BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bermukim di wilayah pedesaan (Rusdiansyah, 2014). Ayam kampung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan di wilayah Indonesia. Ayam kampung super termasuk dalam

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler adalah ayam penghasil daging yang berkualitas dan dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang telah dijinakkan. Ayam buras

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging dengan bobot badan 1,9 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu mencerna serat kasar yang tinggi (Nugraha dkk., 2012). Itik

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan ayam betina ras jenis petelur. dari hasil persilangan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahuwata ala berfirman dalam Al-Qur an. ayat 21 yang menjelaskan tentang penciptaan berbagai jenis hewan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Wantasen dkk., 2014). Ayam kampung persilangan memiliki warna yang

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding

MASSA KALSIUM DAN PROTEIN DAGING PADA AYAM ARAB PETELUR YANG DIBERI RANSUM MENGGUNAKAN Azolla microphylla

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki keunggulan yaitu produksi telur dan daging yang tinggi dan masa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan menggunakan bahan pakan sumber kalsium (ISA, 2009). kerabang maka kalsium dapat diserap sampai 72% (Oderkirk, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur an surat Al-Mu minun ayat 21 yang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

PENGGUNAAN TEPUNG DAUN UBI JALAR (Ipomoea batatas) TERFERMENTASI OLEH Aspergillus niger DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS AYAM KAMPUNG SUPER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang memiliki

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

VI. TEKNIK FORMULASI RANSUM

,Vol. 32, No. 1 Maret 2014

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang cukup potensial dalam bidang. pertanian dalam arti luas. Hasil samping pertanian yang dapat dimanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini awalnya adalah itik liar yang telah mengalami proses domestikasi, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telurnya. Jenis puyuh yang biasa diternakkan di Indonesia yaitu jenis Coturnix

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik termasuk dalam kingdom Animalia, philum Chordata, kelas Aves, ordo

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

I. PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler merupakan salah satu usaha yang potensial untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

MASSA PROTEIN DAN KALSIUM DAGING PADA AYAM KEDU AWAL BERTELUR YANG DIBERI RANSUM DENGAN LEVEL PROTEIN BERBEDA SKRIPSI ALIDYA NURRAHMA AKBRIANI

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. unggas membutuhkan pakan untuk hidup, pertumbuhan, dan produksi. Burung

IV BAHAN PAKAN TERNAK UNGGAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

PENGGUNAAN TEPUNG DAUN UBI JALAR FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT RELATIF ORGAN LIMFOID DAN RASIO HETEROFIL-LIMFOSIT (H/L) AYAM KAMPUNG SUPER

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang gemar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan budidaya ayam arab di Indonesia semakin pesat hal ini

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

Deposisi Kalsium dan Protein Daging pada Itik Peking yang Diberi Ransum dengan Penambahan Tepung Temu Hitam

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

PENGANTAR. Latar Belakang. dan negatif. Dampak positif yaitu meningkatkan perekonomian dan mengurangi

KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya Ayam kampung merupakan jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging, sehingga banyak dibudidayakan masyarakat terutama yang bermukim di wilayah pedesaan (Rusdiansyah, 2014). Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas yang populasi penyebarannya hampir merata di seluruh Indonesia (Hayanti dan Purba, 2012). Pengembangan ayam kampung mengalami kendala seperti produktivitas dan daya tetas yang rendah, tingkat mortalitas yang tinggi terutama pada fase awal (starter) serta pertumbuhan yang lambat (Darwati, 2000). Program pemuliaan dengan tujuan peningkatan produksi daging dapat dilakukan melalui persilangan (crossbreeding) (Gunawan dan Sartika, 2001). Ayam kampung super merupakan hasil persilangan antara ayam kampung jantan dengan ayam layer petelur (ras) betina, anak F1 mampu memberikan produksi daging dengan performan sangat mirip dengan ayam kampung tetuanya (Kaleka, 2015). Kelebihan lain dari ayam kampung super adalah pertumbuhan relatif lebih cepat dibanding ayam kampung biasa (Muryanto, 2005; Yaman, 2010). Ayam kampung super memiliki tekstur daging yang mirip dengan ayam kampung dengan masa panen 2-3 bulan, namun memiliki kekurangan yaitu konsumsi ransum cukup tinggi dibandingkan dengan ayam kampung biasa, sehingga terjadi pemborosan ransum (Mulyono dan Raharjo, 2002). Tingkat

