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas terapi nutrisi yang diberikan pada penderita yang dirawat di RSUP Sanglah. b. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambahkan data mengenai hubungan status nutrisi dengan derajat proteinuria pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik yang dirawat di RSUP Sanglah. 1.3.3 Manfaat Untuk Masyarakat xxi
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemberian terapi nutrisi bagi pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik sesuai dengan nutrisi yang diperlukan oleh pasien. xxii