BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gigih Juangdita

BAGIAN 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MEDAN TRADITIONAL HANDICRAFT CENTER (ARSITEKTUR METAFORA)

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

PASAR SENI DI DJOGDJAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN

Sumber: data pribadi

Selain itu bambu memberikan kesan alami yang eksotis dan indah sehingga akan mempengaruhi karakter orang yang tinggal di dalamnya.

PUSAT SENI RUPA YOGYAKARTA

MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA

PUSAT SENI DAN KERAJINAN KOTA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Kondisi Kepariwisataan Daerah Bali. satu Kotamadya, yang diantaranya: Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Penataan dan Pengembangan Wisata Kampung Rebana di Tanubayan, Bintoro, Demak. I.1.1.

1. BAB I PENDAHULUAN

PEKALONGAN BATIK CENTER

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN TAMAN BACAAN DI PATI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagram 1.1. Jumlah Penyadang Cacat Yogyakarta Sumber: Dinas Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PROYEK Gagasan Awal. Dalam judul ini strategi perancangan yang di pilih adalah

BAB I PENDAHULUAN. Mada 1990) 1 P4N UG, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah

TUGAS AKHIR. Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur ( DP3A )

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB 1 PENDAHULUAN Kondisi Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta

GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. BAB I.

Penataan Kampung Songket Pandai Sikek, Kab. Tanah Datar sebagai Kawasan Wisata Kerajinan

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

SENTRA BATIK TULIS LASEM Nanda Nurani Putri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PERANCANGAN. Metode yang digunakan dalam perancangan Sentral Wisata Kerajinan

PUSAT INFORMASI, PROMOSI DAN PERDAGANGAN KERAJINAN BATIK SURAKARTA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam metode perancangan ini, berisi tentang kajian penelitian-penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah industri multisektoral, yang di dalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KOPENG RESORT AND EDUCATION PARK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 1. Tingginya Mobilitas Penggunaan Jalan di Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ada di Yogyakarta, baik secara fisik maupun secara psikis 1.

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i. Daftar Isi... iii. Daftar Gambar... vii. Daftar Tabel...x

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Program Komputer Acuan Bahasa c 2010 Ferli Deni Iskandar

BAB I PENDAHULUAN. Tengah. 3 Neo Vernakular : suatu bentuk yang mengacu pada bahasa setempat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SENTRA PROMOSI DAN INFORMASI KERAJINAN KUNINGAN DI JUWANA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengertian Judul

BAB III METODE PERANCANGAN

SEASIDE HOTEL DI JEPARA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

fauna, gua masegit sela (disepanjang Pulau Nusakambangan) dan suasana alam yang

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur yang bertumpu pada sektor industri. Salah satunya industri kecil dan

PENATAAN SENTRA KERAJINAN UKIR DI DUKUH BUGEL DESA MULYOHARJO KABUPATEN JEPARA DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR

BAB I PENDAHULUAN. Bagian Perindustrian Depperindagkop Kota Pekalongan). Begitu dalam pengaruh batik bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Rasa solidaritas

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Motif Seni Ukir Jepara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu ribu pulau dan merupakan

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan.

BAB III METODE PERANCANGAN. perancang dalam mengembangkan ide rancangan. Metode yang digunakan dalam

