BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. remaja putri berusia <20 tahun. Kehamilan tersebut dapat disebabkan oleh karena

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. sengaja maupun tidak sengaja (Pudiastuti, 2011). Berbagai bentuk. penyimpangan perilaku seksual remaja cenderung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

perubahan-perubahan fisik itu (Sarwono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. balita adalah masa emas atau golden age dalam rentang perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. oleh para pelayanan yang sensitif terhadap kebutuhan remaja. Seringnya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Menunjukkan AKI yang sangat signifikan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa penting karena memiliki dampak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan seperti yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Terbukanya saluran

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Remaja 1.1. Pengertian Remaja Menurut Hurlock (2003), istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan tersebut diungkapkan Piaget dengan mengatakan : secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Masa remaja (Adolescence) sebagai periode transisi perkembangan anak masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Menurut Muangman (1980) dalam Sarwono (2011) remaja adalah suatu masa dimana: 1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksualnya. 2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 17

18 3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. 1.2. Pembagian Usia pada Masa Remaja Pinem (2009) membagi perkembangan masa remaja menjadi tiga tahap dalam rentang usia 10-19 tahun yaitu: masa remaja awal (10-12 tahun); masa remaja tengah (13-15 tahun); masa remaja akhir (16-19 tahun). The Health Resources and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap yaitu remaja awal (11-14 tahun) remaja menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun) (Kusmiran, 2011). Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian, masa remaja awal : umur 12-15 tahun, masa remaja pertengahan : 15-18 tahun, dan masa remaja akhir : 18-21 tahun (Monks, 2006). 1.3. Proses Perubahan Pada Masa Remaja Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja. Secara ringkas, Lerner dan Hultsch (1983) dalam Agustiani (2006), proses perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini:

19 1. Perubahan Fisik Rangkaian perubahan yang paling jelas yang nampak dialami oleh remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria. Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Seiring dengan itu, berlangsung pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa. Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi dari hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan. 2. Perubahan emosionalitas Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal adalah perubahan dalam aspek emosional pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormonal, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan badaniah remaja. Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Keterbatasannya untuk secara kognitif mengolah perubahan-perubahan baru tersebut bisa membawa perubahan besar dalam fluktuasi emosinya. Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media massa, dan minat pada jenis seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara

20 seksual. Ini semua menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya. 3. Perubahan kognitif Semua perubahan fisik yang membawa implikasi perubahan emosional makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan kognitif. Perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleh Piaget (1972) sebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam perkembangan kognitifnya. Dalam tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun ini, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotetis dan abstrak dari realitas. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotetis dan kontrafaktual, yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal. 1.4. Fase Perkembangan Perilaku Seksual remaja Menurut Soetjiningsih (2004), perkembangan fisik termasuk organ seksual serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada anak lakilaki maupun pada anak perempuan akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Perkembangan seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase mulai praremaja, remaja awal, remaja menengah, sampai pada remaja akhir, dapat dijelaskan sebagai berikut :

21 1. Pra remaja Masa praremaja adalah suatu tahap untuk memasuki tahap remaja yang sesungguhnya. Pada masa praremaja ada beberapa indikator yang telah ditentukan untuk menentukan identitas jender laki-laki atau perempuan. Beberapa indikator tersebut ialah indikator biologis yang berdasarkan jenis kromosom, bentuk gonad dan kadar hormon. Ciri-ciri perkembangan seksual pada masa ini antara lain perkembangan fisik yang masih tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada masa praremaja ini mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya. Penampilan fisik dan mental secara seksual tidak banyak memberikan kesan yang berarti. 2. Remaja Awal Merupakan tahap awal (permulaan), remaja sudah mulai tampak ada perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang. Pada masa ini mereka sudah mulai mencoba melakukan onani (masturbasi) karena telah seringkali terangsang secara seksual akibat pematangan yang dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar testosterone pada laki-laki dan estrogen pada remaja perempuan. Sebagian dari mereka amat menikmati apa yang mereka rasakan, tetapi ternyata sebagian dari mereka justru selama atau sesudah merasakan kenikmatan tersebut kemudian merasa kecewa dan merasa berdosa. 3. Remaja menengah Pada masa remaja menengah, para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh yaitu anak laki-laki sudah mengalami mimpi

