42 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan metode acak terkontrol dengan pola post test-only control group design. Subyek penelitian adalah 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley berumur 10-16 minggu yang dipilih secara acak dan dibagi menjadi 5 kelompok, dengan pengulangan sebanyak 5 kali. B. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi FK Unila untuk pelaksanaan intervensi, sedangkan untuk mengetahui gambaran histopatologi di laboratorium Histologi dan Patologi Anatomi FK Unila. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan selama 3 bulan dari Oktober-Desember 2012.
43 C. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley berumur 10-16 minggu yang diperoleh dari laboratorium Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor. Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali (n=5), sesuai dengan rumus Frederer. Menurut Frederer (1967), rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah: t (n-1) 15 Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi: 5(n-1) 15 5n-5 15 5n 20 n 4 Maka, jumlah minimal sampel per kelompok adalah 4 ekor mencit. Namun, dengan tingkat kejadian drop out sebanyak 10% sehingga mencit yang digunakan sebanyak 5 ekor mencit per kelompok percobaan (pengulangan sebanyak 5 kali per kelompok).
44 Kriteria inklusi : 1. Sehat (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus, genital) 2. Memiliki berat badan antara 100 150 gram 3. Jenis kelamin jantan 4. Berusia sekitar ± 10-16 minggu (dewasa) Kriteria ekslusi : Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium. D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan ada dua yaitu isoniazid dengan dosis 30mg/150grBB (Karthikeyan, 2004) dan ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan dosis 10mg/150grBB, 20mg/150grBB, dan 40mg/150grBB (Rahmawati, 2006). 2. Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan untuk penyimpanan organ adalah formalin.
45 3. Alat Penelitian a. Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 gr, untuk menimbang berat tikus. 2) Spuit oral 1 cc, 3 cc, dan 5 cc 3) Minor set untuk membedah tikus untuk mengidentifikasi hepar secara morfologis makroskopis dan mikroskopis 4) Wadah untuk menampung organ tikus 5) Kapas dan alkohol. b. Alat pemeriksaan makroskopis Minor set, bak pemeriksaan c. Alat pemeriksaan mikroskopis Mikroskop, objek glass, cairan emersi E. Prosedur Penelitian 1. Prosedur Pemberian Ekstrak Mahkota Dewa a. Cara pembuatan ekstrak mahkota dewa: Proses pembuatan ekstrak daun mahkota dewa dalam penelitian ini menggunakan etanol sebagai pelarut. Menurut Sulistianto dkk (2004), ekstraksi dimulai dari penimbangan daun mahkota dewa. Selanjutnya
46 seluruh bagian tumbuhan dikeringkan dalam almari pengering, dibuat serbuk dengan menggunakan blender atau mesin penyerbuk. Etanol dengan kadar 70% ditambahkan untuk melakukan ekstraksi dari serbuk ini selama kurang lebih 2 (dua) jam kemudian dilanjutkan maserasi selama 24 jam. Setelah masuk ke tahap filtrasi, akan diperoleh filtrat dan residu. Filtrat yang didapatkan akan diteruskan ke tahap evaporasi dengan Rotary evaporator pada suhu 40 0 C sehingga akhirnya diperoleh ekstrak kering. b. Cara perhitungan dosis ekstrak mahkota dewa : Dosis normal pada manusia adalah 12mg/kgBB (Rahmawati, 2006). Faktor konversi untuk manusia dengan berat badan 70 kg pada tikus dengan berat badan 200 gr adalah 0,018 (Ngatidjan, 1991). Dosis yang dikonversikan = 12mg/kg x 70kg = 840mg. Dosis untuk 200 gr tikus = 840mg x 0,018 = 15,12mg/200gr. Dosis untuk 150 gr tikus = 10mg/150gr. Kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak diberikan ekstrak mahkota dewa dan kelompok perlakuan diberikan dosis yang berbeda tiap kelompok yaitu 10mg/150grBB, 20mg/150grBB, 40mg/150grBB. Penentuan dosis untuk masing-masing perlakuan ditetapkan atas rata-rata berat badan hewan uji yaitu sekitar 150 gr. Volume ekstrak buah mahkota dewa diberikan secara oral sebanyak 1 ml yang merupakan volume yang boleh diberikan didasarkan pada volume normal lambung tikus adalah 3-5ml. Jika volume ekstrak melebihi volume lambung, dapat berakibat
47 dilatasi lambung secara akut yang dapat menyebabkan robeknya saluran cerna (Ngatidjan, 2006). 2. Prosedur Pemberian Dosis Isoniazid Pemberian INH dosis toksik pada manusia sebesar 30 mg/kg BB (Karthikeyan, 2004). Jika dilakukan konversi untuk dosis tikus dewasa adalah sebagai berikut : Berat manusia dewasa umumnya 70 kg jika dosis toksik 30 mg/kg BB/hari maka dosis toksik total 2100 mg untuk manusia. Angka konversi dosis dari manusia 70 kg ke tikus 200 gr adalah 0,018. Sehingga dosis toksik isoniazid untuk tikus 200 gr adalah 0,018 x 2100 mg = 37,8 gr. Rata-rata berat tikus yang digunakan pada penelitian ini adalah 150 gr. Dosis toksik untuk tikus dengan berat 150 gr adalah 29,0 gr dibulatkan menjadi 30 mg. Pada penelitian ini digunakan dosis 30 mg isoniazid yang dilarutkan dalam 1 ml aquades untuk masing-masing tikus dengan harapan mendapatkan efek hepatotoksisitas akut. 3. Prosedur Penelitian a) Tikus sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol normal, hanya yang diberi aquades. Kelompok II sebagai kontrol negatif, diberikan isoniazid dengan dosis
