BAB I PENDAHULUAN. dan teori-teori sains semata, siswa kurang dilatih untuk melakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan merupakan suatu kunci pokok untuk mencapai cita-cita suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut dalam menghafal rumus rumus fisika dan menyelesaiakan soal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. Matematika bertujuan untuk membekali siswa agar memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

EFEK MODEL PEMBELAJARANINQUIRY TRAINING MENGGUNAKAN MIND MAPPING DAN MOTIVASI TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip dasar pembelajaran IPA antara lain adalah prinsip keterlibatan, prinsip

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA PELAJARAN FISIKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Arus kemajuan zaman yang ditandai dengan semakin pesatnya ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

MODEL INQUIRY TRAINING DENGAN SETTING KOOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

I. PENDAHULUAN. Bab I ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI KOTA TEBING TINGGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan pendidikan khususnya pendidikan di sekolah. Pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. pesat telah membawa perubahan besar terhadap pendidikan. Dewasa ini perlu

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Guna mencapai derajat sarjana S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh: ERWIN SETYANINGSIH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. merupakan satu usaha yang sangat penting dan dianggap pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN MURDER TERHADAP PARTISIPASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA SMA NEGERI 1 GOMBONG PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan untuk membentuk manusia yang berkualitas, dan berguna untuk kemajuan hidup bangsa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Prof. Langeveld seorang ahli pedagogik dari negeri Belanda

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada proses belajar mengajar ada interkasi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru, dimana

BAB I PENDAHULUAN. banyak faktor. Salah satunya adalah kemampuan guru menggunakan desain

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini peranan guru masih mendominasi suasana pembelajaran (teacher centered), indikasinya adalah guru lebih banyak memberikan pengajaran yang bersifat instruksi (perintah), sementara siswa hanya berperan sebagai objek belajar yang pasif, di mana siswa hanya sekedar diberi informasi tentang konsepkonsep, dan teori-teori sains semata, siswa kurang dilatih untuk melakukan kegiatan-kegiatan penyelidikan sehingga mereka mampu menemukan sendiri konsep-konsep tersebut. Indahwati (2012) Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMA IT AL- Fityan School Medan berjumlah 31 siswa dengan penyebaran angket didapatakan bahwa guru hanya melakukan pembelajaran langsung dengan persentase nilai (54,8%), latihan soal (45,16%), praktikum (0%), tanya jawab (kuis) (64,52%). Berdasarkan data yang dapat dilihat bahwasanya siswa jarang melakukan praktikum dapat dikatakan tidak pernah dilakukan oleh guru yang bersangkutan. Ditemukan bahwa guru masih mengajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, penugasan dengan sesekali melalukan demonstrasi di depan kelas. Guru mendominasi kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga siswa cendrung pasif, individual, dan kurang berpartisipasi secara aktif dalam proses dan pengkontruksian dan siswa hanya di hadapkan dengan mencatat, mendengar dan memperhatikan atau secara sederhana siswa menjadi pasif dan selalu terbebani dalam soal- soal perhitungan

2 dapat dikatakan pendekatan matematisnya lebih ditekankan pada proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang berpusat pada guru yang kemudian menghambat keterampilan poses sains siswa, karena siswa tidak difasilitasi dalam mengembangkan keterampilannya dalam proses sains, pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk, proses dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, produk dan prosedur, maka dari itu untuk membangun hakikat IPA tersebut diperlukan ketrampilan proses sains siswa. Keterampilan proses sains penting dimiliki setiap individu sebab keterampilan tersebut digunakan dalam kehidupan sehari- hari, meningkatkan kemampuan ilmiah, kualitas dan standar hidup. Keterampilan proses sains juga turut mempengaruhi kehidupan pribadi, sosial, dan individu dalam dunia global. Keterampilan proses sains berfungsi sebagai kompetensi yang efektif untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi, pemecahan masalah, pengembangan individu dan sosial. Hilman (2014). Keterampilan proses sains dapat mengajak siswa untuk mempelajari cara ilmuan dalam menemukan atau mengembangkan suatu konsep, hal ini diperlukan guna lebih membekali siswa dengan kemampuan menghadapi tantangan hidup di kemudian hari secara mandiri, cerdas, kritis, rasional, dan kreatif. Keterampilan proses sains hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic learning tools) yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam mengembangkan diri. (Haryono, et al., 2006). Rendahnya keterampilan proses sains siswa dapat dilihat dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan memberikan soal-soal yang indikator

