TINJAUAN PUSTAKA Struktur Daging Ikan

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNOLOGI PENANGANAN BAHAN BAKU TERHADAP MUTU SOSIS IKAN PATIN (Pangasius pangasius) ERDIANSYAH

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik mutu daging

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SOSIS (SAUSAGE)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kedelai, ikan nila, susu skim dan tepung rumput laut yang dijadikan sebagai bahan

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

PENGOLAHAN DAGING SOSIS. Materi 4 TATAP MUKA ke 4 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

ASPEK PRODUKSI A. BAHAN BAKU PRODUKSI. 1. Bahan Baku Utama. a. Daging sapi. 2. Bahan Baku Pembantu. a. Garam

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Harryara Sitanggang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

Pembuatan Sosis Ikan

I. PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

31 untuk perhitungan rendeman memiliki berat sebesar gram. Rendemen ikan tubuh layaran dihitung dengan cara persentase perbandingan dari bagian

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g.

DAGING. Pengertian daging

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Rumusan Malah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TELUR ASIN PENDAHULUAN

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian

I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Karakteristik fisik dan rendemen ikan nila menjadi surimi

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. lebih kasar dan daging sapi lebih halus, daging kerbau mengandung kadar protein

ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU. (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR. Oleh RONNY MARTHA FO

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Struktur Daging Ikan Berdasarkan warna daging, ikan dapat dibedakan atas daging putih dan daging merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh protein mioglobin pada daging merah (Dyer dan Dingle, 1961). Hadiwiyoto (1993) menyatakan, daging ikan warna merah mempunyai kandungan mioglobin tinggi dan diimbangi jaringan pengikat dan pembuluh darah, sedangkan daging putih mempunyai kandungan protein tinggi. Menurut Suzuki (1981), daging merah terdapat hampir di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat di hampir seluruh bagian tubuh ikan. Berdasarkan proporsi daging merah terdapat tiga jenis ikan, yaitu cod dengan proporsi daging merah terkecil, mackarel dengan proporsi daging merah sedang, dan frigate mackarel dengan proporsi terbanyak. Gambar 1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan; (A) cod, (B) mackerel, dan (C) frigate mackerel (Suzuki, 1981). Badan ikan umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, kepala, badan (tubuh), dan ekor. Bagian kepala adalah bagian muka yang dimulai dari ujung mulut sampai akhir insang. Bagian badan dimulai dari akhir tutup insang sampai sirip belakang, sedangkan bagian ekor dimulai dari sirip ekor sampai dengan ujung ekor. Di dalam badan ikan terdapat kerangka ikan, daging/otot dan organ-organ lainnya (Hadiwiyoto, 1993).

Gambar 2 Daging ikan dan komponen penyusunnya (Hadiwiyoto, 1993) Menurut Hadiwiyoto (1993), daging yang terletak di bagian punggung dan perut merupakan jaringan pengikat yang terbanyak dan tersusun oleh segmen-segmen yang disebut miomer dan miomata yang tampak seperti garis-garis zigzag. Potongan melintang badan ikan akan menampakkan garis-garis konsentris miotoma sehingga jelas sekali lokasi mioseptanya. Miotoma sebenarnya adalah jaringan pengikat sedangkan miosepta adalah jaringan pengikat yang lebih besar dan tersusun oleh miotoma-miotoma. Penyusun miotoma adalah suatu bundel benang-benang daging yaitu

