BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi pengelolaan keuangan negara terus dilakukan pemerintah melalui pembenahan kebijakan dan peraturan perndang-undangan, penyiapan infrastruktur sistem keuangan baik berupa hardware maupun software, dan penyiapan sumber daya manusia termasuk penataan struktur tata organisasi pemerintahan. Dari aspek kebijakan dan peraturan perundang-undangan, reformasi pengelolaan keuangan negara telah melahirkan paket perudangundangan keuangan negara yang baru, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksanaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Faradillah, 2013). Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa selama 1
2 pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti (Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010). Pada 22 Oktober 2010, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 menandai berakhirnya penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 mengenai hal sama. Salah satu ciri pokok dari perubahan tersebut adalah penggunaan basis akuntansi dari basis kas menjadi basis akrual. Akuntansi berbasis akrual mengakui dan mencatat transaksi pada saat terjadinya transaksi (baik kas maupun non kas) dan mencatat aset dan kewajiban. Kekurangan dari akuntansi berbasis kas dapat ditutupi oleh akuntansi berbasis akrual yang lebih informatif (Simanjuntak, 2005). Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual, Entitas pelaporan menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan pendapatan dan beban, maupun pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas (Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010). Penerapan basis akrual ini sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan, transparansi dan penyampaian laporan
3 pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010, laporan keuangan pemerintah terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran, laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan anggaran terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA) dan laporan perubahan saldo anggaran lebih/kurang. Sementara itu, laporan finansial terdiri dari neraca, laporan operasional (LO), laporan perubahan ekuitas (LPE) serta laporan arus kas (LAK). CaLK merupakan laporan yang merinci atau menjelaskan lebih lanjut atas pos-pos laporan pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial dan merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari laporan pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial. Penyajian informasi keuangan pemerintah dengan menggunakan basis akrual akan menjadi informatif, terutama dalam hubungannya dengan pengukuran kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan dalam periode akuntansi tertentu, serta dapat memberikan gambaran yang utuh atas posisi keuangan pemerintah untuk tujuan pengambilan keputusan. Selain itu, laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan dari penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual dimaksudkan untuk memberikan manfaat yang lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh (Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010).
4 Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual harus dilakukan secara hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur. Karena, dapat dikatakan bahwa basis akrual adalah peralihan dari basis yang lama. Jika, penerapan dari basis ini tidak dilaksanakan secara hati-hati, maka imbasnya dapat dilihat langsung pada hasil dari penerapan itu sendiri, yaitu laporan keuangan (Binsar, 2005). Berdasarkan informasi yang didapat hasil pemerikasaan laporan keuangan semester II tahun 2015 pada 6 pemerintah daerah, yakni Pemprov Jabar, Kota Depok, Kota Banjar, Kabupaten Bogor, Kota Tasikmalaya, dan Bandung terlihat mengalami kendala dalam melakukan penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual. Selain itu juga berdasarkan berita yang disampaikan oleh Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Syifa (2016) mengatakan, penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual di lapangan masih belum optimal dengan ditemukan adanya pengelolaan aset suatu daerah belum maksimal dan belum ditelusuri keberadaan serta catatan aset yang tidak didukung dengan rincian, selain itu juga terdapat kasus realisasi belanja daerah belum didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah. Arman juga mengatakan penerapan sistem baru ini dapat diwujudkan melalui ketersediaan regulasi, pengelolaan sumber daya manusia, dan komitmen yang kuat dari kepala daerah. Informasi yang disampaikan oleh Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Barat, Syifa (2016) terkait permasalahan Standar Akuntansi Pemerintahan juga terjadi pada bagian beban penyusutan yang tersaji di LO, masalah penyajian dana BOS dan dana lainnya di luar APBD. Lalu, ada pula
5 Informasi lain yang dimuat dalam Siaran Pers Laporan Hasil Pemeriksaan BPK perwakilan Jawa Barat tahun 2015, menyatakan bahwa terdapat 8 pemda dari 12 pemda yang berhasil meraih opini WTP, sedangkan Pemda lainnya yaitu Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Pangandaran, Kota Cirebon, dan Kota Bandung, masih memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Berdasarkan informasi yang telah dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah di Jawa Barat masih belum mampu secara maksimal untuk menerapkan standar akuntansi berbasis akrual dalam aktivitas keuangannya. Akibat dari tidak maksimal dalam penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbais akrual tersebut maka beberapa pemerintah daerah mendapatkan opini WDP dari hasil pemeriksaan keuangan. Kesuksesan penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual sangat diperlukan sehingga pemerintah dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel. Simanjuntak mengatakan (2010) salah satu tantangan yang mempengaruhi keberhasilan penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual adalah tersedianya sumber daya manusia yang kompeten dan andal di bidang akuntansi. Oleh karena itu pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius menyusun perencanaan dan penempatan sumber daya manusia di bidang akuntansi pemerintahan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dalam penelitian yang dilakukan oleh Bagus (2015) yang menyatakan bahwa kompetensi sumber daya manusia merupakan faktor pendukung yang penting dalam pengimplementasian Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010, kualitas dan kapasitas dari sumber daya manusia perlu ditingkatkan untuk mendukung implementasi peraturan tersebut.
