BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan-bahan kimia sintetis pada umumnya digunakan oleh kegiatan industri dan domestik untuk menghasilkan suatu produk yang bernilai ekonomis. Salah satu produk yang banyak mengandung bahan-bahan kimia sintetis dan banyak digunakan oleh masyarakat adalah deterjen. Deterjen merupakan pembersih sintetis yang terdiri dari beberapa komponen utama yaitu surfaktan dan builder. Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan sedangkan builder berfungsi untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineralmineral yang terlarut, membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas dari bahan yang dicuci. Kemampuan deterjen dalam pencucian menyebabkan deterjen digunakan oleh sejumlah industri. Salah satu industri yang menggunakan deterjen adalah laundry Laundry adalah jasa yang menawarkan fasilitas kegiatan pencucian pakaian, karpet, boneka, sepatu, tas, dll (Tri, 2008). Perkembangan jasa laundry mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan rutinitas pekerjaan yang tinggi. Selain itu, perkembangan usaha laundry yang sebelumnya hanya dikhususkan bagi masyarakat menengah ke atas, kini mengalami pergeseran hingga harganya dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan meningkatnya konsumen laundry sehingga penggunaan deterjen oleh laundry turut meningkat. Penggunaan deterjen dalam proses pencucian akan menghasilkan limbah cair yang dapat mencemari lingkungan karena di dalamnya terdapat surfaktan dan fosfat. Surfaktan atau surface active agent merupakan komponen yang berperan penting dalam proses pencucian. Ditinjau dari rumus bangunnya, surfaktan dibedakan menjadi dua yaitu surfaktan berantai lurus yang dikenal sebagai linear 1
Bab I Pendahuluan 2 alkil benzena sulfonat (LAS) dan surfaktan rantai bercabang yang dikenal dengan alkil benzena sulfonat (ABS). Dibandingkan dengan LAS, ABS merupakan senyawa yang lebih sukar terurai secara alami. Oleh karena itu beberapa negara di dunia telah melarang penggunaan ABS dan diganti dengan LAS. Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), penggunaan ABS sebagai surfaktan anionik dalam deterjen sebesar 40% sedangkan penggunaan LAS sebesar 60%. Menurut Blagoev dan Gubler (2009), konsumsi global surfaktan LAS sekitar 2 juta ton per tahun di dunia pada tahun 2000 dan pada tahun 2010 ditargetkan 3,4 juta ton LAS digunakan untuk bahan aktif deterjen. Sedangkan konsumsi deterjen di Indonesia mencapai 18 kg per kapita per tahun dan akan mengalami peningkatan setiap tahunnya (Suharjono, 2010). Surfaktan yang terakumulasi di ekosistem air sungai bersifat toksik bagi berbagai organisme akuatik. Toksisitas surfaktan dalam deterjen terhadap organisme dipengaruhi oleh struktur kimiawinya, jenis dan stadium pertumbuhan organisme serta kondisi lingkungannya. Surfaktan tersebut dapat menimbulkan busa yang menghalangi penetrasi cahaya yang menghambat fotosistensis dan membunuh mikroalga serta menghalangi difusi oksigen dari udara sehingga suplai oksigen ke badan air berkurang (Suharjono, 2010). Selain itu, surfaktan memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia seperti gangguan kerja hormon pada tubuh yang dapat mengakibatkan, asma, penyakit kulit, alergi bahkan kanker hati. Selain surfaktan, komponen utama lainnya yang terkandung di dalam deterjen adalah fosfat. Fosfat merupakan builder yang mendukung kinerja surfaktan. Fosfat dapat menyebabkan eutrofikasi pada badan air sehingga penggunaan fosfat dilarang di beberapa negara di dunia. Hal ini menyebabkan beberapa produsen deterjen menggunakan senyawa non fosfat sebagai builder. Deterjen non fosfat digunakan di salah satu laundry di Ciwaruga yang menjadi objek penelitian. Selain menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan, kehadiran laundry pun berdampak pada penggunaan air tanah dalam volume besar. Berdasarkan survey yang dilakukan di wilayah Ciwaruga, air yang digunakan untuk proses pencucian pakaian per harinya mencapai ±500-700 L untuk satu