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Badung Bali melalui Dinas Koperasi, Perindustrian, UMKM dan Perdagangan (Diskopperindag) Kabupaten Badung berupaya membangkitkan kerajinan patung kayu di kawasan yang menjadi sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung, yaitu Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang (JAS). Produk kerajinan sentra patung kayu Kabupaten Badung ini memiliki ragam ukir yang tidak ditemukan di desa lain di Bali, bahkan di seluruh dunia. Beberapa patung yang sudah terdaftar sebagai kerajinan khas dari daerah ini adalah Patung Guwung, Patung Mencar, dan Patung Mancing. Beberapa ragam patung ini bahkan masih populer di artshop di daerah Ubud bahkan Kuta, meskipun produksi dari sentra patung kayu ini cenderung menurun bahkan hampir tidak produksi lagi karena para pengerajin sudah meninggalkan mata pencaharian di sektor kerajinan patung kayu ini sebagai mata pencaharian utama. Banyak hal menjadi penyebab lumpuhnya kerajinan patung kayu khas JAS ini. Bom Bali yang terjadi pada tahun 2002 dan 2005 merupakan salah satu penyebab yang memberikan dampak buruk luar biasa bagi sektor kerajinan di Bali. Berangsur-angsur pasar seni yang menjadi tumpuan barang-barang kerajinan mulai lumpuh. Selanjutnya pada masa pemulihan sektor pariwisata di Bali, banyak berkembang barang-barang pabrikasi menggantikan kerajinan handmade. Pemasaran untuk kerajinan patung kayu pun menjadi sulit. Sehingga, perlahan mulai ditinggalkannya mata pencaharian sebagai seniman patung kayu di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang ini karena mata pencaharian lain, seperti bertani atau menjadi buruh bangunan lebih menjanjikan. Berikut adalah gambaran kondisi pasar seni terdekat, yaitu Pasar Seni Ubud yang didominasi oleh produk-produk pabrikasi, seperti gantungan kunci, hiasan ruangan, patung-patung pabrikasi, dan lain sebagainya. 1

Gambar 1. 1 Kondisi Pasar Seni Ubud, didominasi oleh produk pabrikasi. Sumber gambar: https://goo.gl/t45sbv Kerajinan di pasar seni di Bali kini didominasi oleh produk-produk pabrikasi. Produk serupa juga menjadi tren pada pasar seni kota lain, seperti di Malioboro Yogyakarta dan Chinatown Singapore. Berbeda dengan kerajinan patung kayu JAS merupakan kerajinan ukir handmade khas Bali, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi, maka hanya seniman terlatih yang mampu membuatnya. Kerajinan ini hingga kini bahkan tidak dapat digantikan oleh mesin sepenuhnya. Menjadi sebuah potensi karena kerajinan tersebut unik dan khas Bali, namun hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab kerajinan ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi di pasaran. Menghadapi krisis akibat tragedi Bom Bali tersebut, beberapa pasar seni mengalami kemunduran dan berdampak pada penurunan penjualan kerajinan patung kayu. Berikut adalah gambar patung kurungan, salah satu produk unggulan dari sentra kerajinan patung kayu di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang. 2

Gambar 1. 2 Patung Kurungan, salah satu produk kerajinan JAS Sumber gambar: https://goo.gl/rffhkf Dengan menurunnya permintaan pasar, perlahan eksistensi sentra kerajinan patung kayu milik Kabupaten Badung ini mulai menurun. Pemerintah daerah pun melakukan berbagai kebijakan bertujuan mengajak kembali para pengrajin untuk melestarikan kerajinan tersebut, namun yang terjadi hanya euforia sesaat. Kebijakan pemerintah daerah dinilai belum efektif dalam membangkitkan sentra kerajinan ini. Pengrajin pada dasarnya membutuhkan fasilitas kerja serta pasar yang berkelanjutan. Rencana jangka panjang juga perlu untuk menumbuhkan minat pada generasi muda sebagai penerus dari kerajinan ini. 1.1.1. Pengerajin Butuh Fasilitas Kerja Beberapa tokoh seniman memercayai adanya faktor lain yang menjadi penyebab lumpuhnya sentra kerajinan patung kayu JAS ini. Salah satu faktornya adalah kurangnya adaptasi dari seniman dalam menghadapi krisis akibat tragedi Bom Bali. Terbukti bahwa beberapa seniman yang bertahan untuk dibidang kerajinan kayu hingga kini melakukan berbagai penyesuaian terhadap permintaan pasar, seperti mengkombinasikan motif kerajinan dengan produk-produk fungsional yang diperlukan pasar. Beberapa bahkan 3

