Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah

dokumen-dokumen yang mirip
NOVIA KENCANA STMIK MDP

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

PANCASILA Sebagai Etika Politik

Tiga macam nilai menurut Noto Negoro, antara lain: 1) Nilai Kebenaran, yang bersumber pada akal manusia.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI DISUSUN OLEH: GUSPI AKHBAR PUTRA RIZKI SAHPUTRA M. FAJAR MAULANA RYAN ANDRYAN PUTRA RANGGA FERNANDO

BAB III PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK

ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Pancasila. Pancasila sebagai sistem Etika (etika, aliran etika dan etika Pancasila) Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Modul ke:

PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI

PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH HIDUP BANGSA INDONESIA

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK. NOVIA KENCANA, S.IP, MPA STMIK MDP

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

BAB VI REALISASI PANCASILA

MANUSIA, NILAI DAN MORAL

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SEGI TIGA KESEIMBANGAN: TUHAN, MANUSIA DAN ALAM RAYA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB VI PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

A. Pengertian Pancasila

NOVIA KENCANA, S.IP, MPA

MODUL PERKULIAHAN. PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK Pokok Bahasan Pancasila sebagai etika politik Etika politik

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

BAB I Tinjauan Umum Etika

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

PANCASILA Sebagai Sumber Nilai

PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI

Pancasila sebagai Sistem Etika-1

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

Pendahuluan Manusia adalah Makhluk Individu Memiliki akal pikiran, perasaan, dan kehendak. Makhluk Sosial Memiliki perilaku etis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Bahasan Kajian Filsafat

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN

PENDIDIKAN PANCASILA VISI DAN MISI PENDIDIKAN PANCASILA.

I. Hakikat Pancasila. 1. Pancasila sebagai dasar Negara

Tinjauan Umum Etika Profesi

Pancasila Sebagai Dasar Negara (dalam hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945)

PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI

PENDIDIKAN PANCASILA

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

FUNGSI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA.

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MUKADIMAH. Untuk mewujudkan keluhuran profesi dosen maka diperlukan suatu pedoman yang berupa Kode Etik Dosen seperti dirumuskan berikut ini.

SISTEM INFORMASI STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Sebagai Sistem Filsafat)

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA sebagai SISTEM ETIKA. Modul ke: 09TEKNIK. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur

Soal Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila. 2) Bacalah dengan seksama setiap butir pertanyaan

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA. Imam Gunawan

KODE ETIK DOSEN MUKADIMAH BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Undang-undang itu menjelaskan bahwa:

Politik & Strategi Nasional

01FEB. Template Standar Business Ethics and Good Governance

LAPORAN TUGAS AKHIR PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan hiburan atau kesenangan juga sebagai penanaman nilai edukatif.

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. yang dicita-citakan. Sejalan dengan Mukadimah Undang Undang Dasar 1945,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini, keberadaan dan peran profesi auditor mengalami

LATIHAN SOAL_SOAL PEND> PANCASILA (Pilih jawaban paling benar)

Implementasi Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara Dalam Perundang-Undangan Dan Kebijaksanaan Negara Fakultas TEKNIK

Nama Anggota kelompok

TUGAS NILAI SOSIAL Posted by Nur Irwansyah - 21 Sep :51

MEMAHAMI KONSEP KEINDAHAN


PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Modul ke: 06Fakultas Ekonomi. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012

PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

HUBUNGAN PANCASILA DENGAN UUD 1945 DAN HUBUNGAN ANTARA PROKLAMASI KEMERDEKAAN DENGAN PEMBUKAAN UUD 1945 A. A. Hubungan Pancasila Dengan Uud 1945

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA

RANGKUMAN / KESIMPULAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

PENDIDIKAN PANCASILA

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, oleh karena itu setiap individu yang terlibat dalam

21. Istilah filsafat secara etimologis merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani (philosophia).

II. TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN KETUA SEKOLAH TINGGI ILMU KOMPUTER (STIKOM) DINAMIKA BANGSA Nomor :104/ SK/ STIKOM-DB/ VII/ 2007

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA

Modul ke: Teori Etika. Teori etika Etika deskriptif Etika normatif. Fakultas Psikologi. Amy Mardhatillah. Program Studi Psikologi

FILSAFAT PENDIDIKAN. Dosen: Rukiyati, M. Hum Jurusan FSP-FIP UNY Telp

ETIKA ADMINISTRASI HENDRA WIJAYANTO

Pertemuan 2 Bisnis dan Etika dalam Dunia Modern

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

Transkripsi:

Tugas Ringkasan Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah Imelda Polii Pracecilia Damongilala Anastania Maria Stephanie Bokong Pontoh UNIVERSITAS SAM RATULANGI TEKNIK ARSITEKTUR MANADO 2006

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK A. Pengantar Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia. Adapun manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa maupun negara maka nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi (1) norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah manusia yang dapat diukur dari sudut pandang baik ataupun buruk, sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila telah terjabarkan dalam suatu norma-norma moralitas atau norma-norma etika sehingga Pancasila merupakan sistem etika dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di negara Indonesia. Pengertian Etika Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu filsafat teoritis yang mempertanyakan dan berusaha mencari jawaban tentang segala sesuatu, dan filsafat teoritis yang membahas tentang bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Etika termasuk kelompok filsafat praksis dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu etika umum dan etika khusus. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika khusus membahas prinsipprinsip itu dalam hubungannya dengan pelbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus. Sebagai bahasan khusus, etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Sebenarnya, etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasardasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. B. Pengertian Nilai, Norma dan Moral