Bab I Pendahuluan 3 tempat laundry. Sedangkan ketersediaan air di Bandung, terancam kritis. Berdasarkan data Bapeda ditunjukkan bahwa pada tahun 2005 kebutuhan air di Bandung mencapai 1,843 juta m 3 /tahun sedangkan potensi yang dapat dimanfaatkan 1,85 juta m 3 /tahun (Anonim, ). Peningkatan usaha laundry berkontribusi pada meningkatnya penggunanaan air tanah dan meningkatkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pengolahan air limbah laundry untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan penggunaan air tanah yang berlebih. Beberapa penelitian terhadap sistem pengolahan limbah laundry telah dilakukan, diantaranya adalah pengolahan dengan metode elektrolisis (Poon, 1976), metode koagulasi menggunakan koagulan FeCl 3 (Aboulhassan dkk, 2006), metode ultrafiltrasi dan ion exchange (Kowalska, 2007), metode elektrokoagulasi (Chih- Ta Wang dkk, 2008), metode biosand filter disertai dengan karbon aktif (Puspita, 2008) dan adsorpsi dengan arang batok kelapa (Hadi, ). Penelitian-penelitian di atas diaplikasikan untuk mengolah air limbah laundry dari deterjen yang mengandung fosfat dengan efisiensi penurunan surfaktan 20-90 persen, kandungan zat organik 40-50 persen, dan kekeruhan berkisar antara 50-90 persen. Penelitian-penelitian di atas dapat menjadi rujukan untuk mengolah limbah laundry di kawasan Ciwaruga yang tidak mengandung fosfat. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, sistem pengolahan yang mudah diaplikasikan adalah metode koagulasi-flokulasi, filtrasi pasir aktif, adsorpsi karbon aktif serta kombinasi filtrasi pasir aktif dan adsorpsi karbon aktif. Metode-metode ini digunakan untuk mengolah limbah laundry menjadi air bersih sesuai dengan batas maksimum air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan 416/1990. Air bersih hasil pengolahan limbah laundry dapat digunakan kembali sebagai air pencuci sehingga dapat mengurangi penggunaan air tanah.
Bab I Pendahuluan 4 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kinerja metode koagulasi dan flokulasi, adsorpsi karbon aktif, filtrasi pasir aktif dan gabungan antara filtrasi pasir aktif dan karbon aktif. 2. Menentukan metode yang tepat dalam mengolah air limbah laundry menjadi air bersih. 1.3 Ruang Lingkup Pengambilan sampel limbah laundry dilakukan di salah satu laundry di Desa Ciwaruga yang menggunakan deterjen non fosfat. 1. Pengambilan sampel dilakukan beberapa saat sebelum melakukan pengolahan. 2. Air bersih yang dimaksud adalah air yang memenuhi batas maksimum air bersih sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan 416/1990. 3. Metode pengolahan limbah laundry yang akan diteliti adalah metode koagulasi-flokulasi, filtrasi pasir aktif, adsorpsi karbon aktif serta kombinasi filtrasi pasir aktif dan adsorpsi karbon aktif. 4. Pada metode koagulasi dan flokulasi, koagulan yang digunakan adalah FeCl 3, tawas dan PAC dan flokulan yang akan digunakan adalah poliakrilamida sedangkan pada metode adsorpsi, adsorben yang digunakan adalah karbon aktif granular dengan diameter butiran ± 0,2 mm. 5. Indikator kinerja adalah kualitas air hasil pengolahan dengan ph, kekeruhan, zat organik dan kandungan deterjen sebagai parameter yang ditinjau.
Bab I Pendahuluan 5 1.4 Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan yang perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai ditunjukkan pada Gambar 1.1 Analisis pendahuluan limbah laundry (ph, kekeruhan, kandungan zat organik dan kandungan deterjen) Koagulasi Filtrasi pasir Adsorpsi Kombinasi flokulasi aktif karbon aktif filtrasi pasir aktif dengan adsorpsi karbon aktif Sedimentasi Analisis - Parameter - Kinerja Penentuan metode yang tepat Gambar 1.1 Skema Kerja Penelitian
Bab I Pendahuluan 6 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Bab ini membahas tentang latar belakang, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, tahapan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini akan membahas tentang teori-teori yang mendukung penelitian tugas akhir. BAB III Metodologi Penelitian Bab ini membahas tentang tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir. BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini membahas tentang data hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan mengenai data yang diperoleh. BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dapat diberikan untuk penelitian yang telah dilaksanakan.