BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut pengetahuan umum anak adalah seseorang yang lahir dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

PENDAHULUAN. umumnya manusia dilihat dari jenis kelamin ada dua yaitu laki-laki dengan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PERCERAIAN DAN AKIBATNYA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I. marga pada masyarakat Batak. Marga pada masyarakat Batak merupakan nama. Dalam kultur masyarakat Batak terkenal dengan 3 H, yaitu hamoraon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua

BAB 1 PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Aisah, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkat menjadi 80 juta jiwa (Menkokesra). Data statistik tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang

BAB I PENDAHULUAN. anak, khususnya anak laki-laki karena bagi orang Batak anak laki-laki akan mewarisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB V PARA AHLI WARIS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

TRILOGI NOVEL MARITO

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang dimiliki, kebudayaan merujuk pada berbagai aspek manusia

SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. upacara adat disebut kerja, yang pertama disebut Kerja Baik yaitu upacara adat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada kodratnya Tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Proses pernikahan menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk dapat melengkapi kehidupan seseorang dengan yang lain. Santrock (2002) memaparkan bahwa ketika individu memasuki masa dewasa, ia akan melewati siklus kehidupan keluarga berupa penggabungan dua keluarga melalui pernikahan dan menjadi pasangan baru. Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dan menjadi dambaan serta harapan oleh semua orang yang ingin membangun sebuah rumah tangga dengan orang yang dicintainya. Proses pernikahan akan membentuk sebuah keluarga, dimana keluarga menjadi satu-satunya lembaga sosial yang diberi tanggungjawab untuk mengubah suatu organisme biologis menjadi manusia. Kehadiran anak di dalam keluarga menjadi bagian yang paling dinantikan karena dipercaya dapat meningkatkan keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangganya. Secara psikologis, kehadiran seorang anak akan mengikat pernikahan dalam sebuah keluarga. Kehadiran anak juga telah mendorong komunikasi antara suami istri karena mereka merasakan pengalaman bersama anak mereka. Kemudian secara sosial, anak dapat meningkatkan status seseorang, karena pada beberapa masyarakat, individu baru mempunyai hak suara setelah ia memiliki anak. 1

2 Etnik Batak Toba menganggap penting nilai seorang anak dalam sebuah keluarga. Keberadaan anak digunakan sebagai penerus kekerabatan dan silsilah dalam keluarga. Bagi masyarakat Batak Toba, keberadaan anak dianggap sebagai harta yang paling berharga dalam hidupnya. Nilai anak dalam prinsip hidup etnik Batak Toba meliputi hagabeon, hamoraon, hasangapon. Kehidupan menjadi sempurna bila ketiganya telah tercapai. Hagabeon adalah keturunan yang banyak ( laki-laki dan perempuan). Anak yang banyak akan membentuk keturunan yang besar yang merupakan kekuatan di hari depan. Bukan hanya dari jumlah anak yang banyak tetapi mutu sang anak juga diperlukan pada masyarakat suku Batak Toba. Anak menunjukkan hamoraon merupakan kekayaan utama bagi etnik Batak Toba. Tanpa anak individu tidak akan merasa kaya meskipun banyak harta. Hamoraon tidak dilihat dari segi materil. Kehadiran anak mempunyai makna yang sangat penting dalam keluarga-keluarga suku Batak Toba. Kehadiran anaklah yang membuat orangtua dipandang hormat ditengah-tengah masyarakat. Anak menunjukkan hasangapon (kemuliaan), seorang yang sangap (dimuliakan) adalah orang yang memiliki prestise yang tinggi, antara lain memahami adat, menerapkan adat dan aktif dalam kegiatan sosial masyarakat akan tetapi orang tersebut harus memiliki anak. Bila tidak memiliki anak maka tidak disebut sangap. Jadi pada anaklah Hagabeon, Hasangapon, Hamoraon itu. Seiring banyaknya perubahan yang terjadi dalam kehidupan ini mulai dari sistem kepercayaan orang Batak maka nilai-nilai yang terkandung dalam budaya

