BAB II DINAMIKA TAFSIR DI INDONESIA Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Fakta ini sebenarnya sangat terkait dengan kegigihan para penyebar Islam, baik dari Gujarat, Persia, maupun Arab di Indonesia. Bersamaan dengan proses awal masuknya Islam di Nusantara, kitab suci al-qur an diperkenalkan para juru dakwah itu kepada penduduk pribumi di Nusantara. Pengenalan awal terhadap al-qur an itu, bagi penyebar Islam tentu suatu hal yang penting, karena al-qur an adalah kitab suci agama Islam yang di Imani sebagai pedoman hidup bagi orang yang telah memeluk Islam. 1 Bersamaan dengan proses awal masuknya Islam di Indonesia, kitab suci al-qur an dikenalkan para juru dakwah itu kepada pribumi di Indonesia, bagi penyebar Islam tentu suatu hal yang penting karena al-qur an adalah kitab suci agama Islam yang di Imani sebagai pedoman hidup bagi orang yang telah memeluk agama Islam. 2 Kebutuhan umat Islam yang teramat besar terhadap Tafsir al-qur an telah direspon secara beragam oleh setiap generasi muslim sesuai tempat dan masanya masing-masing. Mereka yang memiliki kompetensi dan merasa bertanggung jawab telah mencurahkan segenap kemampuan dan berjihad sedemikian rupa di bidang ini. Sebagian penafsir bergerak dari rasa lapar dan haus umat terhadap 1 Islah Gusmian, Khaznah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi ( Yogyakarta,2013) cet,1. h.15. 2 Ibid, h.16. 12
13 penjelasan al-qur an sehingga penafsiran yang disampaikan benar-benar sesuatu yang dibutuhkan umat. Sayangnya, tafsir ini terkesan irit dan memiliki jangkauan terbatas. Di lain pihak, ada para penafsir yang bergerak dari kemampuan dan kebutuhan dirinya sendiri. Mereka sibuk dengan ilmu yang dikuasainya dan apa yang menurutnya perlu diketahui masyarakat tanpa peduli dengan penafsiran seperti apa yang sebenarnya yang dibutuhkan dan ingin didengar oleh umat Islam. Paradigma penafsiran kedua inilah yang menyeret sebagian penafsir untuk berdalam-dalam menafsirkan al-qur an, tapi tak kunjung sampai pada penafsiran yang sesungguhnya. 3 Tafsir sangat dibutuhkan keberadaannya, terutama bagi orang awam, agar al-qur an dapat dibumikan. Untuk itulah Allah menggandengkan al-qur an dengan Rasulullah SAW. Beliau berfungsi sebagai mufasirnya. Dialah orang pertama yang mengajarkan al-qur an pada manusia. Setelah beliau wafat, pekerjaan tersebut dilanjutkan oleh orang-orang yang berkompeten dari kalangan sahabat, tabi in, tabi tabi in dan seterusnya sampai akhir zaman. 4 Penyebaran Islam dari awal kemunculannya hingga saat ini, yakni tidak lepas dari sumber primer ajaran Islam yaitu al-qur an dan al- Sunah, sehingga sejarah Islam juga merupakan sejarah al-qur an. Oleh karena itu, kajian tentang tradisi al-qur an dan tafsir di Indonesia sudah dimulai dari beberapa periode yaitu: 3 Zulhedi, Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir, Hadharah Jurnal Keislaman dan Peradaban, (Padang: Tim Kaji Creative, 2013), vol 7. h. 68. 4 Ibid., h. 69
14 A. Periode Pra Kemerdekaan Periode ini merupakan periode kekacauan, yang diwarnai konflik budaya dan politik yang mempersulit keberhasilan perjuangan bangsa Indonesia dalam skala yang lebih besar untuk memelihara kemerdekaan. Masalah Islam yang melibatkan umat Islam pada periode ini adalah peranan Islam dalam negara Indonesia. Meskipun telah ada beberapa pembahasan tentang peranan Islam dalam negara Indonesia tersebut. Sementara perhatian umat Islam Indonesia telah agak mereda ketika telah didirikan suatu Kementerian Agama dan seorang kiai yang sangat dihormati telah ditempatkan sebagai pimpinan puncaknya. 5 Dalam periode pertama ini, tradisi tafsir di Indonesia bergerak dalam model dan teknis penulisan yang masih sederhana. Dari segi material teks al- Qur an yang menjadi objek tafsir, literatur tafsir pada periode pertama ini cukup beragam. a. Ada literatur tafsir yang berkonsentrasi pada surat-surat tertentu sebagai objek penafsiran, misalnya, Tafsir al-qur anul Karim, Yaasin ( Medan: Islamiyah,1951) karya Adnan Yahya Lubis; Tafsir Surat Yasien dengan keterangan ( Bangil: Persis, 1951 Karya A. Hassan. b. Literatur tafsir berkonsentrasi pada surat yasin. 6 Dari segi sifat mufasir, pada periode pertama ini muncul penulisan tafsir yang dilakukan secara kolektif, yaitu ditulis lebih dari satu orang 5 Mahmud Yunus, Kajian Al-Qur an di Indonesia, (Bandun: Mizan, 1994), cet.i, h. 44-45. 6 Amin Abdullah, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2013), cet.i, h. 59.