48 30mg/kgBB. Kelompok III adalah kelompok perlakuan coba dengan pemberian ekstrak mahkota dewa dosis 10mg/150 gr, kelompok IV dengan dosis mahkota dewa sebanyak 20mg/150 gr, dan kelompok V dengan dosis mahkota dewa sebanyak 40mg/150gr. Kemudian selang 2 jam kelompok III, IV dan V diberikan induksi isoniazid sebesar 30mg/150gr. Masing-masing diberikan secara peroral selama 8 hari. Kemudian pada hari ke 15 dan 16, masing-masing tikus dari kelompok III, IV dan V tetap diberikan ekstrak mahkota dewa. b) Mencekoki tikus dengan ekstrak mahkota dewa selama 14 hari dan melakukan pemberiani isoniazid secara peroral selama 14 hari, dilanjutkan pemberian ekstrak mahkota dewa peroral hingga hari ke 16. Tikus tetap diberikan makan ad libitum. c) Setelah 16 hari, perlakuan diberhentikan. d) Selanjutnya tikus dinarkose dengan kloroform dan dilakukan pembedahan untuk mengambil organ hepar. e) Sampel hepar difiksasi dengan formalin 10%. Selanjutnya sampel dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk pembuatan sediaan mikroskopis jaringan hepar. f) Pembuatan sediaan mikroskopis dengan metode parafin dan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Metode teknik histopatologi adalah sebagai berikut (Akoso dkk., 1999):
49 1) Fixation a. Memfiksasi spesimen berupa potongan organ hepar yang telah dipilih segera dengan larutan pengawet formalin 10%. b. Mencuci dengan air mengalir 3-5 kali. 2) Trimming a. Mengecilkan organ ± 3 mm. b. Memasukkan potongan organ hepar tersebut ke dalam embedding cassette. 3) Dehidration a) Menuntaskan air dengan meletakkan embedding cassette pada kertas tisu. b) Berturut-turut melakukan perendaman organ hepar dalam alkohol bertingkat 70%, 96%, 96%, dan 96% masing-masing selama 0,5 jam. Selanjutnya dilakukan perendaman alkohol absolut I, II, III selama 1 jam. 4) Clearing Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I dan II masing-masing selama 1 jam. 5) Impregnation Impregnasi dengan menggunakan parafin selama 1 jam di dalam inkubator dengan suhu 65,1 0 C. 6) Embedding a) Membersihkan sisa parafin yang ada pada pan dengan memanaskan beberapa saat di atas api dan usap dengan kapas.
50 b) Menyiapkan parafin cair dengan memasukkan parafin ke dalam cangkir logam dan memasukkan dalam oven dengan suhu di atas 58 0 C. c) Menuangkan parafin cair dalam pan. d) Memindahkan satu persatu dari embedding cassette ke dasar pan dengan mengatur jarak satu dengan yang lainnya. e) Memasukkan pan dalam air. f) Melepaskan parafin yang berisi potongan hepar dari pan dengan memasukkan ke dalam suhu 4-6 0 C beberapa saat. g) Memotong parafin sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan scalpel/pisau hangat. h) Meletakkan pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya sedikit meruncing. i) Memblok parafin siap dipotong dengan mikrotom. 7) Cutting a) Melakukan pemotongan pada ruangan dingin. b) Sebelum memotong, mendinginkan blok terlebih dahulu. c) Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4-5 mikron. d) Memilih lembaran potongan yang paling baik. e) Memindahkan lembaran jaringan ke dalam water bath dengan suhu 60 0 C selama beberapa detik sampai mengembang sempurna (pemekaran pita parafin).
51 f) Dengan gerakan menyendok mengambil lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan menempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah, mencegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan. g) Mengeringkan slide. Jika sudah kering, slide dipanaskan pada inkubator (suhu 37 0 C) selama 24 jam untuk merekatkan jaringan dan mencairkan sisa parafin sebelum pewarnaan. 8) Staining (pewarnaan) dengan Harris Hematoxylin Eosin Pertama, dilakukan deparafinisasi dengan menggunakan larutan xilol I dan II masing-masing selama 5 menit serta hidrasi ke dalam alkohol absolut selama 1 menit serta alkohol 96%, dan 70% masing-masing selama 2 menit lalu dengan air/aquadest selama 10 menit. Kedua, lakukan pulasan inti dengan zat warna Harris Hematoxylin selama 15 menit, lalu air mengalir, dan eosin selama maksimal 1 menit. Ketiga, lakukan dehidrasi dengan menggunakan alkohol 70%, 96%, dan absolut masing-masing selama 2 menit. Keempat, lakukan penjernihan dengan menggunakan larutan xilol I dan II masing-masing selama 2 menit. 9) Mounting Menempatkan slide di atas kertas tisu pada tempat datar, menetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsam dan tutup dengan cover glass cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara. Kemudian membaca slide dengan mikroskop.
