JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (4) :

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB III. METODE PENELITIAN

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 3, September 2014 (19 28)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Desa Bedono, Demak. Arif Widiyanto, Suradi Wijaya Saputra, Frida Purwanti

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Dusun Bauluang termasuk salah satu Dusun di Desa Mattirobaji. Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dan

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE OLEH MASYARAKAT DESA BABULU LAUT KECAMATAN BABULU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. batas air pasang dan surut (Murdiyanto, 2003). Asia Tenggara. Provinsi Lampung mempunyai potensi kawasan hutan seluas

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan 2) Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

1. Pengantar A. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

Economic value analysis of mangrove forest ecosystems in Sorong, West Papua Province

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

Oleh. Firmansyah Gusasi

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

Bab III Karakteristik Desa Dabung

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

Transkripsi:

VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI SUNGAI MAS DESA PEMANGKAT KOTA KABUPATEN SAMBAS (Economic Valuation of Mangrove Forest in Sungai Mas Pemangkat Kota Village Sambas Regency) Hidayat Ari, Roslinda Emi, Lumangkun Augustine Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Alamat : Jl.Prof.Hadari Nawawi, Pontianak, Telepon : (0561) 765342, 583865, 732500, Kode Pos (78121) e-mail: iratayadih@gmail.com Abstract Mangrove forest ecosystem is capable to fulfill almost all human necessities by tangible and intangible value contribution it has. The purpose of this research is to find out the Direct Use Value (DUV) on mangrove forest in Sungai Mas, Sebangkau District, Sambas Regency which is held on ± 4 (four) weeks effectively. The method used in this census (data collecting), with the number of respondents 188 head households. Valuation of the varieties used by people in Sungai Mas use market price method for firewood, fruit and water product. The research showed total economical value of the mangrove forest on Sungai Mas valued Rp21.123.386.000.-/year contained of firewood Rp. 44.016.000.-/year, fruitsrp Rp. 4.100.000,- /year, scallop Rp. 3.610.800.000,-/year, crab Rp1.355.750.000-/year, prawn Rp. 11.655.000.000,-/year, and fish Rp. 4.453.720.000,-/year. The economical value of mangrove forest on Sungai Mas is really high. Therefore it is necessity to protect the mangrove forest such as reforestation either by government agencies or by the people awareness. So the current economical value remains exist and even gains to welfare the society. Also, the product from aquatic is also dominating. This shows that even without doing forest destruction people can still receive the economical benefit. Keywords : Sungai Mas Mangrove Forest, Total Economical Value, Use Value PENDAHULUAN Sumberdaya hutan mangrove, selain dikenal memiliki potensi ekonomi sebagai penyedia sumberdaya kayu juga tempat pemijahan (Spawning ground), daerah asuhan (Nursery ground), dan juga sebagai daerah untuk mencari makan (Feeding ground) bagi ikan dan biota laut lainnya, juga berfungsi untuk menahan gelombang laut dan intrusi air laut kearah darat. Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem ekologi yang terdiri dari komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2002). Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove sehingga menjadi tidak utuh lagi atau rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya alam wilayah pantai yamg tidak 615

memperhatikan kelestarian, seperti; penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan pertambangan Luas hutan mangrove di Kabupaten Sambas pada tahun 2014 adalah 11.170,00 ha yang tersebar di beberapa kecamatan diantaranya di Kecamatan Pemangkat. Kecamatan Pemangkat memiliki hutan mangrove seluas 210 ha yang keberadaannya sangat mengkhawatirkan akibat abrasi pantai, pembangunan tambak, dan penebangan oleh masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya penyelamatan sedini mungkin melalui kegiatan rehabilitasi hutan mangrove, baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Keberhasilan maupun kegagalan dalam rehabilitasi hutan mangrove tidak lepas dari peran pemerintah dan partisipasi masyarakat (Fitriadi et al 2005). Menurut Roslinda (2013) ekosistem hutan mampu memenuhi hampir seluruh kebutuhan manusia melalui kontribusi nilai-nilai yang bersifat Tangible dan Intangible yang dimilikinya. Namun, nilai Intangible yang dimiliki hutan kurang mendapat perhatian dibanding nilai yang diberikan oleh manfaat Tangible. Lebih lanjut Roslinda (2013) menambahkan sejauh ini, nilai ekonomi hutan umumnya dinilai dari nilai produksi kayu saja, sedangkan nilai jasa lingkungan hutan (misalnya: air) tidak terlalu dianggap berarti atau tidak diperkirakan sama sekali karena itu dianggap sebagai barang publik. Belum adanya penelitian serupa mengenai nilai ekonomi hutan mangrove di daerah tersebut menjadikan penelitian ini sangat penting dalam rangka menjaga dan melestarikan hutan mangrove serta pemanfaatan hutan mangrove itu sendiri secara efisien dan ramah lingkungan. Mengingat masyarakat di Sungai Mas yang sudah mulai menyadari pentingnya menjaga hutan mangrove maka adanya informasi valuasi ini tentu akan sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran masyarakat di Sungai Mas khususnya dan masyarakat umum lain pada umumnya. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui Nilai Guna Langsung (NGL) pada hutan mangrove di Sungai Mas Dusun Sebangkau Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Mas Dusun Sebangkau Desa Sebatuan Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas, selama kurang lebih 4 minggu efektif dilapangan yaitu pada akhir bulan Oktober sampai awal bulan November 2015 dengan responden berjumlah 188 responden. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Peta lokasi penelitian, Kamera untuk dokumentasi, dan Panduan wawancara (sebagai pedoman untuk memperoleh data).objek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Sungai Mas Dusun Sebangkau Desa Sebatuan Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas. 616

