BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. negara dari segala ketidaknyamanan warga negaranya. Pembangunan Nasional

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. merasuk ke semua sektor di berbagai tingkatan pusat dan daerah, di semua

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. secara terperinci menyatakan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan

BAB III PENUTUP. a. Kesimpulan. Berdasarkan Pembahasan maka dapat penulis simpulkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XV/2017 Remisi bagi Narapidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

I. PENDAHULUAN. kehidupan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum, bukan

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

BAB I PENDAHULUAN. Proklamasi Kemerdekaaan 17 Agustus 1945, pada hakikatnya bertujuan. untuk membangun manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PEMBERIAN REMISI TERHADAP TERPIDANA KORUPSI DALAM PERWUJUDAN PERSAMAAN KEDUDUKAN DALAM HUKUM OLEH FACHRUDDIN RAZI, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Kasus di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta)

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara yang berdasar atas hukum bukan berdasarkan kepada kekuasaan semata. Hal tersebut dipertegas di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian segala sesuatunya harus taat ketentuan hukum sebagai upaya yang menyeluruh untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjamin tegaknya supremasi hukum dengan tidak ada pengecualian atas siapapun di mata hukum. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus dan diterima oleh seluruh masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. 1 Tujuan dari sanksi pidana, menurut Van Bemmelen, adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat, dan mempunyai tujuan kombinasi untuk menakutkan, memperbaiki, dan untuk kejahatan tertentu membinasakan. Pidana penjara dalam Pasal 10 KUHP juga dikenal dalam 1 C.S.T. Kansil, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 14 1

2 rancangan KUHP terbaru yang dengan sebutan lain yaitu pidana pemasyarakatan. 2 Banyak sekali tindak pidana yang terjadi di Indonesia, salah satunya adalah tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi yang dikenal sebagai suatu kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime sehingga oleh karenanya diperlukan cara-cara yang luar biasa untuk memberantasnya sekaligus mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Karena sifat luar biasanya inilah kemudian dibuatkan aturan yang eksklusif (khusus) yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 3 Upaya-upaya luar biasa tersebut merupakan rangkaian dalam proses peradilan kepada para koruptor mulai dari tingkat penyidikan sampai tahap pelaksanaan pidana. Tahapan demikian berlaku baik di Kepolisian dan Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada akhirnya, muara dari seluruh tahapan proses tersebut ada pada tahap pelaksanaan pidana di Lembaga Pemasyarakatan dalam hal koruptor tersebut dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan badan. 2 J.E. Sahetapy, 2007, Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hal. 90 3 http://www.hukumpedia.com/lkmp_unhas/keefektifan-pemberian-remisi-terhadap-koruptorterkait-dengan-hal-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia, diakses tanggal 23 April 2017. Pukul 19.36

3 Namun bukan hal aneh lagi jika saat ini begitu banyak koruptor yang telah divonis bersalah oleh pengadilan dengan pidana perampasan kemerdekaan badan selama sekian tahun dapat dengan sangat cepat menyelesaikan masa pidana dengan mendapatkan remisi dari Lembaga Pemasyarakatan. Pemberian remisi itu tentu tidak memberikan efek jera dan melanggar rasa keadilan masyarakat. 4 Terkait dengan pro dan kontra mengenai kebijakan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang ingin merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 tahun 2012 yang sebelumnya mengetatkan pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly pernah mengatakan bahwa penjara di Indonesia sudah kelebihan kapasitas. 5 Itulah alasan kenapa pemerintah berupaya mempermudah syarat pemberian remisi. Remisi, menurut kamus hukum, adalah pengampunan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dijatuhi pidana. 6 Remisi dalam sistem pemasyarakatan diartikan sebagai potongan hukuman bagi warga binaan setelah memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan. Di Indonesia, membedakan tiga jenis remisi, menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 tentang Remisi, yaitu : Pertama, remisi umum yang mana diberikan setiap tanggal 17 Agustus atau hari proklamasi kemerdekaan RI; Kedua yaitu remisi khusus yang mana diberikan pada 4 http://www.gresnews.com/berita/hukum/210137-kontroversi-remisi-narapidana-kasus-korupsi/1/, diakses tanggal 22 April 2017. Pukul 15.56 5 http://www.rappler.com/indonesia/144954-pro-kontra-wacana-remisi-koruptor, diakses tanggal 22 April 2017. Pukul 16.00 6 Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 402