5 kematian ayam kampung super relatif rendah yaitu sebesar 5%. Pemeliharaan ayam kampung super yang intensif, umur 60 hari rata-rata bobot badan dapat mencapai 0,85 kg, sedangkan, ayam kampung hanya 0,50 kg (Muryanto, 2005). Keunggulanya ayam super yaitu dapat diproduksi/diusahakan dalam skala besar, umur potong relatif singkat (2 2,5 bulan), cita rasa dagingnya mirip dengan ayam kampung (Pramono, 2007). Bobot badan ayam kampung super pada umur 12 minggu lebih besar dibandingkan dengan ayam kampung tetuanya yaitu sebesar 1,01 kg untuk ayam kampung super dan sebesar 0,923 kg untuk ayam kampung (Gunawan dan Sartika, 2001). Ayam kampung super pada umur 11 minggu yang diberi umbi bunga dahlia mempunyai bobot badan akhir sebesar 999-1066 g, dibandingkan dengan tanpa umbi bunga dahlia hanya sebesar 894 g (Fanani et al., 2016). 2.2. Kebutuhan Nutrisi Ayam Secara Umum Energi dibutuhkan oleh ayam untuk pertumbuhan jaringan tubuh, produksi telur, menyelenggarakan keaktifan fisik dan mempertahankan temperatur tubuh yang normal, sumbernya berasal dari karbohidrat, lemak dan protein di dalam ransum (Rusdiansyah, 2014). Energi metabolis pada ransum yang diberikan untuk ayam harus sesuai dengan umurnya, karena energi ransum yang rendah dapat menyebabkan kecernaan protein menjadi rendah, sedangkan energi yang berlebih juga dapat meningkatkan pembentukan lemak berlebih dalam tubuh ayam (Indarto et al., 2011). Kandungan energi metabolis yang dibutuhkan oleh ayam kampung fase starter yaitu sebesar 2800 kkal/kg dan fase finisher sebesar 2900 kkal/kg

6 (Kompiang et al., 2001). Energi metabolis yang dibutuhkan oleh ayam kampung super pada fase starter dan finisher yaitu sebesar 2900 kkal/kg (Kaleka, 2015). Ayam membutuhkan protein untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan (Mahardika et al., 2013). Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan bagian-bagian tubuh ayam, mengganti jaringan tubuh yang rusak, serta untuk produksi (Rahayu et al., 2011). Ayam kampung pada masa pertumbuhan dapat diberikan ransum yang mengandung protein kasar lebih besar atau sama dengan 18% (Suthama, 1991). Protein kasar yang dibutuhkan oleh ayam kampung fase starter sebesar 21% dan fase finisher sebesar 16% (Kompiang et al., 2001). Protein kasar yang dibutuhkan ayam kampung super pada fase starter yaitu sebesar 20-24% dan fase finisher sebesar 15-19% (Kaleka, 2015). Kebutuhan protein ayam tidak hanya didasarkan pada kebutuhan protein kasar, tetapi lebih juga kebutuhan asam amino esensial (Samadi, 2012). Asam amino esensial yang dibutuhkan oleh ayam yaitu arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, valin, tirosin, sistin, glisin (Ravindran, 2015). Selain protein, lemak dibutuhkan untuk ayam untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunakan ransum, sebagai sumber tenaga yang lebih tinggi dari karbohidrat dan mempunyai peran dalam penyerapan kalsium (Kaleka, 2015). Lemak kasar dalam ransum dapat berfungsi sebagai sumber energi yang efisien (Widodo, 2002). Kandungan Lemak kasar yang dibutuhkan dalam ransum ayam kampung super yaitu kurang dari 7% (Abun et al., 2007). Lemak kasar dalam ransum yang diberikan untuk ayam kampung super yaitu 5,90-6,12% (Hartatik,