beralih ke industri meuble/furniture dan menerapkan kemampuan ukir mereka disana. Oleh karena itu, selain kreativitas diperlukan pula sebuah adaptasi terhadap permintaan pasar. Gambar 1. 3 Karya salah satu pengrajin, sebuah produk adaptasi ragam ukir JAS yang diminati pasar Sumber: Dokumentasi I Nyoman Sutapa Setelah bertahun-tahun dampak krisis yang menyebabkan lumpuhnya sektor kerajinan patung kayu ini, terjadi banyak perubahan yang membuat kondisi pengerajin tidak kondusif lagi. Banyak ruang-ruang yang telah berubah, terlebih pada keanggotaan. Pengerajin yang cenderung membentuk kelompok untuk mempermudah permodalan serta pembagian kerja, saat ini menjadi kurang maksimal. Pengerjaan sebuah patung kayu pada dasarnya melalui beberapa tahapan, seperti pengolahan bahan baku, rot (pembuatan raut dasar), pembuatan detail, penghalusan, dan finishing. Semua tahapan tersebut umumnya dilakukan oleh orang yang berbeda untuk mendapatan hasil yang maksimal, dikarenakan kelengkapan peralatan dan spesialisasi masing-masing seniman berbeda. Dengan berbagai keterbatasan tersebut, menyebabkan proses membangkitkan kembali kerajinan patung kayu ini menjadi terhambat. Hal terpenting dalam upaya membangkitkan kerajinan ini adalah meningkatkan daya kreativitas dan inovasi dari para seniman. Para seniman membutuhkan ruang yang mampu membuat mereka kreatif dan produktif. Para seniman membutuhkan literatur dan 4

sarana edukasi mengenai adaptasi produk terhadap permintaan pasar saat ini. Edukasi tersebut bukan bertujuan untuk membuat para seniman meninggalkan ragam seni terdahulu, namun membuat para seniman mampu maksimal dalam mengembangkan desain mereka agar lebih diminati pasar. Dan ruang yang dibutuhkan para seniman bukan untuk memindahkan ruang kerja dari industri rumah tangga menjadi industri terpusat, tetapi menyediakan wadah mereka untuk berkembang. Sebuah usaha untuk menstimulasi perkembangan kerajinan agar dapat beradaptasi dengan permintaan pasar. 1.1.2. Pengerajin Butuh Pasar yang Berkelanjutan Masalah kedua yang dihadapi pengerajin adalah kurangnya pemasaran produk. Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah Kabupaten Badung gencar mencari solusi melalui berbagai pembinaan dan kebijakan pemerintah daerah. Salah satu kebijakan yang telah dilaksanakan pemerintah Kabupaten Badung pada tahun 2013, bekerja sama dengan Dekranasda Kabupaten Badung dan Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Badung melakukan MoU kepada hotel-hotel yang berada di kawasan Kabupaten Badung untuk membeli produk kerajinan lokal sebagai persyaratan mengurus perijinan. Melalui kebijakan tersebut mampu mengajak kembali senimanseniman patung yang telah diberi bantuan peralatan dan berbagai pembinaan untuk kembali berkarya. Namun euforia tersebut tidak bertahan lama meskipun program tersebut masih berjalan sampai sekarang, karena kebijakan tersebut dinilai tidak mampu menciptakan peluang pasar yang berkelanjutan. Kesepatakan Pemerintah Kabupaten Badung dengan pemilik hotel tersebut mampu mengajak 150 pengrajin untuk kembali berkarya, namun permintaan produk rata-rata hanya mencapai 10 patung tiap bulannya bagi seluruh pengerajin. Tidak sebanding dengan kemampuan pengerajin dalam memproduksi barang seni yang bisa mencapai 1 produk tiap tiga hari per-orangnya, atau 1.500 produk setiap bulannya. Oleh karena itu, peluang pasar bagi kerajinan patung kayu ini masih belum maksimal untuk dapat membangkitkan kembali sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung ini. Pola penjualan juga dinilai kurang maksimal. Para pembeli yang notabene merupakan pemilik hotel tidak digiring menuju desa untuk membeli produk kerajinan, melainkan produk kerajinan patung kayu yang 5