4 tiap hari besar keagamaan; Ketiga yaitu remisi tambahan yang mana diberikan jika berbuat jasa kepada negara ataupun melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara ataupun kemanusiaan, selain itu juga membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Persyaratan ini biasanya menyangkut tingkah laku baik berdasarkan penilaian Dewan Pembina Pemasyarakatan. 7 Namun sejak adanya pengurangan menjalani masa hukuman (remisi) di Indonesia ini ada masalah yang perlu diperhatikan, karena pengurangan menjalani masa hukuman tersebut pada suatu sisi menyangkut hak manusia yang semestinya dijunjung tinggi agar tercipta rasa keadilan bagi masyarakat, tetapi pada sisi lain dengan diberikannya remisi tersebut apakah akan memberi efek jera bagi pelaku tindak pidana tersebut, khususnya bagi terpidana korupsi. Pemberian remisi terhadap para koruptor menuai banyak pendapat dan kritikan. Pemberian remisi terhadap koruptor dinilai merupakan suatu tindakan yang tidak wajar dan tidak patut untuk diberikan. Mengingat bahwa apa yang telah dilakukan terhadap negara dan telah mengambil hak rakyat. Banyak pihak yang setuju dengan penghapusan remisi terhadap koruptor dan tidak sedikit pula yang menentang hal itu. 8 Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: KEBIJAKAN PENGHAPUSAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM (Studi Kasus Rumah Tahanan Surakarta). 7 Muladi, 2004, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung : PT.Alumni, hal. 116 8 http://www.hukumpedia.com/lkmp_unhas/keefektifan-pemberian-remisi-terhadap-koruptorterkait-dengan-hal-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia, diakses tanggal 23 April 2017. Pukul 19.36

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kebijakan penghapusan remisi terhadap narapidana korupsi dalam perspektif hukum? 2. Bagaimanakah kebijakan penghapusan remisi terhadap narapidana korupsi dalam perspektif HAM? C. Tujuan Penelitian Suatu kegiatan penelitian harus memiliki tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Tujuan dalam suatu penelitian menunjukkan kualitas dan nilai penelitian tersebut. Adapun tujuan penelitian pada penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui kebijakan remisi terhadap narapidana korupsi dalam perspektif hukum. 2. Untuk mengetahui kebijakan remisi terhadap narapidana korupsi dalam perspektif HAM. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat atau berguna baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah wawasan berpikir serta ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum pidana

6 khususnya dalam hal penghapusan kebijakan remisi terhadap narapidana korupsi dalam perspektif hukum dan HAM. 2. Manfaat Praktis Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa serta para pembaca terkait kebijakan remisi terhadap narapidana korupsi dalam perspektif hukum dan HAM Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat, karena dengan adanya penelitian ini memberikan informasi serta pemahaman kepada masyarakat terkait dengan pemberian remisi. Dan memberikan masukan bagi aparat penegak hukum dalam rangka kebijakan remisi terhadap narapidana korupsi dalam perspektif hukum dan HAM. E. Kerangka Pemikiran Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan merupakan hak seluruh narapidana yang dijamin melalui Pasal 14 ayat (1) huruf i UU No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 9 Remisi sebagaimana diuraikan di atas memang merupakan hak narapidana dan hadir sebagai upaya pembinaan narapidana itu sendiri atau dengan kata lain mewujudkan reintegrasi sosial narapidana. 10 Pengertian narapidana, menurut Kamus Besar Bahasa 9 Pasal 14 ayat (1) huruf i, Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 10 Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pasal 1 ayat (6) menjelaskan bahwa: Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syaratsyarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