endomisium yang merupakan sel daging ikan. Satu sel daging tersusun oleh benang-benang halus yang disebut miofibril. Badan ikan terdiri atas tulang dan daging/otot. Daging atau otot kebanyakan terdapat pada bagian tubuhnya dan merupakan jaringan-jaringan pengikat yang meliputi bagian punggung, perut, pangkal sirip punggung, pangkal sirip ekor, pangkal sirip belakang, pangkal sirip dada, pangkal sirip depan, dan bagian kepala (Hadiwiyoto, 1993). deman (1997) menambahkan, jaringan ikat otot ikan jumlahnya lebih rendah daripada dalam otot mamalia, mengakibatkan tekstur daging ikan lebih empuk jika dibandingkan dengan daging mamalia. Komposisi Kimia Daging Ikan Sifat kimia dari daging ikan meliputi komponen-komponen kimia penyusun daging ikan. Daging ikan merupakan bahan biologik yang secara kimiawi sebagian besar tersusun oleh unsur-unsur organik yaitu, oksigen (75%), hidrogen (10%), karbon (9.5%), dan nitrogen (2.5%). Unsur-unsur tersebut merupakan penyusun senyawa-senyawa protein, karbohidrat, lipida, vitamin, enzim dan sebagainya (Irawan, 1995). Komposisi kimia rata-rata daging ikan dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia rata-rata daging ikan Komponen Kimia Komposisi (%) Air 66 84 Protein 16 22 Karbohidrat 1 3 Lemak 0.1 22 Bahan Anorganik 0.8-2 *Sumber : Suzuki (1981) Protein Protein ikan merupakan bagian yang penting untuk dipelajari dalam dasar-dasar ilmu dan teknologi ikan terutama dari segi-segi kimianya. Hal ini disebabkan, protein ikan yang mencapai 11 27% merupakan komponen terbesar kedua jumlahnya setelah air (Hadiwiyoto, 1993). Berdasarkan lokasinya dalam daging, protein ikan dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu, protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Xiong,

2000). Berdasarkan sifat kelarutan protein daging ikan deman (1997) memilahnya menjadi tiga golongan yang ditunjukkan pada Tabel 2. N o Tabel 2. Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan Kekuatan ion pada saat pelarutan 1 Sama dengan atau lebih besar dari nol 2 Lebih besar dari, sekitar 0.3 Nama golongan myogen mudah larut Struktur kurang larut 3 Tidak larut Stroma *Sumber : deman (1997) lokasi Terutama sarkoplasma, cairan sel otot Terutama myofibril, unsur kontraktil Terutama jaringan ikat, dinding sel dsb Protein miofibrillar Protein miofibril adalah protein-protein yang terdapat pada benangbenang daging (miofibril dan miofilamen). Yang termasuk golongan protein ini adalah tipe golongan protein globulin, misalnya myosin, aktin, dan tropomyosin (Xiong, 2000). Suzuki (1981) menyatakan, protein miofibrillar bersifat sedikit larut dalam air pada ph netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein miofibrillar adalah protein yang membentuk miofibril, yang terdiri dari protein struktural (aktin, miosin, dan aktomiosin) dan protein regulasi (troponin, tropomiosin, dan aktinin). Protein miofibrillar merupakan bagian terbesar dari protein ikan yaitu sekitar 66 77% dari total protein ikan, dan bila dibandingkan dengan daging mamalia dan unggas daging ikan mengandung protein miofibril yang terbanyak. Miofibril sangat berperan dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah. Protein sarkoplasma Suzuki (1981) menyatakan, protein sarkoplasma mengandung protein yang dapat larut dalam air, disebut miogen. Kandungan protein sarkoplasma dalam daging ikan tergantung pada jenis ikan, biasanya terdapat dalam jumlah sekitar 10% dari total protein ikan. Hadiwiyoto (1993), menyatakan

bahwa protein yang tergolong protein sarkoplasma adalah protein albumin, mioalbumin, mioprotein. Sarkoplasma mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam air (miogen). Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus dihilangkan dulu karena dapat menghambat pembentukan gel. Protein stroma Protein stroma (jaringan pengikat) kebanyakan terdapat dalam miosepta dan endomisium, tetapi ada juga yang terdapat pada sarkolemma atau bagian tubuh yang lain tetapi jumlahnya tidak banyak sekitar 6% dari seluruh protein ikan. Kolagen adalah salah satu jenis protein jaringan pengikat yang dominan baik dalam jumlahnya maupun peranannya, struktur kolagen menyerupai benang-benang jala. Kolagen tidak larut dalam air maupun larutan garam tetapi larut dalam larutan alkali dan jika dipanaskan maka strukturnya akan berubah menjadi peptida-peptida dengan berat moekul yang lebih rendah.(hadiwiyoto, 1993). Lemak Winarno (1993), menyatakan bahwa berdasarkan kandungan lemaknya, ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu, ikan dengan kandungan lemak rendah (kurang dari 2%) seperti kerang, cod, lobster, bawal, gabus; ikan dengan kandungan lemak medium (2 5%) seperti rajungan, oyster, udang, ikan mas, lemuru, salmon; dan ikan dengan kandungan lemak tinggi (5 20%) seperti herring, mackarel, salmon, tuna, sepat, tawas, nila. Menurut Junianto (2003), Kandungan lemak daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan daging putih ikan. Namun kandungan protein daging merah ikan lebih rendah dibandingkan daging putih ikan. Berdasarkan kandungan lemak dan protein, ikan digolongkan seperti Tabel 3. Kandungan lemak ikan bermacam-macam tergantung pada jenis ikan, umur, jumlah daging merah, dan kondisi makanan (Suzuki, 1981). Irawan (1995) menambahkan bahwa kandungan lemak erat kaitannya dengan