Metode pengambilan data atau responden yang digunakan adalah sensus terhadap masyarakat yang berdomisili di Sungai Mas. Sugiono (2011:90) menyatakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi Data primer adalah data yang diperoleh langsung (wawancara terhadap narasumber) pada saat penelitian. Data primer ini meliputi manfaat kayu bakar (ikat/m 3 /th), buah-buahan (buah/tahun), kerang (kg/th), kepiting (kg/th), udang (kg/th), dan ikan (kg/th). Data sekunder ialah data yang diperoleh secara tidak langsung yakni diperoleh dari sumber atau pustaka seperti rumus perhitungan. Data tersebut dapat diperoleh dari studi literatur, laporan hasil penelitian maupun dari lembaga-lembaga atau instansi terkait dengan penelitian yang akan dilaksanakan yakni meliputi data keadaan umum lokasi penelitian. Berikut ini karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan jumlah anggota keluarga, mata pencaharian. Adapun data yang penulis peroleh mengenai profil responden adalah sebagai berikut: Tabel 1. Karakteristik Responden (Respondence Characteristics) No Kriteria Kategori Jumlah Persentase 1 Jenis kelamin laki-laki 182 96,81 Perempuan 6 3,19 Jumlah 188 100,00 2 Umur 25-35 tahun 76 40,43 36-45 tahun 50 26,60 46-55 tahun 25 13,30 56-65 tahun 27 14,36 66 tahun keatas 10 5,32 Jumlah 188 100,00 3 Pendidikan tidak sekolah (TS) 12 6,38 SD 127 67,55 SLTP 45 23,94 SMA 4 2,13 Jumlah 188 100,00 4 Jumlah anggota keluarga 2-4 orang 153 81,38 5-7 orang 35 18,62 Jumlah 188 100,00 5 Mata pencaharian Nelayan 188 100,00 Jumlah 188 100,00 Sumber : Data monografi desa, 2015 (diolah kembali) 617

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis nilai ekonomi total. Analisis ini dilakukan dengan cara menentukan nilai guna langsung menggunakan metode harga pasar seperti kayu (log), kayu bakar, buah-buahan, kerang, kepiting, udang, dan ikan. Lingkup nilai ekonomi yang dihitung dalam penelitian ini terdiri dari nilai guna langsung (NGL) saja. Nilai tersebut secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis (Genre, data source and analysis method) Analisis Data Metode Jenis Sumber Analisis Nilai Ekonomi Tota Nilai Guna Langsung Primer : 1) Harga kayu bakar 2) Harga buah 3) Harga jenis kerang 4) Harga kepiting 5) Harga udang 6) Harga ikan Wawancara Langsung Dengan Responden Harga Pasar Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan untuk menentukan masing-masing nilai ekonomi total hutan mangrove Sungai Mas adalah sebagai berikut: Perhitungan nilai guna langsung DUV = DUV1 + DUV2 + DUV3 + DUV4 +... + DUV 6 (dalam Rp per tahun). Dimana: DUV : direct use value (nilai guna langsung) DUV1 : nilai guna langsung kayu bakar DUV2 : nilai guna langsung buah HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai guna langsung merupakan nilai yang dapat dirasakan oleh masyarakat secara langsung. Pada penelitian ini menghitung secara keseluruhan dari nilai guna langsung yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Sungai Mas. Adapun nilai yang dihitung dalam penelitian ini DUV3: nilai guna langsung kerang DUV4: nilai guna langsung kepiting DUV5: nilai guna langsung udang DUV6: nilai guna langsung ikan Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove TEV = DUV Dimana: TEV = Total economic value (nilai ekonomi total) DUV = Direct use value (nilai guna langsung) meliputi kayu bakar, buah, kerang, kepiting, udang dan ikan. Uraian mengenai masing-masing komoditi yang dinilai dari nilai guna langsung dapat dilihat dibawah ini: Nilai Ekonomi Kayu Bakar Kayu bakar adalah kayu yang digunakan masyarakat untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti memasak. 618

