Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan Industrial, diantaranya mengenai upah, jam kerja, cuti, PHK, tunjangan, kesejahteraan sampai kasus-kasus yang bersifat pidana, seperti pencurian dan kekerasan. Kenyatan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi, jika baik buruh maupun majikan sebagai subyek hukum, memahami dengan benar hukum perburuhan, khususnya mengenai Perjanjian Kerja. Dinas Tenaga Kerja Kota Pematangsiantar berperan menjembatani penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mekanisme Undang-Undang No.2 Tahun 2004 dan UndangUndang No. 13 Tahun 2003 -------------------------------------------------------------------------------------------- Kata kunci: Hubungan Industrial, Perselisihan, Dinas Tenaga Kerja PENDAHULUAN Hubungan industri merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang atau jasa, yaitu pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Hubungan industrial yang berlaku di Indonesia disebut hubungan industrial Pancasila. Hubungan industrial Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis atas dasar kemitraan yang sejajar dan terpadu diantara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang didasarkan atas nilai-nilai luhur budaya bangsa yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 (Bab VI UU RI No. 25 Tahun 1971). Dalam melaksanakan hubungan industrial Pancasila setiap pekerja diarahkan untuk memiliki sikap merasa ikut memiliki serta mengembangkan sikap memelihara dan mempertahankan kelangsungan usaha. Dalam melaksanakan hubungan industrial Pancasila, setiap pengusaha mengembangkan sikap memperlakukan pekerja sebagai manusia atas kemitraan yang sejajar sesuai dengan kodrat, harkat, martabat, dan harga diri serta meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya. Hubungan industrial Pancasila dilaksanakan melalui sarana : (1) serikat pekerja; 18
Jurnal Elektronik DADING-Vol. 1 No.1 Tahun 2014 ISSN. 2302-6529 (2) organisasi pengusaha; (3) lembaga kerja sama bipartit; (4) lembaga kerja sama tripartit; (5) peraturan perusahaan; (6) kesepakatan kerja bersama; (7) penyelesaian perselisihan industrial; dan (8) penyuluhan dan pemasyarakatan hubungan industrial Pancasila. 1) Konflik antara buruh dan majikan sudah terjadi sejak lama di berbagai belahan dunia. Konflik laten itu semakin mengemuka sejak revolusi industri (1776), yakni ketika terjadi transformasi budaya kerja besar-besaran dari masyarakat petani yang bekerja di sawah, ladang, atau kebun menjadi masyarakat industri yang bekerja di pabrik-pabrik. Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik hubungan industrial itu, diantaranya mengenai upah, jam kerja, cuti, PHK, tunjangan, kesejahteraan sampai kasus-kasus yang bersifat pidana, seperti pencurian dan kekerasan. Kenyatan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi, jika baik buruh maupun majikan sebagai subyek hukum, memahami dengan benar hukum perburuhan, khususnya mengenai perjanjian kerja. Celakanya, kebutuhan untuk bekerja karena 1 ) B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, 2005, Hal. 5-6 desakan ekonomi, kuantitas SDM yang besar namun kualitasnya rendah, dan keengganan dari kedua belah pihak untuk mengikuti ketentuan perikatan perjanjian kerja, berbuntut konflik buruh majikan yang berlarut-larut. 2) Seiring peristiwa di atas maka perkembangan ketenagakerjaan saat ini ditandai dengan babak baru dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu melalui pengadilan hubungan industrial dan di luar pengadilan yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Lahirnya lembaga ini menghapus keberadaan panitia penyelesaian perselisihan perburuhan sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja. 3) Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, ditetapkan bahwa waktu penyelesaian perselisihan 2 ) Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, 2004. 3 ) Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan & Di Luar Pengadilan, 2004. 19
Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial...Christian Daniel Hermes hubungan industrial secara nonlitigasi (media, konsiliasi, dan abitrasi) dibatasi paling lama 30 hari kerja. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada tingkat pertama dan pada pengadilan hubungan industrial dibatasi waktunya paling lama 50 hari kerja dan pada Mahkamah Agung 30 hari kerja. Selain itu, adanya pembatasan bahwa hanya perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) saja dapat diajukan kasasi pada Mahkamah Agung tanpa melalui prosedur banding. Dengan demikian, diharapkan sengketa yang dihadapi para pihak akan segera memperoleh kepastian hukum sesuai dengan asas peradilan cepat, mudah, dan biaya ringan. PEMBAHASAN a. Macam Perselisihan Dalam Hubungan Industrial Prinsip hubungan industrial Pancasila yang dianut di Indonesia harus dipergunakan sebagai acuan dalam mengatasi/memecahkan berbagai persoalan yang timbul dalam bidang ketenagakerjaan. Dalam hubungan industrial Pancasila, setiap keluh kesah yang terjadi di tingkat perusahaan dan masalah-masalah ketenagakerjaan lain yang timbul harus diselesaikan secara kekeluargaan atau musyawarah untuk mencapai mufakat. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang ada dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1957 yang dipergunakan sebagai landasan dalam penyelesaian hubungan industrial selama ini ternyata belum dapat mewujudkan penyelesaian secara sederhana, cepat, adil dan murah, bahkan sebaliknya prosedurnya panjang dan tidak ada jaminan kepastian hukumnya. Misalnya saja dalam penyelesaian arbitrase wajib (compulsory arbitration) dimulai dari perantaraan pegawai perantara, jika tidak berhasil mendamaikan para pihak perselisihan tersebut diajukan kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D). Putusan P4D dalam waktu 14 hari sejak putusan diambil oleh pihak yang tidak puas dapat diajukan banding ke Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4D). Posisi P4P sebagai arbitrase yang berada dalam struktur departemen tenaga kerja menempatkan P4P sebagai lem- 20
Jurnal Elektronik DADING-Vol. 1 No.1 Tahun 2014 ISSN. 2302-6529 baga arbitrase yang tidak independen yang mengakibatkan putusan P4P sebagai arbitrase tidak bersifat final dan binding. Oleh karena itu, putusan P4P masih dapat diajukan kasasi kepada menteri tenaga kerja dalam waktu 14 hari sejak putusan diambil. Menteri dapat menunda atau membatalkan putusan P4P dengan alasan demi ketertiban umum dan atau kepentingan negara. Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, penyelesaian penyelesaian melalui Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dikategorikan sebagai keputusan tata usaha negara, sehingga bagi pihak yang tidak puas dalam tenggang waktu 90 hari dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Jika masih ada para pihak yang tidak puas terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam jangka waktu 14 hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkaman Agung. Meskipun sudah tidak ada upaya hukum lagi, tapi jika pihak pengusaha masih tetap tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela, pihak pekerja/buruh harus mengajukan fiat eksekusi ke Pengadilan Negeri. Dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2004, menyebutkan perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat b- uruh/pekerja karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan (pasal 1 angka 1). Atas dasar itu, Undangundang Nomor 2 tahun 2004 membagi perselisihan hubungn industrial menjadi : (1) perselisihan hak; (2) perselisihan kepentingan; (3) perselisihan pemutusn hubungan kerja; dan (4) perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam suatu perusahaan. b. Tata Cara Penyelesaian Hubungan Industrial dalam Sengketa 1. Penyelesaian melalui Bipartit Penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak yang berselisih secara musyawarah mufakat tanpa ikut campur 21
Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial...Christian Daniel Hermes pihak lain, sehingga dapat memperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Selain itu, musyawarah dapat menekan biaya serta menghemat waktu. Itulah sebabnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial mengharuskan setiap perselisihan hubungan industrial yang terjadi diselesaikan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat (Pasal 3). Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian secara bipartit dalam kepustakaan mengenai alternative disputes resolution (ADR) disebut sebagai penyelesaian secara negosiasi. Secara umum negosiasi berarti upaya penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan tanpa melibatkan pihak lain dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang harmonis dan kreatif. Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat para pihak mengalami konflik. Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah. Dalam perselisihan industrial yang menjadi para pihak adalah pekerja/ buruh, organisasi pekerja/ organisasi buruh dengan pengusaha atau organisasi pengusaha. Jika organisasi yang terlibat, hendaknya pengurus atau siapa saja yang yang ditunjuk oleh anggota harus segera melakukan perundingan/negosiasi dengan pihak pengusaha guna mencari solusi terbaik dari persoalan yang dihadapi. Penyelesaian secara bipartiti ini bukanlah hal baru dalam penyelesaian sengketa di Indonesia, lebih-lebih dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 2. Penyelesaian melalui Mediasi Penyelesaian melalui mediasi (mediation) ini dilakukan melalui seorang penengah yang disebut mediator. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. 22