15 mufasir. Uraian di atas memperlihatkan bahwa dari objek Tafsir pada periode awal, juz Amma dan surat Yasin ternyata menjadi salah satu objek tafsir yang dipilih dan disukai oleh para mufasir. Hal ini terjadi, diasumsikan karena sejak awal, juz Amma dan surat Yasin merupakan di antara bagian dari al-qur an yang cukup populer di kalangan umat Islam di Indonesia. Dalam tradisi pembelajaran membaca al-qur an, seperti yang dipakai dalam metode bagdadiyyah, yang dalam dunia pesantren dikenal dengan istilah turutan, dapat temukan di mana juz Amma menjadi bahan ajar yang paling awal. Sedangkan pilihan terhadap Surat Yasin, diasumsikan karena surat ini sering dibaca oleh sebagian umat Islam dalam momentum tertentu, seperti pada hari Jum at atau dalam acara kenduri. Lepas dari asumsi di atas, sebenarnya tradisi Tafsir yang secara khusus memilih juz Amma atau Surat Yasin bukanlah khas Indonesia. Sebab model semacam ini juga dipakai oleh beberapa penulis tafsir dari luar Indonesia. 7 Studi al-qur an pada periode pertama Islam di Nusantara belum bisa dikatakan sebagai sebuah tafsir, meskipun pada masa ini kitab-kitab tafsir karya para ulama dunia telah bermunculan, akan tetapi untuk skala di Indonesia, penafsiran al-qur an masih berada pada wilayah penjelasan ayatayat al-qur an yang bersifat praktis dan penjelasan ayat-ayat al-qur an berdasarkan pemahaman pembawa ajarannya. 7 Ibid, h.61.
16 Sebagaimana diketahui bahwa para ulama dan penyebar Islam melihat kondisi nusantara pada saat itu, dimana yang dibutuhkan hanya sebatas penafsiran ayat-ayat untuk kebutuhan dakwah Islamiyah. Meskipun demikian, sejarah perkembangan kajian Tafsir al-qur an di Nusantara ini sangat sulit karena langkanya kajian-kajian dalam sejarah dan dinamika Tafsir al-qur an di Indonesia, baik dalam bahasa Arab, bahasa Indonesia, apalagi dalam bahasa daerah. Dalam priode pertama ini, tradisi Tafsir di Indonesia bergerak dalam model dan teknis penulisan yang masih sederhana. Dari segi material teks al-qur an yang menjadi objek Tafsir, literatur tafsir pada priode pertama ini cukup beragam. 8 Sekalipun Rasulullah diberi tugas menjelaskan al-qur an kepada umatnya, menurut pendapat terkuat, tidak semua ayat-ayat al-qur an di Tafsirkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya. Tafsir dari Rasul hanya terbatas soal-soal tertentu yang ditanyakan oleh sahabat. Nabi sering menjelaskan lafal-lafal al-qur an yang masih global, membedakan yang nasikh dan mansukh, dan mengajarkannya kepada para sahabat, sehingga mereka mengerti semua itu. Dan dari para sahabat lalu diteruskan kepada para tabi in dan dari tabi in dilanjutkan kepada tabi it tabi in dan seterusnya. Maka Rasulullah adalah menjadi penafsir pertama terhadap 8 Islah Gusmian, Khaznah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi (Yogyakarta,2003) cet,1. h.66.
