IMPLEMENTASI SISTEM PAKAR DENGAN METODE CERTAINTY FACTOR DALAM MENDETEKSI KELAYAKAN TELUR UNTUK DIINKUBASI Sorang Pakpahan, S.Kom., M.Kom Staf Pengajar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Katolik Santo Thomas Medan E-mail : sorangpakpahan@yahoo.co.id ABSTRAK Kebutuhan manusia atas telur sangat tinggi merupakan kebutuhan sehari-hari baik untuk dikonsumsi langsung maupun produk makanan. Berdasarkan kebutuhan tersebut dibutuhkan sistem pakar untuk mendeteksi kelayakan telur untuk diinkubasi berdasarkan kualitas telur dilihat berdasarkan kerabang, ukuran dan berat telur. Sistem Pakar merupakan salah satu bidang dalam kecerdasan buatan, digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah yang biasanya dikerjakan oleh seorang pakar. Dalam hal ini salah satu penerapan sistem deteksi kelayakan inkubasi telur untuk mengetahui penyebab terjadinya kematian embrio pada telur. Pada penelitian ini dilakukan perancangan dan pembuatan sistem pakar yang digunakan untuk membantu menentukan penyebab terjadinya kegagalan embrio pada telur serta mengetahui solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah kepastian pengetahuan dalam sistem pakar ini diatasi dengan menggunakan metode Certeinty Factor dan proses penelusuran digunakan dengan Fordward Chaining. Proses penentuan kematian embrio dalam sistem pakar ini diawali dengan seleksi kelayakan telur untuk diinkubasi, dimana sistem akan memproses untuk memperoleh persentase kelayakan telur untuk diinkubasi. Kata Kunci : Telur, Certainty Factor, Forward Chaining A. PENDAHULUAN Pemahaman umum akan golongan petelur adalah hewan yang berkembang biak dengan menghasilkan telur untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunan. Dari telur ini akan melalui proses menetas yang akan menghasilkan anak. Secara garis besar golongan petelor terdiri dari sejumlah ordo salah satunya adalah bangsa unggas. Dengan dijabarkannya bangsa unggas, maka klasifikasi unggas dapat dibedakan antara lain klasifikasi unggas ayam, unggas bebek (itik), dan unggas burung. Berdasarkan klasifikasi unggas, maka yang menjadi topik pembahasan ini adalah tentang ayam petelur. Proses inkubasi anak ayam merupakan proses akhir dari hasil pengeraman yang selanjutnya akan didistribusikan ke pasaran untuk dijual ataupun dipelihara sendiri. Untuk menghasilkan tetas (hidup) yang optimal perlu adanya proses-proses seleksi telur sebelum masuk ke dalam mesin inkubasi (pengeraman) berdasarkan kualitas telur (Tirto Hartono 2010). Dalam melakukan proses penyeleksian telur, seorang pakar terkadang mendasarkan pada data yang kurang lengkap atau data yang tidak pasti. Agar sistem pakar dapat melakukan penalaran sebagaimana seorang pakar meskipun data yang diperoleh kurang lengkap atau kurang pasti, dapat digunakan Certainty Factor. Faktor kepastian (certainty factor) diperkenalkan oleh Shortliffe Buchanan dalam pembuatan MYCIN (Wesley, 1984). Certainty factor (CF) merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN untuk menunjukkan besarnya kepercayaan (Giarattano dan Riley, 1994). Selanjutnya jika proses pengeraman atau inkubasi tidak berlangsung dengan baik maka diperlukan informasi, pada hari keberapa informasi dari proses pengeraman tersebut. Untuk hal tersebut maka diperlukan seorang ahli peternakan ataupun dokter hewan, tetapi dengan adanya kemudahan dalam teknologi komputer maka diharapkan orang-orang yang tidak begitu mendalami ilmu peternakan atau ilmu kedokteran hewan dapat terbantu untuk proses inkubasi sebelum pengeraman dan evaluasi sesudah pengeraman. Majalah Ilmiah Politeknik Mandiri Bina Prestasi 56