Jurnal Elektronik DADING-Vol. 1 No.1 Tahun 2014 ISSN. 2302-6529 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, menyebutkan bahwa mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam suatu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral (Pasal 1 angka 11). Sedangkan mediator hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai ketenagakerjaan yang memenuhi syarat- syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam suatu perusahaan (Pasal 1 angka 12). Dari pengertian di atas disebutkan bahwa mediasi dilakukan oleh pihak ketiga yang netral, tapi yang menjadi mediator adalah pegawai pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Disini terjadi kontradiktif yang mestinya menjadi mediator adalah siapa saja yang dikehendaki oleh para pihak yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk itu termasuk kemungkinan dipilihnya pegawai pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Sedangkan terhadap kewajiban mediator untuk memberikan anjuran tertulis masih dalam batas kewenangan mediator guna membantu para pihak mencari format penyelesaian serta anjuran tersebut bukan merupakan keputusan yang bersifat mengikat. Penyelesaian perselisihan hubungan industri melalui mediasi menurut ketentuan Pasal 4, didahului dengan tahapan sebagai berikut : a. Jika perundingan bipartit gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatatakan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian secara bipartit sudah dilakukan. b. Setelah menerima pencatatan, instansi yang bertanggung 23
Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial...Christian Daniel Hermes jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. c. Jika dalam waktu 7 (tujuh) hari para pihak tidak menentapkan pilihan, instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian kepada mediator. 3. Penyelesaian Melalui Konsiliasi Penyelesaian melalui konsiliasi (conciliation) ini dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagai penengah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihakpihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihka. Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004, disebutkan bahwa konsiliasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselsihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral (Pasal 1 angka 13). Sedangkan konsiliator hubungan industrial yang selanjutnya disebut konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syaratsyarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutuhan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan (Pasal 1 angka 14). 4. Penyelesaian melalui Arbitrase Dengan adanya era demokratisasi dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan benegara, perlu diakomodir keterlibatan masyarakat dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi maupun arbitrase. Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada umumnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1993 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berlaku di bidang sengketa bisnis. Karena itu, arbitrase hubu- 24
Jurnal Elektronik DADING-Vol. 1 No.1 Tahun 2014 ISSN. 2302-6529 ngan Inudstrial sesuai dengan asas hukum lex specialis derogat lex generali. Lembaga arbitrase di Indonesia bukanlah hal yang baru, tapi sesungguhnya sudah dikenal sejak lama, salah satu ketentuan yang merupakan sumber hukum dilaksanakannya arbitrase sebelum adanya Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah ketentuan yang diatur dalam Pasal 337 Reglement Indonesia yang diperbagarui (Het Harzienen Indonesisisch Reglement, Staatsblad 1941 ; 44) atau Pasal 705 Reglemen acara untuk daerah luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatcblad 1927 ; 227). Pengaturan tentang kelembagaannya diatur dalam Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglement Acara Perdara (Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad 1847 ; 52) bagi semua golongan penduduk Hindia Belanda. Dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 33 Tahun 1999 seluruh ketentuan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Arbitase merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter dan para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter. Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 memberikan defenisi arbitrase adalah cara penyelesaian suatu perkara perdata di luar peradilan umum yang didasarkan atas suatu perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Pasal 1 angka 1). Sebagai undang-undang yang bersifat khusus, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 memberikan pengertian arbitrase hubungan industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar pengadilan perselisihan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final (Pasal 1 angka 15). Sedangkan arbiter hubungan industrial yang selanjutnya disebut arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter 25
Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial...Christian Daniel Hermes yang ditetapkan oleh menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final (Pasal 1 angka 16). PENUTUP Tata cara penyelesaian hubungan industrial perburuhan Pancasila ada 4 (empat) macam proses penyelesaian antara lain : melalui bipartit, melalui mediasi, melalui konsiliasi dan abitrasi. Bahwa penyelesaian hubungan industrial perburuhan dapat juga diselesaikan dengan sistem mediasi serta hasilnyapun final dan binding. Yang dapat disebut dengan perselisihan hubungan industrial sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 yaitu : perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, hanya dalam satu perusahan. PUSTAKA B. Siswanto Sastrohadiwiryo. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Djumadi. 2004. Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Husni, L. 2004. Pengantar Hukum Ketenagakerjan Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta : Raja Grafindo Persada.. 26