BAB I PENDAHULUAN. gunung dan ketinggiannya mencapai lebih dari 600 mdpl. Sedangkan pegunungan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kebutuhan kayu di Indonesia setiap tahun meningkat dan diperkirakan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 110º BT - 110º dan 07º LS, sedangkan secara. longitudinal yang melewati Jawa (Anonim, 2005).

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH KONSENTRASI ROOTONE-F TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR STEK DAUN Sansivieria trifasciata lorentii

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau tersebut memiliki pulau-pulau berukuran kecil, memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai negara megabiodiversity. Sekitar 10 % jenis-jenis tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Ekologi Padang Alang-alang

LAMPIRANSURAT UJI VALIDITAS SD MANGUNSARI 05 SALATIGA

I. PENDAHULUAN. spesies) Indonesia yang ditetapkan sebagai maskot Sumatera Barat. Sumatera Barat erat kaitannya dengan budaya dan adat istiadat

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

Dampak Perubahan Iklim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

I. PENDAHULUAN. Alstonia scholaris (L.) R. Br. atau dikenal dengan nama Pulai merupakan indigenous

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian energi global saat ini mencapai sekitar 400 Exajoule (EJ)

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. disekitarnya. Telah menjadi realita bila alam yang memporak-porandakan hutan,

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

PELESTARIAN HUTAN MEMBERI MANFAAT BAGI EKONOMI RAKYAT DAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

BAB I PENDAHULUAN. secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini ada yang

Windiani * Abstrak. Dosen pada UPM Soshum ITS jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 3 No.1, Juni

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

2015 PESONA ALAM GUNUNG BURANGRANG SEBAGAI OBJEK GAGASAN BUKU FOTOGRAFI ESAI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

KONSEP EKOHIDRAULIK SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN EROSI

RESPON PERTUMBUHAN STEK PUCUK CANTIGI

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung merupakan suatu bentuk tanah yang permukaannya lebih tinggi dari pada tanah-tanah di daerah sekitarnya. Gunung lebih tinggi dan curam dari pada sebuah bukit. Jadi bukit yang sangat besar juga bisa dikatakan sebuah gunung dan ketinggiannya mencapai lebih dari 600 mdpl. Sedangkan pegunungan merupakan barisan dari gunung. Gunung dan pegunungan di Indonesia, terutama di Jawa merupakan gunung berhutan lebat. Hampir semua gunung-gunung berhutan ini telah ditetapkan sebagai daerah yang dilindungi, baik dalam status kawasan pelestarian alam, suaka alam maupun hutan lindung. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan hutan yang ada di Indonesia dengan kondisi kerusakan yang semakin meluas. Salah satu pulau yang memiliki hutan hujan tropis yang merupakan gudang keanekaragaman hayati adalah pulau Jawa dan telah mengalami kerusakan yang meluas sehingga sebagian besar hutan tersisa sekarang terkonsentrasi pada wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang terjal. Gunung dan pegunungan merupakan habitat dari berbagai makhluk hidup. Tumbuhan dan hewan yang hidup di kawasan pegunungan berbeda dengan tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah dataran rendah. Pohon Cantigi dengan nama latin Vaccinium varingiaefolium Bl. Miq. adalah semak atau pohon kecil asli dari hutan subalpin di pegunungan Jawa, Indonesia dan merupakan salah satu tumbuhan yang hidup di daerah puncak pegunungan. Cantigi biasanya hidup di

2 ketinggian antara 1.500 mdpl sampai 2.400 mdpl. Seperti di CA/TWA Kawah Ijen Cantigi ini hanya ditemukan pada ketinggian 2.000 mdpl. CA/TWA Kawah Ijen secara geografis terletak 08º03 71-08º05 93 LS dan 144º12 69-114º14 70 Bujur Timur dan secara administrasi pemerintahan berada di dua kabupaten yaitu Kab. Banyuwangi dan Kab. Bondowoso (BTNAP, 2007). Kawasan CA/TWA Kawah Ijen rawan terjadinya kebakaran hutan terutama pada saat musim kemarau yang berkepanjangan. Seiring rawannya kebakaran yang terjadi pada daerah ini akan berdampak pada kerusakan vegetasi pada kawasan CA/TWA Kawah Ijen, sehingga diperlukan tindakan silvikultur guna menanggulangi kerusakan vegetasi akibat kebakaran hutan, yang salah satunya dapat dilakukan dengan kegiatan penanaman kembali pada kawasan yang terbakar. Gambar 1. Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.)

