BAB I PENDAHULUAN. pertanian ini dikenal dengan istilah shifting cultivation yang sudah lama dikenal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

commit to user BAB I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1995 TENTANG PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KALIMATAN TENGAH

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TERPADU, KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang memiliki

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perladangan adalah salah satu sistem pertanian lahan kering. Sistem pertanian ini dikenal dengan istilah shifting cultivation yang sudah lama dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. Sistem pertanian ini banyak dilakukan di daerah-daerah yang terletak di antara 10 0 Lintang Utara dan 10 0 Lintang Selatan terutama di negara-negara sedang berkembang (Koentjaraningrat, 1981). Perladangan berpindah merupakan cara bertani yang sifatnya multisektoral, baik ditinjau dari sebab maupun akibat yang ditimbulkannya karena ada hubungan dengan proses yang terdapat dalam suatu ruang. Permasalahannya nampaknya sederhana namun sifatnya sangat kompleks. Dalam hal ini menyangkut pola atau bentuk dari perladangan serta prosesnya yang dilaksanakan oleh penduduk setempat untuk mencapai kemakmurannya. Studi perladangan menarik bagi ilmu lingkungan karena menyangkut suatu ekosistem. Dalam ekosistem tersebut terdapat ketiga unsur lingkungan yaitu abiotik, biotik dan sosial budaya yang saling terkait dan tidak terpisahkan. Apabila salah satu dari ketiga unsur tersebut terganggu maka akan mempengaruhi unsur yang lain dan pada gilirannya akan menimbulkan masalah lingkungan. Perladangan juga mempunyai hubungan dengan program, proses dan keberhasilan pembangunan. Bintarto (1981), mengungkapkan bahwa geografi mempelajari 1

2 hubungan kausal gejala-gejala muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi, ekologi dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan. Pada perkembangannya perladangan berpindah sering dipertentangkan oleh para ahli lingkungan dan ahli pertanian. Penilaian menunjukkan bahwa sistem perladangan berpindah dapat merusak lingkungan dan dalam jangka waktu panjang berakibat adanya tanah-tanah kritis. Namun di sisi lain bila ditelaah lebih dalam, tampaknya tidak seluruhnya kegiatan perladangan berpindah dapat merusak lingkungan. Hal ini terkait dengan sistem budidaya yang dilakukan. Budidaya yang tepat akan memberi nilai tambah yang lebih besar, baik bagi petani maupun bagi kelestarian lingkungan (Gawei, 1991). Laporan dari FAO (1991) menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 12 juta petani yang telibat dalam perladangan berpindah dengan menggunakan lahan seluas 35 juta hektar. Sementara itu, menurut Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan tahun 1991 ada sebanyak 5.792.535 jiwa manusia yang mengusahakan perladangan berpindah menggunakan lahan seluas 5. 802.073 hektar. Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 1991 menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada perladangan berpindah ada sebanyak 5. 553.935 jiwa dan mereka mengusahakan lahan seluas 10.410.55 hektar. Menurut beberapa ahli angka-angka yang disajikan oleh BPS dianggap sebagai data yang paling akurat (Sutrisno, 1991).

3 Di Propinsi Papua, kegiatan perladangan berpindah masih berlangsung hingga saat ini. Petani yang melakukan perladangan berpindah umumnya adalah masyarakat suku asli Papua. Kondisi ekonomi mereka umumnya masih lemah sehingga kegiatan perladangan dilakukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. Teknologi yang digunakan juga masih sangat tradisional. Demikian halnya di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Papua, perladangan berpindah juga masih terus dilakukan oleh masyarakat suku Dani. Mereka merupakan suku besar di Kabupaten Jayawijaya yang mendiami hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Jayawijaya bahkan hingga ke pelosok. Pertanian dengan sitem ladang berpindah terus mereka praktekkan, bahkan sebagian masyarakat suku Dani tersebut ada yang menggunakan kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya untuk melakukan perladangan berpindah. Kegiatan perladangan ini tentu menimbulkan permasalahan lingkungan yang perlu dikaji lebih mendalam. 1.2. Rumusan Masalah Hutan merupakan modal dasar pembangunan nasional dengan fungsi sebagai produksi dan konservasi. Hutan merupakan sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran bagi rakyat. Oleh karena itu, aspek pembangunan yang sangat penting adalah pelestarian alam. Pelestarian alam bertujuan untuk melindungi proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistem serta melestarikan pemanfaatan sumberdaya alam bagi kesejahteraan umat manusia.