Dengan adanya kemajuan teknologi yang makin pesat maka telah dikembangkan suatu teknologi yang mampu mengadopsi proses dan cara pikir manusia yaitu teknologi Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan. Artificial Intelligence memiliki berbagai macam jenis aplikasi, salah satunya adalah Sistem Pakar atau Expert Sistem yang memiliki kemampuan untuk mengadopsi suatu dasar pengetahuan (knowledge base) yang diperoleh melalui penginputan data dari kemampuan para pakar dalam suatu bidang tertentu yang bersifat spesifik. Aplikasi Sistem Pakar sebagai alternatif menyelesaikan masalah yang biasanya dilakukan oleh seorang pakar/ahli, telah banyak digunakan oleh peneliti untuk memecahkan berbagai macam permasalah dalam berbagai bidang, seperti peternakan, kedokteran, farmasi, bisnis, hukum, pendidikan sampai pertahanan. Implementasi Sistem Pakar dalam bidang Farmakologi dan Terapi di tulis oleh Nafisah (2001), Pada jurnal Kusrini (2006) kuantifikasi pertanyaan untuk mendapatkan certainty factor pengguna pada aplikasi sistem pakar untuk diagnosis Penyakit, sedangkan Nurhasanah (2003) dalam penelitian ini juga menekankan penggunaan Forward Chaining untuk pertolongan terhadap penyakit-penyakit ringan dan umum. B. RUMUSAN MASALAH Perumusan masalah yang dapat disimpulkan dari latar belakang di atas adalah: 1. Bagaimana merancang sistem pakar untuk melakukan pemilihan kelayakan telur tetas sebelum diproses inkubasi? 2. Bagaimana memformulasikan proses dan analisa penyebab kegagalan setelah proses inkubasi dalam rule?. 3. Bagaimana penerapan sistem pakar menggunakan Metode Certainty Factor berbasis komputer dalam menentukan kelayakan telur tetas sebelum diproses inkubasi berdasarkan kualitas telur? C. BATASAN MASALAH Batasan yang digunakan dalam permasalahan proyek akhir difokuskan pada pembahasan metode yang diindentifikasi adalah: 1. Kelayakan telur untuk Inkubasi. 2. Kegagalan proses inkubasi (pengeraman) yang hanya mengisyaratkan hanya deteksi kerusakan embrio pada hari keberapa dan penyebabnya. 3. Analisis penyebab kegagalan pengeraman yang hanya terbatas pada kesalahan teknologi mesin inkubasi (pengeraman), pakan, bibit, penyakit. D. TUJUAN PENELIAN Tujuan dari proyek akhir ini adalah untuk merancang serta mengimplementasikan sistem dengan menggunakan deteksi kelayakan inkubasi telur dan penyebab kegagalan pengeraman yang nantinya dapat digunakan sebagai proses pembelajaran dengan teknik mengikuti pola yang sudah ada. Sistem pendeteksian kelayakan telur untuk diinkubasi ini diharapkan dapat meminimalkan kegagalan dalam pengeraman/ inkubasi telur. E. DASAR TEORI 1. Faktor Kepastian (Certainty Factor) Ada tiga penyebab ketidakpastian aturan yaitu aturan tunggal, penyelesaian konflik, ketidakcocokan (incompatibility) antar konsekuensi di dalam aturan. Aturan tunggal yang dapat menyebabkan ketidakpastian dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu kesalahan, probabilitas, dan kominasi gejala (evidense). Kesalahan dapat terjadi karena: a. Ambiguitas, sesuatu didefinisikan dengan lebih dari satu cara b. Ketidaklengkapan data c. Kesalahan informasi d. Ketidakpercayaan terhadap suatu alat e. Adanya bias Probabilitas disebabkan