I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah satu aspek penting terhadap kepercayaan diri seseorang. Gigi-geligi teratur dan senyum indah biasanya lebih diterima sebagai penampilan yang baik oleh masyarakat, sedangkan gigi-geligi berdesakan dan protrusif dianggap sebagai penampilan yang buruk. Hal tersebut menyebabkan permintaan akan perawatan ortodontik belakangan ini didasari oleh keinginan memperbaiki kondisi estetik gigi-geligi untuk meningkatkan kepercayaan diri (Albarakati, 2001). Estetika kini menjadi alasan untuk mencari perawatan ortodontik. Hal tersebut menjadikan ukuran utama dari pemberian perawatan ortodontik bukan hanya kondisi umum gigi-geligi, namun juga buruknya estetika gigi-geligi sebagai akibat langsung dari tidak teraturnya susunan oklusal (Trivedi dkk, 2011). Penentuan kebutuhan perawatan ortodontik tidak hanya berdasarkan observasi dari gejala klinis, namun juga berdasar pada faktor fungsional dan estetika. Faktor estetika tidak mudah dievaluasi dan bersifat sangat subjektif, namun identifikasi maloklusi oleh ortodontis profesional dapat menjadi faktor yang memotivasi pasien untuk mencari perawatan ortodontik. Hal ini terdapat dalam hasil penelitian Shaw dkk. (1991 sit. Flores, 2004), bahwa faktor pendorong mencari perawatan ortodontik berasal dari pasien (persepsi akan penampilan, umur, jenis kelamin, pengaruh lingkungan dan kelas sosial ) dan dari ortodontis sendiri (apresiasi terhadap kebutuhan perawatan, kemampuan memberikan perawatan, biaya perawatan dan prioritas perawatan). 1
Menurut WHO, maloklusi yang berupa cacat dapat mengganggu fungsi dan kemungkinan menyebabkan rintangan bagi kesehatan fisik maupun emosional seseorang. Tinjauan psikologis membuktikan bahwa maloklusi yang mempengaruhi estetika wajah dan penampilan seseorang dapat memberikan dampak yang tidak menguntungkan pada perkembangan psikologis remaja (Hansu dkk., 2013). Remaja masa kini sering dijumpai mengalami maloklusi tetapi tidak melakukan perawatan. Kondisi ini dapat disebabkan karena remaja tidak merasa mengalami maloklusi atau tidak tahu bahwa dirinya membutuhkan perawatan ortodontik. Beberapa remaja lain menjadi rendah diri karena penampilan yang kurang menarik atau kurang sempurnanya fungsi bicara sebagai akibat maloklusi (Foster, 1999 sit. Hansu dkk. 2013). Penelitian Arcis dkk. (2015), tentang hubungan persepsi maloklusi terhadap dampak psikologis, menyatakan bahwa akan lebih baik jika penelitian terhadap persepsi maloklusi dilakukan pada subjek dewasa muda (mahasiswa). Hal ini didasarkan pada banyaknya hasil penelitian lain yang menyimpulkan bahwa menganalisis dampak persepsi psikologis dari estetika gigi-geligi pada usia dewasa muda akan lebih optimal. Kestabilan emosi dan memiliki pandangan yang lebih realistis terhadap estetika gigi-geligi sudah tercapai pada usia dewasa muda. Flores dkk. (2004) menyatakan bahwa persepsi tingkat keparahan maloklusi terhadap estetika dentofasial juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan Ilmu Ortodonsi seseorang. Menurut Albarakati (2001), faktor faktor yang berperan 2
penting dalam kepercayaan diri seseorang dan persepsi atas estetika dentofasialnya antara lain gender, latar belakang sosial-ekonomi dan umur. Hasil penelitian Albarakati (2001) menyatakan bahwa perempuan lebih tertarik untuk menilai susunan giginya dibandingkan laki-laki, begitu pula dengan remaja kelompok usia lebih tua menilai susunan giginya lebih menarik dibandingkan dengan remaja yang lebih muda. Agusni dkk. (1998, sit Hansu dkk., 2013) menyatakan bahwa anak perempuan lebih memiliki keinginan untuk perawatan ortodontik. Penelitian oleh Ucuncu (2001, sit Hansu dkk., 2003) menemukan tidak ada perbedaan nilai yang signifikan antara motivasi melakukan perawatan ortodontik antara laki-laki dan perempuan. Penelitian yang sudah dilakukansebelumnya belum memiliki distribusi jumlah sampel yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat persepsi keparahan maloklusi pada laki laki dan perempuan yang menjadi salah satu faktor terhadap keinginan melakukan perawatan ortodontik. Perawatan ortodontik merupakan perawatan yang dilakukan di bidang Kedokteran Gigi yang bertujuan untuk mendapatkan penampilan dentofasial yang baik secara estetika. Perawatan ortodontik akan menghilangkan susunan gigi yang berdesakan, mengoreksi penyimpangan rotasional dan apikal dari gigi-geligi, mengoreksi hubungan antar insisal dan menciptakan hubungan oklusi yang baik. Kebutuhan akan perawatan ortodontik akan dipengaruhi oleh persepsi masingmasing individu dalam menilai keadaan estetika dentofasialnya, sehingga dapat timbul motivasi untuk melakukan perawatan. Sejak dimulainya sejarah Ilmu Ortodonsi, telah terpikir membuat tata cara penilaian yang dapat menjadi acuan 3