52 Timbang Berat badan tikus K1 K2 K3 K4 K5 Tikus di adaptasikan selama 7 hari Tikus diberi perlakuan selama 14 hari Cekok Cekok Cekok mahkota dewa 10 mg/150g mahkota dewa 20 mg/150g mahkota dewa40 mg/150g Setelah 2 jam Cekok I.P I.P I.P. I.P. Aquadest Isoniazid 30 mg/150g Isoniazid 30 mg/150g Isoniazid 30 mg/150g Isoniazid 30mg/150g 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari Pada hari ke 15 dan 16 Cekok I.P Cekok Cekok Cekok Aquades Aquades mahkota dewa 10 mg/150g mahkota dewa 20 mg/150g mahkota dewa 40 mg/150g 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari dilakukan pembiusan menggunakan kloroform dilakukan pembedahan dan pengambilan organ hepar dilakukan pembuatan preparat organ hepar pengamatan di bawah mikroskop dan interpretasi hasil pengamatan Gambar 10. Diagram alur penelitian
53 F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Identifikasi Variabel a. Variabel Independen adalah pemberian ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan dosis 10mg/150grBB, 20mg/150grBB, dan 40mg/150grBB. b. Variabel dependen adalah gambaran histopatologi hepar. 2. Definisi Operasional Variabel a. Variabel Independen Pemberian ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dilakukan kepada tikus percobaan. Tikus percobaan yang dilakukan terbagi atas 5 kelompok percobaan. 1. Kelompok I Tikus diberikan akuades. 2. Kelompok II Tikus diberikan isoniazid per oral sebanyak 30mg/150grBB selama 14 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian akuades pada hari ke 15 dan 16. 3. Kelompok III Tikus diberikan ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) sebanyak 10mg/150grBB per oral kemudian 2 jam kemudian
54 diberikan isoniazid 30mg/150grBB secara per oral. Kedua perlakuan ini diberikan selama 14 hari, pada hari ke-15 dan 16 tikus diberikan ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) per oral sebanyak 10mg/150grBB. 4. Kelompok IV Tikus diberikan ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) sebanyak 20mg/150grBB per oral kemudian 2 jam kemudian diberikan isoniazid 30mg/150grBB secara per oral. Kedua perlakuan ini diberikan selama 14 hari, pada hari ke-15 dan 16 tikus diberikan ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) per oral sebanyak 20mg/150grBB. 5. Kelompok V Tikus diberikan ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) sebanyak 40mg/150grBB per oral kemudian 2 jam kemudian diberikan isoniazid 1 ml secara per oral. Kedua perlakuan ini diberikan selama 14 hari, pada hari ke-15 dan 16 tikus diberikan ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) sebanyak 40mg/150grBB per oral. b. Variabel dependen Gambaran histopatologi hepar diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Kerusakan yang dinilai adalah hepatosit yang mengalami pembengkakan sel. Skala pembengkakan sel kemudian dihitung secara semikuantitatif dalam 5 lapang pandang berbeda
55 (Kawasaki dkk., 2009). Kriteria penilaian menurut Kawasaki dkk (2009) sebagai berikut: 0 = tidak ada hepatosit yang mengalami pembengkakan sel 1 = <10% hepatosit yang mengalami pembengkakan sel 2 = 10% - 33% hepatosit yang mengalami pembengkakan sel 3 = 34% - 66% hepatosit yang mengalami pembengkakan sel 4 = 67% - 100% hepatosit yang mengalami pembengkakan sel Tiap lapangan pandang dihitung dalam bentuk persentase antara rentang 0-100% berdasarkan kriteria di atas, kemudian tiap perhitungan per lapangan pandang dijumlah dan dirata-ratakan. Nilai rata-rata yang didapat kemudian dilakukan analisis secara statistik. Skala yang digunakan adalah numerik. G. Analisis Data Hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji normalitas (Shapiro- Wilk) dan homogenitas (Levene). Jika distribusi data normal dan varians data homogen, dilanjutkan dengan metode one way ANOVA. Namun, apabila distribusi data tidak normal dan varians data tidak homogen (tidak memenuhi syarat parametrik), akan diuji dengan uji Kruskal Wallis. Jika pada uji one way ANOVA menghasilkan nilai p<0,05 (hipotesis dianggap bermakna), dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc LSD untuk mengetahui perbedaan antar kelompok yang lebih terinci.