22 basah sedangkan anak perempuan sudah mengalami haid. Pada masa ini gairah seksual remaja sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik. Namun demikian, perilaku seksual mereka masih secara alamiah. Mereka tidak jarang melakukan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang mereka mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual. Sebagian besar dari mereka mempunyai sikap yang tidak mau bertanggungjawab terhadap perilaku seksual yang mereka lakukan. 4. Remaja Akhir Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh, sudah seperti orang dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran. 2. Kehamilan Pranikah 2.1. Definisi Kehamilan pranikah adalah kehamilan yang terjadi pada perempuan berusia remaja dan belum menikah. Kehamilan tersebut dapat disebabkan oleh karena hubungan seksual (hubungan intim) dengan pacar, pemerkosaan, maupun faktor-faktor lain yang menyebabkan sperma membuahi telurnya dalam rahim perempuan tersebut (Masland, 2004). Kehamilan pada masa remaja dan menjadi orang tua pada usia remaja berhubungan secara bermakna dengan resiko medis dan psikososial, baik terhadap ibu maupun bayinya. Faktor kondisi fisiologis dan psikososial intrinsik remaja,

23 bila diperberat lagi dengan faktor-faktor sosiodemografi seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, belum menikah, asuhan pranatal yang tidak adekuat akan mengakibatkan meningkatnya risiko kehamilan dan kehidupan keluarga yang kurang baik (Soetjiningsih, 2004). 2.2. Dampak Kehamilan Remaja Dampak kehamilan bagi remaja dari sudut kesehatan obstetri, hamil pada usia remaja memberi risiko komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan anak seperti anemia, preeklampsia, eklampsia, abortus, partus prematurus, kematian perinatal, perdarahan dan tindakan operatif obstetri lebih sering dibandingkan dengan kehamilan pada golongan usia 20 tahun ke atas. Penelitian di bagian Obstetri dan Ginekologi RSCM FKUI (2003) mendapatkan kejadian patologi kehamilan usia remaja 22,31 per mil dibandingkan dengan kehamilan di usia 20-30 tahun sebesar 8,36 per mil; angka kematian perinatal 109,68 per mil dibandingkan 51,54 per mil dan resiko kehamilan dan persalinannya 2,4 kali lebih tinggi pada kehamilan remaja dibandingkan kehamilan di usia 20-30 tahun (Soetjiningsih, 2004). Konsekuensi yang ditimbulkan kehamilan remaja telah menimbulkan kekhawatiran yang besar. Kehamilan remaja mengandung risiko kesehatan bagi bayi maupun ibu. Bayi yang dilahirkan oleh ibu remaja cenderung memiliki berat badan rendah faktor utama yang menyebabkan kematian bayi maupun masalah neurologis dan penyakit masa kanak-kanak. Para ibu remaja seringkali putus sekolah. Meskipun banyak ibu remaja yang kemudian melanjutkan pendidikannya lagi di kemudian hari, umumnya mereka tidak mencapai taraf kehidupan ekonomi

24 yang setara dengan perempuan yang menunda melahirkan anak hingga usia dua puluhan. Sebuah studi longitudinal menemukan bahwa anak-anak yang berasal dari perempuan yang melahirkan pertama kali ketika remaja, memiliki skor tes yang lebih rendah dan memperlihatkan perilaku yang lebih bermasalah dibandingkan ibu-ibu yang memiliki anak pertama ketika dewasa (Santrock, 2007). Salah satu risiko dari seks pranikah atau seks bebas adalah terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan (KTD). Ada dua hal yang bisa dan biasa dilakukan remaja jika mengalami KTD yaitu: 1) Mempertahankan kehamilan, atau 2) mengakhiri kehamilan (aborsi) semua tindakan tersebut dapat membawa dampak baik fisik, psikis maupun sosial (Soetjiningsih, 2004). 1. Bila kehamilan dipertahankan a. Risiko fisik. Kehamilan pada usia dini bisa menimbulkan kesulitan dalam persalinan seperti perdarahan, bahkan bisa sampai pada kematian. b. Risiko psikis atau psikologis. Ada kemungkinan pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau menikahinya atau tidak mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Kalau mereka menikah, hal ini juga bisa mengakibatkan perkawinan bermasalah dan penuh konflik karena sama-sama belum dewasa dan siap memikul tanggungjawab sebagai orang tua. Selain itu pasangan muda terutama pihak perempuan, akan dibebani oleh berbagai perasaan yang tidak nyaman seperti dihantui rasa malu yang terus menerus, rendah diri, bersalah atau berdosa, depresi atau tertekan, pesimis dan lain-lain. Bila tidak ditangani dengan baik,