kandungan protein dan kandungan air. Pada ikan yang kandungan lemaknya rendah, umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar. Tabel 3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak Tipe Prot (%) Lemak (%) Jenis Ikan A. Protein tinggi, lemak rendah 15 20 < 5 Cod B. Protein tinggi, lemak sedang 15 20 5 15 Salmon C. Protein rendah, lemak tinggi < 5 > 15 Trout D.Protein sangat tinggi, lemak rendah > 20 < 5 Tuna E. Protein rendah, lemak rendah < 15 < 5 Oyster *Sumber : Junianto (2003) Air Air adalah komponen terbesar penyusun daging ikan sebesar 66 84% dan menurut Suzuki (1981), kadar air pada daging ikan mempunyai hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air maka makin rendah kadar lemaknya. Ilyas (1983) mengatakan bahwa air dalam jaringan daging ikan diikat sangat erat oleh senyawa koloidal dan kimiawi sehingga ia tidak mudah bebas oleh tekanan berat. Kekuatan penahan air pada daging ikan segar adalah maksimum, sedangkan pada ikan yang mulai membusuk kekuatan itu jauh berkurang sehingga cairan itu mudah bebas. Karbohidrat Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida, yaitu glikogen yang terdapat dalam sarkoplasma di antara miofibril-miofibril. Glikogen dalam daging sifatnya tidak stabil, mudah berubah menjadi asam laktat melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan ph daging ikan turun dengan cepat.

Sifat Fungsional Protein. Protein adalah salah satu komponen penyusun bahan pangan yang mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan mutu produk pangan. Protein mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa lain sehingga berpengaruh pada aplikasi proses, mutu dan penerimaan produk. Sifat-sifat seperti inilah yang disebut sifat fungsional protein seperti: water binding, kelarutan, viscositas, pembentukan gel, flavour binding dan aktivitas permukaan (Kinsella, et al. 1979). Zayas (1997) menambahkan, sifat fungsional protein adalah sifat fisiko-kimia protein yang mempengaruhi tingkah laku di dalam sistim bahan pangan selama persiapan, pengolahan, penyimpanan dan konsumsi yang berperan pada mutu dan sensorik sistem bahan pangan tersebut. Menurut Cheftel et al. (1985) sifat fungsional protein dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yaitu: 1. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dalam air, misalnya: penyerapan air, penahanan air, dan viskositas. 2. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dengan protein atau protein dengan lemak, misalnya: pembentukan gel, adonan dan tekstur. 3. Sifat fungsional yang berhubungan dengan sifat permukaan protein, misalnya: emulsifikasi dan daya buih. Masing-masing sifat fungsional tersebut tidak berdiri sendiri, namun saling berkaitan satu dengan lainnya. Keberadaan sifat-sifat tersebut selanjutnya akan memberikan karakteristik tersendiri dalam suatu sistim pangan (Tabel 4).