7 2014). Ayam kampung super pada fase starter membutuhkan lemak kasar sebesar 4,99%, sedangkan fase finisher sebesar 5,75% (Fanani et al., 2016). Nutrisi lain yang juga penting untuk ayam adalah vitamin dan mineral. Vitamin merupakan senyawa organik yang tidak disintesis oleh jaringan tubuh (Suprijatna et al., 2008). Vitamin sangat diperlukan untuk reaksi spesifik dalam sel tubuh unggas. Vitamin berperan sebagai koenzim atau katalisator hayati yaitu sebagai mediator dalam sintesis atau degradasi suatu zat tanpa ikut menyusun zat yang disintesis (Widodo, 2002). Mineral bagi ayam digunakan untuk memelihara keseimbangan asam basa di dalam tubuh, aktivator enzim tertentu dan komponen suatu enzim. Apabila mineral diberikan melebihi kebutuhan standar dapat menimbulkan keracunan dan mempengaruhi penggunaan enzim lainnya, namun bila kekurangan dapat menimbulkan gejala defisiensi (Djulardi et al., 2006). Kalsium sangat penting dalam pengaturan sejumlah besar aktivitas sel yang vital, fungsi syaraf dan otot, kerja hormon, dan pembekuan darah. Mineral lain seperti misalnya fosfor berfungsi sebagai pembentuk tulang, persenyawaan organik dan sebagian besar metabolisme energi (Suprapto et al., 2012). Kandungan mineral yang dibutuhkan oleh ayam kampung umur 0-4 minggu yaitu sebesar kalsium 0,80% dan fosfor 0,40% (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000). Ransum memiliki kandungan kalsium 0,96% dan fosfor 0,46% untuk diberikan pada ayam kampung super (Hartatik, 2014). Ayam kampung super pada fase starter membutuhkan kalsium 1,02% dan fosfor 0,66%, sedangkan fase finisher kalsium yang dibutuhkan sebesar 1,01% dan phosfor sebanyak 0,64% (Fanani et al., 2016).

8 2.3. Bahan Penyusun Ransum Konvensional dan Non Konvensional Bahan penyusun ransum konvensional merupakan bahan penyusun ransum yang digunakan dalam formulasi ransum karena melimpah dan memiliki kualitas yang bagus dengan ketersediaan (kuantitas) memenuhi. Bahan penyusun ransum konvensional yang sering digunakan sebagai sumber protein yaitu bungkil kedelai, tepung ikan dan tepung daging, sedangkan jagung dan dedak padi digunakan sebagai sumber energi (Tangendjaja, 2007). Bahan penyusun ransum non konvensional merupakan bahan penyusun ransum yang belum lazim digunakan sebagai formulasi ransum dan umumnya digunakan dalam jumlah terbatas. Bahan tersebut perlu diperhatikan mengenai kandungan nutrisi, jumlah ketersediaan, kontinuitas pengadaan, dan zat anti nutrisi, serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum digunakan sebagai bahan penyusun ransum (Mathius dan Sinurat, 2001). Bahan penyusun ransum non konvensional yang dijadikan ransum unggas yaitu bungkil biji karet, tepung bekicot, bungkil biji kapuk, tanaman saga pohon dan tepung cacing tanah (Resnawati, 2012). Limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum non konvensional yaitu daun ubi jalar karena belum termanfaatkan. Daun ubi jalar dapat diberikan pada ternak sebagai pengganti biji-bijian, yang dapat diberikan dalam keadaan mentah, direbus atau dalam bentuk tepung. Daun dari ubi jalar mengandung karbohidrat yang lebih rendah, kandungan protein dan serat kasar lebih tinggi (Wolayan et al., 2013). Daun ubi jalar dapat dimanfaatkan untuk ransum ternak (Juanda dan Cahyono, 2000). Daun ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum sumber protein karena mengandung protein kasar

9 hingga mencapai 17-29% (Hong, 2003). Daun ubi jalar mengandung mineral yang baik, dan juga vitamin A, B2, C, dan E (Ekenyem dan Madubuike, 2006). Kalsium yang terkandung dalam ubi jalar sebesar 28,44 mg/100 g. Kandungan serat kasar pada daun ubi jalar termasuk tinggi yaitu 25,10% (Onyimba et al., 2015). Antinutrisi pada daun ubi jalar yaitu tanin 0,21 mg/100 g, asam oksalat 308,00 mg/100 g, asam fitat 1,44 mg/100 g, dan asam sianida 30,24 mg/100 g (Antia et al., 2006). Bahan yang mengalami proses fermentasi mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Proses fermentasi seperti kandungan karbohidrat, lemak dan protein terhidrolisis menjadi senyawa sederhana (Supartini dan Fitasari, 2011). Protein yang dikonsumsi pada perlakuan ransum yang difermentasi, unsur gizi ransum (terutama protein) telah terjadi perombakan menjadi lebih sederhana, sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh. Fermentasi bahan organik dapat melepaskan asam amino dan sakarida dalam bentuk senyawa yang terlarut dan mudah diserap oleh saluran pencernaan ayam (Winedar et al., 2004). Kualitas nutrisi ransum dapat ditingkatkan melalui proses fermentasi dengan Aspergilus niger (Mangisah et al., 2006). Aspergillus niger merupakan kapang yang dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis asam seperti asam oksalat, asam-2-hidroksipropana-1,2,3-trikarboksilat, asam glukonat (Wuryanti, 2008). Tepung daun ubi jalar yang difermentasi dengan menggunakan Aspergillus niger dapat menurunkan kandungan serat kasar menjadi 18,79% dan meningkatkan protein kasar menjadi 34,77% (Onyimba et al., 2014).