3 komponen keterampilan proses sains melipiti didalam soal tersebut, maka diperoleh data. Dari data percobaan untuk tes pendahuluan untuk melihat hasil keterampilan siswa pada SMA IT AL-Fityan School Medan dari 31 orang siswa yang telah di uji coba, diperoleh bahwa untuk indikator paling tinggi terdapat 24 % yang menjawab betul, disusul oleh hipotesis terhadap suatu percobaan sebanyak 19%, kemudian mengklasifikasikan suatu data terdapat 15 %, dalam menerapkan konsep keterampilan sains dalam kehidupan sehari-hari adalah 11%, untuk proses mengamati, merancang percobaan, meramalkan, menyimpulkan dan mengkomunikasikankan sangat rendah yaitu berada dibawah 5 % bahkan ada yang 0 %. Untuk hasil belajar dari keseluruhan siswa dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diberikan oleh guru bidang studi sebesar 75 %, maka dari hasil observasi diperoleh untuk nilai KKM-nya sangat rendah yaitu 9 %. Ini dapat dilihat dari data observasi siswa bahwa cukup memuaskan adalah 3,22 % (nilai antara 60-50), 48,38 % untuk kriteria kurang memuaskan (nilai 40-30), tidak memuaskan adalah 48,38 % (nilai 20-10). Dari data tersebut tidak ada seorang siswa yang bisa mencapai KKM yang telah diterapkan oleh sekolah. Rendahnya keterampilan proses sains siswa disebabkan bahwa tidak tertariknya siswa kepada pelajaran materi fisika dan kurangnya motivasi yang diberikan kepada siswa. Dimana dari 31 orang siswa yang telah diberikan angket terdapat beberapa mata pelajaran yang tidak disukai diantaranya : Bahasa inggris 25,81 %, Fisika 22,58 % (disini dengan catatan yang sebagaian suka hanya berupa prakteknya saja untuk masalah konsep mereka tidak menyukainya), Matematika 19,35 %, seni budaya 12,9%, Bahasa Arab dan Kimia adalah 6,45 %, Biologi dan PKN 3,23 %. Dari data ini terlihat bahwa siswa lebih menyukai

4 proses pembelajaran yang berlangsung secara praktek dari pada ceramah yang tidak memacu motivasi mereka untuk cinta dan menyukai proses- proses ilmiah pada mata pelajaran fisika Berdasarkan uraian hasil observasi maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar siswa pada awal, proses dan evaluasi pembelajaran sangat kurang. Keterlibatan siswa dalam memecahkan masalah akan lebih mudah dihadapi jika siswa diberikan motivasi. Dalam proses belajar mengajar, motivasi merupakan salah satu faktor yang diduga besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Siswa yang motivasinya tinggi diduga akan memperoleh hasil belajar yang baik. Pentingnya motivasi belajar siswa terbentuk antara lain agar terjadi perubahan belajar kearah yang lebih positif. Tella, A (2007) The Impact of Motivation on Student s Academic Achievement and Learning Outcomes in School Students in Nigeria menyatakan siswa yang memiliki motivasi tinggi dan rendah akan memiliki prestasi belajar yang berbeda pula. Siswa yang dimotivasi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik. Levy (2008) dalam Australian Journal of Teacher Education yang berjudul meyatakan bahwa kurangnya keterlibatan siswa dalam belajar karena kurangnya motivasi di dalam diri siswa, motivasi harus dimiliki siswa karena motivasi merupakan kebutuhan, keinginan dan paksaan untuk berpatisipasi dalam proses pembelajaran, hal yang sama juga disimpulkan Peklaj, at. al (2010) penelitian menunjukkan bahwa motivasi intrinsik berhubungan positif dengan prestasi belajar siswa. Penelitian Rafiqah, et al., (2013) menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa dengan diberikannya motivasi terhadap siswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memperbaiki hasil belajar fisika siswa khususnya pada keterampilan proses sains