Tabel 4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan. Sifat Fungsional Bentuk aktivitas Sistim Pangan Kelarutan Pelarut protein, Minuman bergantung pada ph Daya serap/ikat air Pengikatan hidrogen Daging, sosis, roti, kue HOH Pembentukan gel Pembentukan matrik Daging, keju, dadih protein Daya lekat Pengikatan bahan oleh Daging, sosis, pasta protein Elastisitas Ikatan hidrofobik pada Daging, roti gluten, ikatan sulfida pada gel Emulsifikasi Pembentukan dan Sosis, sup, bologna stabilitas emulsi lemak Daya serap lemak Pengikatan lemak bebas Sosis daging *Sumber : Kinsella (1979) Sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh ph, suhu, dan pelarut yang digunakan. Pengaruh ph didasarkan pada adanya perbedaan muatan antara asam-asam amino yang menyusun protein. Pada ph tertentu perbedaan muatan tersebut dapat mencapai nol (net charge=0) atau terjadinya kesetimbangan yang dikenal sebagai titik isoelektrik. Pada ph tersebut protein memiliki daya tarik menarik yang paling kuat antara sesamanya dan mulai terurai. Pada ph di atas dan di bawah titik isoelektrik dan lebih besarnya muatan negatif pada ph diatas titik isoelektrik. Perubahan muatan ini menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antara molekul protein, sehingga molekul protein lebih mudah terurai dan kelarutan protein akan semakin meningkat (Lehninger, 1982). Ikan Patin (Pangasius pangasius) Famili Pangasidae adalah ikan berkumis air tawar yang terdapat di seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara. Mempunyai ciri kulit halus, memiliki dua pasang sungut yang relatif pendek, jari-jari sirip punggung dan sirip dada sempurna dengan tujuh jari-jari bercabang, sebuah sirip lemak berpangkal sempit, sirip dubur panjang dan bersambung dengan sirip ekor. Sirip ekor bercagak dalam dengan mulut yang agak mengarah kedepan.

Hidup diperairan berarus lambat dan aktif di malam hari, memakan detritus dan invertebrate lainnya dari dasar sungai (Whitten, 1996). Susanto dan Amri (1996) menyatakan ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan (Gambar 3). Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan cat fish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Gambar 3 Ikan patin (Pangasius pangasius) Klasifikasi dan identifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) sebagai berikut : Phyllum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Siluroidae Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius pangasius Komposisi kimia ikan patin per 100 gr daging ikan dapat dilihat pada Tabel 5. Jika dilihat dari komposisi kandungan protein 16.1 % dan lemak

5.7 %, ikan patin termasuk golongan ikan yang berprotein tinggi dan berlemak sedang. Tabel 5 Komposisi kimia ikan patin. Komposisi Kimia Air Protein Lemak Abu *Sumber : BPMHP (1998) % bb 75.7 16.1 5.7 1.0 Penyimpanan Beku Kerusakan bahan-bahan biologik seperti hasil-hasil perikanan terutama disebabkan oleh terjadinya otolisa dan karena pertumbuhan mikroba. Pada kondisi suhu tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada konsisi lain aktifitasnya menurun. Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk mempertahankan kesegaran serta mempertahankan sifat-sifat asli dari ikan (Hadiwiyoto, 1993). Masa simpan dari daging ikan berbeda-beda tergantung dari jenis ikan, komposisi daging ikan, iklim, lingkungan hidup (habitat) dan perlakuan yang diberikan terhadap ikan setelah ditangkap (Potter, 1973). Selama penyimpanan beku, protein akan mengalami denaturasi dimana akan terjadi perubahan protein ikan ke arah menjauhi sifat-sifat alami protein (Ilyas, 1983). Perubahan protein otot akan mempengaruhi jumlah drip, yaitu (1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan (2) faktor yang berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging (Soeparno, 1994). Denaturasi protein selama penyimpanan beku menghasilkan agregasi yang disebabkan karena meningkatnya ikatan silang (cross-linking) miosin di dalam intermolekul (Yoon dan Lee, 1990).

Bentuk Pra-olahan Bentuk pra-olahan bahan baku daging ikan yang sering digunakan dalam proses pengolahan biasanya berupa fillet, daging lumat dan surimi. Selain mempermudah dalam proses pengolahan menjadi bentuk produk lainnya, juga lebih efisien dalam penyimpanan terutama penyimpanan beku dibandingkan menyimpan ikan secara utuh. Fillet Fillet dibuat dengan menyayat tubuh ikan patin sejajar dengan tulang punggung, dimulai dari bagian ekor hingga ke bagian kepala, isi perut, sirip maupun tulang. Selanjutnya lembaran daging tersebut disayat sedemikian rupa untuk menghilangkan bagian kulitnya (Afrianto, 1995). Menurut Ilyas (1983), terdapat beberapa tipe fillet, yaitu fillet berkulit (skin-on fillet), fillet tidak berkulit (skinless fillet), fillet tunggal (single fillet) yakni lempengan daging ikan yang disayat memanjang tulang belakang, kuduk biasanya dipotong, dan fillet kupu-kupu (butterfly fillet) yakni dua fillet tunggal seekor ikan yang dihubungkan sesamanya oleh bagian yang tidak dipotong. Hasil fillet biasanya didapat dari 30 sampai 35% berat ikan. Daging lumat Daging lumat didapat dengan melakukan penggilingan terhadap daging ikan yang telah difillet yang bertujuan menghaluskan atau melembutkan daging hingga mempermudah proses selanjutnya. Selain memperkecil ukuran menurut Acton (1972), protein daging lebih mudah terekstrak jika dalam ukuran kecil. Forrest et al. (1975) menambahkan, penggilingan bertujuan untuk memecah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut otot dan jaringan ikat sehingga distribusinya merata dan yang terbentuk lebih stabil. Surimi Surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari daging ikan lumat yang telah diekstrak dengan air dan diberi bahan anti denaturasi, lalu