Kayu bakar merupakan salah satu nilai guna langsung yang dalam penelitian ini dihitung nilai ekonominya. Kayu bakar yang dinilai adalah kayu yang diperoleh (dipungut) dilokasi hutan mangrove Sungai Mas saja. Bagian yang biasa digunakan untuk kayu bakar adalah ranting-ranting dan bagian batang pohon yang telah mati.kayu bakar yang diperoleh masyarakat kebanyakan digunakan untuk memasak air, memasak nasi serta untuk prosesi adat seperti nikah, khitan, dan lain sebagainya. Penggunaan kayu bakar sampai saat ini masih dilakukan karena persedian kayu bakar cukup banyak terutama dihutan mangrove Sunngai Mas maupun diluar hutan mangrove Sungai Mas. Kayu bakar merupakan salah satu nilai guna langsung yang dalam penelitian ini akan dihitung dari jumlah kepala keluarga yang aktif memanfaatkan dan mengambilnya dihutan mangrove Sungai Mas. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat bahwa jumlah kepala keluarga yang aktif mengambil kayu bakar dilokasi hutan magrove Sungai Mas untuk dijual dan digunakan sendiri berjumlah ± 5 KK, untuk keperluan sendiri sejumlah ± 93 KK, terkadang mengambil sendiri dan terkadang membeli sejumlah ± 33 KK, dan ± 57 KK terbagi dalam 131 KK lainya karena didalam 1 (satu) rumah ada yang lebih dari 1 KK. Ringkasan hasil dari perhitungan penggunaan kayu bakar oleh masyarakat Sungai Mas dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Ringkasan Hasil perhitungan Nilai Ekonomi Kayu Bakar di Hutan Mangrove Sungai Mas (The Resume of Economy calculation Result of Firewood in Sungai Mas Mangrove Forest) Komponen Harga Pemakaian Satuan Jumlah (Rp) (Ikat/KK/Bln) (Rp/Bulan) Konsumsi kayu bakar 10.000 7 Rp/ikat/KK 70.000 Biaya pengadaan 6.000 Ikat/KK/Bln 42.000 Curahan waktu yang 20 Menit/Ikat diperlukan Frekwensi memasak 3 Kali/Hari 3.668.000 nilai kayu bakar/131kk/bln adalah Catatan: Untuk hasil nilai ekonomi per tahun adalah sebesar Rp. 44.016.000,- Berdasarkan Tabel 3, diperoleh nilai ekonomi kayu bakar di hutan mangrove Sungai Mas sebesar Rp 44.016.000,-/Th. Hasil tersebut berdasarkan asumsi sebagai berikut (1) harga kayu bakar merupakan harga yang berlaku dimasyarakat setempat yaitu Rp. 10.000,-/Ikat ; (2) Terdapat 131 KK yang memanfaatkan kayu bakar di hutan mangrove Sungai Mas, (3) Pemakaian rata-rata dalam satu bulan adalah 7 ikat. Nilai yang diperoleh dari perhitungan kayu bakar di Sungai Mas jauh lebih tinggi dibanding dengan penelitian yang sejenis oleh Suzana, BOL (2011) tentang Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa Palaes Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara dengan luas kawasan 307 ha adalah Rp. 225.000 per tahun atau hanya sekitar 0,5% dari hasil penelitian ini. Tingginya nilai yang dihasilkan dari perhitungan kayu bakar disebabkan harga kayu bakar pada penelitian Suzana,BOL (2011) hanya Rp 1.250,- /ikat, dibandingkan dengan penelitian di 619

hutan mangrove Sungai Mas harganya mencapai Rp.10.000/ikat serta besarnya jumlah kayu bakar yang dihasilkan oleh hutan mangrove Sungai Mas. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariftia, RI dkk (2014) tentang Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur maka nilai kayu bakar yang dihasilkan dari hutan mangrove Sungai Mas masih sangat kecil, dalam penelitian tersebut nilai ekonomi kayu bakar di Desa Margasari dalam setahun adalah sebesar Rp 261.600.000,-/th dibanding hasil penelitian ini yang hanya sebesar Rp 44.016.000,-/th atau setara dengan 16,82% Ariftia,RI dkk (2014). Rendahnya nilai yang dihasilkan dari perhitungan kayu bakar disebabkan harga kayu bakar pada penelitian Ariftia,RI dkk(2014) cukup tinggi serta jumlah produksi yang jauh lebih banyak yaitu ± 52.320 ikat/tahun dibandingkan dengan penelitian di hutan mangrove Sungai Mas yang hanya 11.004 ikat/tahun. Nilai Ekonomi Buah Untuk pemanfaatan buah sendiri sebenarnya tidaklah dominan, hanya sebagian masyarakat saja yang memanfaatkan buah dari hutan mangrove Sungai Mas untuk dijual kedaerah lain untuk program reboisasi hutan mangrove. Untuk jenis buah sendiri hanya buah bakau (Rhizophora Sp.) saja yang diperjual belikan karena hanya buah bakau yang ada pasarnya. Ada dua jenis buah bakau yang dijual yakni bakau dari jenis Rhizophora mucronata dan Rhizophora apicullata. Buah yang dihasilkan dari hutan magrove Sungai Mas kemudian dijual kepada siapa saja yang ingin membeli, baik oleh lembaga pemerintah seperti dinas kehutanan, maupun dari yayasan yang berkontribusi dalam reboisasi hutan mangrove seperti WWF, MCF, dan lain sebagainya. Penjualan buah bakau ini tidaklah menentu jumlahnya, tergantung permintaan pemesan. Menurut responden dari Kelompok Perempuan Lestari jumlah pesanan paling banyak pernah mencapai 60.000 buah dalam setahun, namun saat ini bila dirataratakan hanya sekitar 10.000 buah dalam setahun. Hasil penjualan buah bakau sendiri akan dibagi sesuai kesepakatan kelompok yang beranggotakan ± 15 KK. Hasil yang diperoleh dari perhitungan nilai ekonomi buah dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Ringkasan Hasil Perhitungan Nilai Ekonomi Buah di Hutan Mangrove Sungai Mas (The Resume of Economy Calculation Result of Fruit in Sungai Mas Mangrove Forest) No Jenis buah Produksi/th Satua n Harga (Rp) Nilai total 1 Bakau Kurap (R. mucronata) 10.000 Buah 250 2.500.000 2 Bakau Minyak (R. apiculata) 8.000 Buah 200 1.600.000 Nila Ekonomi Buah/th 4.100.000 Berdasarkan Tabel 4 diatas, diperoleh nilai ekonomi buah sebesar Rp 4.100.000,-/th. Hasil tersebut berdasarkan asumsi sebagai berikut (1) jumlah produksi buah seperti pada tabel 7; (2) harga yang dipakai adalah yang berlaku dimasyarakat setempat; (3) terdapat satu kelompok yang terdiri dari 620