10 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Unggas Konsumsi protein meningkat disebabkan oleh peningkatan protein pada ransum (Winedar et al., 2004). Konsumsi protein yang tinggi dapat mempengaruhi asupan protein untuk tubuh dan asam amino tercukupi sehingga metabolisme sel dalam tubuh berlangsung normal (Gultom et al., 2012). Kecernaan protein menurun disebabkan oleh konsumsi protein yang rendah sehingga asupan protein juga rendah. Protein yang dikonsumsi tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan jaringan dan pertumbuhan bulu, tetapi sebagian terbuang melalui ekskreta (Aisjah et al., 2007). Serbuk daun sirsak 1-3% yang diberikan pada ayam kampung super menghasilkan konsumsi protein sebesar 24,21-25,54 g (Hartatik, 2014). Konsumsi protein dapat mempengaruhi asupan protein (Tampubolon 2012). Konsumsi protein yang tinggi dapat mempengaruhi asupan protein dideposisikan ke dalam daging karena asam amino tercukupi sehingga metabolisme sel dalam tubuh berlangsung secara normal. Asupan protein berperan penting dalam proses deposisi protein melalui sintesis dan degradasi protein (Suthama et al., 2010). Asupan protein merupakan bagian protein dalam ransum yang dapat dicerna atau dimanfaatkan oleh ayam. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat asupan protein adalah konsumsi protein dan energi metabolis ransum. Nilai asupan protein pada ayam kampung super sebesar 18,97-19,51 g akibat penambahan serbuk daun sirsak 1-3% (Hartatik, 2014). Tepung daun kayambang (Salvinia molesta) yang diberikan pada ayam broiler sebanyak 6-18% menghasilkan nilai asupan protein ransum sebesar 9,99-11,07 g (Sari et al., 2014). Pemberian eceng

11 gondok terfermentasi dalam ransum sebanyak 5-15% menunjukkan asupan protein pada ayam broiler sebesar 15,21-16,28 g (Rusminah, 2015). Konsumsi kalsium meningkat signifikan pada ayam yang diberi ransum dengan peningkatan kandungan kalsium dari 1,5% menjadi 3,5% (Moreki et al., 2011). Peningkatan kandungan kalsium ransum dapat meningkatkan konsumsi kalsium meskipun konsumsi ransum pada semua perlakuan sama. Konsumsi kalsium pada ayam arab periode produksi meningkat dari 1,25 g menjadi 2,88 g yang diberi ransum dengan menggunakan berbagai level Azolla microphylla (Wulandari et al., 2012). Demikian pula, konsumsi kalsium pada ayam kampung umur 10 minggu meningkat dari 1,44 g menjadi 1,56 g dengan penggunaan bungkil biji jarak pagar terfermentasi dan penambahan enzim (Yusriani et al., 2011). Konsumsi kalsium dapat mempengaruhi retensi kalsium ke dalam tubuh ayam. Retensi kalsium merupakan jumlah mineral yang diserap tubuh yang selanjutnya dapat digunakan untuk proses metabolisme di dalam tubuh ternak. Faktor yang mempengaruhi retensi kalsium antara lain kandungan kalsium ransum, adanya ikatan fitat dan asam oksalat, serta serat kasar dalam ransum (Wulandari et al., 2012). Faktor terpenting dalam proses penyerapan kalsium (Ca) adalah kualitas protein ransum yang berperan penting dalam absorbsi kalsium karena dapat mengikat kalsium yang disebut calcium binding protein (CaBP). Absorpsi kalsium dapat dihambat oleh senyawa garam kalsium tidak larut (Widodo, 2002). Senyawa garam yang tidak larut dibentuk dari ikatan antara asam fitat atau asam oksalat dengan kalsium, yang menyebabkan ketersediaan kalsium