3 Batak pun ikut berubah. Realitanya dahulu keluarga yang tidak memiliki anak tidak dapat berperan dalam adat Batak misalnya mangulosi saat ada pesta pernikahaan. Namun pada era saat ini nilai tersebut berubah dimana keluarga yang tidak memiliki anak boleh ikut serta dalam mangulosi pada acara sebuah pernikahan. Dalam etnik Batak Toba, suatu perkawinan akan mengalami atau memunculkan permasalahan apabila dalam perkawinan tersebut tidak lahir seorang anak pun atau adanya kegagalan dalam mendapatkan anak. Bagi kehidupan keluarga Batak, keturunan itu sangat penting terutama dalam menurunkan marganya. Biasanya jika dalam sebuah keluarga Batak Toba tidak memiliki keturunan maka dapat mengakibatkan terjadinya pengangkatan anak (adopsi), beristri dua (bigami), perceraian serta tidak ada yang mewarisi harta kekayaan (Vergouwen, 1986). Saat ini bentuk perkawinan ini jarang dilakukan, walaupun satu keluarga itu tidak mempunyai anak. Salah satu alasannya adalah karena rasa saling mencintai dan menerima keadaan dengan pasrah serta pengaruh agama Kristiani yang dianut masyarakat Batak Toba yang melarang keras untuk bercerai. Keluarga yang sempurna adalah ketika di dalam lingkungan keluarga terdapat ayah, ibu dan anak. Namun kenyataannya, tidak semua keluarga dapat memiliki anak. Di tengah program pemerintah yang menganjurkan pasangan suami-istri untuk melakukan keluarga berencana (KB) agar dapat menghambat laju pertumbuhan masyarakat, ternyata beberapa keluarga tidak dapat memiliki

4 keturunan walaupun sudah bertahun-tahun menjalani kehidupan rumah tangga. Infertil (masalah kesuburan) menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya pasangan suami istri untuk memperoleh keturunan. Berbagai pandangan negatif baik dari dalam maupun luar pada pasangan suami istri yang tidak memiliki anak menimbulkan ketidakharmonisan pada keluarganya. Lingkungan bahkan memberikan julukan keluarga mandul bagi pasangan suami istri yang tidak memiliki anak. Hal ini tentu saja akan menimbulkan tekanan bagi suami dan istri sehingga mulai ada perasaan minder, rasa bersalah, bisa menjadi alasan untuk saling menyalahkan. Permasalahan dalam keluarga dinilai dari kekuatan sebuah keluarga dalam menangani permasalahannya. Ditengah tantangan yang muncul sebagai dampak dari ketidakhadiran seorang anak dalam keluarga, ternyata beberapa keluarga yang ada di wilayah Kota Kisaran, tepatnya di kelurahan Kisaran Barat tetap menjalani rumah tangganya dengan harmonis walaupun ketiadaan anak dalam keluarganya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam, Resiliensi Pasangan Suami Istri Tanpa Anak dalam Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga (Studi Deskriptif Pasangan Suami Istri etnik Batak Toba di Kelurahan Kisaran Barat). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

5 1. Resiliensi pasangan suami istri etnik Batak Toba yang tidak memiliki anak di Kelurahan Kisaran Barat. 2. Upaya yang dilakukan pasangan suami istri etnik Batak Toba untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. 3. Komunikasi pasangan suami istri etnik Batak Toba yang tidak memiliki anak. 1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah yaitu Resiliensi pasangan suami istri tanpa anak dalam menjaga keharmonisan rumah tangga (studi deskriptif pasangan suami istri etnik Batak Toba di Kelurahan Kisaran Barat). 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka yang menjadi perumusan masalah adalah : 1. Apa yang dilakukan pasangan suami istri etnik Batak Toba tanpa anak untuk menjaga keharmonisan rumah tangga? 2. Bagaimana pasangan suami istri etnik Batak Toba yang tidak memiliki anak memaknai hubungan rumah tangga? 3. Bagaimana komunikasi pasangan suami istri etnik Batak Toba yang tidak memiliki anak dalam menjaga keharmonisan rumah tangga?

6 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini dilakukan adalah : 1. Untuk mengetahui apa saja yang dilakukan pasangan suami istri tanpa anak etnik Batak Toba di Kelurahan Kisaran Barat dalam tetap menjaga keharmonisan keluarga. 2. Untuk mengetahui alasan pasangan suami istri etnik Batak Toba yang tidak memiliki anak memaknai hubungan rumah tangga. 3. Untuk mengetahui komunikasi yang dibangun oleh pasangan suami istri etnik Batak Toba yang tidak memiliki anak dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. 1.6 Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu sosial terutama dalam bidang Ilmu Antropologi dan Ilmu Sosiologi. 2. Manfaat secara praktis 1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca tentang bagaimana resiliensi keluarga etnik Batak Toba tanpa anak dalam tetap menjaga keharmonisan keluarga.

7 2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti lain yang bermaksud mengadakan penelitiaan dalam masalah yang sama.