± 15 KK. Nilai ekonomi buah dari hutan mangrove Sungai Mas tergolong masih sangat rendah bila dibandingkan dengan penelitian oleh Ariftia, (2014). Pada penelitian Ariftia, (2014) menyatakan nilai ekonomi buah dari hutan mangrove Desa Margasari dengan luas 307 ha adalah Rp 410.400.000,-/th. Besarnya nilai ekonomi yang dperoleh dari penilaian oleh Ariftia, (2014), tidak terlepas dari luasnya kawasan, jenis buah dan cara pemanfaatan dari buah serta harga yang relatif lebih tinggi. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di mangrove Sungai Mas. Namun nilai ekonomi yang diperoleh dari buah yang ada cukup memberikan kontribusi bagi pendapatan masyarakat, dan akan terus memberikan kontribusi apabila dikelola dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah. Nilai Ekonomi Hasil Perairan Nilai ekonomi perairan yang dihitung dalam penelitian ini meliputi nilai ekonomi kerang, nilai ekonomi kepiting, nilai ekonomi udang, dan nilai ekonomi ikan. Adapun nilai ekonomi dari masing-masing diuraikan sebagai berikut: Nilai Ekonomi Kerang Kerang merupakan komoditi yang patut dipertimbangkan dalam penilaiannya, hasil dari kerang sangat jelas berdampak terhadap pendapatan masyarakat. Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan masyarakat Sunagi Mas menyatakan, terdapat tiga jenis kerang yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari hutan mangrove Sungai Mas seperti Kepah, Tengkuyung, Remis dan kijing. Kerang yang dihasilkan dari mangrove Sungai Mas kemudian dijual, dan dikonsumsi sendiri. Untuk mencari kerang sendiri masyarakat biasa menggunakan motor air atau sampan untuk menuju lokasi pengambilan kerang, dan biaya yang dikeluarkan dalam sekali berangkat berkisar antara Rp. 3.000,- sampai Rp 5.000,- per orang untuk menumpang motor air, namun untuk masyarakat yang memiliki sampan maka tidak memerlukan uang untuk biaya pergi menuju lokasi pengambilan kerang. Sedangkan bagi para penambang motor air cukup bermodalkan Rp. 20.000,- sampai Rp. 25.000,- untuk mengisi bahan bakar pulang dan pergi. Pengambilan kerang sendiri untuk beberapa jenis sangat bergantung pada musim terutama untuk jenis remis dan kijing, sedangkan untuk tengkuyung bisa diambil hampir setiap hari, terutama pada saat air pasang. Untuk jenis kepah sebenarnya juga bisa diperoleh setiap hari namun jumlahnya tidak sebanyak pada saat musim pasang besar yakni pada saat ombak laut memuncak sehingga kepah terdampar didaratan sepanjang hutan mangrove yang berlumpur, pada saat itu satu KK bisa mengambil ratusan kilogram dalam satu kali pengambilan. Sedangkan untuk harga jual juga bervariasi, untuk jenis kepah harga per kilonya adalah Rp. 9.000,-; tengkuyung Rp. 13.000,-; remis Rp.12.000,-; dan kijing Rp. 25.000,-/Kg. Hasil yang diperoleh dari perhitungan nilai ekonomi kerang dapat dilihat pada Tabel 5: 621