ketidakmampuan seorang pakar merumuskan suatu aturan secara pasti. Misalnya, jika seseorang mengalami sakit kepala, demam dan bersin-bersin ada kemungkinan orang tersebut terserang penyakit flu, tetapi bukan berarti apabila seseorang mengalami gejala tersebut pasti terserang penyakit flu. Hanya karena aturan tunggalnya benar belum dapat menjamin suatu jawaban bernilai benar. Hal ini masih dipengaruhi oleh kompatibilitas antar-aturan. Inkompatibilitas suatu aturan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: a. kontradiksi aturan, misalnya : Aturan 3.1 : Jika anak demam Maka harus dikompres Aturan 3.2 : Jika anak demam Maka jangan dikompres b. Subsumpsi aturan, misalnya : Majalah Ilmiah Politeknik Mandiri Bina Prestasi 57
Aturan 3.3 : Jika E 1 Maka H Aturan 3.4 : Jika E 1 dan E 2 maka H Jika hanya E 1 yang muncul, maka masalah tidak akan timbul karena aturan yang akan digunakan adalah Aturan 3.3, tetapi apabila E 1 dan E 2 sama-sama muncul maka kedua aturan (Aturan 3.3 dan 3.4) sama-sama dijalankan. c. Redundancy aturan, misalnya Aturan 3.5 : Jika E 1 dan E 2 Maka H Aturan 3.6 : Jika E 2 dan E 1 Maka H Dalam kasus ini ditemukan aturan-aturan yang tampaknya berbeda tetapi memiliki makna yang sama. d. Kehilangan aturan, misalnya: Aturan 3.7 :Jika E 4 Maka H Ketika E 4 diabaikan maka H tidak pernah tersimpulkan e. Penggabungan data, misalnya pada diagnosa kesehatan. Seorang dokter dapat menyimpulkan suatu penyakit tidak hanya berdasarkan anamnesis, tetapi juga hasil tes laboratorium, pemeriksaan kondisi tubuh, sejarah penyakit, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan penggabungan semua data untuk dapat menyimpulkan suatu penyakit. Pemilihan metode penyelesaian konflik (conflic resolutin) dapat juga mempengaruhi hasil penyelesaian akhir terhadap suatu masalah. Ada suatu sistem yang mendahulukan suatu aturan yang lebih spesifik, misalnya aturan 3.3 dan aturan 3.4, karena aturan 3.4 lebih spesifik maka aturan 3.4 akan dieksekusi terlebih dahulu. Ada juga sistem yang mengeksekusi aturan berdasarkan urutan pemasukan aturan. Dan ada sistem yang memberi bobot pada aturannya, sehingga eksekusi dilakukan terhadap suatu aturan berdasarkan bobot yang dimiliki Faktor kepastian (certainty factor) diperkenalkan oleh Shortliffe Buchanan dalam pembuatan MYCIN (Wesly, 1984). Certainty factor (CF) merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN untuk menunjukkan besarnya kepercayaan. Certainty factor didefinisikan sebagai berikut (Giarattano dan Riley, 1994); CF(H,E) = MB(H,E)-MD(H,E) (2.1) CF(H,E) : certainty factor dari hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala (evidence) E. Besarnya CF berkisar antara -1 sampai 1. Nilai -1 menunjukkan ketidakpercayaan mutlak, sedangkan nilai 1 menunjukkan kepercayaan mutlak. MB(H,E) : Ukuran kenaikan kepercayaan (measure of increased belief) terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E. MD(H,E) : Ukuran kenaikan ketidakpercayaan (measure of increased disbelief) terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E. 2. Menentukan CF Paralel CF merupakan CF yang diperolah dari beberapa pemis pada sebuah aturan. Besarnya CF sequensial dipengaruhi oleh CFUser untuk masing-masing premis dan operator dari premis. Rumus untuk masing-masing operator dapat dilihat pada rumus 2.2, 2.3 dan 2.4. CF (x Dan y) = Min(CF(x),CF(y)) (2.2) CF (x Atau y) = Max (CF(x), CF(y)) (2.3) CF( Tidak x) = -CF(x) (2.4) F. PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK 1. Kerangka Kerja Sistem Pakar Pembuatan diagram pohon dimaksudkan untuk mengetahui ruang lingkup permasalahan yang dibahas dalam pokok bahasan. 