17 al-qur an itu, setelah Allah SWT sendiri. Dan penafsirannya adalah meliputi semua segi isi al-qur an itu, baik di bidang ibadah, muamalah, maupun di bidang aqidah. Semua itu memungkinkan kebanyakkan sahabat untuk bisa mengetahui arti dan maksud-maksud al-qur an sendiri, sehingga kebutuhan tafsir al-qur an waktu itu masih belum banyak diperlukan. Nabi Muhammad SAW bukan hanya bertugas menyampaikan al-qur an, melainkan sekaligus menjelaskannya kepada umat 9 sebagaimana ditegaskan Allah di dalam surat al-nahl ayat 44: Artinya: Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab, dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Allah SWT telah meluaskan negara kaum muslimin sejak dari masa Rasulullah SAW dan diteruskan pada zaman khulafahur Rasyidin. Oleh karena itu, maka para sahabat tidak menetap pada satu daerah saja, melainkan memencar ke daerah-daerah lain yang telah dikuasai oleh Islam. 10 Dalam tradisi ilmu tafsir al-qur an klasik, tafsir yang bernuansa sufistik sering didefinisikan sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat- 9 Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-qur an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2011) cet. 2.h.40. 10 Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudlu i pada Masa Kini,(Jakarta: Kalam Mulia,1990) cet.1. h.21-22.
18 ayat al-qur an yang berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak oleh seorang sufi dalam suluknya. B. Periode Pasca Demokrasi Perkembangan Tafsir pada periode ini, di mana muncul karya Tafsir yang berkonsentrasi pada ayat-ayat hukum. Beberapa model teknis penyajian dan objek tafsir dalam periode pertama juga masih muncul dalam periode kedua. Litteratur yang mengarahkan objek Tafsirnya pada surat tertentu masih dapat ditemukan. Pasca tahun 1980-an, proses kreatif penulisan tidak saja terus terjadi tetapi juga berkembang. Dalam periode 1990-an muncul beragam karya Tafsir dari intelektual Muslim Indonesia. 11 Pada awal dekade 1930-an, sistematika penyajian tafsir tematik ini, meskipun sangat sederhana dan tidak memenuhi standar untuk ukuran sekarang. Pada sisi yang lain, berkembang pula model sistematika penyajian tafsir yang berkonsentrasi pada surah-surah tertentu. 12 Perkembangan yang menarik adalah munculnya Tafsir runtut sesuai urutan mushhaf yang ditulis utuh, 30 juz. Untuk bagian ini Tafsir Al-Qur an Al- Karim bahasa Indonesia ditulis oleh Mahmud Yunus sendiri dalam pengantarnya pada buku tafsirnya ini, ia mulai menulisnya pada november 1992. 11 Ibid, 1.h. 69 12 Ibid., h. 57.
19 C. Periode Demokrasi Secara garis besar, sejarah Indonesia modren dibagi menjadi dua masa yaitu masa pertama meliputi jangka waktu dari permulaan abad ke-20 sampai 1945, dan masa kedua mencakup kurun waktu sejak tahun 1945 sampai sekarang. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,17 Agustus 1945, adalah batas antara kedua masa tersebut yang pada umumnya diterima oleh para para peneliti tentang pembangunan nasional Indonesia sebagai yang menandai masa tradisi dari suatu negara yang secara politik dikendalikan oleh kekuatan luar ke suatu negara yang dijalankan dan dikendalikan oleh bangsa Indonesia sendiri. 13 Masa tersebut ditandai dengan didirikannya beberapa perkumpulan dan organisasi oleh bangsa Indonesia yang tertarik pada bidang pendidikan, kebudayaan, dan keagamaan. Di antara organisasi-organisasi tersebut, yang populer adalah Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Muhamadiyah. Alasan didirikannya ketiga organisasi-organisasi tersebut adalah hampir sama, yaitu suatu keinginan bangsa Indonesia untuk mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah-masalah mereka sendiri. Secara tersirat, telah ada suatu keinginan untuk mewujudkan suatu rencana politik baru yang dijalankan oleh bangsa Indonesia sendiri, yang kemudian tercium dengan cepat oleh pihak Belanda yang ditandai dengan dikuasainya Indonesia yang kemudian yang disebut Hindia Belanda. 13 Mahmud Yunus, Kajian Al-Qur an Di Indonesia, (Bandun: Mizan, 1994), cet.i. h. 29.