7 Indonesia, adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana atau terhukum). 11 Namun, kenyataannya sekarang menjadi menarik untuk dikaji terkait kebijakan pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi apakah pantas untuk diberikan atau setidak-tidaknya bagaimana ketentuan yang seharusnya mengaturnya. Di dalam sistem hukum pidana, pengaturan tindak pidana korupsi di Indonesia diatur di luar ketentuan yang ada di dalam KUHP. Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan dikategorikan khusus (lex specialis ). Pengaturan tindak pidana korupsi diatur dalam UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan oleh pejabat negara (white collar crime). Kejahatannya berupa penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri maupun kelompok. 12 Korupsi adalah kejahatan kriminal luar biasa (extra ordinary crime), bahkan, United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) mengklasifikasikan korupsi sebagai kejahatan hak asasi manusia (human rights crime) dan kejahatan kemanusiaan (crime against humanity). 13 Istilah korupsi berasal dari satu kata dalam bahasa Latin yakni corruptio atau corruptus yang disalin ke berbagai bahasa. Dalam bahasa Belanda disalin menjadi istilah coruptie (korruptie). Agaknya dari bahasa Belanda 11 http://kbbi.web.id/narapidana, diakses tanggal 26 April 2017. Pukul 14.00 12 http://www.hukumpedia.com/agungh28/hukuman-korupsi-didalam-rkuhp, diakses tanggal 26 April 2017. Pukul 14.47 13 https://ocemadril.wordpress.com/2011/09/15/remisi-untuk-koruptor/#more-416, diakses tanggal 26 April 2017. Pukul 14.55

8 itulah lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia. Secara harfiah istilah tersebut berarti segala macam perbuatan yang tidak baik, seperti yang dikatakan Andi Hamzah sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. 14 Pada kasus tindak pidana biasa, yang dirugikan hanya satu individu saja. Namun, korupsi memiliki dampak merugikan dalam skala yang sangat luas. Sehingga, cara-cara yang luar biasa patut diterapkan kepada koruptor. Salah satu bentuknya adalah dengan menghapus remisi bagi koruptor. Koruptor harusnya diberi hukuman maksimal, tanpa remisi. Mereka sudah mengeruk uang negara yang menimbulkan kerugian bagi jutaan rakyat, sehingga tidak pantas mendapat keistimewaan. Justru koruptor harusnya dimiskinkan dan kalau perlu diberi sanksi sosial. Memang penjara bukanlah tempat untuk balas dendam. Namun, penjara juga bukan tempat seorang penjahat boleh menikmati keistimewaan termasuk mendapat remisi. Pidana penjara merupakan suatu pidana berupa perampasan kemerdekaan, baik seumur hidup atau selama waktu tertentu. 15 Hukuman penjara merupakan salah satu bentuk dari hukuman kemerdekaan, bentuk yang lain adalah hukuman kurungan. Hukuman penjara lebih berat bila dibanding dengan hukuman kurungan. Pidana 14 Adami Chazawi, 2016, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada. hal. 1 15 Sudaryono & Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 323