2. Gejala Kematian Embrio Pada Telur Kegagalan dari hasil proses inkubasi terhitung dari hari pertama sampai hari ke duapuluh memiliki gejala-gejala kematian pada embrio. Tabel Gejala Kematian Embrio Dalam Hari Hari Gejala kematian embrio 1 Warna kuning telur 2 Jaringan darah pada kuning telur 3 Cincin darah pada kuning telur 4 Pigmen mata, bentuk mata Majalah Ilmiah Politeknik Mandiri Bina Prestasi 58
5 Muncul pergelangan siku dan lutut 6 Pertumbuhan awal paruh 7 Pertumbuhan awal jengger Pertumbuhan awal bulu dan Pertumbuhan awal 8 paruh atas bawah sama panjang Embrio sudah terbentuk seperti burung kecil 9 dan Muncul mulut mulai kelihatan terbuka Pertumbuhan awal jari dan Pertumbuhan gerigi 10 paruh Gerigi jengger mulai kelihatan dan 11 Pertumbuhan awal bulu ekor Pertumbuhan jari kaki mulai lengkap dan 12 Pertumbuhan awal bulu mulai terlihat Pertumbuhan badan mulai terlihat dan 13 Bayangan bulu mulai tumbuh menutupi badan Kepala mulai besar dan keluar dari kumpulan 14 kuning telur 15 Posisi usus masih di kuning telur Bulu mulai sempurna menutupi badan dan 16 Putih telur mulai menghilang Cairan amnion mulai sedikit dan Posisi kepala 17 di antara kaki Pertumbuhan embrio hampir sempurna dan 18 Posisi kepala di bawah sayap Posisi kantong kuning telur mulai sedikit 19 tertarik kedalam rongga perut dan Cairan amnion mulai menghilang Kantong kuning telur mulai masuk kerongga 20 perut dengan sempurna dan Kerabang telur kelihatan memecah Jika pilihan tersebut sesuai dengan kriteria yang diinginkan maka tingkat keberhasilan adalah 100 %. Range persentase kematian embrio dalam hari, maka diperoleh aturan seperti pada Tabel berikut : Tabel Persentase Kematian Embrio dalam Hari No Persentase (%) Hari Deteksi Penyebab Kematian Embrio 1 0.1 0.5 0 (Telur Commercial) 2 0.6 1 3 3 0.7 1 6 4 0.8 1 17 5 0.9 1 20 6 1 21 (doc/day old chicken) 3. Interpretasi Pakar Nilai CF (Rule) diperoleh interpretasi term dari pakar menjadi nilai MD/MB tertentu seperti ditunjukkan pada Tabel berikut: Tabel Interpretasi Pakar Certain Term Tabel Interpretasi MD/MB Pakar Tidak Certain Tahu/Tidak Term Ada MD/MB 0 0.2 Mungkin Tidak Tahu/Tidak Ada 0.4 0.2 Kemungkinan Mungkin Besar 0.4 0.6 Hampir Kemungkinan Pasti Besar 0.8 0.6 Pasti Hampir Pasti 10.8 Pasti 1 Kriteria yang digunakan untuk menentukan konklusi berdasarkan hasil perhitungan Certainty Factor (CF) tesebut seperti sebagai berikut : a. Jika nilai CF adalah 1, maka konklusinya Pasti. b. Jika nilai CF adalah lebih besar sama dengan 0.8 dan lebih kecil 1, maka konklusinya Hampir pasti. c. Jika nilai CF adalah lebih besar sama dengan 0.6 dan lebih kecil 0.8, maka konklusinya Kemungkinan besar. d. Jika nilai CF adalah lebih besar sama dengan 0.2 dan lebih kecil 0.6, maka konklusinya Mungkin. e. Jika nilai CF adalah 0 sampai lebih kecil sama dengan 0.2, maka konklusinya Tidak tahu/tidak ada. G. PENGUJIAN Pada bagian pengujian ini dilakukan untuk membuktikan kelayakan telur untuk diinkubasi berdasarkan rule-rule yang telah ditentukan. Pengujian deteksi kelayakan telur tersebut terdapat pada form menu utama user yaitu menu deteksi/kelayakan dan menu informasi gejala kematian embrio. 