5 siswa yang rendah serta meningkatkan motivasi seharusnya guru memilih model pembelajaran yang sesuai dan untuk mengatasi hal tersebut salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah menggunakan model pembelajaran yang tepat sasaran ketika menyampaikan materi pembelajaran. Belajar harus sesuatu yang menyenangkan, simpel, fun dan efektif bagi diri siswa. Dengan begitu hasil belajar siswa akan meningkat, dan akan semakin memberikan kontribusi yang besar baik kegiatan proses belajar-mengajar. Model pembelajaran yang memungkinkan tereinternalisasinya berfikir ilmiah, berkembangnya sense of inquiry dan kemampuan berfikir krreatif siswa Haryono (2006). Melalui model pembelajaran inquiry training siswa diharapkan aktif mengajukan pertanyaan mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan mengumpulkan serta memproses data secara logis untuk selanjutnya mengembangkan strategi intelek yang dapat digunakan untuk dapat menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut. Model pembelajaran inquiry training dimulai dengan mengajukan peristiwa yang mengandung teka teki kepada siswa. Siswa siswi yang menghadapi situasi tersebut akan termotivasi menemukan jawaban masalah masalah yang masih menjadi teka-teki tersebut. Guru dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan prosedur pengkajian sesuai dengan langkah langkah model pembelajaran inquiry training. Hasil penelitian Pandey, et. al (2011) menyatakan model inquiry training lebih baik digunakan dalam mengajar fisika karena memberikan efek yang sangat baik jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional hal ini juga dinyatakan Suwondo et. al (2012) bahwa pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan prestasi siswa. Selain itu, pembelajaran inkuiri juga dapat mengubah gaya belajar siswa

6 yaitu, mereka bisa lebih mandiri, kreatif, toleran, disiplin dan sebagainya. mengubah gaya mengajar yang bergeser dari berpusat pada guru ke berpusat pada peserta didik. Pelaksanaan model pembelajaran inquiry memberikan perubahan yang signifikan dalam lingkungan siswa. Calik, et. al (2013) menyatakan bahwa guru harus memiliki keyakinan bahwa memberikan model pembelajaran yang mampu membuat siswa menyelidiki dan memecahkan masalah harus diberikan diterapkan dalam pengajaran. Penelitian Setiawati, et al., (2012), dari hasil penelitian diperoleh dengan menggunakan model inquiry training seluruh mahasiswa meningkat prestasinya. Penelitian yang terdahulu tentang inquiry training memiliki kendala yaitu waktu yang mengharuskan siswa kebanyakan mencatat sehingga proses pembelajaran belum terorganisasi dengan baik., maka dengan ini peneliti ingin mengoptimalkan waktu yang disediakan dengan cara memberi catatan hal yang penting saja dan dapat mengulangnya dengan baik kedalam pikiran siswa pada jangka waktu yang lama yaitu dalam bentuk mind mapping dengan efek model inquiry training tersebut. Dalam hal ini juga sesuai masalah diatas bahwasanya rendahnya siswa dalam memahami konsep- konsep dikarenakan dalam pembelajaran banyak sekali informasi yang harus diterima dan diolah oleh peserta didik. Mereka harus mencatat banyak hal penting dan disaat yang sama mereka harus mengingat informasi tersebut untuk digunakan (recall) kembali. Kiat yang digunakan guru untuk mengatasi masalah sebaiknya dengan menerapkan model atau metode yang dapat membekali siswa dengan keterampilan menyimpan informasi yang diterima dalam memori jangka panjangnya (Issetyadi, et al., 2010). Kesulitan memproses