Tabel 5. Ringkasan Hasil Perhitungan Nilai Ekonomi Kerang di Hutan Mangrove Sungai Mas (The Resume of Economy Counting Result of Shell in Sungai Mas Mangrove forest) No Jenis Harga Produksi/tahun Satuan Biaya/Th Nilai Total 1 Kepah 9.000 1.200 Kg 250.000 10.550.000 2 Tengkuyung 13.000 700 Kg 250.000 8.850.000 3 Remis 12.000 30 Kg 50.000 310.000 4 Kijing 25.000 15 Kg 25.000 350.000 Nilai Ekonomi Kerang/Kk/th 20.060.000 Nilai Ekonomi Kerang untuk 180KK/th 3.610.800.000 Berdasarkan Tabel 5 diatas, diperoleh nilai ekonomi kerang sebesar Rp 3.610.800.000,-/th atau setara dengan Rp 20.060.000,-/KK/th. Hasil tersebut berdasarkan asumsi (1) jumlah produksi kerang; (2) harga yang dipakai adalah yang berlaku dimasyarakat setempat; (3) semua responden memanfaatkan kerang dihutan mangrove Sungai Mas. Nilai ekonomi kerang yang dihasilkan hutan mangrove Sungai Mas secara keseluruhan tergolong tinggi secara keseluruhan bila dibandingkan dengan penelitian oleh Kendek, (2012). Pada penelitian Kendek, (2012) menyatakan nilai ekonomi kerang dari kawasan hutan mangrove Desa Minanga III dengan luas 284 ha adalah Rp 4.293.400,-/KK/th. Besarnya nilai ekonomi kerang yang dihasilkan hutan mangrove Sungai Mas tidak terlepas dari tinginya potensi kerang yang sangat mudah didapat tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar serta harga pasar yang relatif lebih tinggi. Nilai ekonomi yang diperoleh dari kerang yang ada sangat berkontribusi bagi pendapatan masyarakat dan akan terus memberikan kontribusi apabila ekosistem hutan mangrove terjaga dengan baik dan lestari. Nilai Ekonomi Kepiting Hutan mangrove yang dikenal dengan ekosistem berlumpurnya merupakan habitat yang sangat baik untuk berkembang biaknya kepiting. Seperti yang telah diketahui bahwa kepiting merupakan fauna yang memiliki nilai ekonommi yang relatif besar, harga kepiting di pasaran mencapai hingga ratusan ribu rupiah per kilogram, tingginya peminat kepiting membuat harga kepiting relatif stabil. Kepiting dijual berdasarkan kelasnya masing-masing menjadi kelas A,B dan BS. Ketiga kelas tersebut memiliki harga yang berbeda-beda, untuk kelas A harga perkilogramnya berkisar Rp 100.000,-; kelas B berkisar Rp 50.000,-; dan kelas BS berkisar Rp 25.000,-. Berdasarkan hasil survey dengan masyarakat Sungai Mas menyatakan bahwa sedikitnya terdapat 145 KK yang memanfaatkannya. Berdasarkan hasil perhitungan dari jumlah kepala keluarga yang memanfaatkan kerang maka dapat dilihat seperti pada Tabel 6: 622

Tabel 6. Ringkasan Hasil Perhitungan Ekonomi Kepiting di Hutan Mangrove Sungai Mas (The Resume of Economy Counting Result of Crab in Sungai Mas Mangrove Forest) No Kelas Harga Produksi/tahun Satuan Biaya Nilai Total 1 A 100.000 15 Kg 200.000 1.300.000 2 B 50.000 90 Kg 100.000 4.400.000 3 BS 25.000 150 Kg 100.000 3.650.000 Nilai Ekonomi Kepiting/Kk/th 9.350.000 Nilai Ekonomi Kepiting untuk 145KK/th 1.355.750.000 Berdasarkan Tabel 6 diatas, diperoleh nilai ekonomi kepiting sebesar Rp 1.355.750.000,-/th atau setara dengan Rp 9.350.000,-/KK/th. Hasil tersebut berdasarkan asumsi sebagai berikut (1) jumlah produksi kepiting per tahun seperti pada tabel (10); (2) harga yang dipakai adalah yang berlaku dimasyarakat setempat; (3) terdapat 145 KK yang memanfaatkan kepiting dari hutan mangrove Sungai Mas. Nilai ekonomi kepiting yang diperoleh dari hutan mangrove Sungai Mas tergolong relatif besar bila dibanding dengan penelitian oleh Suzana,(2011), Ariftia,(2014), maupun Kendek,(2012). Hal ini menunjukan bahwa hutan mangrove sungai mas merupakan habitat yang sangat cocok bagi populasi kepiting maskipun luas kawasan mangrovenya tidak lebih luas dibanding dengan penelitian lain. Pada penelitian Suzana,(2011), Ariftia,(2014), maupun Kendek,(2012). Menyatakan nilai ekonomi kerang sebagai berikut: (1) nilai ekonomi kerang di hutan magrove desa Palaes Kecamatan Lingkupang Barat dengan luas mencapai 307 ha adalah sebesar Rp 45.000.000,-/th; Suzana,(2011), (2) nilai ekonomi kerang di hutan magrove desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai dengan luas 700 ha adalah sebasar Rp 10.320.000,-/th; Ariftia,(2014), (3) nilai ekonomi kerang di hutan magrove desa Minanga III Kabupaten Minahasa Tenggara dengan luas 284 ha adalah sebesar Rp 47.160.000,-/th. Perbedaan hasil penilaian tersebut dipengaruhi oleh jumlah tangkapan pertahun serta harga jual per kilogramnya. Besarnya nilai ekonomi kerang yang diperoleh dari penelitian ini tentu memberikan gambaran betapa besarnya potensi ekonomi hutan mangrove Sungai Mas sehingga patut untuk dijaga dan dipertahankan kelestariannya. Nilai Ekonomi Udang Masyarakat Sungai mas secara turun temurun memanfaatkan kekayan alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari salah satunya dengan menangkap udang yang selanjutnya untuk dijual dan dikonsumsi sendiri. Ada beberapa jenis udang yang dimanfaatkan oleh masyarakat diantaranya adalah udang bubuk (Rebon), udang pici, udang keruk (Ebi), dan udang Alam (udang sungai). Penangkapan pun dilakukan secara tradisional baik menggunakan pancing, maupun menggunakan Togo untuk menangkap Udang Bubuk. Harga udang pun bervariasi sesuai dengan jenis udang, untuk udang bubuk (Rebon) dijual dengan harga Rp 5.000,-/Kg, udang pici seharga Rp 30.000,-/Kg, 623