diantar ke Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung, sehingga kebijakan tersebut belum memberikan dampak maksimal bagi perkembangan industri kerajinan rumah tangga ini. Peluang pasar yang paling strategis dalam mengembangkan sentra kerajinan patung kayu adalah wisatawan. Terlebih wisatawan yang mengunjungi Pulau Bali tiap tahun semakin meningkat. Pada periode Januari Oktober 2016 terjadi peningkatan jumlah wisatawan sebesar 21,18%, yaitu mencapai angka 4.071.907 kunjungan wisatawan, dimana pada periode yang sama pada tahun 2015 sebesar 3.360.260 kunjungan. Potensi besar wisatawan tersebut juga terpetakan dalam 10 besar kunjungan objek wisata di Bali, dimana letaknya tidak jauh dari sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung ini. Gambar 1. 4 Potensi wisata pada sentra kerajinan patung kayu JAS. Sumber: Analisis penulis berdasarkan informasi dari http://www.disparda.baliprov.go.id/id/statistik3, diakses pada 25 Desember 2016, pukul 20.00 Peningkatan wisatawan menuju Pulau Bali merupakan sebuah potensi, ditambah dengan lokasi Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang berada di sekitar jalur wisata favorit di Bali. Desa yang menjadi Sentra Kerajinan Patung Kayu Kabupaten Badung ini terletak di jalur yang menghubungkan pariwisata Bali Selatan dengan pariwisata Bali Utara melalui desa wisata Ubud. Oleh karena itu, desa ini berpotensi untuk menarik 6

minat wisatawan. Wisatawan yang berkunjung tentu memiliki peran penting bagi bangkitnya sentra kerajinan ini, yaitu dengan mengapresiasi karya para pengerajin memberikan peluang pasar yang sustainable. 1.1.3. Minimnya Minat Generasi Penerus Dampak ditinggalkannya ragam kesenian patung kayu ini, mengkhawatirkan pemerintah daerah Kabupaten Badung. Mengingat nihilnya angka generasi penerus, dikhawatirkan ragam kerajinan ini akan punah. Selain itu, kerajinan seni patung kayu secara umum di Provinsi Bali juga semakin menurun. Oleh karena itu, diperlukan sebuah media untuk menginisiasi generasi muda agar dapat turut serta dalam upaya pelestarian kerajinan seni tersebut. Rendahnya minat generasi muda dalam sektor kerajinan patung kayu disebabkan oleh mata pencaharian tersebut kurang menjanjikan secara finansial. Oleh karena itu, perlu mengintegrasikan wadah pelestarian kerajinan dengan atraksi wisata menjadikan kerajinan ini memiliki pasar yang kuat. Wadah ini selain menarik minat wisatawan, diharapkan mampu menjadi sarana edukasi bagi generasi muda setempat. Dan dengan kuatnya sentra kerajinan ini dan menjadi mata pencaharian yang menjanjikan lagi, maka generasi muda pun tertarik. 1.1.4. Pentingnya Lokalitas dalam Perancangan Kerajinan patung kayu yang berkembang di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang merupakan industri rumah tangga yang mempertahankan kearifan lokal. Kearifan lokal tersebut terwujud dalam sistem kerja masyarakat yang sangat erat dengan budaya ngayah atau gotong royong. Oleh karena itu, perancangan harus membaur menjadikan desain sesuai dengan kebutuhan pengerajin, dan juga mampu menjadi solusi atas masalah yang terjadi. Dikatakan bahwa desain yg baik adalah desain yang mampu menjadi solusi atas masalah. Namun, tidak hanya menyelesaikan masalah, perancangan harus juga selaras dengan lingkungan agar tidak menimbulkan masalah yang baru. Perancangan Patung Kayu Handicraft Centre selain menjadi solusi dengan mengintegrasikan wadah kerja pengerajin 7