12 dalam ransum berkurang (Pilliang, 2002). Retensi kalsium pada ayam kampung umur 10 minggu sebesar 0,39-0,58 g dengan penggunaan fermentasi bungkil jarak dan penambahan enzim (Yusriani et al., 2011). Retensi kalsium ayam broiler sebesar 0,55 0,64 g dengan perlakuan fermentasi dedak padi (Mu et al., 2011). 2.5. Massa Kalsium dan Protein Daging Kaitannya dengan Pertumbuhan pada Unggas 2.5.1. Massa kalsium daging Kalsium berfungsi untuk pembentukan tulang, mengaktifan enzim dan berperan dalam kontraksi otot (Tillman et al., 1991). Kalsium dalam bentuk ion merupakan aktivator calcium activated neutral protease (CANP) yang dapat memicu degradasi protein (Bikrisima et al., 2014). Kalsium yang diserap masuk ke dalam darah dan ditransportasikan ke jaringan yang membutuhkan (tulang dan daging) berada dalam tiga bentuk yaitu berupa ion bebas, terikat dengan protein, dan ion yang tidak dapat larut (Pond et al., 1995). Semakin tinggi kadar kalsium maka semakin tinggi pula jumlah kalsium yang di serap di dalam tubuh, yang selanjutnya diakumulasikan ke dalam tulang atau daging. Ayam kampung super yang diberi serbuk daun sirsak 1-3% memiliki kadar kalsium daging sebesar 33,61-43,04 ppm (Hartatik, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi massa kalsium daging tidak hanya konsumsi kalsium tetapi juga faktor reabsorbsi kalsium dari tulang, sehingga pada saat kekurangan kalsium (kalsium rendah) dapat diambil dari tulang (Hastuti, 2005). Meningkatnya konsentrasi penyerapan kalsium menyebabkan degradasi

13 protein meningkat yang dapat menurunkan sintesis protein sehingga berakibat pada penurunan massa protein daging (Suthama, 1991). Massa kalsium meningkat dapat dikaitkan dengan banyaknya kalsium yang diretensikan ke jaringan daging (Rusminah, 2015). Kalsium dalam daging meskipun dalam bentuk massa kalsium daging konsentrasinya tinggi, namun apabila keberadaan kalsium ion rendah dapat diasumsikan tidak mengganggu proses deposisi protein daging (Fanani et al., 2016). Aktivitas CANP tergantung pada asupan kalsium dalam bentuk ion sebagai aktivator karena semakin tinggi asupan kalsium, semakin tinggi aktivitas CANP yang bersifat degradatif terhadap protein daging. Ayam Arab petelur yang diberi ransum mengunakan Azolla microphylla pada umur 8 minggu menghasilkan massa kalsium daging sebesar 21,91 mg (Maharani et al., 2013). Ayam broiler yang diberi ransum daun murbei (Morus alba L.) yang difermentasi dengan cairan rumen menghasilkan massa kalsium daging sebesar 26,77 mg (Mirnawati et al., 2013). Demikian pula pemberian ekstrak daun beluntas 2 sampai 8% dan klorin 10 samapi 30 ppm pada ayam broiler menghasilkan massa kalsium daging sebesar 0,67-0,90 g (Syafitri et al., 2015). 2.5.2. Massa protein daging Nilai nutrisi daging yang lebih tinggi disebabkan karena daging mengandung beberapa asam amino essensial yang lengkap dan seimbang yang memiliki kandungan kadar protein sebesar 16-22%. Protein yang terdapat dalam urat daging secara umum dibagi menjadi 3 yaitu protein sarkoplasma (larut dalam