4 Salah satu bentuk pengelolaan hutan agar tetap lestari dan dapat dimanfaaatkan secara berkesinambungan adalah melalui hutan lindung. Kawasankawasan yang dipilih selanjutnya ditentukan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung. Dalam Undang Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (8) disebutkan bahwa Kawasan atau Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah interusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 78/kpts-II/2001, dengan salah satu fungsinya adalah sebagai hutan penyangga bagi Taman Nasional Lorentz. Seiring berjalannya waktu, peranan dan fungsi kawasan hutan lindung tersebut telah dan terus mengalami perubahan bahkan cenderung menimbulkan kerusakan akibat pemanfaatan yang kurang sesuai oleh masyarakat seperti illegal logging. Jenis pemanfaatan lainnya yang kurang sesuai dengan peruntukkannya adalah digunakannya kawasan tersebut untuk perladangan berpindah. Berbagai aktifitas di dalam kawasan hutan lindung tersebut tentunya akan memberikan dampak, misalnya terganggunya siklus hidrologi. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Pelzer (1948), Conklin (1954), Ormeling (1955), Hardjosudiro (1980), Kamsilan (1979), dan Supardi (1984) menunjukkan bahwa perladangan berpindah banyak menimbulkan berbagai akibat, antara lain: (a) meningkatnya penggundulan hutan; (b) meningkatnya erosi tahunan; (c) bertambah singkatnya periode bera sehingga tanah tak sempat

5 menghutan kembali; (d) menurunnya produktivitas tanah; (e) bertambah luasnya padang alang-alang, dan; (f) makin meluasnya lahan kritis. Sementara itu, menurut Lahajir (2001) dalam Benyamine (2009), perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan sistem pertanian yang menerapkan teknologi konservasi dalam pertanian yang lebih berintegrasi dengan sistem alami. Ditinjau dari perspektif sosial budaya, sistem perladangan berpindah secara umum dianggap sebagai satu-satunya sistem pertanian yang sesuai dengan ekosistem hutan tropis. Geertz (1976), menyebutkan bahwa sistem perladangan ditinjau dari segi ekologi, lebih berintegrasi ke dalam struktur ekosistem alami, Dalam hal biodeversiti, pada sistem perladangan berpindah lebih tinggi dari sistem pertanian permanen seperti sawah. Tingginya biodeversiti/keanekaragaman hayati adalah berasal dari pemberaan dan tanaman beraneka (mixed cropping). Penelitian tentang Keadaan Ekologis Hutan dan Lahan Bekas Ladang (reuma) di Kawasan Adat Baduy yang dilakukan oleh Fawnia, dkk (2004) menunjukkan bahwa sistem perladangan berpindah di Baduy berpengaruh terhadap struktur dan komposisi vegetasi serta faktor fisik dan kandungan nutrisi tanah,akan tetapi sistem perladangan ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap degradasi lahan. Berdasarkan uraian diatas, timbul sebuah pertanyaan Mengapa hingga saat ini masyarakat masih terus melakukan perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya? Untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan sebuah penelitian untuk mengkaji

6 faktor-faktor penyebabnya sehingga dapat dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya. Secara lebih jelas, permasalahan dalam penelitian ini disusun dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi masyarakat melakukan perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya? 2. Bagaimana cara perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya? 3. Sejauhmana pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang akibat perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengkaji faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat melakukan perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. 2. Menelaah cara perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua.

7 3. Menelaah tingkat pengetahuan dan kesadaran penduduk tentang akibat perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Meningkatkan pengetahuan peneliti dalam memahami permasalahan lingkungan khususnya di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam upaya pembinaan petani ladang berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya Provinsi Papua sehingga kawasan tersebut dapat difungsikan sebagaimana mestinya. 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perladangan Berpindah di Kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya Provinsi Papua merupakan hasil pemikiran terhadap kasus di lapangan. Penelitian ini merupakan hal yang baru dan belum pernah dilakukan, khususnya pada kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya.

8 Tabel 1.1. Penelitian yang telah dilaksanakan No. Nama Judul Metode Tujuan Hasil (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Daniel J. Perladangan Wawancara Mengetahui Kallau. Berpindah di (Studio masalah (1985) Kecamatan Kasus) perladangan di Amanuban Selatan Kabupaten Kecamatan Amanuban selatan Timor Tengah Kabupaten timor Selatan Tengah Selatan Perladangan berpindah dilatarbelakangi oleh tradisi, dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah serta pengetahuan petani. 2. Anang Faktor-faktor Survei Mengetahui Faktor yang Fachri yang Berpenga- dengan faktor-faktor berpengaruh (1994) ruh Terhadap teknik yang berpengaruh terhadap Bertahannya wawancara terhadap bertahannya Perladangan bertahannya perladangan Berpindah perladangan berpindah adalah (Kasus di berpindah faktor pemilikan Kecamatan lahan, kebutuhan Mersam hidup, tingkat Kabupaten pendidikan, dan Batanghari tradisi Provinsi Riau)

9 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 3. Dasman (1995) Perladangan Berpindah Suku Bonai di Kecamatan Kuntodarussalam Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar Observasi Mengetahui Faktor-faktor yang melatarbelakangi bertahannya sistem ladang berpindah, persepsi penduduk terhadap manfaat ladang berpindah, dan tingkat pengetahuan penduduk tentang sistem pertanian menetap Perladangan berpindah dipengaruhi oleh pendidikan, kebutuhan hidup, tradisi, dan status kepemilikan lahan. Persepsi penduduk: ladang berpindah bermanfaat dan tidak merusak lingkungan. Pengetahuan terhadap pertanian menetap sudah tinggi