BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 31 Juli 2013. Penelitian meliputi kegiatan lapangan dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapangan terdiri atas pengambilan sampel makrozoobentos dan pengambilan sampel air dan substrat di tambak udang vannamei di C.V. Bina Arta Mandiri Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. (Gambar 3) Analisis kualitas air dilakukan di tambak udang Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut sedangkan analisis atau identifikasi makrozoobentos di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad dan analisis substrat dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian Unpad. Gambar 3. Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth) 3.2 Lokasi Penelitian C.V. Bina Arta Mandiri merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembesaran udang vannamei. Perusahaan tersebut memulai usaha pembesaran 18
19 budidaya pada tahun 1997 yang bertempat di Desa Mekarsari, Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut, Jawa Barat dengan luas lahan yang efektif dijadikan untuk kegiatan budidaya yaitu sekitar 5 Ha. Lokasi tambak sebelah barat dan timur berbatasan dengan lahan pesawahan, sebelah selatan berbatasan dengan aliran sungai dan samudera Hindia, dan sebelah utara berbatasan dengan pemukiman penduduk. Jumlah kolam tambak sebanyak 13 kolam dengan luasan 10 kolam masing masing 3600 m 2 dan sisanya 4000 m 2, 3120 m 2 dan 6750 m 2. 3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Penelitian a. Alat alat yang digunakan untuk menganalisis komunitas makrozoobentos 1. Eckman Grab ukuran 20 x 20 cm untuk mengambil sampel makrozoobentos dan sedimen dari perairan. 2. Saringan dengan mesh size 1 mm untuk memisahkan atau menyaring makrozoobentos dari lumpur. 3. Kaca pembesar untuk membantu mengidentifikasi organisme. 4. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,01 g untuk mengukur biomassa makrozoobentos. 5. Oven untuk mengeringkan makrozoobentos 6. Buku Identifikasi makrozoobentos dengan judul Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrates (Kenneth L. Gosner) untuk panduan mengidentifikasi organisme makrozoobentos b. Alat alat yang digunakan untuk menganalisis kualitas air 1. Termometer digital, untuk mengukur suhu dengan ketelitian 0,1 C 2. ph meter untuk mengukur derajat keasaman (ph) air dengan ketelitian 0,01 3. Refraktometer untuk mengukur salinitas dengan ketelitian 1 ppt
20 4. Do meter dengan ketelitian 0,01 mg/l, Botol Winkler, tabung erlenmeyer, alat titrasi untuk mengukur DO. 5. Turbidimeter untuk mengukur kekeruhan dengan ketelitian 0,01 NTU 3.3.2 Bahan Penelitian 1. Sampel makrozoobentos 2. Sampel air dan substrat 3. Formalin 10 % untuk pengawet sampel, 4. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis kualitas air (MnSO 4, NaOH, KI, H 2 SO 4 dan Na 2 SO 3 ) 3.4 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey dan analisis data secara deskriptif eksplanatif, yaitu suatu metode yang digunakan untuk meneliti suatu objek selama penelitian berlangsung. Pengambilan sampel akan dilakukan sebanyak 3 kali pada tiga stasiun. 3.5 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Observasi kondisi tambak udang di Kecamatan Cibalong Garut 2. Menentukan stasiun pengamatan 3. Pengambilan sampel makrozoobentos, air dan substrat 4. Pengumpulan data dan dokumentasi. 5. Identifikasi makrozoobentos, pengukuran fisik-kimiawi perairan dan substrat. 6. Analisis data. 3.6 Penentuan Lokasi Stasiun Penelitian Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, maka ditentukan di tiga stasiun tambak yang dijadikan obek penelitian yang berdasarkan umur udang atau waktu tebar udang. Penentuan stasiun penelitian yang ditentukan berdasarkan waktu