udang keruk (Ebi) seharga Rp 25.000,- /Kg, dan udang alam (udang sungai) seharga Rp. 20.000,-/Kg. Biaya yang dikeluarkan untuk mengambil udang relatif murah, untuk pembuatan togo dibutuhkan biaya ± Rp 1.500.000,-/th. Hasil yang diperoleh dari perhitungan nilai ekonomi udang dapat dilihat pada Tabel 7: Tabel 7. Ringkasan Hasil Perhitungan Nilai Ekonomi Udang di Hutan Mangrove Sungai mas (The Resume of Economy Counting Result of Prawn in Sungai Mas Mangrove Forest) No Jenis Harga Produksi/th Satuan Biaya/Th Nilai total 1 Bubuk (rebon) 5.000 12.000 Kg 1.500.000 58.500.000 2 Pici (kulit putih besar) 30.000 70 Kg 250.000 1.850.000 3 Keruk (ebi) 25.000 70 Kg 50.000 1.700.000 4 Alam (udang sungai 20.000 50 50.000 950.000 putih kecil) Nilai Ekonomi Udang/kk/th 63.000.000 Nilai Ekonomi Udang untuk 188kk/th 11.655.000.000 Berdasarkan Tabel 7 diatas, diperoleh nilai ekonomi udang sebesar Rp 11.655.000.000,-/th atau setara dengan Rp 63.000.000,-/KK/th. Hasil tersebut berdasarkan asumsi sebagai berikut (1) jumlah produksi udang seperti pada tabel 10; (2) harga yang dipakai adalah yang berlaku dimasyarakat setempat; (3) semua responden memanfaatkan udang di sekitar hutan mangrove Sungai Mas. Nilai ekonomi udang yang diperoleh dari hutan mangrove Sungai Mas tergolong sangat besar bila dibandingkan dengan penelitian oleh Suzana,(2011), maupun Ariftia,(2014). Pada penelitian ini menyatakan nilai ekonomi udang dari kawasan hutan mangrove Sungai Mas dengan luas 136,7 Ha adalah Rp 11.655.000.000,-/th. Besarnya nilai ekonomi yang diperoleh dari penilaian ini tidak terlepas dari besarnya jumlah tangkapan udang pertahun serta terdapat sedikitnya 4 (empat) jenis udang yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan diambil nilainya meskipun harga jual tidak terlalu mahal seperti pada penelitian yang dilakukan Ariftia,(2014) yakni Rp 70.000,-/Kg. Bila dengan kondisi hutan mangrove saat ini saja hutan mangrove Sungai Mas bisa memberikan hasil yang sangat besar maka hasil hutan mangrove Sungai Mas akan semakin meningkat apabila ekosistem mangrove tersebut tetap terjaga dengan lestari. Nilai Ekonomi Ikan Nilai guna langsung terakhir yang dihitung dalam penelitian ini adalah nilai ekonomi ikan yang diperoleh dari Sungai Mas dan cukup potensial di daerah tersebut. Sedikitnya ada 4 jenis ikan yang dihitung nilai ekonominya diantaranya ialah Sembilang, Belanak, Sengat, dan Jaringan. Untuk penangkapan ikan juga masih menggunakan cara tradisional yakni menggunakan belat, jala, dan juga pancing. Untuk penangkapan ikan sembilang masyarkat pada umumnya menggunakan belat agar bisa mendapatkan dalm jumlah besar, namun juga bisa menggunakan jala atau pancing. Sedangkan untuk mendapatkan 624