1. Pengujian Manual Pengujian manual diberikan dalam bentuk studi kasus berdasarkan rule dalam skanario tersebut di atas dibentuk dalam rule sebagai berikut : Tabel Nilai Certainty Factor Setiap Premis A. Rule Mempunyai Konklusi yang Sama Jika rule 2 dan rule 3 mempunyai konklusi yang sama, maka akan dilakukan perhitungan menual sebagai berikut : Rule 1 : If A and B and E and G and K and J and T and O and Q then Telur Pasti Layak Diinkubasi (Konklusi1), Nilai CF adalah 1 Rule 2 : If I and G and K and J and T and O then Telur Hampir Pasti Layak Diinkubasi (Konklusi1), Nilai CF adalah 0.98 Rule 3 : If E and G and K and I and T and O then Telur Hampir Pasti Layak Diinkubasi (Konklusi2), Nilai CF adalah 0.88 Majalah Ilmiah Politeknik Mandiri Bina Prestasi 59
Misalkan diketahui nilai masing-masing fakta/premis yaitu hasil pengurangan tingkat kepercayaan dikurang dengan tingkat ketidakpercayaan dengan rumus CF = MB MD, sehingga nilai CF masing masing premis seperti pada tabel berikut : A. Rule Mempunyai Konklusi yang Sama Jika rule 2 dan rule 3 mempunyai konklusi yang sama, maka akan dilakukan perhitungan menual sebagai berikut : a. Rule 2 CF(H,E) = CF(H, E E2 E3 E4 E5 E6) =0.98 Certainty factor evidence yang dipengaruhi partial evidence e ditunjukkan pada nilai fakta E, G, K, J, T, dan O, sehingga: CF(E, e)= CF(E1 E2 E3 E4 E5 E6,e) = min[cf(e1,e) CF(E2,e) CF(E3,e) CF(E4,e) CF(E5,e) CF(E6,e)] =min[0.93, 0.55, 0.65, 0.84, 0.71, 0.65] =0.55 0.55 Nilai CF sequansial = CF Paralel * CF Pakar = 0.55 * 0.98 = 0.539 b. Rule 3 CF(H,E) = CF(H, E1 E2 E3 E4 E5 E6) =0.88 Certainty factor evidence yang dipengaruhi partial evidence e ditunjukkan pada nilai fakta E, G, K, J, T, dan O, sehingga : CF(E, e) = CF(E1 E2 E3 E4 E5 E6,e) =min[cf(e1,e) CF(E2,e) CF(E3,e) CF(E4,e) CF(E5,e) CF(E6,e)] =min[0.93, 0.55, 0.65, 0.28, 0.71, 0.65] = 0.28 0.28 Nilai CF sequansial = CF Paralel * CF Pakar = 0.28* 0.88 = 0.2464 Berdasarkan CF Sequensial sebagai evidence baru dan CF Pakar, maka dihitung nilai CF baru disebut dengan CF Gabungan sebagai berikut : CF Gabungan(CF1, CF2) = CF1 + CF2(1-CF1) = 0.539 + 0.2464 (1-0.539) = 0.362 Nilai CF Gabungan adalah 0.362, selanjutnya dimasukkan dalam kriteria pangujian tesebut di atas, sehingga diperoleh konklusi Telur Mungkin pasti layak di inkubasi B. Rule Mempunyai Konklusi yang Berbeda Jika rule 1 dan rule 2 mempunyai konklusi yang berbeda, maka akan dilakukan perhitungan manual sebagai berikut : a. Rule 1 Majalah Ilmiah Politeknik Mandiri Bina Prestasi 60
CF(H,E) = CF(H, E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9) = 1 Certainty factor evidence yang dipengaruhi partial evidence e ditunjukkan pada nilai fakta A, B, E, G,, dan Q, sehingga : CF(E, e) = CF(E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9,e) = min[cf(e1,e) CF (E2,e) CF(E3,e) CF(E4,e) CF(E5,e) CF(E6,e) CF(E7,e) CF(E8,e) CF(E9,e)] = min[0.64, 0.82, 0.93, 0.55, 0.65, 0.84, 0.71, 0,65, 0.95] = 0.55 0.55. Nilai CF sequansial = CF Paralel * CF Pakar = 0.55 * 1 = 0.55 b. Rule 2 CF(H,E) = CF(H, E1 E2 E3 E4 E5 E6) =0.98 Certainty factor evidence yang dipengaruhi partial evidence e ditunjukkan pada nilai fakta E, G, K, J, T, dan O, sehingga : CF(E, e) = CF(E1 E2 E3 E4 E5 E6,e) = min [CF(E1,e) CF(E2,e) CF(E3,e) CF(E4,e) CF(E5,e) CF(E6,e)] = min[0.93, 0.55, 0.65, 0.84, 0.71, 0.65] = 0.55 = 0.296 Nilai CF Gabungan adalah 0.296, selanjutnya dimasukkan dalam kriteria pangujian tesebut di atas, sehingga diperoleh konklusi Telur Mungkin layak di inkubasi 5.2.1. Pengujian dengan Sistem Deteksi Kelayakan Telur Berdasarkan fakta/data perhitungan secara manual dapat dibandingkan dengan perhitungan dengan sistem komputer untuk melihat hasil kedua perhitungan tersebut. 