1. Pengertian nilai Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjukkan kata benda abstrak yang artinya keberhargaan (Worth) atau kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229). Jadi, pada hakikatnya nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Ada nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrage). Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik, dan lain sebagainya. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaandambaan dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein. Meskipun demikian, diantara keduanya saling berhubungan, artinya das Sollen itu harus menjelma menjadi das Sein. 2. Hierarkhi Nilai Pada hakikatnya segala sesuatu itu benilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaiman hubungan nilai tersebut dengan manusia. Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai tiu senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Nilai-nilai itu dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut: 1) Nilai-nilai kenikmatan, yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak. 2) Nilai-nilai kehidupan, yang terdapat nilai-nilai yang penting bagi kehidupan seperti kesehatan. 3) Nilai-nilai kejiwaan, yang merupakan nilai yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungannya seperti keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat. 4) Nilai-nilai kerohanian, yang terdapat modalitas nilai dari yang suci dan tak suci yang terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi ke dalam delapan kelompok yaitu: 1) Nilai-nilai ekonomis (yang ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli) 2) Nilai-nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dalm kehidupan badan) 3) Nilai-nilai hiburan (Nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan) 4) Nilai-nilai sosial (berasal mula dari keutuhan pribadi dan sosial yang diinginkan) 5) Nilai-nilai watak (keseluruhan dari keutuhan pribadi dan sosial yang diinginkan) 6) Nilai-nilai estetis (Nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni) 7) Nilai-nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran) 8) Nilai-nilai keagamaan

Notonegoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu: 1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia. 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang beguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. 3) Nilai kerokhanian, yaitu se4gala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai ini dapat dibedakan atas empat macam: a) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia. b) Nilai keindahan atau estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, gevoel, rasa) manusia. c) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, Wollen, karsa) manusia. d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan keyakinan manusia. Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non-material atau imaterial. Bahkan sesuatu yang imaterial itu dapat mengandung nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material relatif lebih mudah diukur, yaitu dengan menggunakan alat indera maupun alat pengukur seperti seperti berat, panjang, luas dan sebagainya. Sedangkan nilai kerokhanian/spiritual lebih sulit mengukurnya dan yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indera, cipta, rasa, karsa dan keyakinan manusia. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya, maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. a) Nilai Dasar Walaupun nilai memiliki sifat abstrak, namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata (praksis). Namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut dasar ontologis), yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna terdalam dari nilai-nilai tersebut.nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya. b) Nilai Instrumental untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis, maka dasar tersebut di atas harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai

instrumental inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan c) Nilai Praksis Pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjutdari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata sehingga nilai ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental itu. 3. Hubungan Nilai, Norma dan Moral Dalam kehidupan mnausia, nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak.nilai berbeda dengan fakta dimana fakta dapat diobservasi melalui suatu verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia. Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikongkritkan lagi serta lebih diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Maka wujud yang lebih kongkret dari nilai tersebut adalah norma. Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah kita memasuki norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Hubungan antara moral dan etika memang sangat eratseklai dan kadang kala kedua hal itu disamakan behitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri, tetapi tidak demikian halnya dengan etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika. Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral. Hal inilah yang menjadi kekurangan dari etika jikalau dibandingkan dengan ajaran moral. Sekalipun demikian, dalam etika seseorang dapat mengerti mengapa dan atas dasar apa manusia harus hidup menurut norma-norma tertentu.hal terakhir inilah yang merupakan kelebihan etika jikalau dibandingkan dengan moral. C. Etika Politik Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkaitan erat dengan bidang pembahasan moral.hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban

moral dibedakan dengan pengertian keajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia, walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa maupun negara etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya berdasarkan suatu kenyaaan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. 1. Pengertian Politik Pengertian politik berasal dari kosa kata Politics, yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuahn-tujuan itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaankebijaksanaan umum atau public policies, yang menyangkut pengaturan pembagian atau distributions dari sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaankebijaksanaan itu diperlukan suatu kekuatan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan (coercion). Tanpa adanya suatu pemaksaan, kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (statement of intent) yang tidak akan pernah terwujud. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik, maka secara operasional bidang politik menyangkup konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisionmaking), kebijaksanaan (policy), pembagian (distributions), serta alokasi (allocations) (Budiardjo,1981 : 8,9). Jikalau dipahami berdasarkan pengertian politik secara sempit sebagaimana diuraikan di atas, maka seolah-olah bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik, para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Bilamana lingkup pengertian politik dipahami seperti itu, maka terdapat suatu kemungkinan akan terjadi ketimpangan dalam aktualisasi politik karena tidak melibatkan aspek rakyat baik sebagai individu maupun sebagai suatu lembaga yang terdapat dalam masyarakat.