BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak baik. Keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu serta anak-anak merupakan lingkungan awal remaja dalam proses pencarian jati diri sehingga menjadikan hubungan keluarga memiliki peran penting dalam menentukan pola sikap dan perilaku anak. Secara umum, periode remaja merupakan klimaks dari periode-periode perkembangan sebelumnya,sehingga dalam periode selanjutnya individu telah mempunyai suatu pola pribadi yang lebih mantap. Pertumbuhan fisik dalam periode pubertas terus berlanjut sehingga mencapai kematangan pada akhir periode remaja. Masalah-masalah sehubungan dengan perkembangan fisik pada periode pubertas masih berlanjut, tetapi akhirnya mereda (Irwanto, 2002). Perkembangan fisik pada remaja ditandai oleh kematangan seksual, dalam arti organ-organ seksualnya sudah dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengembangkan keturunan. Pada remaja putri ditandai dengan menstruasi yang pertama, sedangkan pada pria mimpi basah.
Dengan matangnya fungsi-fungsi seksual, maka timbul pula dorongandorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Karena itu para remaja mencari pemuasannya kepada khayalan, membaca buku atau memutar film porno. Menghadapi remaja, orang tua secara bijaksana harus sedikit demi sedikit mengontrol agar anak tersebut benar-benar dapat berdiri sendiri kalau dewasa. Selama masa remaja, kehidupan laki-laki dan perempuan dihiasi oleh seksualitas. Masa remaja adalah waktu penjelajahan dan eksperimen, berfantasi seksual dan dihadapkan pada dunia seksual, untuk menjadikan seksualitas sebagai bagian dari identitas seseorang. Remaja memiliki keingintahuan yang tidak pernah terpuaskan mengenai misteri seksualitas (Santrock, 2003). Seksualitas merupakan sebuah proses yang berlangsung secara terusmenerus sejak seorang bayi lahir sampai meninggal, sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara aspek fisik (sistem reproduksi) dengan aspek psikis dan sosial yang muncul dalam bentuk perilaku, serta merupakan bagian integral dari kehidupan manusia (Myles, 1993). Perilaku tersebut ditunjukkan dalam bentuk seks bebas, seks bebas/free sex sebagai hubungan yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa seks bebas adalah cara bersenggama yang dilakukan terhadap pasangannya tanpa ikatan perkawinan. Seks bebas juga bisa diartikan sebagai cara berpacaran, pengetahuan tentang alat kelamin dan cara memikat hati dan wanita. Seks
bebas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya cinta kasih dari orang tua, kurangnya berkomunikasi orang tua dan kurangnya penanaman disiplin pada anak (Sarwono, 2002). Seks bebas mungkin dianggap sebagai suatu hal yang sangat dihindari oleh sebagian remaja, namun beberapa kalangan remaja berpendapat bahwa seks bebas adalah suatu gaya hidup remaja modern. Pacaran adalah salah satu ungkapan seks bebas yang paling sempit, pacaran mungkin dapat menimbulkan dampak positif di kalangan remaja, namun kenyataannya sekarang justru pacaran adalah sebagai suatu sikap awal terjadinya kehidupan seks bebas di kalangan remaja. Pola pacaran yang dilakukan antara lain mulai berciuman bibir, meraba-raba dada, menggesekkan alat kelamin (petting) hingga berhubungan seks. Kegiatan yang dilakukan remaja harus terus dipantau dan dibimbing orang tua. Dukungan yang positif akan membentuk anak-anak menjadi lebih tangguh. Berpacaran sebagai proses perkembangan kepribadian seorang remaja karena ketertarikan antar lawan jenis. Seks bebas memang jadi momok yang menakutkan, khususnya bagi kalangan orang tua. Penelitian antara Mei-November 2003 di Sleman, Kulonprogo dan Kota Yogyakarta diperoleh data dari 455 responden terdapat 59,1% responden dari Yogyakarta, Sleman, dan Kulonprogo, menganggap ciuman bahkan hubungan seksual pranikah, oke-oke saja. Alasan mereka enteng saja dan wajar jika seks bebas itu dilakukan asalkan atas dasar saling mencintai
(PSW,2004, 3,http://www.pikiran-rakyat.com,diperoleh tanggal 21 Februari 2004). Fenomena tersebut dibuktikan dalam sebuah hasil survei PKBI yang dilakukan pada tahun 2005 di 5 kota termasuk Yogyakarta menyatakan bahwa sebanyak 85% remaja berusia 13-15 tahun mengaku telah berhubungan seks dengan pacar mereka, penelitian dilakukan terhadap 2.488 responden. Penelitian lain yang dilakukan Annisa Foundation pada Juli-Desember 2006 terhadap 412 responden yang berasal dari 13 SMP dan SMA negeri serta swasta, seperti dikutip Warta Kota diberitakan 42,3% pelajar SMP dan SMA telah melakukan hubungan seks (Sukma,2007, 2,http://workshopsalamaa.wordpress.com,diperoleh tanggal 11 April 2007). Berdasarkan survey yang dilakukan, mengambarkan bahwa perilaku seks bebas merupakan hal yang biasa dilakukan khususnya dikalangan remaja saat ini. Hubungan seks dilakukan para remaja karena alasan ekonomi dan perasaan suka sama suka. Hal ini mencemaskan para orang tua yang mempunyai anak di usia remaja. Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan dukungan dalam keluarga. Dukungan keluarga terhadap anak dalam mendidik dan membesarkan anak merupakan suatu trend yang mempengaruhi kepribadian seseorang termasuk didalamnya kemampuan seseorang untuk peduli (Markum, 1991). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seseorang yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting (dalam hal ini
adalah orang tua), pengaruh kebudayaan, pengaruh media massa, pendidikan dan emosional. Oleh karena itu, remaja diharapkan mampu lebih dapat bersikap bijaksana dalam mengendalikan emosinya, termasuk dorongan untuk berperilaku seks bebas (Azwar, 1995). Banyak metode yang digunakan oleh keluarga dalam mendidik anaknya dalam bentuk dukungan informasional, penilaian/penghargaan, instrumental, dan emosional (Friedman, 1998) sebagian akan tergantung pada cara mereka sendiri dibesarkan dan sebagian pada apa yang berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman teman yang diketahuinya yang akan menghasilkan hasil yang diinginkan untuk anaknya kelak (Hurlock, 1991). Sehingga dukungan keluarga merupakan hal yang sangat penting. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang tersebut di rumuskan beberapa permasalahan yang dijadikan sebagai bahan untuk penulisan skripsi ini sebagai berikut: bagaimana hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Perilaku Seks Bebas pada Remaja. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Perilaku Seks Bebas pada Remaja di SMAN 2 Ngaglik Sleman
2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan dukungan keluarga tentang perilaku seks bebas. b. Mengidentifikasi perilaku seks bebas pada remaja c. Menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku seks bebas pada remaja. D. Manfaat Penelitian a. Bagi Orang Tua Memberikan informasi mengenai perilaku bebas pada remaja. b. Bagi Remaja Diharapkan bagi remaja mengerti dan tahu lebih banyak mengenai perilaku seks bebas serta akibatnya. c. Bagi Profesi Memberikan gambaran tentang dukungan keluarga tentang perilaku seks bebas pada remaja. d. Bagi Institusi Diharapkan bagi sekolah agar tetap memberikan pendidikan seksual di dalam kurikulum pendidikan yang telah dianjurkan. E. Bidang Ilmu Bidang ilmu yang diteliti adalah keperawatan komunitas khususnya dukungan keluarga dengan perilaku seks bebas pada remaja.