9 penjara hanya diancamkan pada tindak pidana kejahatan dan tidak pada pelangaran. 16 Menghukum koruptor secara maksimal bukan hanya pembelajaran bagi terpidana itu sendiri, melainkan juga terutama bagi jutaan orang di luar tembok penjara agar mengurungkan niat merampok uang negara. Hukuman penjara bagi koruptor tidak akan menimbulkan efek jera apabila berbagai kemudahan terus diberikan. Apalagi selama ini pengadilan selalu memberikan hukuman yang ringan bagi koruptor dan bahkan membebaskannya. Dengan menerima remisi, koruptor tidak perlu waktu lama untuk menghirup udara bebas kembali. Oleh karena itu, penghapusan dan/atau memperketat pemberian remisi bagi koruptor merupakan kebijakan yang layak untuk diterapkan. Alasan kelakuan baik selama berada di penjara tidak dapat digunakan untuk memberikan remisi. Meskipun selama menjalani masa pidana para koruptor memperlihatkan kelakuan baik selama di penjara, alasan tersebut tidak dapat menghapus kejahatan korupsi yang telah dilakukannya. F. Metode Penelitian Metode penelitian digunakan untuk mengumpulkan data guna mendapatkan jawaban atas pokok permasalahan, sehingga data yang diperoleh dari penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah 16 Ibid, hal. 132

10 dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan. 17 Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis empiris dengan mengacu pada peraturan-peraturan tertulis untuk kemudian dilihat bagaimana implementasi di lapangan, dalam hal ini terkait dengan kebijakan penghapusan remisi terhadap narapidana korupsi khususnya di Rumah Tahanan Surakarta. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian diskriptif, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak. 18 Sehingga tujuannya untuk memberikan data mengenai kebijakan penghapusan remisi terhadap narapidana korupsi khususnya di Rumah Tahanan Surakarta. 3. Lokasi Penelitian Dalam Penelitian ini penulis mengambil lokasi di Rumah Tahanan Surakarta, dengan pertimbangan bahwa Rumah Tahanan Surakarta sebagai Rumah Tahanan Kelas I membina banyak narapidana korupsi. 4. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 17 Rianto Adi, 2004, Metode Sosial dan Hukum, Jakarta: Sinar Granit, hal. 2 18 Soerjono dan Abdul Rahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 23

11 a. Data primer, yaitu data yang diperoleh berupa sejumlah keterangan atau fakta di lapangan dalam hal ini di Rutan Surakarta terkait kebijakan penghapusan remisi terhadap narapidana korupsi dalam perspektif hukum dan HAM. b. Data sekunder, yaitu sumber-sumber kepustakaan yang terkait secara langsung dengan permasalahan yang diteliti yang terdiri dari: 1) Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat mengikat terdiri dari: a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. c) Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi. d) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI No.M.09.HN 02.01 tahun 1999 tentang pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi. e) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 jo Peraturan Pemerintah 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

12 f) Undang-undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-undang No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. g) Undang-undang N0.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 2) Bahan hukum sekunder: Bahan-bahan yang berlakunya tidak bersifat mengikat yang berupa literatur-literatur dan makalah-makalah yang berkaitan dengan remisi. 3) Bahan hukum tersier: Bahan hukum yang menunjang atau menjelaskan bahanbahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa. 5. Metode Pengumpulan Data. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan untuk mengumpulkan data sekunder dan studi lapangan dengan teknik wawancara dengan Kepala Rutan Surakarta untuk memperoleh data primer. 6. Metode Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu data-data yang ada dibuat dalam kata-kata dan atau kalimat-kalimat. Data kualitatif tersebut dianalisis dengan metode berfikir deduktif, yaitu pola berfikir

13 yang mendasar pada hal-hal yang bersifat umum, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. G. Sistematika Penulisan Hasil penelitian akan disusun dalam format empat bab untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai apa yang akan penulis uraikan dalam penelitian ini. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut : BAB I terdiri dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II berisi tentang tinjauan pustaka, dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai tinjauan umum tentang kebijakan hukum pidana, tinjauan umum tentang korupsi, tinjauan umum tentang tujuan pemidanaan, tinjauan umum tentang HAM. BAB III adalah hasil penelitian dan pembahasan dimana penulis akan menguraikan mengenai kebijakan remisi terhadap narapidana korupsi dalam perspektif hukum dan HAM di Rumah Tahanan Surakarta BAB IV terdiri dari penutup yang berisi mengenai kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.