25 maka perasaan-perasaan tersebut bisa menjadi gangguan kejiwaan yang lebih parah. c. Risiko sosial. Salah satu risiko sosial adalah berhenti/putus sekolah atas kemauan sendiri karena rasa malu atau cuti melahirkan, kemungkinan lain dikeluarkan dari sekolah. Risiko sosial lainnya yaitu menjadi obyek pembicaraan, kehilangan masa remaja yang seharusnya dinikmati, dan terkena cap buruk karena melahirkan anak di luar nikah. Kenyataannya di Indonesia, kelahiran anak di luar nikah masih sering menjadi beban orang tua maupun anak yang dilahirkan. d. Risiko ekonomi. Merawat kehamilan, melahirkan dan membesarkan bayi/anak membutuhkan biaya besar. 2. Bila kehamilan diakhiri (aborsi) Aborsi bisa mengakibatkan dampak negatif secara fisik, psikis dan sosial terutama bila dilakukan secara tidak aman. a. Risiko fisik. Perdarahan dan komplikasi lain merupakan salah satu risiko aborsi. Aborsi yang berulang selain bisa mengakibatkan komplikasi juga bisa menyebabkan kemandulan. Aborsi yang dilakukan secara tidak aman bisa berakibat fatal yaitu kematian. b. Risiko psikis. Pelaku aborsi seringkali mengalami perasaan-perasaan takut, panik, tertekan atau stres, trauma mengingat proses aborsi dan kesakitan. Kecemasan karena merasa bersalah, atau dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama. Selain itu pelaku aborsi juga sering kehilangan kepercayaan diri.

26 c. Resiko sosial. Ketergantungan pada pasangan seringkali menjadi lebih besar karena perempuan merasa sudah tidak perawan, pernah mengalami KTD dan aborsi. Selanjutnya remaja perempuan lebih sukar menolak ajakan seksual pasangannya. Resiko lain adalah pendidikan terputus atau masa depan terganggu. d. Risiko ekonomi. Biaya aborsi cukup tinggi, bila terjadi komplikasi maka biaya semakin tinggi. 2.3. Mencegah dan Mengurangi Kehamilan Pranikah Upaya-upaya yang dilakukan secara luas dan serius perlu dilakukan untuk membantu para remaja dan para ibu muda yang hamil agar meningkatkan peluang pendidikan dan pekerjaannya. Para ibu remaja membutuhkan bantuan yang luas agar mampu merawat anaknya secara kompeten dan merencanakan masa depan mereka sendiri. John conger (1998) dalam Santrock (2007) menawarkan empat rekomendasi untuk menurunkan tingginya angka kehamilan remaja, yaitu: 1)Pendidikan seks dan perencanaan keluarga, 2)Akses untuk memahami metode kontrasepsi, 3)pendekatan pilihan hidup, dan 4) keterlibatan komunitas dan dukungan yang luas. Meningkatkan pendidikan seks, perencanaan keluarga, dan akses untuk memperoleh alat kontrasepsi saja tidak cukup dapat memperbaiki krisis kehamilan, khususnya untuk para remaja beresiko tinggi. Remaja harus termotivasi untuk menurunkan risiko kehamilan mereka sendiri. Motivasi ini hanya akan muncul apabila mereka juga berusaha untuk melihat masa depan dan melihat bahwa mereka memiliki peluang untuk menjadi seorang yang mampu