dibekukan. Biasanya surimi digunakan sebagai bahan baku pembuatan kamaboko, sosis, dan ham ikan (Suzuki, 1981). Muchtadi (1988) menyatakan, ada dua tipe yang biasa dibuat, yaitu surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en surimi) dan surimi yang dibuat dengan penambahan garam (ka-en surimi). Dalam pembuatan surimi, ada empat prinsip tahapan dalam proses yang dilakukan, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan pembekuan. Pencucian daging ikan dilakukan tiga sampai lima kali. Biasanya air pencuci terakhir mengandung NaCl sebanyak 0.01 sampai 0.3 persen untuk memudahkan pembuangan air, karena umumnya pencucian yang berulang-ulang akan meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan (Suzuki, 1981). Banyaknya air yang digunakan biasanya berkisar antara lima sampai sepuluh kali dari berat ikan (Fardiaz, 1985). Menurut Suzuki (1981), air yang digunakan untuk pencucian adalah air dingin dengan suhu 5 10 0 C. Pencucian dengan air kran (suhu kamar) dapat merusak tekstur dan mempercepat degradasi lemak, sedangkan pencucian dengan air laut dapat meningkatkan kehilangan protein (Grantham, 1981). Penambahan sukrosa dan sorbitol sudah dapat mencegah terjadinya denaturasi protein. Pemberian polifosfat dapat berfungsi mengurangi drip, mengurangi penyusutan pemasakan, dan menstabilkan emulsi. Menurut Suzuki (1981), untuk membuat ka-en surimi komposisi krioprotektan yang digunakan sebesar 5 persen sukrosa, 5 persen sorbitol, dan 2.5 persen garam. Sosis Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin salsus yang berarti digarami atau secara harfiah adalah daging yang disiapkan melalui penggaraman (Kramlich, 1971). Menurut Price dan Schweigert (1987) sosis merupakan makanan yang terbuat dari daging yang dihaluskan, digiling, dibumbui lalu dibungkus dengan casing berbentuk simetris dan mempunyai rasa yang khas. Pada umumnya sosis dibuat dari daging sapi, daging ayam

dan daging babi. Ketiga jenis bahan mentah ini mendominasi pasaran sosis di Indonesia (Haq et al. 1994). Schmidt (1988) menyatakan bahwa di Jerman dan banyak negara lainnya, dikembangkan suatu sistem pengklasifikasian sosis didasarkan pada perlakuan temperatur dari bahan baku dan produk akhir ada tiga jenis sosis: raw sausage /rohwurst (sosis tanpa perlakuan pemasakan), bruhwurst (dimasak setelah diformulasi) dan koehwurst (dimasak sebelum diformulasi). Soeparno (1992) membagi sosis menjadi beberapa jenis, sosis segar dibuat dari daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman), dicacah, dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong serta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau tidak, dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimakan. Sosis spesialis daging masak adalah produk daging khusus yang dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf serta biasa dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus yang dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin. Sosis kering dan agak kering dibuat dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah masak. Taylor (2002) menyatakan bahwa sosis ikan dibuat menyerupai pembuatan sosis yang terbuat dari daging. Pada dasarnya pencampuran daging ikan,yang didapat dari lembaran fillet ikan, ditambahkan bumbu dan bahan-bahan aditif ke dalam casingnya. Bahan-bahan penyusun sosis ikan Bahan baku sosis terdiri dari daging ikan patin, es batu, garam, lemak, bahan pengikat (isolat protein kedelai), bahan pengisi (tepung tapioka), bumbu-bumbu, nitrit, dan selongsong (casing).