dan fasilitas wisata, juga menjadi fasilitas yang memperkuat citra/image kawasan. Oleh karena itu, desain haruslah merespon lingkungan sekitar dengan harmonis. 1.2. Permasalahan Rumusan masalah yang diangkat dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah strategi dalam menyediakan wadah bagi seniman untuk membangkitkan kerajinan Patung Kayu JAS? b. Bagaimanakah strategi menciptakan pasar yang berkelanjutan bagi Sentra Kerajinan Patung Kayu JAS? c. Bagaimana strategi Patung Kayu Handicraft Centre untuk dapat menarik minat generasi muda sekitar agar turut serta melestarikan kerajinan Patung Kayu JAS? d. Bagaimanakah solusi perancangan agar memiliki kearifan lokal dan selaras dengan lingkungan? 1.3. Tujuan & sasaran Tujuan dalam penulisan ini adalah memberikan pandangan baru mengenai solusi desain dalam mendukung upaya Pemerintah Kabupaten Badung untuk membangkitkan sentra kerajinan patung kayu di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang. Desain mengupayakan respon yang efektif dan tepat sasaran dengan memerhatikan kondisi seniman, potensi lokasi, dan faktor-faktor yang mampu membangkitkan kembali sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung ini. Sasaran dari perancangan terbagi menjadi 3 kelompok utama. Sasaran pertama adalah menggerakkan sektor kerajinan patung kayu dengan memanfaatkan seniman lama. Sasaran kedua adalah memacu tumbuhnya generasi penerus dari kaum muda sekitar dengan menyediakan fasilitas yang atraktif dan edukatif bagi generasi muda setempat serta melalui pemberdayaan profesi seniman sehingga menjadi profesi yang menjanjikan di masa depan. Sasaran ketiga adalam wisatawan, dengan menciptakan sebuah daya tarik wisata yang khas memberikan pengalaman baru bagi wisatawan tentang kerajinan khas Bali, dan tentunya berimbas pada pasar kerajinan yang diminati wisatawan. 8

1.4. Metode Perancangan 1.4.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Dalam perancangan Patung Kayu Handicraft Centre, dilakukan pengumpulan data dan analisis data terlebih dahulu terhadap kondisi eksisting dan teori yang ideal bagi tercapainya tujuan membangkitkan sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung ini. Metode tersebut dilakukan dengan berbagai macam, antara lain: a. Metode Studi Pustaka Metode studi pustaka dilakukan dengan cara mengkaji berbagai literatur yang didapat, baik melalui buku, internet, surat kabar, artikel ilmiah, dan masih banyak lagi. b. Metode Observasi Lapangan Metode observasi lapangan dilakukan dengan cara mengunjungi langsung untuk mengetahui kondisi lapangan, dan mengobservasi aspek-aspek yang berkaitan dengan perancangan. c. Metode Wawancara Metode wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak terkait dalam perancangan, seperti para pengrajin, tokoh desa terkait, dan pihak Diskopperindag selaku pengawas perkembangan sentra kerajinan. d. Metode Analisis Data Metode analisis data berupaya mengolah data secara terpadu. 1.4.2. Metode Penyelesaian Masalah Metode penyelesaian masalah merupakan metode yang bertujuan memberi respon berupa solusi terhadap permasalahan perancangan yang didapat dalam metode pengumpulan data. 1.5. Keaslian Penulisan Dalam perancangan solusi kebangkitan sentra kerajinan patung kayu Kabupaten Badung, diperlukan beberapa kajian terhadap tipologi perancangan sejenis. Berikut adalah beberapa karya tulis ilmiah dengan tipologi sejenis dan menjadi referensi dalam perancangan Patung Kayu Handicraft Centre ini, adalah sebagai berikut: 9