ikan belanak pada umumnya masyarakat menggunakan jala dan belat, sebab ikan belanak tidak bisa didapat menggunakan pancing, dan untuk ikan sengat dan jaringan bisa menggunakan ketiga alat tradisional tersebut akan tetapi untuk ikan sengat sendiri harganya lebih murah bila dibandingkan ketiga jenis ikan lainnya. Harga untuk tiga jenis ikan perkilogramnya ialah Rp. 15.000,- meliputi ikan ialah Sembilang, Belanak, dan Jaringan. Sedangkan untuk ikan sengat hanya Rp. 7.000,-/Kg. Biaya yang dikeluarkan untuk mengambil ikan relatif murah, untuk pembuatan belat dibutuhkan biaya ± Rp 1.000.000,-/th, sedangkan untuk jala dibeli seharga Rp. 300.000,-. Hasil yang diperoleh dari perhitungan nilai ekonomi ikan dapat dilihat pada Tabel 8: Tabel 8. Ringkasan Hasil Perhitungan Nilai Ekonomi Ikan di Hutan Mangrove Sungai mas (The Resume of Economy Counting Result of Fish in Sungai Mas Mangrove Forest) No Jenis Produksi Satuan Harga/Kg Biaya/th Nilai total 1 Sembilang 1.000 Kg 15.000 1.000.000 14.000.000 2 Belanak 300 Kg 15.000 300.000 4.200.000 3 Sengat 250 Kg 7.000 5.000 1.745.000 4 Jaringan 250 Kg 15.000 5.000 3.745.000 Nilai Ekonomi/kk/th 23.690.000 Nilai Ekonomi Ikan untuk 188kk/th 4.453.720.000 Berdasarkan Tabel 8 diatas, diperoleh nilai ekonomi ikan sebesar Rp 4.453.720.000,-/th atau setara dengan Rp 23.690.000,-/KK/th. Hasil tersebut berdasarkan asumsi sebagai berikut (1) jumlah produksi ikan seperti pada tabel 11; (2) harga yang dipakai adalah yang berlaku dimasyarakat setempat; (3) semua responden memanfaatkan ikan di sekitar hutan mangrove Sungai Mas. Nilai ekonomi ikan yang diperoleh dari hutan mangrove Sungai Mas tergolong besar bila dibandingkan dengan penelitian oleh Suzana,(2011), maupun Kendek,(2012). Pada penelitian ini menyatakan nilai ekonomi ikan dari kawasan hutan mangrove Sungai Mas dengan luas 136,7 Ha adalah Rp 4.453.720.000,-/th. Besarnya nilai ekonomi yang diperoleh dari penilaian ini tidak terlepas dari besarnya jumlah tangkapan ikan pertahun serta terdapat sedikitnya 4 (empat) jenis ikan yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan diambil nilainya meskipun harga jual tidak terlalu mahal seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Suzana,(2011) yakni Rp 20.000,-/Kg. Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value/TEV) Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing manfaat tersebut dapat dilihat pada Tabel 9 berikut: 625

Tabel 9. Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Sungai Mas (Total of Economy Value in Sungai Mas Mangrove Forest) No Jenis Nilai Nilai (Rp) 1 DUV Kayu Bakar 44.016.000 2 DUV Buah 4.100.000 3 DUV Kerang 3.610.800.000 4 DUV Kepiting 1.355.750.000 5 DUV Udang 11.655.000.000 6 DUV Ikan 4.453.720.000 Total 21.123.386.000 Berdasarkan Tabel 9, Tabel tersebut menjelaskan bahwa nilai ekonomi total hutan mangrove Sungai Mas adalah Rp. 21.123.386.000,-/Th. Nilai yang diperoleh dari penelitian ini tergolong tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang serupa. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ariftia,(2014) menunjukan bahwa nilai ekonomi total hutan mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur yakni sebesar Rp. 10.530.519.419,- /Tahun. Hal ini menunjukan bahwa hutan mangrove Sungai Mas memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, sebagai contoh nilai guna langsung udang mampu memberikan nilai ekonomi hingga Rp. 11.655.000.000,- /tahun. Artinya apabila hutan mangrove Sungai Mas apabila dialih fungsikan hingga merusak ekosistem yang ada, maka secara ekonomi masyarakat Sungai Mas telah mengalami kerugian higga Rp. 11.655.000.000,-/tahun akibat hilangnya habitat udang. Sedangkan nilai yang paling rendah adalah nilai ekonomi buah yaitu Rp. 4.100.000,- /Tahun. Nilai ekonomi yang telah diperoleh pada Tabel 9 diatas belum merupakan komponen nilai ekonomi total yang sesungguhnya. Walaupun demikian Pearce dan Moran (1994) (dalam Rabudin, 2015) tetap mengingatkan bahwa nilai ekonomi total yang didapat dari formula yang ada, sebenarnya tidaklah benar-benar nilai ekonomi total yang sesungguhnya, masih jauh lebih besar lagi. Alasan pertama, nilai tersebut masih belum mencakup seluruh nilai konservasi hutan kecuali nilai ekonominya saja. Kedua, banyak ahli ekologi menyatakan bahwa nilai ekonomi total tidak dapat dihitung dengan formula sederhana karena ada beberapa fungsi ekologis dasar yang bersifat sinergis sehingga nilainya jauh lebih besar dari nilai fungsi tunggal. Nilai ekonomi total hutan mangrove Sungai Mas sendiri apabila terus digali akan mengalami perubahan nilai, mengingat masih banyak manfaatmanfaatlain yang belum tereksploitasi dalam penelitian ini. Selain itu pada waktu tempat dan metode tertentu juga akan memberikan hasil yang berbeda bila dilakukan penelitian yang sama terhadap waktu, tempat dan metode penilaian yang berbeda. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap penilaian hutan mangrove di Sungai Mas Dusun Sebangkau Desa Sebatuan Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Total Nilai Guna Langsung hutan mangrove Sungai Mas sebesar Rp 21.123.386.000.-/tahun. 626

