BAB 1 : PENDAHULUAN. mempengaruhi banyak jaringan dan organ, terutama menyerang fleksibel (sinovial) sendi, dan

dokumen-dokumen yang mirip
2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. ekonomis (Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009) (1). Pada saat ini telah

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. setelah stroke dan tuberkulosis dan dikategorikan sebagai the silent disease

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Kanker payudara merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional di bidang kesehatan saat ini dihadapkan pada beban ganda, di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikendalikan atau dicegah (diperlambat). Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB 1 : PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86, menjelaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cukup banyak mengganggu masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN.

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. terjadi penyakit degeneratif yang meliputi atritis gout, Hipertensi, gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. penderita mengalami komplikasi pada organ vital seperti jantung, otak, maupun ginjal.

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi dan merupakan tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan. Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rematik adalah penyakit inflamasi sistemik kronis, inflamasi sistemik yang dapat mempengaruhi banyak jaringan dan organ, terutama menyerang fleksibel (sinovial) sendi, dan dapat menyerang siapa saja yang rentan terkena penyakit rematik. Oleh karena itu, perlu mendapatkan perhatian yang serius karena penyakit ini merupakan penyakit persendian sehingga akan mengganggu aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari. (1,2) Masyarakat pada umumnya menganggap rematik adalah penyakit sepele karena tidak menimbulkan kematian. Padahal, jika tidak segera ditangani rematik bisa membuat anggota tubuh berfungsi tidak normal, mulai dari benjol-benjol, sendi kaku, sulit berjalan, bahkan kecacatan seumur hidup. Rasa sakit yang timbul bisa sangat mengganggu dan membatasi aktivitas kegiatan sehari-hari. (2) Rematik sering menyebabkan kecacatan sehingga dapat memberikan akibat yang memberatkan baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Adanya atau timbulnya kecacatan dapat mengakibatkan penderita mengeluh terus-menerus, timbul kecemasan, ketegangan jiwa, gelisah sampai mengasingkan diri karena rasa rendah diri dan tak berharga terhadap masyarakat. Sedangkan bagi keluarga sering menyebabkan kecemasan, bingung dan kadang-kadang merasa malu bahwa keluarganya ada yang cacat. Dengan demikian timbul beban moril dan gangguan sosial di lingkungan keluarga. (3)

Penyakit rematik dapat mengakibatkan penurunan produktifitas manusia. Dua jenis ketidakmampuan timbul dari penyakit rematik yaitu ketidakmampuan fisik dan ketidakmampuan sosial. Ketidakmampuan fisik mengakibatkan pada fungsi muskulo skeletal dasar seperti membungkuk, mengangkat, berjalan dan menggenggam. Sedangkan ketidakmampuan sosial menunjuk pada pola aktivitas sosial yang lebih tinggi termasuk ketidakmampuan kerja. (4,1) Penyakit rematik ini dibagi menjadi dua golongan berdasarkan lokasinya yaitu rematik artikuler (pada persendian, seperti reumatoid artritis (AR), osteoatritis (OA) dan gout artritis) dan rematik non artikuler (diluar persendian, seperti bursitis dan tendinitis). (5) Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian rematik pada tahun 2008 mencapai 20% dari penduduk dunia yang telah terserang rematik, dimana 5-10% berusia 5-20 tahun dan 20% berusia 55 tahun sedangkan tahun 2012 meningkat menjadi 25% penderita rematik yang akan mengalami kecacatan akibat kerusakan pada tulang dan gangguan pada persendian. (6) Indonesia mengalami peningkatan kejadian rematik, pada tahun 2011 prevalensinya mencapai 29,35%, tahun 2012 sebesar 39,47% dan tahun 2013 sebesar 45,59%. (2) Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 dan tahun 2013 prevalensi rematik Nasional mengalami peningkatan dari 32,2% menjadi 36,6%. (4) Sumatera Barat juga mengalami peningkatan kejadian rematik, (1, 7) pada tahun 2007 prevalensinya sebesar 33,0% dan tahun 2013 sebesar 34,5%. Kabupaten Solok sendiri terletak di urutan ke 3 tertinggi yang didiagnosis atau dengan gejala rematik dari 19 Kabupaten / Kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat dengan prevalensi 26,3% dari Padang Pariaman (30,3%) dan Pasaman Barat (29,5%). Jika dilihat dari data didiagnosis oleh tenaga kesehatan Kabupaten Solok terletak diurutan ke 1 kasus rematik dari 19 Kabupaten / Kota. (30)