20 Perkembangan Tafsir pada priode ini, ialah dimulai sejak abad XIV/akhir abad XIX sampai sekarang ini, yaitu sejak diadakannya gerakan-gerakan modernisasi Islam di Mesir oleh Jamaluddin al-afghani (1254 H/1838 M- 1314 H/1896 M ). Dalam membicarakan Tafsir pada zaman ini, selain diterangkan keadaan tafsir di luar negeri atau di negara-negara Islam yang berupa tafsir dalam bahasa Arab, diterangkan pula keadaan tafsir Al-Qur an dalam bahasa Indonesia, yang pada umumnya juga baru ditulis pada zaman ini. 14 Para mufasir pada zaman ini dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur an juga bertitik tolak dari pembaharuan Islam, sehingga kebanyakan mereka selalu mengaitkan ayat-ayat al-qur an dan ajaran-ajarannya dengan keadaan sosial kemasyarakatan pada zaman ini, dengan mengeksposkan bahwa ajaran-ajaran Islam tidaklah bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan kemajuan. Sebab Islam adalah agama yang universil, yang sesuai untuk segenap bangsa pada semua masa dan di seluruh tempat, serta selaras dengan segala macam kebudayaan. Di dalam menafsirkan al-qur an kebanyakan mereka mengambil kepada riwayat-riwayat dan pendapat-pendapat mufasir terdahulu yang di sesuaikan dengan tuntutan zaman. Di antara mufasir pada zaman modren ini adalah: a. Sayid Rasyid Ridla b. Syekh Jamaaluddin al-qaasimi cet.1. h. 39. 14 Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudlu i pada masa kini,(jakarta: Kalam Mulia, 1990)
21 c. Syekh Ahmad Mushthafa al-maraghi d. Syekh Muhammad Mushthafa al-maraghi e. Syekh Mahmuud Syaltout Syaikhal al-azhar f. Prof. Syekh Muhammad Al-Madani g. Prof. Sayid Quthub h. Imam Al- Alusi 15 Itulah beberapa tokoh Tafsir al-qur an dalam bahasa Arab yang ditulis pada zaman modren ini, yang banyak bersifat ilmiah dan aqliyah, dengan beraneka macam fokus dan aliran. Kaum muslimin Indonesia, sebetulnya juga ingin sekali dapat membaca dan memahami ayat-ayat suci al-qur an itu dalam bahasa aslinya yaitu bahasa Arab. Hal ini terbukti dalam kenyataan, bahwa sejak masih anak-anak, mereka sudah giat membaca dan mempelajari kitab-kitab suci itu. Tetapi pada umumnya hanya mampu sampai mengetahui bacaannya saja, sedangkan pemahaman dan pengertiannya sedikit saja yang sanggup menjangkau dalam bahasa Arabnya. Oleh karena itu ulama atau sarjana Islam Indonesia berusaha menolong masyarakat awam, dengan giat menterjemahkan ayat-ayat al-qur an itu ke dalam bahasa sendiri dan menafsirkan agar supaya kitab suci yang menjadi sumber pedoman hidup itu dapat dipahami arti dan maksudnya oleh masyakat Islam Indonesia. 16 15 Ibid.,h.41-42. 16 Nailul Rahmi, Ilmu Tafsir (Padang: IAIN-IB Press, 2010) cet.1, h. 14.