untuk dilakukan perawatan ortodontik berdasarkan penilaian terhadap estetika dentofasial. Acuan yang baik ialah suatu penilaian yang bersifat objektif dan baku. Hingga saat ini, ada beberapa acuan berupa indeks yang sering disebut indeks maloklusi. Salah satu indeks yang menjadi acuan dalam perawatan ortodontik adalah Index of Orthodontic Treatment Need (Dika dkk, 2011). Menurut Hamdan dkk. (2007), Index of Orhtodontic Treatment Need (IOTN) adalah satu dari sekian banyak indeks yang paling sering digunakan secara luas sebagai indikasi oklusal di Eropa dan kini semakin berkembang digunakan di seluruh dunia. Indeks ini terdiri dari 2 buah komponen yaitu Dental Health Component (DHC) dan Aesthetic component (AC). Tujuan dari IOTN adalah untuk mengidentifikasi individu-individu dalam suatu populasi yang paling membutuhkan perawatan ortodontik berdasarkan kondisi gigi-geliginya dan kemenarikan serta etetika dentofasial (Gryzwacz, 2003). Aesthetic component terdiri dari 10 foto berwarna yang menunjukkan tingkatan derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan geligi. Derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat dinilai dalam salah satu tingkatan derajat tertentu. Tingkat 1 menunjukkan susunan gigi yang paling menarik dari sudut estetik geligi, sedangkan tingkat 10 menunjukkan susunan geligi yang paling tidak tidak menarik (Dika dkk., 2011). 4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah dari penelitian ini : 1. Bagaimanakah persepsi tingkat keparahan maloklusi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada? 2. Bagaimanakah perbandingan persepsi tingkat keparahan maloklusi antara laki-laki dan perempuan berdasarkan aestethic component pada Index of Ortodontics Treatment Need dalam kajian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada? C. Keaslian Penelitian Penelitian yang menggunakan aesthetic component pada IOTN yang dilakukan oleh Hansu dkk. (2013) pada subjek remaja SMP dilihat dari jenis kelamin menunjukan bahwa untuk skala ringan membutuhkan perawatan lebih didominasi oleh perempuan, sedangkan pada kebutuhan sedang lebih banyak pada laki-laki, dan pada skala sangat membutuhkan hasil persepsi AC didapatkan hanya pada laki-laki. Hasil penelitian Albarakati (2001) menyatakan perempuan lebih tertarik untuk menilai susunan giginya dibandingkan laki-laki, begitu pula dengan remaja kelompok usia lebih tua menilai susunan giginya lebih menarik dibandingkan dengan remaja yang lebih muda. Ucuncu (2001, sit Hansu dkk., 2013), pada penelitiannya di Turki menemukan tidak ada perbedaan nilai yang signifikan antara motivasi melakukan perawatan ortodontik antara laki-laki dan perempuan. Penelitian Pene (2014), disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut 5
tentang perbandingan tingkat persepsi keparahan maloklusi dengan sebaran sampel yang mencakup semua kategori pada komponen estetik IOTN dan dengan jumlah sampel yang berimbang pada variabel jenis kelamin. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang perbandingan persepsi tingkat keparahan maloklusi antara laki laki dan perempuan berdasarkan komponen estetik pada Index of Ortodontics Treatment Need dengan kajian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada belum pernah dilakukan sebelumnya. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Persepsi tingkat keparahan maloklusi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada 2. Seberapa besar perbandingan penilaian tingkat keparahan maloklusi antara laki laki dan perempuan berdasarkan aestethic component pada Index of Ortodontics Treatment Need dalam kajian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan sumbangan teori untuk membantu penegakan diagnosis keparahan maloklusi pasien yang akan mendapatkan perawatan ortodontik berdasarkan dari persepsi maloklusi pasien terhadap kondisi gigi-geliginya. 6
2. Memberikan tambahan informasi bagi ortodontis dalam mendeskripsikan tingkat keparahan maloklusi pasien berdasarkan aesthetic component. 7