2) Komponen nilai yang paling tinggi diperoleh dari nilai guna langsung terutama dari hasil udang yakni Rp 11.655.000.000,-/tahun (55,18%), kemudian ikan yaitu Rp 4.453.720.000,-/tahun (21,08%) dan komponen nilai paling rendah diperoleh dari buah yaitu Rp 4.100.000,-/tahun (0,02%). Hasil dari jenis udang menduduki posisi tertinggi, disebabkan oleh hutan mangrove merupakan habitat yang cocok untuk jenis udang serta kegiatan pengambilan dapat dilakukan berkali-kali dalam setahun. 3) Nilai guna langsung merupakan nilai yang dapat dimanfaatkan secara langsung tanpa melalui proses yang panjang, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan hingga berkali-kali kegiatan. Saran 1) Apabila dilakukan penelitian secara utuh terhadap hutan mangrove Sungai Mas maka akan memberikan nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil yang telah ada. Perlu adanya penelitian di hutan mangrove Sungai Mas terutama dari nilai non guna. Nilai tersebut terdiri dari nilai warisan dan nilai keberadaan. 2) Hutan mangrove sebagai penyangga dari intruisi air laut perlu dijaga keberadaannya baik masyarakat setempat terlebih lagi pemerintah terkait. Kemudian memperhatikan dari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya ancaman terhadap keberadaan hutan mangrove Sungai Mas seperti alih fungsi lahan untuk area tambak maupun ancaman lainnya. 3) Masyarakat perlu terus menjaga dan melestarikan hutan mangrove Sungai Mas, dengan cara melakukan rehabilitasi secara berkesinambungan agar tercipta strata tajuk yang baik dan lebih dapat memanfaatkan secara maksimal hasil hutan mangrove seperti pemanfaatan buah baik secara langsung maupun dalam bentuk olahan. 4) Sebagai upaya perlindungan terhadap hutan mangrove diperlukan ketegasan dari pemerintah agar tidak ada lagi alih fungsi lahan serta meningkatkan konservasi terhadap kawasan hutan mangrove. 5) Perlu adanya pelatihan-pelatihan interpreneur bagi masyarakat guna meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar seperti pengolahan buah yang dihasilkan dari hutan mangrove menjadi produk makanan dan minuman, pemanfaatan resin dari jenis mangrove tertentu, aneka kerajinan dari jenis nipah, dan lain sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Anonim.2015. Monografi Desa Pemangkat Kota Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas, [tidak diterbitkan] Ariftia RI, Qurniawati R dan Herawati S. 2014. Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove Desa Margosari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari vol. 2 No. 3 September 2014:22-26 Fitriadi, Gunawan T, Rijanta. 2005. Peran Pemerintah Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove: Kasus Di Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas Kalimantanbarat. [Jurnal] Vol.12 No. 3, November 2005: 122-129. Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Indonesia 627

Kendek CN, Tasirin JS, Kainde RP, Kalangi JI, 2012. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Oleh Masyarakat Sekitar Hutan Desa Minanga Iii Kabupaten Minahasa Tenggara. [Jurnal] Fakultas Pertanian UNSRAT Manado, 95115. Rabudin, 2015. Nilai Ekonomi Total Tembawang di Dusun Ampar Desa Cempedak Kecamatan Tayan Hilir Kbupaten Sanggau.[skripsi]. Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura. Pontianak. Roslinda, E dan Yuliantini. 2013. The Economic Value Of Hydrological Services In Mendalam Sub- Watershed, Kapuas Hulu Regency, West Kalimantan, Indonesia. Indonesian Jurnal of Forestry Research Vol. 1 No. 1. 2014 Hal 1-8 Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfbeda. Bandung. Suzana, BOL, Jean T, Rine K dan Fandi A.2011. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove di Desa Palaes Kecamatan Lingkupang Barat Kabupaten Minahasa Utara. ASE- Volume 7 Nomor 2:29-3 628