a. Tugas Akhir Agus Purwanto (94/96553/TK/19206) dengan judul: Pusat Informasi dan Promosi Industri Kayu di Klaten b. Tugas Akhir Lini Ocvenety (10/297724/TK/36321) dengan judul: Museum Seni Ukir Kayu di Jepara 2014 Karya tulis ilmiah tersebut diatas merupakan tipologi untuk mengenalkan suatu objek kepada masyarakat luas. Keunikan dari desain tersebut adalah diolah agar menciptakan interaksi positif dari pengunjung terhadap objek desain. Namun perancangan Patung Kayu Handicraft Centre memiliki beberapa tujuan yang berbeda, yaitu interaksi yang terjadi tidak hanya satu arah. Hal tersebut dikarenakan untuk menggaet generasi penerus, maka selain mengenalkan patung kayu, desain juga diharapkan menarik minat masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan eksistensi sentra kerajinan kayu Kabupaten Badung ini. Beberapa referensi tugas akhir juga memaparkan tentang interaksi aktif dari penguna terhadap objek desain, adalah sebagai berikut: a. Tugas Akhir Arsyi Arvin Afify (11/319722/TK/38839) dengan judul: Integrasi Workshop dan Showroom Industri Furniture Kayu di Yogyakarta 2015 b. Tugas Akhir Arbi Surya Satria Ridwan (11/319713/TK/38831) dengan judul: Sanggar Kreativitas untuk Penyandang Disabilitas di Yogyakarta 2015 c. Tugas Akhir Santi Widyandani (11/313059/TK/37774) dengan judul: Sanggar Seni Musik Keroncong di Surakarta dengan Pendekatan Konsep Penerapan Karakter Musik Keroncong 2015. Berbeda dari ketiga desain tersebut di atas, Patung Kayu Handicraft Centre memiliki misi berkelanjutan. Untuk menjaga eksistensi sentra kerajinan kayu Kabupaten Badung ini maka diperlukan solusi yang membangkitkan seniman secara berkelanjutan. Sehingga menumbuhkan interaksi saja tidak cukup, diperlukan juga meningkatkan ketertarikan dan kepedulian pengunjung melalui desain. Sehingga dengan demikian, misi untuk kelestarian sentra kerajinan kayu Kabupaten Badung ini. 10

1.6. Kerangka Pemikiran Gambar 1. 5 Skema Kerangka Pemikiran dalam Perancangan Patung Kayu Handicraft Centre 11

1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan adalah sistematika pola 5 bab, dengan penjabaran masing-masing bab adalah sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan Penjelasan mengenai latar belakang dan permasalahan yang diangkat dalam perancangan Patung Kayu Handicraft Centre ini. Selain itu dibahas pula mengenai tujuan dan sasaran perancangan, metoda, keaslian penulisan, serta kerangka penulisan. Bab II: Kajian Teori Membahas berbagai macam teori terkait perancangan Patung Kayu Handicraft Centre dari berbagai jenis literatur. Teori-teori yang dibahas antara lain adalah teori mengenai Ekonomi Kreatif dan Sentra Kerajinan, Teori mengenai Kerajinan Patung Kayu (produk), teori mengenai arsitektur lokal (arsitektur Bali) serta preseden-preseden terkait. Bab III: Kajian Lapangan Membahas mengenai tinjauan makro, meso, dan mikro. Tinjauan makro merupakan analisis terhadap site skala kabupaten (Kabupaten Badung) berdasarkan kondisi lingkungan dan rencana pengembangan dari pemerintah Kabupaten Badung. Tinjauan meso membahas mengenai potensi lingkungan (alam, kondisi sosial, dan budaya) setempat dalam skala kecamatan (Kecamatan Abiansemal). Tinjauan mikro membahas site dalam skala desa. Bab IV: Analisis Merupakan kumpulan analisis perancangan, yang membahas mengenai tapak, aktivitas dan ruang, zonasi, pola sirkulasi, tata tapak, orientasi bangunan, bentuk dan masa bangunan, sistem bangunan, standar ruang, dan analisis struktur bangunan. Bab V: Konsep Perancangan Membahas mengenai konsep perancangan, yang terbagi dalam konsep perancangan tapak dan konsep perancangan bangunan. 12