14 air/larutan garam encer), protein myofibril (larut dalam larutan garam pekat) dan protein yang tidak larut dalam garam pekat, minimal pada suhu ruang (Lawrie, 2003). Ransum dengan kandungan protein rendah memiliki kandungan protein daging yang rendah pula (Kartikasari et al., 2001). Meningkatnya degradasi protein melebihi sintesis protein dapat menyebabkan penurunan massa protein daging (Syafitri et al., 2015). Ayam broiler yang diberi ransum fermentasi menggunakan EM-4 sebanyak 5 sampai 20% memiliki kadar protein daging sebesar 21,80-23,20% (Winedar et al., 2004). Ayam kampung super yang diberi serbuk daun sirsak 1-3% memiliki kadar protein daging sebesar 11,42-16,08% (Hartatik, 2014). Massa protein daging berhubungan dengan massa kalsium daging karena jumlah nilai massa protein daging dipengaruhi oleh kadar kalsium yang berbentuk ion. Kandungan protein dalam daging yang diberi ransum terfermentasi lebih tinggi dibandingkan pemberian ransum tanpa fermentasi sehingga mempengaruhi massa protein daging (Winedar et al., 2004). Ransum dengan kandungan protein rendah memiliki kandungan protein daging yang rendah pula (Kartikasari et al., 2001). Peningkatan kualitas protein dalam ransum dapat meningkatkan massa protein dalam daging. Proses pertumbuhan melalui deposisi protein daging secara kimiawi ditunjang oleh beberapa faktor antara lain kalsium dalam bentuk ion dan aktivitas enzim protease yang disebut calcium activated neutral protease (CANP) dalam daging (Suzuki et al., 1987). Kemampuan deposisi protein daging berbanding terbalik dengan kalsium yang ada di dalam daging. Massa protein

15 daging meningkat ketika protein yang disintesis oleh tubuh melebihi protein yang didegradasi yang dapat mempengaruhi produktifitas ayam (Suthama, 1990). Ayam broiler yang diberi ransum daun murbei (Morus alba l.) yang difermentasi dengan cairan rumen menghasilkan massa protein daging sebesar 98,75 101,74 g (Mirnawati et al., 2013). Berbeda halnya dengan ayam arab petelur yang diberi ransum mengunakan Azolla microphylla pada umur 8 minggu menghasilkan massa protein sebesar 91,15 sampai 103,40 g (Maharani et al., 2013). Menurut Jamilah et al. (2013) ayam broiler yang diberi penambahan asam sitrat menghasilkan massa protein daging sebesar 88,64-100,20 g. Pemberian ekstrak daun beluntas 2 8% dan klorin 10 30 ppm pada ayam broiler menghasilkan massa protein sebesar 148,84-197,27 g (Syafitri et al., 2015). 2.5.3. Pertambahan bobot badan Pertambahan bobot badan merupakan cerminan dari pertumbuhan yang diperoleh dari kualitas dan kuantitas ransum yang dikonsumsi ayam, terutama pada periode awal pemeliharaan atau periode pertumbuhan (Husmaini dan Mirnaini, 2000). Ransum dengan nutrisi yang baik dapat meningkatkan pertambahan bobot badan (Retnani et al., 2009). Semakin tinggi pertambahan bobot badan ayam maka konsumsi ransum juga semakin besar (Ariska, 2012). Penurunan pertambahan bobot badan dapat disebabkan oleh semakin meningkatnya kandungan serat kasar dalam ransum yang sejalan dengan meningkatnya level penggunaan bahan fermentasi. Ransum unggas yang mengandung serat kasar tinggi dapat mengakibatkan nutrisi sulit dicerna sehingga

16 mengganggu kecernaan dan nutrisi dapat keluar bersama ekskreta (Nurhayati et al., 2015). Pertambahan bobot badan dapat dipengaruhi oleh proses pembentukan daging dan tulang (Zainudin dan Syahruddin, 2012). Semakin tinggi deposisi protein daging, dalam bentuk massa protein daging, semakin besar pula konstribusinya terhadap pertambahan bobot badan, dan sebaliknya (Syafitri et al., 2015). Ayam broiler yang diberi eceng gondok fermentasi 5-15% menghasilkan massa protein daging 135,31-151,43 g dengan pertambahan bobot badan sebesar 852,06-871,56 g/ekor, dibandingkan tanpa eceng gondok fermentasi yang menghasilkan massa protein daging 193,52 g dengan pertambahan bobot badan 1.064 g/ekor (Rusminah, 2015). Ayam kampung super yang diberi umbi bunga dahlia memiliki massa protein daging 50,42-53,77 g dengan bobot badan sebesar 999-1.066 g, dibandingkan dengan tanpa umbi bunga dahlia dalam ransum memiliki massa protein daging 48,85 g dengan bobot badan sebesar 894,19 g (Fanani et al., 2016). Ayam broiler yang diberi ekstrak daun beluntas 2-8% dan klorin 10-30 ppm dalam ransum memiliki massa protein daging 148,84-197,27 g dengan pertambahan bobot badan sebesar 48,76-51,75 g/ekor/hari, sedangkan yang tanpa ekstrak daun beluntas dan klorin memiliki massa protein daging 148,28 g dengan pertambahan bobot badan 49,05 g/ekor/hari (Syafitri et al., 2015).