BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal manusia masih dalam kandungan sampai umur balita. Pembinaan kesehatan anak dilakukan untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang secara fisik, emosional, dan sosial. Setiap anak hidup akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat kebutuhannya dan akan mengalami suatu perubahan (Depkes RI, 2009). Proses tumbuh kembang manusia dimulai sejak usia balita. Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden periode atau masa keemasan tumbuh kembang (Rusilanti & Istiany, 2013). Proses tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor nutrisi. Asupan nutrisi sangat menentukan status gizi balita, dengan kata lain asupan nutrisi yang baik akan memberikan dampak pada status gizi anak juga menjadi baik, namun asupan nutrisi yang tidak baik akan memicu berbagai masalah gizi pada balita (Proverawati, 2011). Permasalahan tentang gizi di Indonesia seperti gizi buruk rata-rata dialami oleh anak balita. Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita gangguan nutrisi disebabkan oleh pertama, kondisi anak balita adalah periode transisi 1
2 dari makan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi. Kedua, anak balita sering kali tidak begitu diperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan kepada orang lain seperti saudara, terlebih jika ibu mempunyai anak lain yang lebih kecil. Ketiga, anak balita belum mampu mengurus dirinya sendiri dalam hal makanan sedangkan ia tidak diperhatikan lagi oleh kedua orang tuanya, akibatnya kebutuhan tidak terpenuhi. Keempat, anak balita mulai bermain dan bergerak lebih luas dan mulai bermain di lantai yang keadaannya belum tentu memenuhi syarat kebersihannya, sehingga anak balita sangat besar kemungkinannya terkena kotoran dan dapat menyebabkan anak balita terkena penyakit infeksi (Fitriyanur, 2011). Gizi buruk adalah suatu keadaan gizi anak yang ditandai oleh lebih dari satu gejala yaitu sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki, BB/TB <-3 SD LiLA <11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan (Kemenkes RI, 2011). Gizi buruk merupakan masalah global pada anak yang harus ditangani karena berkonstribusi besar terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas. WHO menyebutkan bahwa 50% kematian bayi dan anak di dunia terkait dengan masalah gizi buruk (WHO, 2012). Data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menyebutkan bahwa dari jumlah balita yaitu 17.086.502 jiwa, sebanyak 2.221.245 atau 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 837.238 anak atau 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek (Kemenkes RI, 2011). Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur, status gizi balita yang dilihat dari BB/U (Berat Badan dibandingkan dengan Umur) berdasarkan pemantauan status gizi tahun 2012 Provinsi Jawa Timur menyatakan bahwa dari jumlah balita 1.914.070, prevalensi gizi buruk pada anak balita yaitu 44.980 atau 2,35%, gizi kurang 196.766 atau 10,28%, dan gizi lebih 55.508 atau 2,9%. Status gizi balita yang dilihat dari TB/U
3 (Tinggi Badan dibandingkan Umur) adalah sangat pendek 12,0%, pendek 18,05%, dan tinggi 3,85%. Status gizi balita yang dilihat dari BB/TB (Berat Badan dibandingkan Tinggi Badan) adalah kurus 8,51%, sangat kurus 3,9%, dan gemuk 10,05% (Dinkes Jatim, 2013). Masalah gizi buruk pada anak balita sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi yang terkait satu sama lain, sedangkan faktor penyebab tidak langsung seperti ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, pola pengasuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan (Suhendri, 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menyatakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi gizi buruk adalah peran keluarga (Unicef Indonesia, 2012). Data hasil survey Dinas Kesehatan Jawa Timur menyatakan bahwa penyebab gizi buruk di Jawa Timur adalah 40,7% karena pola asuh, 28,8% karena penyakit penyerta, 25,1% karena kemiskinan, dan 5,4% karena penyebab lainnya, sedangkan hasil survey tentang masyarakat sadar gizi (kadarzi) yaitu 27,8% masyarakat sadar gizi dan 72,2% masyarakat belum sadar gizi. Kadarzi yang meliputi menimbang secara teratur, memberikan ASI eksklusif, makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, dan minum suplementasi gizi, masing-masing mempunyai prevalensi yaitu menimbang secara teratur (90%), memberikan ASI eksklusif (56,4%), makan beraneka ragam (33,4%), menggunakan garam beryodium (91,2%), dan minum suplementasi gizi (94,8%) (Dinkes Jatim, 2013). Dampak dari Gizi buruk adalah infeksi karena sistem pertahanan tubuh rentan terhadap mikroorganisme, stunting atau tubuh yang pendek, wasting atau tubuh yang kurus, anemia karena defisiensi zat besi, diare karena defisiensi zink, kretinisme
4 akibat defisiensi iodium, dan perubahan struktur dan fungsi otak yang akan berpengaruh pada penurunan tes IQ, gangguan bicara, dan gangguan perkembangan yang lain, serta kematian karena gizi buruk yang disertai dengan komplikasi (Gibney, 2008). Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Jabung didapatkan bahwa pada tahun 2013 didapatkan bahwa terdapat 12 balita mengalami gizi buruk. Faktor-faktor penyebab dari masalah gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Jabung yaitu yang pertama adalah masalah kemiskinan. Orang tua anak balita gizi buruk sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani yang rata-rata memiliki pendapatan per bulan ±Rp500.000. Hasil wawancara dengan bidan Puskesmas Jabung didapatkan bahwa terdapat progam Keluarga Harapan dari Kemensos yang berperan dalam menanggulangi masalah keluarga miskin anak balita gizi buruk. Bantuan dari Kemensos tersebut berupa pemberian uang sebesar Rp 1.500.000,00 setiap tahun dan itu sudah terealisasikan oleh keluarga miskin anak balita gizi buruk. Bantuan lain adalah setiap 3 bulan diberikan modal usaha sebesar Rp 300.000,00 oleh LSM (lembaga Swadaya Masyarakat). Modal usaha yang diberikan dari LSM tersebut telah dipergunakan oleh keluarga anak balita gizi buruk untuk modal usaha seperti ternak ayam dan bebek yang hasilnya dapat dijual sehingga menambah pendapatan mereka dan mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari khususnya dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak balita Kedua adalah masalah kurangnya pengetahuan pengasuh dalam memberikan asupan nutrisi dengan menu sehat dan seimbang. Hasil wawancara dengan 5 orang ibu anak balita gizi buruk didapatkan bahwa sebagian besar ibu menganggap makanan itu yang penting mengenyangkan dan anak tidak rewel tanpa melihat susunan dalam makanan, sehingga mereka memberikan makanan dengan menu yang
5 tidak seimbang. Menurut Almatsier (2004) balita harus diberikan gizi seimbang yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang diperoleh dari berbagai macam makanan. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan kesalahan dalam pemilihan makanan dan cara pemberian makanan pada anak. Hasil wawancara diperoleh bahwa 1). Sebagian ibu memberikan makanan utama berupa nasi dengan satu macam lauk saja; 2). Sebagian ibu memberikan makanan pokok sebanyak 2 sendok makan dengan alasan anak sudah menolak makanan; 3). Ibu memberikan anak makan 3 kali sehari tetapi tidak sesuai jadwal; 4). Sebagian besar ibu tidak memberikan ASI ekslusif; 5). Sebagian ibu dalam menyajikan makanan anak tanpa memberikan hiasan pada makanan agar lebih menarik dan, sebagian ibu mengatakan tidak membedakan rasa makanan anak dengan anggota keluarga lainnya; 6). Sebagian besar ibu memasak makanan balita pada waktu pagi hari yang digunakan untuk makan pagi hingga malam, sehingga ibu memanaskan makanan berkali-kali. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan terdepan di masyarakat mimiliki peranan penting dalam perawatan dan pemulihan balita gizi buruk. Puskesmas Jabung memiliki progam khusus dalam memberikan pelayanan pada balita gizi buruk. Upaya yang telah dilakukan oleh Puskesmas Jabung dalam menanggulangi masalah gizi buruk adalah pemberian makanan tambahan (PMT) seperti formula setiap 1 bulan sekali, memberikan perawatan pada anak gizi buruk yang mengalami komplikasi dengan bantuan biaya dari kartu Jamkesmas, dan pemberian KIE gizi untuk meningkatkan pengetahuan orang tua khususnya ibu dalam memberikan asupan nutrisi kepada anak balita. KIE yang diberikan oleh Puskesmas Jabung dilakukan dengan cara penyuluhan tanpa dilakukannya pendampingan dengan demonstrasi secara langsung pada materi penyuluhan karena terbatasnya tenaga dan waktu dari pihak Puskesmas Jabung.
6 Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan intervensi teaching nutrition. Intervensi mengajarkan tentang gizi adalah suatu upaya yang bertujuan untuk mengatasi masalah gizi dengan memberikan pesan-pesan gizi untuk mengoptimalkan konsumsi gizi melalui perubahan perilaku dalam pemilihan dan penyediaan makanan sehari-hari (Munawaroh & Muftiana, 2013). Intervensi teaching nutrition berdasarkan hasil pengembangan dari beberapa teori diantaranya yaitu 1). Mengajarkan orang tua tentang menu sehat dan seimbang; 2). Mengajarkan orang tua tentang cara pemberian makan yang baik untuk anak; 3). Mengajarkan orang tua tentang cara penyiapan makanan untuk anak; 4). Mengajarkan orang tua tentang cara pembuatan diary makanan dan cara penggunaannya untuk perencanaan makan anak. Pendidikan gizi adalah suatu upaya untuk merubah pengetahuan, sikap, maupun keterampilan atau praktik dalam hal konsumsi makanan (Emilia, 2009). Informasi yang diperoleh dari pengajaran digunakan untuk merangsang para orang tua agar memiliki kemampuan dalam mengatasi permasalahan pada balita gizi buruk khususnya dalam pemenuhan kebutuhan nutrisinya (Rahmawati, Sudargo & Paranatri, 2007). Pendidikan gizi pada ibu berdasarkan studi di Filiphina merupakan kunci dari strategi keseluruhan untuk mengatasi masalah malnutrisi pada anak (Christiaensen, 2001). Pada dasarnya perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku tanpa didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Intervensi teaching nutrition ini dapat diberikan pada orang tua khususnya ibu mengingat kebutuhan anak balita masih bergantung pada orang tuanya, maka peran ibu sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan anak balita, sehingga dari gambaran latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
7 Intervensi Teaching Nutrition dalam Upaya Perubahan Perilaku Ibu pada Anak Balita dengan Gizi Buruk di Kecamatan Jabung. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu Apakah intervensi teaching nutrition berpengaruh terhadap perubahan perilaku pemberian makan ibu pada anak balita dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Jabung? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh intervensi teaching nutrition dalam upaya perubahan perilaku pemberian makan ibu pada anak balita dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Jabung. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi perilaku pemberian makan ibu sebelum diberikan intervensi teaching nutrition pada anak balita dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Jabung. 2. Mengidentifikasi perubahan perilaku pemberian makan ibu setelah diberikan intervensi teaching nutrition pada anak balita dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Jabung. 3. Menganalisis pengaruh intervensi teaching nutrition dalam upaya perubahan perilaku pemberian makan ibu pada anak balita dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Jabung.