7 dan mengorganisasikan informasi ataupun materi pelajaran disekolah dapat diatasi dengan metode tertentu, salah satunya adalah menggunakan mind mapping. Penelitian Indah Permasari, et al., (2013) menyimpulkan penerapan Mind Mapping Program melalui model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa. Catatan harus merupakan outline atau garis besar suatu materi. Penggunaan mind mapping membantu siswa dalam membuat dokumentasi materi pelajaran dengan kreatif dan mengulangnya kembali dirumah, memudahkan mengingat dan menghubungkan sebuah ide dengan ide lainnya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Efek Model Pembelajaran Inquiry Training Menggunakan Mind Mapping dan Motivasi Terhadap Keterampilan Proses Sains Fisika. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka masalah ini diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pembelajaran yang cendrung monoton (teacher centered) 2. Guru menyampaikan pembelajaran sains (Fisika) sebagian besar dilakukan melalui hafalan- hafalan 3. Siswa dituntut hanya sekedar pemecahan soal secara matematis dan menghafal rumus yang ada dan memahami konsep yang sudah ada di buku 4. Pembelajaran cendrung kurang melibatkan peran aktif siswa sekaligus kurang memperhatikan keterampilan proses sains siswa.

8 5. Rendahnya hasil belajar fisika siswa (tidak memenuhi KKM), khususnya pada keterampilan proses siswa 6. Siswa kurang tertarik dengan mata pelajaran fisika dikarenakan tidak adanya dorongan motivasi baik dari eksternal maupun internal. 1.3. Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan masalah yang akan diatasi, maka dibuat batasan-batasan masalahnya. Dan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada : 1) Pembelajaran yang digunakan adalah Model pembelajaran Inquiry training menggunakan mind mapping pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. 2) Yang menjadi variabel moderat dalam penelitian ini adalah motivasi yang dimiiki siswa 3) Hasil yang diamati adalah pengetahuan keterampilan proses sains siswa sebagai variabel terikat. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inquiry training menggunakan mind mapping lebih baik di bandingkan dengan siswa yng dibelajarkan dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensisonal?

9 2. Apakah ada pengaruh keterampilan proses sains pada kelompok siswa yang memiliki motivasi diatas rata-rata lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses sains kelompok siswa yang memiliki motivasi dibawah rata-rata? 3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran inquiry training menggunakan mind mapping dan motivasi dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa? 1.5. Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Menganalis keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training menggunakan mind mapping lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. 2. Menganalisis keterampilan proses sains pada siswa yang memiliki motivasi diatas rata-rata lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi dibawah rata-rata. 3. Menganalisis interaksi antara model pembelajaran inquiry training menggunakan mind mapping dan motivasi dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

10 1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi siswa Meningkatkan motivasi belajar dan kepercayaan diri siswa. Memotivasi siswa untuk lebih terampil dan berani. Meningkatkan hasil belajar bidang studi fisika. b. Bagi guru Mengembangkan keterampilan mengelola proses pembelajaran. Merangsang minat untuk menjadi guru yang kreatif dan inovatif. c. Bagi sekolah Meningkatkan kualitas sesuai dengan landasan iman dan taqwa serta ilmu pengetahuan. 1.6. Defenisi Operasional 1. Menurut Joyce (2009) model pembelajaran Inquiry Training adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membawa siswa secara langsung kedalam proses ilmiah melalui latihan- latihan yang dapat memadatkan proses ilmiah tersebut ke dalam periode waktu yang singkat, model ini disuntik menggunakan mind mapping yang mana efektifitas penggunaan mind mapping pada model pembelajaran inquiry training dapat membantu siswa dalam membuat dokumentasi materi pembelajaran yang berupa outline yang dapat diulang kembali dirumah dan memudahkan siswa mengingat dan menghubungkan antara satu sama lainnya dan dapat menyimpan informasi dalam jangka waktu yang panjang.

11 2. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dan menjadikan guru satu-satunya sumber informasi dalam memperoleh suatu pengetahuan dalam kegiatan belajar pembelajaran. 3. Motivasi merupakan suatu dorongan siswa untuk tidak mau mengerjakan tugas yang dibebankan kepadanya. Dorongan seseorang untuk belajar dikarenakan karena adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki sesuatu hal yang lebuh luas, karena adanya sifat kreatif pada orang yang belajar dengan keinginan ingin selalu maju kemudian didorong juga oleh keinginan untuk mendapat simpati dari orang tua, guru dan teman. 4. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan untuk melaksanakan suatu tindakan dalam belajar sains sehingga menghasilkan konsep, teori, prinsip, hukum maupun fakta atau bukti. Indikator keterampilan proses sains adalah mengamati, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan. Dimiyanti, et al., (2013)