27 mencukupi diri dan berhasil. Remaja perlu memperoleh peluang untuk meningkatkan keterampilan akademik dan karirnya, peluang pekerjaan, konsultasi perencanaan hidup, dan layanan kesehatan mental yang luas (Pinem, 2009). Terakhir, agar penurunan prevalensi kehamilan remaja dapat berhasil sepenuhnya, kita perlu memperluas keterlibatan dan dukungan dari komunitas. Dukungan ini merupakan faktor utama yang dapat mendukung keberhasilan upaya-upaya pencegahan kehamilan di negara-negara berkembang lainnya dimana jumlah kehamilan remaja, aborsi, dan melahirkan anak masih jauh lebih rendah dibandingkan Amerika, terlepas dari tingkat aktivitas seksual yang serupa. Salah satu strategi yang dilakukan untuk mengurangi kehamilan di kalangan remaja yaitu Teen Outreach Program (TOP), berfokus untuk melibatkan remaja menjadi sukarelawan dalam layanan komunitas dan diskusi stimulasi, yang membantu remaja memahami pelajaran yang diperoleh (Dariyo, 2004). 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kehamilan Pranikah Pada Remaja Putri Dilihat dari beberapa hal yang menjadi dasar remaja melakukan hubungan seksual, remaja pria dan wanita memiliki alasan-alasan yang berbeda, pada remaja putri kebanyakan memberikan alasan seperti ingin menunjukkan rasa cinta, takut ditinggalkan, dipaksa oleh pacar, agar dicintai, tidak mau dianggap tidak laku karena masih perawan dan lain-lain. Keputusan untuk melakukan hubungan seks tersebut tidak dengan konsekuensi yang kecil, remaja yang telah melakukan hubungan seks harus juga memikirkan risiko yang dihadapinya nanti seperti hamil di luar nikah dan terkena penyakit kelamin (Sarwono, 2011).

28 Pendapat ini didukung pula oleh Santrock, dalam Sarwono (2011), alasan-alasan mengapa remaja berhubungan seks antara lain, dipaksa (wanita 61 % dan pria 23%), merasa sudah siap (wanita 51% dan pria 59%), butuh dicintai (wanita 45% dan pria 23%) dan takut diejek teman karena masih gadis atau perjaka (wanita 38% dan pria 43%). Dianawati (2006) mengungkapkan terjadinya kehamilan remaja disebabkan banyak faktor dan alasan, antara lain: 1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya Lingkungan pergaulan yang telah dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks. Bagi remaja tersebut, tekanan dari teman-temannya itu dirasakan lebih kuat daripada tekanan yang didapat dari pacarnya sendiri. Keinginan untuk dapat diterima oleh lingkungan pergaulannya begitu besar, sehingga dapat mengalahkan semua nilai yang didapat, baik dari orang tua maupun dari sekolahnya. Pada umumnya remaja tersebut melakukannya hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan teman-temannya, sehingga dapat diterima menjadi bagian dari anggota kelompoknya seperti yang diinginkan. 2. Adanya tekanan dari pacarnya. Karena kebutuhan remaja untuk mencintai dan dicintai, seorang remaja putri biasanya harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, termasuk karena adanya tekanan dari pacarnya tanpa memikirkan dampak atau risiko yang nanti dihadapinya. Dalam hal ini yang berperan bukan saja nafsu seksual mereka, melainkan juga karena sikap memberontak terhadap orang

29 tuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu bentuk hubungan, penerimaan, rasa mana, dan harga diri sebagai layaknya manusia dewasa. Jika di dalam lingkungan keluarga tidak dapat membicarakan masalah yang dihadapinya, remaja tersebut akan mencari solusinya di luar rumah. Begitu juga jika remaja tersebut tidak mendapat cinta dan perhatian yang cukup dari orang tuanya, dia akan mencarinya di luar rumah melalui lingkungan pergaulannya. Adanya perhatian dan cinta yang cukup dari orang tua dan anggota keluarga terdekatnya memudahkan remaja tersebut memasuki masa pubertasnya. Dengan demikian, dia dapat melawan tekanan yang datang dari lingkungan pergaulan dan pasangannya. Selain itu, kemampuan dan kepercayaan diri untuk tetap memegang teguh prinsip hidupnya sangat penting. Pandangan ini tidak sebatas masalah seksual, tetapi juga dalam segala hal, baik tentang apa yang seharusnya dilakukan maupun tentang apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. 3. Adanya kebutuhan badaniah Seks merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Tidak terkecuali remaja juga menginginkan hubungan seks ini, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dibandingkan dengan risiko yang mereka hadapi. 4. Rasa penasaran Pada usia remaja, rasa keingintahuan begitu besar terhadap seks. Apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa seks itu nikmat, ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas. Rasa penasaran tersebut

30 semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya. 5. Pelampiasan diri Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri. Misalnya, karena terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat bahwa sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya. Maka, dengan pikirannya tersebut, ia akan merasa putus asa lalu mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya ke dalam pergaulan bebas. 6. Pengetahuan Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh memberikan gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi dianggap tabu dibicarakan dengan anak (remaja). Sehingga saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi menjadi sangat kurang.