Daging ikan patin Bahan baku dalam pembuatan sosis adalah daging ikan yang telah dipisahkan atau dibersihkan dari kepala, kotoran, sirip, tulang, serta dilakukan pencucian. Daging ikan yang digunakan biasanya berbentuk lempengan atau lembaran yang biasa disebut fillet, daging lumat, dan surimi. Daging ikan adalah bahan komponen utama dalam pembuatan sosis, sehingga peranannya akan sangat menentukan produk sosis yang dihasilkan. Protein daging ikan yang larut dalam larutan garam lebih berperan pembentukan emulsi dibandingkan dengan protein larut dalam air murni. Es batu Air merupakan salah satu komponen dalam pembuatan sosis, dengan kandungan diperkirakan 45 55% dari berat total, tergantung jumlah cairan yang ditambahkan dan macam daging (Soeparno, 1994). Penambahan air pada produk berfungsi 1) untuk meningkatkan keempukan dan jus daging, 2) menggantikan sebagian air yang hilang selama proses seperti pemanasan, 3) melarutkan protein yang mudah larut dalam air, 4) membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan garam, 5) melayani fase kontinyu dari emulsi daging, 6) menjaga temperatur selama proses penggilingan. Air biasanya ditambahkan ke dalam adonan sosis dalam bentuk serpihan es atau air es untuk membentuk adonan yang baik dan mempertahankan selama proses penggilingan (Forrest et al., 1975). Garam Garam merupakan faktor kritis yang harus diperhatikan, tanpa penambahan garam tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis mengandung garam 1-5% atau 3 % (Kramlich, 1971). Garam dalam pembuatan sosis mempunyai fungsi 1) mengektraksi protein myofibril dari serabut daging selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk, 3) memberi cita rasa asin pada produk dan 4) sebagai antimikroba (Nakai dan Modler, 2000). Menurut Romans et al. (1994), garam berfungsi untuk

memberikan flavor, mengawetkan dan terutama untuk melarutkan protein myosin sebagai emulsifier utama dan mempertinggi daya ikat air partikel. Nitrit Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki warna daging. Perbaikan warna daging dicapai ketika pigmen otot (myoglobin) berikatan dengan natrium oksida (NO) yang berasal dari nitrit membentuk NO-myoglobin, sehingga terbentuk warna daging yang khas. Reaksinya dipengaruhi oleh temperatur. Selain itu nitrit berfungsi pula sebagai penambah cita rasa, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai anti oksidan. Untuk sosis masak dianjurkan penggunaanya sebanyak 3 50 ppm (Ockerman, 1983). Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit dalam bahan makanan maksimum sebanyak 170 ppm dan nitrit tersisa pada produk akhir adalah 200 ppm (Winarno, 1997). Lemak Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan untuk membentuk sosis yang kompak, empuk dan kelezatan sosis, lemak hewani ataupun minyak nabati dapat ditambahkan dalam pembuatan sosis. Perbedaan utama minyak nabati dan lemak hewani adalah pada kandungan sterolnya, dimana minyak nabati mengandung sitosterol, sedangkan lemak hewani mengandung kolesterol. Minyak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat) daripada lemak hewani (Ketaren, 1986). Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% bobot daging (Romans et al. 1994). Dari hasil penelitian uji organoleptik Hapsari (2002), ternyata penggunaan kadar minyak nabati (10%, 15%, 20%) pada sosis ikan patin berpengaruh nyata terhadap warna dan rasa sosis tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur dan aroma. Sosis patin terbaik menurut penilaian panelis adalah sosis patin dengan kadar minyak 15%.