5.2.2.1 Form Menu Utama Deteksi Kelayakan dan Gajala Kegagalan Jika username dan password dari Form Login memiliki level sebagai pegawai maka menu untuk deteksi kelayakan dan informasi gejala-gejala kematian embrio akan ditampilkan. Menu pilihan yang ada didalam menu pegawai terdiri dari menu deteksi kelayakan, dan informasi gejala kematian embrio dan perintah keluar. Masing-masing fungsi dari menu ini adalah: 1. Menu deteksi kelayakan untuk memasukkan ataupun mengolah data berdasarkan rule yang tersedia. 2. Menu informasi gejala kematian embrio untuk memasukkan ataupun mengolah data, sehingga dapat diketahui informasi dan bentuk gambar kematian embrio telur tersebut. Tampilan dari menu pakar ini seperti ditunjukkan pada gambar berikut : 0.55 Nilai CF sequansial = CF Paralel * CF Pakar = 0.55* 0.98 = 0.539 Berdasarkan CF Sequensial sebagai evidence baru dan CF Pakar, maka dihitung nilai CF Sequensial yang baru disebut dengan CF Rule 1 dan Rule 2 sebagai berikut : Nilai CF Paralel = min(cf Sequensial Rule 1, CF Sequensial Rule 2) = min(0.55, 0.539) = 0.539 0.539 Nilai CF akhir = CF sequansial Rule 1* CF sequansial Rule 2 = 0.55* 0.539 Gambar Form Deteksi Kelayakan dan Gajala Kegagalan 1. Deteksi Kelayakan Telur untuk Diinkubasi Dalam form menu deteksi kelayakan untuk menentukan ataupun mengolah data berdasarkan rule yang tersedia dengan menghasilkan nilai Certainty Factor (CF). Majalah Ilmiah Politeknik Mandiri Bina Prestasi 61
Berdasarkan hasil pengujian secara manual dengan pengujian dengan sistem yang baru, maka yang dihasilkan dari perbadingan kedua pengujian tersebut menghasilkan konklusi yang sama dari masing-masing nilai Certainty Factor (CF) seperti ditunjukkan pada Gambar 5.11. c. Menyusun rule-rule untuk menentukan kelayakan telur untuk diinkubasi, penyebab kegagalan dan geaja-gejala kematian pada embrio. DAFTAR PUSTAKA COBB, Buku Petunjuk Pengelolaan Penetasan, PT.GALUR PRIMA COBBINDO, Rivisi 2004. Edjeng Suprijatna, Umiyati Atmomarsono, Ruhyat Kartasudjana, Ilmu Dasar Ternak Unggas, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta, 2005. Farry B. Paimin, Membuat dan Mengelola Mesin Tetas, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta, 2008. Giarratano, Joseph, Riley, Gary., 2005, Expert Systems Principles and Programming, PWS Publishing Company, Boston Kusrini, M.Kom (2008), Aplikasi Sistem Pakar, Andy Offset, Yogyakarta Sri Hartati, Sari Iswanti, 2008, Sistem Pakar & Pengembangannya, Graha Ilmu, Yogyakarti Turban, Efraim, Aronson, Jay, 1995, Decision Support System and Intelligent System, Prentice Hall, new Jersey Gambar Form Deteksi Kelayakan H. KESIMPULAN Berdasarkan pengujian dan analisa yang dibahas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Menentukan Metode sistem pakar yang digunakan pada kasus ini adalah sistem pakar menggunakan metode Certainty Factor dan penelusuran yang digunakan dengan inference engine Forward Chaining. b. Menentukan nilai kelayakan yang diteliti serta mengumpulkan gejala-gejala yang sesuai dengan setelah inkubasi dilakuakan dengan. Majalah Ilmiah Politeknik Mandiri Bina Prestasi 62