3 V. varingiaefolium Bl. Miq. adalah semak atau pohon kecil asli dari hutan subalpin di pegunungan di Jawa, Indonesia (Charles, dkk. 2012). Pohon Cantigi biasanya tumbuh di sekitar wilayah kawah gunung di Jawa. Pohon ini menjadi salah satu tumbuhan yang membantu para pendaki untuk mendaki sampai ke atas untuk dijadikan pegangan agar para pendaki tersebut tidak jatuh. Selain sebagai penolong orang-orang sekitar untuk mendaki gunung, pohon Cantigi adalah pohon yang sangat indah. Keberadaan pohon Cantigi ini tidak hanya untuk menolong para pendaki, Cantigi ini dapat mempertahankan struktur tanah agar tidak mengalami erosi yang akan mengakibatkan adanya longsor. Adanya Cantigi ini membantu keseimbangan alam dan menjadikan alam tetap lestari. Saat ini keseimbangan alam sangat dibutuhkan, karena terlalu banyaknya kerusakan hutan membuat keseimbangan alam menjadi rapuh dan bumi mengalami pemanasan global yang semakin cepat. Gambar 2. Kebakaran di kawasan TWA Kawah Ijen

4 Perlu adanya kegiatan budidaya untuk tanaman Cantigi ini, untuk mengetahui keberhasilan pertumbuhannya juga untuk menambah potensi dari pohon Cantigi sebagai tanaman hias maupun penanggulangan kawasan setelah terjadi kerusakan hutan seperti kebakaran atau longsor. Kegiatan budidaya dapat dilakukan dengan cara perkembangbiakan secara vegetatif, yaitu stek. Stek merupakan metode pembiakan dengan cara memotong bagian dari tanaman yang akan dibudidayakan. Pengambilan bagian tanaman yang akan dibudidayakan ini adalah pada bagian-bagian tertentu seperti akar, tunas, batang, atau daun. Stek dilakukan dengan tujuan dari pemotongan bagian tanaman, menjadi tanaman baru. Maka, dalam penelitian budidaya Cantigi ini perlu dilakukannya pembiakan secara stek pucuk dengan penambahan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) Rootone F. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukannya kajian ini agar dapat menjawab pertanyaan dan permasalahan-permasalahan yang timbul didalamnya : 1. Bagaimana respon pertumbuhan stek pucuk Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.) dengan beberapa konsentrasi dan lama perendaman Rootone F? 2. Seberapa efektivitas pemberian ZPT Rootone F pada pertumbuhan akar dan tunas stek pucuk pohon Cantigi antara konsentrasi 0 ppm (kontrol), 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm, dengan lama perendaman 5 menit dan 10 menit dan dengan menggunakan media tanam berupa tanah asli kawasan TWA Kawah Ijen dan kompos dengan perbandingan 2:1? 3. Apa manfaat budidaya Cantigi di kawasan TWA Kawah Ijen?

5 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui respon pertumbuhan stek pucuk Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.) dengan perbedaan konsentrasi dan lama perendaman Rootone F. 2. Mengetahui efektivitas pemberian ZPT Rootone F terhadap pertumbuhan akar dan tunas stek pucuk pohon Cantigi antara 0 ppm (kontrol), 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm dengan lama perendaman 5 menit dan 10 menit dan dengan menggunakan media tanam berupa tanah asli kawasan TWA Kawah Ijen dan kompos dengan perbandingan 2:1. 3. Mengetahui fungsi penanaman Cantigi sebagai sekat bakar. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu : a. Dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran serta sebagai perbandingan bagi penelitian selanjutnya. b. Mengetahui respon pertumbuhan dan efektivitas budidaya pohon Cantigi dengan metode perkembangbiakan vegetatif stek pucuk dengan pemberian ZPT Rootone F. c. Menyediakan pedoman bermanfaat mengenai stek pucuk pohon Cantigi.

6 1.5 Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dari penelitian ini, yaitu : 1. Terjadi interaksi perlakuan pemberian beberapa konsentrasi dan lama perendaman ZPT Rootone F terhadap stek pucuk Cantigi (V. varingiaefolium Bl. Miq.). 2. Lama perendaman stek pucuk Cantigi dengan lama perendaman 10 menit akan berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh akar dan tunas stek pucuk Cantigi. 3. Pemberian ZPT Rootone F dengan konsentrasi 300 ppm akan berpengaruh dan menghasilkan data yang berbeda terhadap kecepatan tumbuh akar dan tunas stek pucuk Cantigi.