22 Tafsir al-qur an dalam bahasa Indonesia yang pertama terbit dengan lengkap ialah Tafsir Al-qur an Majiid. An Nuur karangan Prof. Dr. TM. Hasbi Ash Shidiqy, guru besar pada IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang Jakarta sejak tahun 1956 sampai dengan tahun 1973. 17 Seperti diketahui, di masa ini, ilmu semakin berkembang pesat, pembukuannya mencapai tingkat yang relatif sempurna, cabang-cabang Tafsir bermunculan. Perbedaan pendapat terus meningkat, dan seminar masalah-masalah malah semakin berkobar, fanatisme mazhab menjadi menjadi serius dan ilmu-ilmu filsafat yang bercorak rasional bercampur baur dengan ilmu-ilmu naqli serta setiap golongan berupaya mendukung mazhab masing-masing. Ini semua menyebabkan tafsir ternoda oleh polusi udara tidak sehat tersebut, sehingga tidak heran apabila para mufasir dalam menafsirkan al-qur an, berpegang pada pemahaman pribadi dan mengarah keberbagai kecenderungan. Tegasnya, banyak di antara mufasir menafsirkan al-qur an menurut selera pribadi dan masing-masing mufasir mengarahkan penafsirannya sesuai keahlian mereka dalam cabang ilmu yang dikuasainya, sehingga lahirlah berbagai corak tafsir yang berbeda beda. 18 Kondisi tafsir dengan coraknya yang beragam itu berlangsung lama, sampai berabad-abad. Satu hal yang cukup menonjol dari perkembangan Tafsir dengan berbagai coraknya itu ialah munculnya fanatisme mazhab, 17 Ibid.,h.45. 18 Rif at Syauqi Nawawi, Rasional Tafsir Muhammad Abduh Kajian Masalah Akidah dan Ibadat, (Metro Pondok Indah: Paramadina, 2002), cet.i.h. 95.
23 tidak saja di kalangan fuqaha tetapi juga di kalangan mufasirin ( ahli-ahli tafsir ). Tidak mengherankan apabila keadaan ini kemudian menyeret umat Islam kelembah kejumudan, karena sikap jumud itu dimulai oleh para kaum ulama sendiri. Keadaan yang kelak menjadi sasaran kritik para pembaru ini barlangsung sampai abad ke-19, yaitu ketika Muhammad Abduh tampil sebagai mufasir yang menafsirkan al-qur an dengan menghembuskan nafas pembaharuan. 19 Pada abad ke-19 itu, dunia Islam mengalami masa suram dan terus menerus merosot, terbelakang dan banyak negara kaum muslimin yang sedang menghadapi pendudukan negara-negara Barat. Pada masa ini muncul seorang pemimpin Islam yang bernama Jamaluddin al-afghani. Ia mengintegrasikan ajaran-ajaran agama dengan tata kehidupan modren dan berusaha membuktikan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan dengan peradaban, kehidupan modren serta apa yang bernama kemajuan. 20 Tidak diragukan lagi, bahwasa bermacam-macam jenis Tafsir dengan madzhab yang berbeda-beda yang terbentuk atas dasar masing-masing Tafsir tersebut. Keragaman teknis penulisan Tafsir al-qur an secara kronologis, dari dekade-dekade literatur tafsir al-qur an di Indonesia mengalami dinamika yang menarik, baik dari segi penyampaian, tema-tema kajian, serta sifat penafsir. 19 Ibid, h. 96. 20 Ibid, h. 97.
24 Perkembangan yang menarik adalah munculnya Tafsir runtut sesuai urutan mushaf yang ditulis utuh 3 juz. Untuk bagian ini Tafsir al-qur an al-karim bahasa Indonesia ditulis oleh Mahmud Yunus adalah termasuk karya pelopor. Dalam dekade 1990-an di Indonesia telah muncul beragam karya Tafsir yang ditulis oleh para muslim di Indonesia. Keragaman itu bisa dilihat dari model teknis penulisan, hermeneutik Tafsir serta tema-tema yang diangkat. Keragaman itu telah menjadi wacana baru di dalam sejarah dan dinamika penulisan tafsir di Indonesia. 21 21 Islah Gusmian, Khaznah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi ( TERAJU,2003) cet,1.h. 44-51.