Phosphat Penambahan polyphosphat pada gel ikan mentah bertujuan untuk memperbaiki kekenyalan pada produk akhir. Konsentrasi polyphosphat sebesar 0.2% sampai 0.5% dari berat daging ikan cukup efektif dalam memberikan efek terhadap tekstur sosis ikan (Amano, 1965). Polyphosphat, jika ditambahkan pada produk sosis akan meningkatkan daya ikat air dan daya ikat lemak dari gel yang terbentuk (Schmidt, 1988) Bahan pengikat (isolat protein kedelai) dan bahan pengisi (tepung tapioka) Maksud penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi dalam pembuatan sosis menurut Kramlich (1971) dan Forrest et al. (1975) adalah 1) untuk meningkatkan stabilitas emulsi, 2) Meningkatkan daya ikat air, 3) meningkatkan flavor, 4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, 5) meningkatkan karakteristik irisan produk dan, 6) mengurangi biaya produksi. Bahan pengikat dan bahan pengisi dibedakan berdasarkan kandungan protein dan karbohidrat yang dikandungnya. Bahan pengikat mengandung protein yang lebih tinggi, dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi, dan bahan pengisi umumnya terdiri dari karbohidrat saja serta mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Pada produk komersial, penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi tidak boleh lebih dari 3,5% bobot emulsi sesuai dengan standar oleh Meat Inspection Division of The USDA (Kramlich, 1971). Selanjutnya Kramlich (1971) menambahkan bahan pengikat dapat diklasifikasikan menurut asalnya yaitu dari hewan serta tumbuhan. Produkproduk susu seperti susu bubuk tanpa lemak, susu bubuk tanpa lemak tapi kalsiumnya dikurangi, sodium caseinat, tepung darah, berasal dari hewan. Tepung Kedelai dan tepung isolat protein kedelai berasal dari tumbuhtumbuhan. Isolat protein kedelai merupakan fraksi protein utama dari kedelai. Salah satu penggunaan isolat protein kedelai adalah pada produk emulsi daging. Kegunaannya sebagai komplemen protein daging tidak hanya

karena kemampuannya sebagai pengikat dan penstabil adonan, tetapi juga karena flavor dan kandungan gizinya (Wilcke, 1979). Dari hasil penelitian Rompis (1998) diketahui bahwa perlakuan kombinasi isolat protein kedelai dan susu skim menghasilkan sosis sapi yang secara umum diterima konsumen, didukung oleh sifat fisik dan kimia. Sedangkan bahan pengisi pada dasarnya ditambahkan dalam pembuatan sosis terdiri dari tepung-tepungan yang mempunyai kandungan pati tinggi, namun rendah protein. Walaupun demikian bahan pengisi tersebut mempunyai kemampuan mengikat sejumlah besar air tetapi rendah kapasitas emulsifikasinya. Maksimum penambahan bahan pengisi dalam pembuatan sosis 3.5% dari berat produk akhir dan bila melebihi dari batas harus mencantumkan kata imitasi pada label (Forrest et al., 1975). Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu atau singkong segar, setelah melalui beberapa proses seperti pemarutan, pengendapan tepung dan pengeringan. Selain itu dimungkinkan digunakan dalam industri makanan karena memiliki daya penahan air yang tinggi dan tidak mengganggu citarasa makanan. Tapioka sering digunakan dalam pembuatan sosis karena disamping harganya yang murah juga memberikan citarasa netral serta warna terang pada produk sosis (Redley, 1976). Bumbu-bumbu Menurut Rust (1987), bumbu adalah suatu substansi tumbuhan aromatik yang dikeringkan. Tumbuhan aromatik yang dikeringkan diaplikasikan pada semua produk tanaman kering termasuk bumbu asli, herba, biji-bijian aromatik dan buah-buahan yang dikeringkan. Bumbu asli seperti jahe, biji pala, lada, bawang putih dan lain-lain digunakan dalam bentuk bubuk. Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam adonan sosis adalah pala, merica, bawang putih dan jahe. Bumbu-bumbu dan bahan penyedap ditambahkan untuk meningkatkan flavor. Beberapa bumbu bersifat antioksidan sehingga dapat menghambat terjadinya ketengikan (Soeparno, 1994).

Selongsong (casing) Selongsong sosis (casing) dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu selongsong sosis alami dan selongsong sosis buatan (sintetik). Fungsi utama dari selongsong sosis yaitu disamping untuk membentuk produk dan menjaga stabilitas produk juga berfungsi sebagai pelindung dari kerusakan secara fisik maupun kimiawi seperti kekeringan, mikrobiologis dan oksidasi. Disamping itu selongsong sosis juga mempunyai fungsi keindahan atau seni, baik dari segi warna, bentuk, ukuran, dan lain-lain yang berfungsi sebagai media reklame (Soeparno, 1994). Sedangkan Kramlich (1971) dan Bacus (1984) menyatakan, selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu 1) sellulosa, 2) kolagen yang dapat dimakan, 3) kolagen yang tidak dapat dimakan, 4) plastik. Selongsong buatan mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada selongsong alami.