6 Pada kenyataannya masih juga ditemukan beberapa instansi pemerintah yang belum memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari pengamat pemerintahan Universitas Indonesia Wardhani (2016), mengatakan bahwa faktor utama menjalankan accrual accounting ialah ketersedian sumber daya manusia (SDM), masih sedikit Sarjana Akuntansi yang berminat masuk pemerintahan. Syifa (2016) menyatakan bahwa penerapan sistem baru ini dapat diwujudkan melalui ketersediaan regulasi dan komitmen yang kuat dari kepala daerah. Lalu Simanjuntak (2010) juga menyatakan bahwa dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Berita yang disampaikan oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Azis (2015) menyatakan salah satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa Kementerian/Lembaga adalah ketentuan turunan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang sistem akutansi Pemerintah Pusat dan Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan berbasis akrual tidak segera ditetapkan. Akibatnya muncul ketidakjelasan dalam menerapkan akutansi berbasis akrul pada satuan kerja pengelola Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, ketidak seragaman penyajian keuangan di Kementerian/Lembaga, dan ketidak andalan data untuk menyusun laporan keuangan, selain itu juga terdapat kelemahan komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penerima dana dekonsentrasi/tugas pembantuan. Ardiansyah (2011) berpendapat dalam suatu organisasi diperlukannya komunikasi yang berkesinambungan dari pemerintah pusat maupun daerah.
7 Sebagai layaknya suatu peraturan baru yang mengatur suatu sistem yang berbeda cukup jauh dari sistem sebelumnya, bisa jadi ada pihak yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi sehingga penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik. Menurut Robbins (2008), pada organisasi komunikasi sering digambarkan sebagai komunikasi formal. Komunikasi formal mengacu pada komunikasi yang mengikuti rantai komando resmi (struktur organisasi). Pada prakteknya sosialisasi sumber daya manusia terkait dengan penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual belum memadai. Hal tersebut tercantum pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2015 adanya sebanyak 84 pemda (75%) tidak merencanakan kebutuhan pelatihan sumber daya manusia, sehingga sebagian pelatihan yang dilaksanakan oleh pemda tidak bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (IHPS II). Selain itu juga pada hasil survei yang dilakukan oleh BPK pada 52 dari 83 Kementrian/Lembaga (K/L) yang telah memberikan feedback, menunjukan sebanyak 19,23% Kementrian/Lembaga (K/L) belum melakukan komunikasi internal terkait rencana penerapan berbasis akrual (Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN, 2015). Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu, yaitu penelitian Putra dan Ariyanto (2015) yang menunjukan bahwa kualitas sumber daya manusia, komitmen organisasi dan komunikasi berpengaruh positif dalam penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual. Selanjutnya penelitian yang
8 dilakukukan Engson (2016) menyatakan kompetensi sumber daya manusia tidak berpengaruh terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual, selain itu pada penelitian Ardiansyah (2011) menyatakan komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual, dan yang terakhir penelitian Iznillah (2015) menyatakan komunikasi tidak berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk membuat penelitian mengenai bagaimana penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada pelaporan keuangan Pemerintah. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA, KOMITMEN ORGANISASI DAN FUNGSI KOMUNIKASI TERHADAP PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI KOTA BANDUNG 1.2. Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini adalah masih adanya Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bandung yang belum optimal menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yang disebabkan dari kompetensi sumber daya manusia yang belum memadai, komitmen organisasi dan fungsi komunikasi yang belum baik. Berdasarkan uraian dari latar belakang maka peneliti mengemukakan pernyataan penelitian sebagai berikut:
9 1. Apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada SKPD di Kota Bandung. 2. Apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada SKPD di Kota Bandung. 3. Apakah fungsi komunikasi berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada SKPD di Kota Bandung. 4. Apakah kompetensi sumber daya manusia, komitmen organisasi dan fungsi komunikasi berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada SKPD di Kota Bandung. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari, mengumpulkan, mendapatkan, dan mengolah data yang dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai pengaruh kompetensi sumber daya manusia, komitmen organisasi dan fungsi komunikasi terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bandung. Adapun tujuan penelitian yang didasarkan pada rumusan masalah, peneliti mengemukakan setidaknya empat tujuan, diantaranya: 1. Mengetahui pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada SKPD di Kota Bandung.
10 2. Mengetahui pengaruh komitmen organisasi terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada SKPD di Kota Bandung. 3. Mengetahui pengaruh fungsi komunikasi terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada SKPD di Kota Bandung. 4. Mengetahui pengaruh kompetensi sumber daya manusia, komitmen organisasi dan fungsi komunikasi terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada SKPD di Kota Bandung. 1.4. Kegunaan Penelitian Harapan peneliti adalah hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi pihak yang berkepentingan, seperti: 1. Bagi peneliti Dapat memperdalam ilmu mengenai bagaimana pengaruh dari sumber daya manusia, komitmen organisasi, dan fungsi komunikasi terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual, sehingga mampu menambah pengetahuan dan wawasan khususnya dalam bidang Akuntansi Sektor Publik. 2. Bagi Pemerintah Kota Bandung Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bandung guna meningkatkan penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual.
11 3. Bagi Kalangan Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumbangan data empiris dalam ilmu Akuntansi Sektor Publik terutama pada pembahasan mengenai kompetensi sumber daya manusia, komitmen organisasi, fungsi komunikasi dan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual 1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan pada SKPD Kota Bandung dan waktu pelaksanaan dimulai sejak 13 Oktober 2016 sampai dengan 14 Maret 2017.