8 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi tambahan wawasan pengetahuan peneliti tentang pengaruh teaching nutrition terhadap peningkatan perilaku pemberian makan ibu pada anak balita gizi buruk, serta menambah pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah. 1.4.2 Bagi Masyarakat Diharapkan penelitian ini dapat membuat masyarakat khususnya ibu-ibu untuk lebih meningkatkan perilaku pemberian makannya dalam mencukupi kebutuhan nutrisi anak khususnya untuk anak balita dengan gizi buruk. 1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan untuk bisa dijadikan suatu referensi dan pengambilan kebijakan menggunakan intervensi teaching nutrition untuk disosialisasikan. 1.4.4 Bagi Tempat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan institusi pelayanan kesehatan lebih meningkatkan lagi pelayanannya kepada anak balita gizi buruk, dan melakukan pencegahan-pencegahan pada balita yang ada di wilayah tersebut melalui promosi kesehatan, deteksi dini dengan penimbangan berat badan, dan lain sebagainya. 1.4.5 Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar atau rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya secara berkesinambungan dalam
9 penggunaan pendidikan gizi yang ada dalam sebagai salah satu acuan dalam penanganan kasus gizi buruk pada anak. 1.5 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti memberi batasan pada: 1. Gizi buruk adalah suatu keadaan gizi anak yang ditandai oleh lebih dari satu gejala yaitu sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki, BB/TB <-3 SD LiLA <11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan (Kemenkes, 2011). 2. Intervensi teaching nutrition atau mengajarkan tentang gizi adalah suatu upaya yang bertujuan untuk mengatasi masalah gizi dengan memberikan pesan-pesan gizi untuk mengoptimalkan konsumsi gizi melalui perubahan perilaku dalam pemilihan dan penyediaan makanan sehari-hari (Munawaroh & Muftiana, 2013) 3. Perilaku ibu dalam pemberian makan anak balita gizi buruk yang dilakukan di rumah 1.6 Keaslian Penelitian Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, Sudargo, dan Paramastri (2007) didapatkan hasil adanya pengaruh penyuluhan dengan media audio visual terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu balita gizi kurang dan buruk di Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. Jenis penelitian tersebut adalah quasi eksperimen dengan rancangan pretest dan postest dengan control group design. Sampel dipilih dengan menggunakan purposive sampling yaitu 15 orang ibu dengan balita gizi kurang dan buruk. Uji analisa data pada penelitian tersebut adalah dengan analisis statistic t-test.
10 Perbedaan penelitian Rahmawati, Sudargo, dan Paramastri (2007) dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan, teknik sampling, dan tempat penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah intervensi pendidikan gizi sebagai variabel independen dan perubahan perilaku ibu sebagai variabel dependen. Responden dalam penelitian ini sebanyak 12 ibu yang diambil dengan menggunakan teknik total sampling. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur. Persamaan dengan penelitian ini adalah varibel dependen tentang perilaku, jenis penelitian, dan analisa data. Menurut penelitian yang dilakukan Aliyatun (2002) tentang analisis faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makan bagi anak balita berstatus gizi kurang di wilayah Puskesmas Berbes Kabupaten Semarang didapatkan hasil bahwa pengetahuan, pendidikan, dan sikap ibu berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Penelitian tersebut merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil secara total berjumlah 41 ibu daan penelitian tersebut menggunakan uji Statistic Chi-Square dan Uji Regresi Logistik. Perbedaan penelitian Aliyatun (2002) dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan, uji analisa data dan tempat penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah intervensi pendidikan gizi sebagai variabel independen dan perubahan perilaku ibu sebagai variabel dependen. Responden dalam penelitian ini sebanyak 12 ibu yang diambil dengan menggunakan teknik total sampling. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur. Uji analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t-test berpasangan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama tentang perilaku ibu dalam pemberian makan dan teknik sampling yang digunakan