21 tebar atau umur udang sesuai dengan blok kolam (Gambar 4), setiap blok kolam yang sama memilki waktu tebar yang sama. Penentuan stasiun juga ditentukan dari jarak kolam terhadap sumber air, karena berpengaruh terhadap banyak masuknya bahan bahan organik atau anorganik sepanjang aliran air dari sumber air menuju kolam. Penentuan 3 stasiun dikarenakan kolam pada blok A sudah dilakukan pemanenan sehingga kolam pada blok A tidak dijadikan sebagai stasiun pengambilan sampel. Waktu pengambilan sampel berkisar dari jam 10.00 14.00 WIB. Gambar 4. Sketsa Tambak Cibalong Keterangan : St : Stasiun A, B, C, dan D : Blok Kolam 3.7 Pengambilan Sampel Air dan Makrozoobentos
22 Pengambilan sampel air dan makrozoobentos dilakukan pada 3 tambak yang telah ditentukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara : 1. Pengambilan sampel air dilakukan di tiga titik, yaitu inlet, tengah dan outlet tambak. 2. Pengambilan sampel makrozoobentos dan substrat dengan 3 titik pada satu tambak (inlet, tengah dan outlet) dengan menggunakan Eckman Grab (20 x 20 cm = 400 cm 2 atau 0,04 m 2 ). 3. Komposit substrat yang terambil Eckman Grab disaring dengan saringan mesh size 1 mm sampai makrozoobentos terpisah dari subtratnya. 4. Makrozoobentos dimasukan dalam kantong plastik berlabel. 5. Sampel makrozoobentos diawetkan dengan formalin 10 % untuk diidentifikasi di Laboratorium. 3.8 Pengukuran Parameter 3.8.1 Pengukuran Parameter Fisik dan Kimiawi Perairan Pengukuran suhu, ph air, kekeruhan dan salinitas langsung akan dilakukan di lapangan sedangkan pengukuran DO dilakukan di lapangan dan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu metode pengambilan sampel pada substasiun yang mencirikan dan mewakili kondisi di suatu perairan atau stasiun. 3.8.2 Pengukuran Subtrat Sampel tanah yang telah diambil menggunakan Eckman Grab berukuran 20 x 20 cm (400 cm 2 ) kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik. Parameter sampel tanah yang diukur meliputi tekstur, ph, fosfor potensial, karbon organik, nitrogen organik dan C : N rasio. Pengukuran dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjran dengan menggunakan metode Composite Purvosive Sampling yaitu metode pengambilan sampel pada substasiun yang mencirikan dan mewakili kondisi di suatu perairan atau stasiun dan dilakukan komposit atau penggabungan dari substasiun tersebut dari satu stasiun.
23 3.8.3 Kelimpahan Makrozoobentos Sampel lumpur disaring dan diidentifikasi jenis makrozoobentos yang terdapat didalamnya. Organisme makrozoobentos yang diperoleh selanjutnya dihitung kelimpahannya dan indek diversitas/keanekaragaman. berikut: Untuk menghitung kelimpahan makrozoobentos menggunakan rumus sebagai = 10.000 Keterangan : K= Kelimpahan makrozoobentos (ind/m 2 ) a= Jumlah makrozoobentos yang ditemukan (individu) b= Luas bukaan alat (cm 2 ) Nilai 10.000 merupakan konversi dari cm 2 ke m 2 3.8.4 Keanekaragaman Makrozoobentos Untuk melihat keanekaragaman makrozoobentos, maka dapat ditentukan dengan indeks Shanon-Wiener sebagai berikut : Keterangan : H = Indeks Diversitas Shannon-Wiener n i = Jumlah individu tiap spesies N = Jumlah total individu H = - (ni/n) ln (ni/n) 3.8.5 Biomassa Makrozoobentos Biomassa yang dihitung adalah bobot basah dan bobot kering, pengukuran bobot basah makrozoobentos dilakukan setelah sampling dan sudah dipisahkan dari substrat yang kemudian diukur dengan Timbangan analitik. Pengukuran bobot kering dilakukan dengan cara memanaskan sampel yang sudah diidentifikasi didalam suhu
24 ±105 C selama 2 X 24 jam kemudian didinginkan dan setelah itu diukur bobotnya dengan Timbangan analitik. 3.9 Analisis Data Hasil pengukuran parameter yang diperoleh ditabulasi secara keseluruhan kemudian dianalisis dengan metode deskriptif eksplanatif untuk mengetahui perbedaan (kelimpahan makrozoobentos dan sebaran genus serta keanekaragamannya), parameter fisik dan kimiawi perairan serta parameter substrat. Data biomassa akan digunakan untuk menganalisis kurva ABC (Warwick, 1986). Kurva ABC digunakan untuk mendapatkan rasio atau perbandingan kelimpahan dan biomassa makrozoobentos di tambak tersebut.