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Solok menyatakan penyakit rematik merupakan penyakit kedua terbanyak pasien yang berkunjung ke seluruh puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinas kesehatan Kabupaten Solok dengan jumlah kejadian rematik pada tahun 2015 sebesar 13.449 kasus atau 3,72% dan tahun 2016 meningkat menjadi 17.296 atau 4,72%. (8) Sementara itu wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang merupakan wilayah dengan prevalensi kejadian rematik kedua terbanyak pada tahun 2015 dan 2016. Prevalensi kejadian rematik tertinggi terletak pada Pukesmas Singkarak tahun 2015, akan tetapi terjadi penurunan kasus rematik tahun 2016. Jumlah kasus rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang sebesar 1162 kasus atau 6,07% tahun 2015 dan 1475 kasus atau 7,71% tahun 2016. Faktor risiko rematik terdiri atas dua faktor yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi terdiri atas umur, jenis kelamin, hormonal, genetik, ras dan kelainan congenital, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah gaya hidup seperti merokok, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, obesitas, nutrisi, konsumsi obat tertentu dan penyakit tertentu. (9) Peranan faktor risiko yang dapat dimodifikasi dalam peningkatan kasus rematik cukup bermakna, terutama faktor riwayat keluarga dan jenis kelamin untuk artritis reumatoid, obesitas berat dan aktivitas fisik yang berat untuk osteoartritis, serta tinggi asupan purin untuk gout. (10,11,12) Menurut Miklus et all (2002) seorang perokok memiliki risiko 4 kali lebih tinggi terkena AR dibandingkan orang yang tidak merokok. Helioveraa et all (2000) menyatakan bahwa konsumsi kopi lebih dari tiga gelas sehari dapat meningkatkan risiko AR sebanyak 2,2 kali. Pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik yang berat seperti yang diungkapkan oleh Olsson et all (2003), pekerjaan yang meningkatkan risiko terkena AR antara lain adalah petani yang

berisiko 2,4 kali, pekerja angkutan 17,8 kali dan pekerja mekanik berisiko 1,8 kali lebih tinggi dibanding pekerjaan lainnya. (13,14,15) Candra Syafei (2010) melihat karakterisitik responden penyakit rematik berdasarkan karakteristik pendidikan, pekerjaan dan tipe daerah di Indonesia. Berdasarkan pendidikan, prevalensi penyakit rematik tertinggi terdapat pada tidak sekolah (53,7%) dan terendah tamat SMA (18,0%). Berdasarkan pekerjaan, prevalensi penyakit rematik Nasional tertinggi pada petani/nelayan/buruh (37,6%) dan terendah pada berstatus masih sekolah (4,8%). Berdasarkan tipe daerah, penyakit rematik secara Nasional tertinggi pada daerah pedesaan (33,2%) dibandingkan perkotaan (25,8%). (3) Faktor risiko rematik sebagian besar dapat dicegah walaupun terdapat faktor risiko nonmodifikasi yang tidak dapat dirubah. Faktor risiko nonmodifikasi dapat ditekan dengan faktor risiko modifikasi dalam penurunan angka kejadian rematik. Sebanyak 27 juta masyarakat Amerika menderita osteoartritis. Biaya ekonomi atas gangguan produktivitas dan biaya pelayanan mencapai $128 miliar atau Rp.1.701.888.000.000.000 per tahun. Biaya tahunan seseorang penderita osteoartritis sekitar $5700 atau Rp. 75.787.200 per tahun. Walaupun osteoartritis mengenai kebanyakan orang tua usia di atas 65 tahun, distribusinya cukup banyak juga di kalangan usia 45-60 tahun. Kebanyakan keluhan osteoartritis sudah dimulai sejak usia 40 tahun. (16) Jika dilihat dari tingginya angka kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kecamatan Lembah Gumanti dibandingkan dengan tingginya beban ekonomi penderita rematik, maka dengan jumlah 1475 penderita rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang bisa dihitung sangat tingginya biaya pengobatan yang dikeluarkan untuk penderita

rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang dan juga sangat tingginya beban ekonomi yang diberikan kepada keluarga penderita rematik.. Oleh karena tingginya angka kejadian rematik di wilayah kerja puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor risiko kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok. 1.2 Perumusan Masalah Kejadian rematik dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya konsumsi kafein, pekerjaan, aktivitas fisik, riwayat hipertensi dan riwayat obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan faktor risiko dengan kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok tahun 2016? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensi faktor risiko (konsumsi kafein, pekerjaan, aktivitas fisik, riwayat hipertensi dan riwayat obesitas) pada kelompok kasus dan kontrol di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang tahun 2016 2. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko konsumsi kafein dengan kejadian rematik di

3. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko pekerjaan dengan kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang tahun 2016 4. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko aktivitas fisik dengan kejadian rematik di 5. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko riwayat hipertensi dengan kejadian rematik di 6. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko riwayat obesitas dengan kejadian rematik di 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan maanfaat sebagai sumber informasi dan sebagai referensi untuk meningkatkan pendidikan kesehatan tentang faktor risiko kejadian rematik 2. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan sekaligus menambah wawasan mengenai faktor risiko rematik agar mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 1.4.2 Manfaat praktis a. Bagi Peneliti Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan teori serta mengaplikasikan ilmu yang didapat selama menjalani pendidikan di FKM Universitas Andalas.

b. Bagi FKM UNAND Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk penelitian tentang faktor risiko kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok selanjutnya. c. Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau informasi bagi Pemerintah setempat dalam melaksanakan program pelayanan kesehatan terkait 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok untuk mengetahui faktor risiko kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas. Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen (konsumsi kafein, pekerjaan, aktivitas fisik, riwayat hipertensi dan riwayat obesitas) dan variabel dependen yaitu kejadian rematik. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan desain case control study. Sasaran dalam penelitian ini adalah pasien yang pernah didiagnosa rematik dan tidak pernah didiagnosa rematik oleh dokter yang ada di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok

1.3 Perumusan Masalah Kejadian rematik dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya konsumsi kafein, pekerjaan, aktivitas fisik, riwayat hipertensi dan riwayat obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan faktor risiko dengan kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok tahun 2016?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 7. Mengetahui distribusi frekuensi faktor risiko (konsumsi kafein, pekerjaan, aktivitas fisik, riwayat hipertensi dan riwayat obesitas) pada kelompok kasus dan kontrol di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang tahun 2016 8. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko konsumsi kafein dengan kejadian rematik di 9. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko pekerjaan dengan kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang tahun 2016 10. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko aktivitas fisik dengan kejadian rematik di 11. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko riwayat hipertensi dengan kejadian rematik di 12. Mengetahui hubungan dan besarnya risiko riwayat obesitas dengan kejadian rematik di

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis 3. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan maanfaat sebagai sumber informasi dan sebagai referensi untuk meningkatkan pendidikan kesehatan tentang faktor risiko kejadian rematik 4. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan sekaligus menambah wawasan mengenai faktor risiko rematik agar mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 1.4.2 Manfaat praktis d. Bagi Peneliti Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan teori serta mengaplikasikan ilmu yang didapat selama menjalani pendidikan di FKM Universitas Andalas. e. Bagi FKM UNAND Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk penelitian tentang faktor risiko kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok selanjutnya. f. Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau informasi bagi Pemerintah setempat dalam melaksanakan program pelayanan kesehatan terkait

1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok untuk mengetahui faktor risiko kejadian rematik di wilayah kerja Puskesmas. Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen (konsumsi kafein, pekerjaan, aktivitas fisik, riwayat hipertensi dan riwayat obesitas) dan variabel dependen yaitu kejadian rematik. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan desain case control study. Sasaran dalam penelitian ini adalah pasien yang pernah didiagnosa rematik dan tidak pernah didiagnosa rematik oleh dokter yang ada di wilayah kerja Puskesmas Alahan Panjang Kabupaten Solok